Dalam dasar kehidupan manusia, tidak sepatutnya penghinaan atau kekerasan menjadi cara untuk menyelesaikan masalah. Dengan menampar istrinya, Papah Andi menunjukkan ketidaksabaran dan kurangnya pengendalian emosi. Sebagai orang tua, tindakan ini sangat tidak pantas dan justru dapat memberikan contoh buruk bagi anak-anaknya, terutama bagi Aruna, putri mereka.Penting untuk diingat bahwa peran orang tua bukan hanya sekadar memberikan nafkah dan pendidikan, tetapi juga memberikan teladan bagi anak-anak mereka. Melakukan kekerasan atau perlakuan yang tidak pantas terhadap pasangan hidup dapat memiliki efek yang merugikan bagi seluruh keluarga.Mamah Eva, sebagai mertua, juga perlu untuk merenungkan tindakan ini dengan serius. Kekayaan tidak boleh menjadi alasan untuk meremehkan atau memperlakukan orang lain seenaknya. Sebagai seorang ibu, Mamah Eva juga harus memahami pentingnya menjaga hubungan yang harmonis dengan menantu perempuannya dan memberikan contoh yang baik bagi putrinya.Ketik
Rayhan dan keluarganya masih duduk di ruang tamu, merenung tentang keputusan Sean dan Aruna untuk menikah. Papah Andi memperhatikan Aruna dengan tatapan penuh perhatian."Aruna, kamu sudah yakin dengan keputusanmu?" tanya Papah Andi dengan lembut.Aruna, yang saat itu sedang meminum susu, terkejut mendengar pertanyaan Papah Andi. Tersedak dengan susu yang masuk ke tenggorokannya, Aruna tersenyum canggung. Dalam hatinya, dia merasakan kebingungan yang tak terucapkan.Udara yang tegang di ruangan itu mencerminkan keraguan yang melingkupinya. Aruna telah mengenal Sean selama beberapa tahun terakhir dan ikatan mereka semakin kuat seiring berjalannya waktu. Tapi, dalam lubuk hatinya, dia merasa ragu akan keputusan ini. Melihat tatapan bahagia Sean ketika dia melamarnya, Aruna merasa seperti ditarik antara perasaannya sendiri dan kebahagiaan orang lain."Tapi, Pah ... " Aruna berkata dengan canggung, mencoba menyusun kata-kata yang tepat untuk merangkai keraguan yang ada dalam dirinya. "Aku
Beberapa hari yang lalu. Sean dan Aruna, pasangan muda yang penuh semangat, telah menjalin hubungan persahabatan yang kuat selama beberapa tahun. Mereka selalu mencari kesempatan untuk bersenang-senang dan menghadapi tantangan bersama. Tapi ada satu ide konyol yang tidak pernah mereka bayangkan akan mengubah hidup mereka sepenuhnya.Suatu hari, Sean muncul dengan ide yang tak terduga. Dia berkata, "Aruna, bagaimana kalau kita membuat taruhan? Siapa yang kalah harus menuruti permintaan pemenangnya selama satu tahun penuh!" Aruna mengerutkan keningnya, lalu tertawa sambil menjawab, "Kamu selalu punya ide aneh, Sean. Tapi mengapa tidak? Ayo kita lakukan!"Hingga suatu ketika Aruna kalah dalam taruhan itu, dan harus menuruti permintaan Sean dalam bentuk apapun. Tanpa ragu-ragu, mereka menulis surat perjanjian pernikahan yang berlaku hanya selama satu tahun. Ini adalah aturan main mereka. Namun, mereka berdua tidak berfikir bahwa ada kemungkinan besarnya mereka akan jatuh cinta satu sam
Claudia saat ini sedang mencuci pakaian milik semua anggota keluarga di rumah itu, tanpa membedakan ia mencuci sampai bersih. Claudia kaget dan terkejut saat Mamah Eva tiba-tiba menyiraminya dengan air bekas cucian. Air itu terciprat ke wajah, rambut, dan tubuhnya. Wajah Claudia basah dan matanya terasa terpicu. Dia cepat-cepat mengusap air dari wajahnya, mencoba mencerna apa yang baru saja terjadi."Mamah Eva, kenapa kamu melakukannya?" tanya Claudia dengan nada kebingungan.Mamah Eva merasa kesal karena satu pakaian yang tidak sengaja disikat oleh Claudia. Dia menganggap Claudia tidak mengindahkan peraturan dalam menjaga pakaian keluarga yang dicuci bersama. Mamah Eva, yang merasa geram, keluar dari kamar mandi dan memberi penjelasan keras pada Claudia."Claudia! Aku sudah memberitahumu berkali-kali untuk jelas tentang menjaga setiap pakaian keluarga yang dicuci bersama! Tapi kamu sudah menyikat salah satu baju kesayangan ku sampai rusak!" ujar Mamah Eva dengan nada tegas.Claudia
Setelah menjalani berhari-hari yang sulit dan penuh dengan konflik, Claudia akhirnya memilih jalan yang berbeda. Meskipun hatinya masih terluka dan penuh dengan kekecewaan, ia menyadari bahwa tidak ada gunanya untuk terus mempertahankan pertentangannya dengan Rayhan.Claudia memilih untuk diam dan tidak memikirkan lagi tentang perbuatan buruk mertuanya. Ia lebih memilih untuk fokus pada kebahagiaan dan kedamaian dalam dirinya sendiri. Claudia merasa bahwa lebih baik untuk menghilangkan emotis negatif dan mencurahkan energinya untuk hal-hal positif dalam hidupnya.Dalam diamnya, Claudia merenung dan mengingat kembali momen-momen indah yang pernah ia bagikan dengan Rayhan, sebelum semua kejadian buruk terjadi. Ia mengingat senyuman mereka, tangisan tawa mereka, dan cinta yang pernah mereka rasakan saat mereka pertama kali bersama.Dengan waktu, Claudia mulai merasakan rasa damai dalam hatinya. Ia mulai memaafkan mertuanya dan mengerti bahwa setiap orang memiliki kesalahan dan kekurangan
"Mah, ini bukan masakan Mamah ya?" tanya Papah Andi. Mendengar pertanyaan Papah Andi, Mamah Eva pun tersenyum sambil menjawab, "Bukan Masakan orang lain, Pah. Kali ini masakan Mamah yang hendak disajikan untuk keluarga kita semua."Dengan tatapan heran, Papah Andi mencicipi opor ayam yang dihidangkan oleh Mamah Eva. Langsung terpancarlah senyum kebahagiaan di wajahnya. "Wah, ternyata enak sekali!" ucapnya sambil terus menikmati setiap suapannya.Mamah Eva pun tersenyum melihat reaksi Papah Andi. "Hebat sekali, Claudia. Aku tak pernah menyadari bahwa kamu memiliki bakat memasak seperti ini," gumamnya dalam hati memuji Claudia.Mamah Eva merasa bersyukur dengan pujian yang diterimanya. "Terima kasih, Pah. Sebenarnya, saya sudah lama belajar memasak dengan bantuan resep-resep dari internet dan beberapa buku masakan. Saya senang bisa mencoba masakan baru untuk keluarga kita."Papah Andi mengangguk setuju sambil tersenyum. "Kamu memang hebat, Mah. Terima kasih sudah menyajikan opor ayam y
Dalam keadaan terkejut, Claudia mencoba menjelaskan hubungannya dengan Sean kepada Mamah Eva untuk menghindari kesalahpahaman. Dia menjelaskan bahwa mereka hanya teman dekat dan tidak ada perasaan romantis di antara mereka.Claudia menjelaskan bahwa dia dan Sean telah berteman sejak lama dan memiliki minat yang sama dalam beberapa hal. Mereka sering berbicara dan menghabiskan waktu bersama, tetapi hubungan mereka tetap pada tingkat persahabatan. Dan hubungan mereka semakin akrab sejak Mamah Eva, mengusirnya dari rumah. "Bagus ya, cari kesempatan dengan laki-laki lain," cetus Mamah Eva dengan tatapan sinisnya. "Mas Rayhan sudah mengetahui semuanya, Mah," jelas Claudia. Rayhan juga memahami bahwa Claudia hanya melihat Sean sebagai teman dan tidak lebih dari itu. Rayhan percaya bahwa saudarinya tidak memiliki perasaan romantis terhadap Sean.Mamah Eva mendengarkan penjelasan Claudia dengan seksama dan memutuskan ragu untuk percaya padanya. Dia mengerti bahwa seringkali ada hubungan pe
Kini Rayhan dan Claudia harus menelan kenyataan pahit, janin yang ada di dalam kandungan Claudia tidak bisa terselamatkan lagi dan harus diangkat.Kedua orang itu terdiam sejenak, menyerap berita yang begitu berat bagi keduanya. Rayhan memeluk Claudia erat, mencoba memberikan kekuatan dan dukungan atas apa yang harus mereka hadapi bersama.Mereka duduk bersama di bawah pohon rindang, menatap indahnya cahaya matahari yang menerpa dahan-dahan dedaunan. "Kita akan melaluinya bersama, sayang," bisik Rayhan lembut sambil menggenggam tangan Claudia dengan penuh kasih.Mata Claudia berkaca-kaca, dia merasakan sedih yang sangat dalam, namun merasa didampingi oleh cintanya pada Rayhan. Mereka berdua saling bertatapan, menumbuhkan kekuatan dalam hati mereka untuk menghadapi situasi yang tak terduga ini.Meski pahit, dengan satu sama lain mereka tahu bahwa cinta mereka akan membuat mereka kuat. Mereka akan mengatasi cobaan ini bersama, merangkul kesedihan namun juga memeluk harapan akan masa dep
Rayhan, Claudia, Aruna dan Sean pergi berlibur ke sebuah pantai yang sangat indah. Setelah sampai di pantai, mereka beristirahat lebih dulu di tempat penginapan. "Sean, bantu buka resleting gaun ku," pinta Aruna menyodorkan punggungnya di depan Sean. Jemari Aruna gemetar saat menyodorkan punggungnya di hadapan Sean. Gaun sutra yang dikenakannya kini terbuka, memperlihatkan kulit putih mulusnya. Ia menahan napas, menunggu Sean untuk membuka resleting itu perlahan. "Merepotkan saja, Runa," gerutu Sean, namun tangannya bergerak dengan hati-hati. Detak jantung Aruna berpacu saat merasakan jemari Sean menyusuri punggungnya. "Sekarang tutup mata mu! Aku ingin berganti baju," pinta Aruna lagi, berusaha mengontrol suaranya yang bergetar. Sean menyeringai. "Kenapa harus tutup mata? Kita sudah menikah, Runa. Jadi, halal kalau aku melihat kamu telanjang," katanya dengan nada menggoda. Aruna menggigit bibir bawahnya, menimbang-nimbang. Bagaimanapun, Sean adalah suaminya. Tapi rasa ma
Sean meminta Aruna bersikap baik, lemah lembut. Ia tidak ingin anak-anaknya nanti terlahir dari seorang ibu yang mempunyai sikap kasar, ia dengan sabar memberikan pengertian ke Aruna. "Sean, bukannya kita menikah bukan karena cinta. Jadi, kita masih bisa cerai," kata Aruna menatap Sean. "Kamu gila, Runa! Aku akan belajar mencintaimu seiring berjalannya waktu, bukan untuk permainan," terang Sean meyakinkan Aruna. Aruna tersenyum bahagia mendengar ucapan Sean, ia berharap Sean bisa mencintainya dengan tulus dan membuktikan ucapannya. "Sean, sebenarnya aku sudah mencintai mu dari dulu," ungkap Aruna memegang tangan Sean. "Dasar labil!" ketus Sean. Dulu Aruna pernah mengatakan kalau tidak mencintai Sean, sekarang justru dirinya yang mengungkapkan perasaanya lebih dulu. Keesokan harinya, Aruna baru pulang ke rumah diantarkan Sean. Kebetulan Claudia yang membukakan pintu untuk mereka, dengan ramah Claudia menyambut dan mempersilahkan masuk. Sean terpaku menatap Claudia,
"Dok, bagaimana kandungan istri saya?" tanya Rayhan berharap kabar baik yang ia terima. "Ada yang tidak beres, Pak," jawab Dokter tersenyum. "Iya, saya ngerti! Tolong jelaskan," pinta Rayhan dengan tegas. Dokter menyarankan agar Claudia banyak istirahat di rumah, tadi hanya mengalami kontraksi palsu yang memang sering dialami oleh wanita hamil. Beliau juga menyarankan agar Claudia mengurangi minuman atau makanan manis, karena berat bayi di dalam kandungan sudah melebihi berat normal. Rayhan mengerutkan dahinya ketika mendengar penjelasan Dokter, ada beberapa hal yang belum dimengerti. Ini adalah pengalaman pertama kali Rayhan menemani Claudia periksa ke Dokter. "Mas, ayo kita pulang," ajak Claudia. "Iya, Sayang. Ini juga sudah larut malam," kata Rayhan tersenyum tipis. Sampai di rumah mereka terkejut, mendengar kabar kalau Mamah Eva tidak bisa jalan. Claudia dan Rayhan segera menemui Mamah Eva, beliau terbaring lemah di tempat tidur. Tetapi masih saja beliau men
"Mas, kamu yakin akan membawaku ke rumah? Nanti kalau Mamah marah gimana?" tanya Claudia khawatir. "Sayang, kamu jangan takut gitu dong. Biar Mamah jadi urusan ku, yang penting sekarang kita bersama lagi," balas Rayhan mengecup punggung tangan istri tercintanya. Saat ini mereka berdua sedang berada di perjalanan menuju ke rumah Rayhan, setelah menghabiskan waktu berdua di pantai. Rayhan melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang, ia sangat hati-hati melajukan mobilnya agar istri dan calon buah hatinya merasa nyaman. Tak lama kemudian, mereka sampai di halaman rumah mewah milik keluarga Rayhan. Keduanya pun segera turun dari mobil, lalu masuk ke dalam rumah. Mamah Eva menyambut kedatangan Claudia, dengan tatapan penuh kebencian. Bola matanya tertuju pada sang menantu, yang perutnya mulai membesar. "Hamil anak siapa kamu?" tanya Mamah Eva ketus. "Tentu saja anak Rayhan dong, Mah," ujar Rayhan berusaha membela sang istri. "Kamu yakin, Ray? Claudia itu hamil setela
"Pak, Bu, kenapa kita kembali ke rumah ini lagi?" tanya Claudia ketika sampai di kampung. "Bapak lebih nyaman tinggal di sini! Walaupun rumah itu mewah, kita tidak punya mata pencaharian," balas Ayah Claudia sambil membuka pintu. Claudia menghela nafas beratnya, apapun yang sudah menjadi keputusan Ayahnya harus dituruti. Ia menyangka Ayahnya mengajak pindah karena Rayhan sudah menemukannya. "Claudia, perutmu sudah membesar. Mulai sekarang kamu harus banyak istirahat, jangan memikirkan hal yang tidak penting," ucap Ibu Claudia. "Baik, Bu," kata Claudia kemudian masuk ke dalam kamarnya. Di tengah kamar yang teduh, Claudia duduk merenung, tatapan matanya penuh dengan kerinduan dan kekhawatiran. Baginya, hamil adalah momen yang seharusnya penuh kebahagiaan, tetapi kehadiran sang suami yang terpisah membuatnya merasakan kekosongan yang mendalam. Setiap kali rasa lapar menghampiri, bukan senyum lembut sang suami yang menghampirinya, melainkan pertimbangan-pertimbangan yang
Rayhan ngutarakan keinginannya untuk membawa Claudia kembali ke rumah, ia juga mengatakan kalau sudah mengetahui kabar kehamilan istrinya itu. Ayah Claudia pun terkejut, beliau tetap tidak akan pernah mengizinkan Rayhan membawa Claudia pergi. Apalagi saat ini perut Claudia, sudah mulai membesar. "Tapi, Pak! Bayi yang ada di dalam kandungan Claudia anak saya, tolong berikan kesempatan. Saya berjanji akan menjaga Claudia dan anak saya dengan baik," ucap Rayhan meyakinkan. "Dulu kamu sudah pernah berjanji, Rayhan. Kenyataannya justru kita kehilangan calon cucu, semuanya karena kamu tidak becus menjaga istri dan calon anakmu! Keselamatan mereka lebih penting, dari pada harta benda yang kamu punya!" seru Ayah Claudia membuat Rayhan terdiam. Claudia dan Ibunya yang saat ini mengintip pembicaraan dari balik pintu, sebenarnya merasa kasihan dengan Rayhan. Namun, Claudia masih merasa takut jika kembali ke rumah Rayhan dan tinggal bersama mertuanya. Claudia membuka pintu dengan p
Claudia menghela napas panjang, membatalkan rencana kepergiannya untuk menyusul Rayhan. Perutnya tiba-tiba terasa sangat sakit, membuatnya harus beristirahat sejenak. Dengan langkah gontai, ia menuju kursi di sudut stasiun kereta yang terlihat sepi. Claudia meringis menahan nyeri yang menjalar, mencoba mengatur napasnya yang tersengal. Pikirannya berkecamuk, memikirkan nasib hubungannya dengan Rayhan yang seakan hancur berkeping-keping. Tak lama, seorang pria paruh baya menghampiri Claudia yang masih terduduk lemas. "Nona, apa Anda baik-baik saja?" tanyanya dengan nada khawatir. Claudia mendongak, memaksakan senyum tipis. "Saya hanya sedikit tidak enak badan, Pak. Tapi tidak apa-apa, saya akan segera baik-baik saja." Pria itu mengangguk paham. "Kalau begitu, istirahatlah dulu di sini. Jangan memaksakan diri, Nona." Ia menyodorkan sebotol air mineral pada Claudia. Claudia menerimanya dengan tangan gemetar. "Terima kasih banyak, Pak." Setelah pria itu pergi, Claudia kembali
Aruna benar-benar tidak mengerti jalan pikiran Sean saat ini, yang tiba-tiba meminta membatalkan pernikahan mereka. "Sean, mana tanggung jawab mu sebagai seorang laki-laki? Kamu tidak bisa membatalkan pernikahan yang sudah direncanakan, mau ditaruh mana muka Mamah!" marah Mamah Risma menatap tajam putranya. "Tapi, Mah! Claudia ... "Cukup! Biarkan Claudia diurus suaminya sendiri!" tegas Mamah Eva yang saat ini duduk di sebelah Aruna. "Mah, Claudia wanita yang sangat menderita. Sean tidak mau terjadi apa-apa dengannya, dia pergi dari rumah Aruna pasti gara-gara Tante Eva tidak memperlakukannya dengan baik," jelas Sean. Aruna tidak terima dengan ucapan Sean, karena Claudia pergi dari rumah atas keputusan sendiri tidak ada yang mengusirnya. Mamah Risma memberikan saran kepada mereka berdua, agar tidak membahas Claudia lagi. Baginya Claudia berhak menentukan kebahagiaannya sendiri. Beliau meminta agar Aruna dan Sean fokus ke pernikahan mereka, karena masa depan mereka mas
Langkah Rayhan gontai, seolah beban dalam dirinya semakin memberat. Ia baru saja sampai di kediaman orang tua Claudia, istrinya tercinta, namun yang ia temukan hanyalah sebuah rumah kosong tanpa tanda-tanda kehidupan. Rayhan mengedarkan pandangan, berharap menemukan petunjuk yang dapat membantunya memahami situasi ini. Namun, para tetangga Claudia yang ia temui hanya bisa memberikan informasi terbatas. Mereka melihat sebuah mobil mewah datang menjemput Claudia, dan sejak saat itu, gadis itu pergi bersama orang tuanya tanpa memberikan penjelasan. Perasaannya berkecamuk, kebingungan dan kekhawatiran menguasai dirinya. Apa yang telah terjadi? Ke manakah Claudia dan keluarganya pergi? Pertanyaan-pertanyaan itu terus berputar dalam benaknya, seakan menghantui setiap langkahnya. Perlahan, ia menyadari bahwa dirinya sendirian, ditinggalkan tanpa penjelasan. Kehampaan yang tak terdefinisi mulai menyeruak dalam dirinya, menggerogoti setiap sisi hatinya. Ia merasa kehilangan pegangan, ta