DIKIRA SUAMI PENGANGGURAN
Bab 5πππAku pun balik ke kamar. Di sana suami sedang sibuk mengotak-ngatik ponselnya sambil tiduran."Abang!"Ia diam, masih saja sibuk."Abang!" panggilku agak kencang."Iya Yun, kenapa? Kamu tuh kalau ngomong ya pelan-pelan aja kenapa sih?" protesnya."Lagian Abang tuh dipanggil-panggil diem aja. Lagi apa sih? Gak lihat apa istrinya lagi kesel begini," balasku.Suami bangkit."Kesel kenapa lagi sih Yun? Kan Abang ada di rumah, gak kemana-mana.""Hiiih geer bener, Yuni bukan kesel karena masalah itu, tapi Yuni kesel karena si ibu tiri itu ternyata jahat banget."Suami menggeleng kepala."Kamu itu Yun, hidup itu yang rukun kenapa sih? Sama ibu sendiri kok begitu.""Bukan, enak aja, dia bukan ibu Yuni," sanggahku kesal."Ya terus ibunya siapa? Lah wong bapakmu yang nikah sama dia.""Iiiih Abang, Yuni tuh kesel sama ibu, Abang tahu gak? Tadi Yuni denger mereka lagi ngobrol panjang lebar, Abang tahu gak apa yang mereka bahas?"Suami menggelengkan kepalanya sambil menatapku serius."Ternyata yang maling semua modal warung itu bukan si Asep, Bang.""Lah terus siapa?""Ibu sendiri, Ibu sengaja maling modal warung dan membuat cerita palsu supaya Ibu bisa kuasai semua usaha bapak.""Hah yang bener kamu, Yun? Kamu salah denger mungkin, gak baik loh kamu nuduh-nuduh orang tua begitu.""Yuni serius Abang, malah tadi Yuni juga denger selama ini ternyata ibu sengaja jual semua usaha bapak, alesannya buat biaya sekolah kami padahal duitnya dibagi-bagikan ke anak-anaknya."Mata suami menyipit, dia mulai terlihat serius menyimak pembicaraanku."Keterlaluan banget kalau sampe itu bener Yun.""Iya makanya itu Bang, Yuni kesel banget, awas aja Yuni pasti bakal balas semua kelakuan mereka.""Sabar Yun ... sabar." Suami mengelus punggungku."Abang tahu gak-""Assalamualaikum," potong seseorang di luar.Haih, baru saja aku akan cerita selanjutnya."Sebentar Yun, ada tamu, Abang buka pintu dulu."Suami pun keluar, aku cepat mengekor."Eh Wil, ayo duduk, untung kamu gak nyasar," kata suami.Tamu itu rupanya pria berkemeja yang tadi sedang haha hihi sama suamiku di pondok pinggir jalan.Mau ngapain dia ke sini? Apa segitu pentingnya ya obrolan mereka itu?"Yun, malah bengong, tolong bikinin minum ya buat temen Abang," titah suami.Aku mengangguk dan gegas pergi ke dapur.Di dapur dua orang itu masih saja asik mengobrol sambil mengemas kue-kue kering ke dalam plastik kecil."Ada siapa kamu bikin teh?" tanya Ibu ketus."Tamulah, emang pernah kami diizinkan minum teh?" tanyaku balik. Wajah ibu mendadak tak enak dilihat.Biarin aja, udah terlanjur kesel rasanya aku sama mereka. Biasanya walau ibu tiriku itu pilih kasih dan gak pernah ngomong baik sama aku, aku dan Mala selalu bersikap baik sama dia, gak pernah tuh kami ngomong kecut apalagi berani bantah, tapi sekarang setelah tahu gimana sifat asli ibu tiriku, aku jadi gak respect."Heh ngomong sama ibu pake adab dong," sengit Mbak Viona."Emang tamu siapa sih? Kek tamu agung aja yang dateng," tanyanya lagi."Tamu Bang Wija," jawabku tak kalah ketus."Dih orang pengangguran aja dikasih minum, palingan itu temennya mau ngajak main kartu," balas Mbak Viona lagi."Ya terus emang kenapa? Suka-suka aja main kartu, rumah bapak ini.""Heh kamu tuh makin berani aja ya Yuni, inget ya, kamu tuh cuma numpang di rumah ini," sengit Ibu kemudian, ia mulai terpancing emosi."Gak salah Ibu ngomong gitu? Yang cuma numpang itu siapa? Yuni atau Ibu?" "Yuni!" teriak Mbak Viona, mereka lalu berdiri memelototiku."Apa?! Kalian pikir Yuni takut, hah?" Aku menantang, menaruh kedua tanganku di pinggang sambil balas melotot."Ada apa sih ini ribut-ribut?" tanya suami yang tiba-tiba sudah ada di belakangku."Heh Wijakupra, istri kamu tuh ajarin, gimana caranya ngomong sama yang lebih tua," pekik Mbak Viona."Yuniii-" "Au ah." Aku gegas pergi dari hadapannya.Blak!Kubanting pintu kamar, lalu menelungkupkan tubuh di atas kasur.Entah kenapa tapi sesak sekali rasanya dadaku sekarang, kayak mau nangis kencang tapi gak tahu apa alasannya. "Yuuun ...."Suami datang menyusul. Cepat aku duduk di sisi ranjang."Diem! Abang gak usah banyak omong, Abang pasti mau ceramahin Yuni 'kan? Mau bilang kalau sikap Yuni ini salah 'kan?" potongku emosi."Enggak Yun, siapa yang mau ceramahin kamu, Abang cuma mau tanya sebetulnya ada apa ribut-ribut? Temen Abang sampe pulang itu karena ngerasa gak enak.""Temen temen temen mulu, makan tuh temen," sengitku.Suami menggeleng kepala, lalu memegang kedua bahuku."Yun ... kalau kamu udah merasa gak betah tinggal seatap sama ibu, ya sudah kita pindah rumah aja, gimana?"Mataku menyipit menatapnya. Sok banget nih laki pake ngajak pindah rumah, mau pindah kemana coba? Lagian kalau aku pindah keenakan si ibu tiri dong, bisa-bisa entar dia berhasil rayu bapak tanda tangan surat balik nama rumah ini.Enak aja, ini rumah peninggalan ibuku, satu-satunya harta yang tersisa, kalau rumah ini pindah nama juga, habis sudah hidupku, Mala dan bapak, bisa-bisa kami bakal ditendang sama mereka."Yun, kamu malah diem sih." Suami mengguncang kedua bahuku."Abang ngajak Yuni pindah? Pindah kemana emangnya? Abang denger ya, Yuni gak bakal mau pindah selain pindah ke rumah kita sendiri," tegasku."Iya iya kamu tenang aja Yun nanti Abang bawa kamu pindah ke rumah kita ya, tapi kamu jangan marah-marah terus begini dong, takut kamu kena serangan jantung gimana?"Aku mendesah kesal, "Abang ngomong apa? Masa iya marah-marah sampe kena serangan jantung, ngaco.""Eh Abang serius Yun, majikan Abang dulu begitu loh, dia lagi marah-marah eh malah kena serangan jantung.""Ya mungkin dia udah tuir, Bang.""Iya juga, tapi 'kan bisa aja kamu juga begitu, nanti Abang sama siapa Yun kalau kamu kena serangan jantung terus mati?""Heh malah ngedo'ain." Kucubit perutnya kencang, ia balas memeluk erat.Saat itu perasaanku kembali tenang."Eh Yun, mau kemana lagi sekarang?" tanya Bang Wija setelah beberapa menit kami diam dalam pelukan."Gak kemana-mana, mau di kamar ajalah males sama mereka bikin kepala mendidih aja," jawabku seraya melepaskan diri."Meningan kita tengok-tengok rumah yuk, kamu pilih sendirilah yang mana yang cocok mau kita tempati nanti, mumpung ada yang kosong," usulnya."Hilliih rumah siapa? Kontrakan palingan."Suami nyengir. "Ya iya kontrakan.""Ogah ah males, Yuni gak mau pindah dulu sebelum kita punya rumah sendiri," tolakku sambil membaringkan badan di sisi ranjang."Loh Yun, walau kontrakan tapi 'kan itu milik kita," katanya lagi.Aku spontan bangkit lagi."Milik kita?""Iya milik kita," jawabnya serius."Eh Abang ini kok Yuni perhatiin banyak halu sih?" aku menempelkan punggung tangan di keningnya."Haiih, Abang nih halu gimana sih Yun?"Bola mataku mengerling."Ya itu, katanya kontrakan itu milik kita, gimana ceritanye? Merasa beli aja kagak."Mendengarku suami tertawa."Kamu nih, ya 'kan Abang yang beli dulu Yun, sebelum Abang nikah sama kamu," ucapnya serius.Aku kembali menoleh dengan mata menyipit."Heh serius? Abang nih sebenernya halu gak sih?""Halu apa sih Yun? Kamu nya aja yang gak percayaaan sama Abang.""Eh jadi maksudnya ini Abang serius?"DIKIRA SUAMI PENGANGGURANBab 6πππ"Ya serius dong Yun, kamu nih."Kutegakan kedua bahunya, "Abang coba Abang tatap Yuni," titahku serius. Aku ingin lihat dia itu sedang bercanda apa enggak sih sebenarnya."Apa?""Abang bercanda ya? Ini sama sekali gak lucu Abang, malah Yuni tuh kesel kalau Abang bercanda kek begini."Suami mengembuskan napas lelah."Kamu nih kok gak percayaan banget sama Abang Yun? Abang harus bilang apa biar kamu ini percaya? Abang gak bohong ini."Waduh, kalau dilihat dari ucapan dan raut wajahnya suamiku emang lagi gak bohong sih, dia ngomongnya serius banget, tapi masa iya dia punya rumah kontrakan?Jujur aku gak kenal banyak soal suamiku ini. Kenal sebulan pedekate, udah gitu langsung nikah.Tapi yang kutahu sih dia orang baik karena dia pernah nolongin aku dari para pemuda iseng saat aku pulang kerja.Katanya Bang Wija itu dari Kuningan Jawa Barat, kedua orang tuanya sudah meninggal, hidup di kota sebatang kara karena merantau sejak dulu, aku kenal dia saat
DIKIRA SUAMI PENGANGGURANBab 7πππSuami malah tertawa."Kalem aja, bos nya baik," katanya sambil mengambilkan segelas air untukku dari atas meja."Hih Abang jangan dikasih ke Yuni, kalau bos nya marah gimana?" tolakku cepat."Ambil aja, kamu minum aja dulu Yun, bos nya baik kok."Mataku menatapnya serius."Kamu gak percaya?""Enggak.""Hah ya sudah, Abang keluar sebentar, kamu tunggu di sini dulu ya.""Aih Abang jangan tinggalin Yuni." Kutarik lagi tangannya itu."Gak apa-apa Yun, sebentar aja, cuma ke ruangan sebelah kok, tunggu ya, bos Abang lagi nunggu di sana."Mau tak mau akhirnya aku mengalah juga. Kubiarkan suami pergi ke ruangan sebelah dan aku kembali duduk bersender di sofa ruangan itu.Lama menunggu sampai pegel, aku pun bangkit untuk berjalan-jalan kecil. Saat meregangkan otot itu tak sengaja kulihat foto kecil di atas meja kerja di ruang itu.Di dalam foto itu tampak suamiku bersama seorang pria paruh baya sedang saling merangkul. Tampaknya orang itu dekat sekali den
DIKIRA SUAMI PENGANGGURANBab 8πππSi Sasha itu hanya tersenyum menampailkan deretan gigi-giginya yang putih mengkilap kayak model iklan odol.Kami pun akhirnya makan meski moodku udah anjlok banget."Bapak tahu gak? Di kantin ini udah banyak banget menu baru selama Bapak cuti, nih salah satunya tteokbokki, mau cobain?" Wanita itu mulai bicara sambil menyodorkan mangkuknya ke arah suamiku.Suami cepat membuka telapak tangannya dan mendorong lagi mangkuk berisi makanan Korea itu ke arahnya."Gak usah Sas.""Loh kenapa? Bapak 'kan suka banget makanan Korea begini."Keningku mengerut. Jadi suamiku suka makanan Korea toh? Baru tahu aku, haih belagak banget Bang Wija, mana gak pernah bilang-bilang pula."Iya, tapi kalau saya mau nanti saya pesan aja," jawab suamiku ramah.Ini nih yang bikin aku gedeg juga. Suamiku itu kayaknya kelewat ramah dah, makanya si cewek genit ini terus aja ngemeng kayak caper gitu sama laki gue, hih."Oh oke, Bapak tumben pesen mie ayam? Setelah cuti kok seler
DIKIRA SUAMI PENGANGGURANBab 9πππ"Ya bisalah, makanya ini Yuni minta duitnya karena mau Yuni urus semuanya, sini buruan gak usah banyak alesan, atau duitnya emang udah gak ada?" Ibu menyeringai, keningnya mendadak basah dengan keringat."Apaan sih, kurang ajar banget emang ya kamu, suka banget nuduh-nuduh Ibu.""Ya udah kalau ngerasa duitnya masih ada sini buruan kasih ke Yuni, Yuni mau urus semuanya," desakku lagi.Ibu pun menghentakan kakinya dan pergi ke dalam kamar. Cepat kuikuti sampai di depan pintu."Nih," katanya sambil memberikan sejumlah uang entah berapa, tapi yang jelas uang itu tak sebanyak yang diberikan oleh suamiku kemarin.Tak mau habis akal, cepat kuhitung semuanya."Oke 40 juta, bon pelaminan sama tenda nya mana?" tanyaku lagi sambil membuka telapak tangan."Gak ada," jawabnya pendek. Keningku mengerut, "gak ada? Maksudnya?""Belom dipesenin gak ada waktu.""Belom dipesenin? Tadi Ibu bohong dong?""Hmm," ketusnya."Ya terus ini duit 80 juta sisanya mana?"Ib
DIKIRA SUAMI PENGANGGURANBab 10πππAku pun pergi lagi ke belakang, niat hati mau mandi tapi melihat ada nasi goreng sepiring muncung di atas meja makan perutku jadi lapar.Cepat kumakan nasi itu, gak peduli walau ibu bakal marah karena nasi untuk anaknya kuhabiskan tanpa sisa.Selesai makan, ibu kedengarannya sedang memilih sayuran di depan rumah, syukurlah aku jadi gak perlu ribut-ribut saat makan tadi haha."Mandi ah sebelum ibu ke sini," ucapku senang sambil menyampirkan handuk di pundak.Selesai mandi ibu masih aja belanja sambil ngerumpi sama tetangga. "Haih dasar emak-emak, hobby bener ngerumpi. Ah tapi bodo amat bukan urusanku, meningan aku siap-siap mau pergi ke tempat wedding organizer."Saat aku sedang serius memakai jilbab, terdengar suara ibu berteriak kencang sambil menggedor pintu kamar."Yuniiii.""Aissshh," desahku kaget, untung aja jarum pentul gak sampe masuk ke dalam mulut karena saking kagetnya."Ada apa sih, Bu? Teriak-teriak begitu," tanyaku setelah membuka
DIKIRA SUAMI PENGANGGURANBab 11πππ"Yuni!" Mbak Viona menggebrak meja."Apa sih?""Enak banget ya kamu, makan nasi padang sendiri aja.""Kenapa? Masalah?""Ya iyalah masalah gak sopan banget kamu, mana buat kami?""Hah? Buat kami? Emang Mbak Viona sama Ibu mau?" tanyaku balik sambil mulai melahap nasi padangku."Ya mau lah, pake nanya," sengitnya tak santai."Haha beli sendirilah," balasku ketus."Kurang ajar emang ya kamu sekarang, mentang-mentang udah kawin serasa udah gak butuh kami lagi sampe kamu berani bantah begini." Ibu menimbrung."Siapa yang bilang gak butuh? Yuni cuma bilang kalau mau makan nasi padang ya beli sendirilah, apa susahnya?" "Beli beli, ya kamu beliin lah, udah tahu di rumah ada kami, masak kamu cuma pesen buat dimakan sendiri aja," kata Mbak Viona lagi."Hah? Beliin? Apa Mbak Viona gak salah ngomong gitu? Tadi katanya gak butuh duit Yuni, karena duit Mbak banyak, kok minta dibeliin sih? Lagian Yuni mana tahu kalau kalian mau naspad, kemaren 'kan kalian ud
DIKIRA SUAMI PENGANGGURANBab 12πππ"Iya karena-" ucapan suami terpotong saat ponselnya berbunyi. "Sebentar Yun, Abang angkat telepon dulu," katanya sambil meraih ponsel android keluaran terdahulu itu.Suami pun bicara dengan seseorang yang ada di dalam sambungan telepon itu, entah apa yang mereka bicarakan yang jelas setelah menerima telepon itu Bang Wija terlihat sangat cemas. Buru-buru ia bangkit dan memakai celana panjang serta jaket."Loh Abang mau kemana? Kok buru-buru begini?" tanyaku cepat."Abang ada urusan penting, sebentar ya Yun.""Urusan apa?" "Ini tadi teman Abang telepon katanya Abang harus cepet ke sana sekarang juga.""Iya tapi kemana?" tanyaku makin penasaran."Udah nanti aja Abang jelasin ya, sekarang Abang pergi dulu assalamualaikum." Suamiku buru-buru pergi setelah mengecup keningku dan mengucapkan salam. Huh dasar, jangan-jangan bukan ada urusan penting tapi Bang Wija mau main kartu lagi sama temen-temennya, alasan aja kek orang panik biar aku percaya, pa
DIKIRA SUAMI PENGANGGURANBab 13πππ"Heh Yuni! Dasar kurang ajar kamu ya!" teriak Ibu di belakang.Kubiarkan saja, males banget.Tok tok tok.Suara pintu depan diketuk. Gegas kubuka. Ternyata suamiku yang datang."Oooh bagus ya Abang, dari mana aja semalaman, hah?" cecarku sambil melipat kedua tangan di dada.Suami nyengir, lalu menggaruk kepalanya."Hehe itu ... anu ... Yun, temen Abang ada yang sakit semalam, jadi Abang disuruh ke sana," jawabnya sambil cengengesan."Hiiih malah ketawa lagi, temen yang mana? Bohong ya Abang? Sebenernya Abang habis begadang gak jelas 'kan di pos?" cecarku lagi.Suami meremas wajahnya."Begadang gimana si Yun, orang Abang serius jagain temen, itu temen Abang lagi sakit di rumah sakit."Aku diam menatapnya penuh selidik, keayaknya sih ini laki lagi gak bohong deh, soalnya wajahnya kayak sedih dan kelihatan frustasi gitu."Ya udah kalau gitu Abang mandi sana, hari ini mau kerja gak?""Enggak Yun, Abang gak kerja mau ke rumah sakit lagi.""Oh ya udah
DIKIRA SUAMI PENGANGGURANBab 91 πππSi Nayla mengangguk dan cepat mundur bersamaku. Sementara aku mempersilakan dua orang polisi itu untuk maju ke depan pintu.Tok tok tok!Musik terdengar dimatikan."Siapa sih ganggu aja? Si Inem pasti nih," gerutu mantan Ibu tiriku di dalam.Tok tok tok."Bentaaar! Sabar kenap-" Ucapannya terhenti saat ibu membuka pintu dan dia langsung melihat dua orang polisi tengah berdiri di depannya."Oh saya kira siapa. Ada apa ya, Pak?" tanyanya dengan nada suara yang melandai."Maaf apa Ibu yang bernama Ibu Halimah?""Y-a, kenapa?""Anda kami tangkap!""Ap-pa?!" Dia tampak terkejut bukan main. "Saya ditangkap? Kenapa? Apa salah saya, Pak? Kalian salah orang kali ah," cecarnya. Aku menangkap kecemasan pada nada bicaranya."Mohon kooperatif, Anda kami tangkap atas dugaan tindak kejahatan yang telah Anda lakukan, Anda sengaja membakar rumah Saudari Nayla ini dengan motif tertentu," terang petugas itu sambil dengan paksa memakaikan borgol di kedua pergelan
DIKIRA SUAMI PENGANGGURANBab 90 Bπππ***Setelah aku dibebaskan oleh si Nayla langsung yang segaja pulang dari Belanda, kami lanjut menjemput Nyonya Kinanti dari rumah sakit. Hari ini beliau diperbolehkan pulang karena kondisinya sudah membaik. Setelah mengurus administrasi, kami lalu dijemput Bang Wija di depan rumah sakit.Hah, aku bersyukur setelah seminggu di kurung akhirnya aku dibebaskan. Kalau bukan karena kebaikan hati Nyonya Kinanti yang terus membujuk si Nayla, mungkin kasus ini masih membelengguku. Pasalnya para petugas itu benar-benar lambat dalam menangani kasus kebakaran yang dilaporkan si Nayla itu. Sampai aku ngerasa waktuku terbuang sia-sia hanya untuk menunggu mereka mencari bukti."Mbak, sekali lagi aku minta maaf ya, aku cuma cemas aja saat aku diberitahu soal kondisi yang terjadi di rumah, apalagi saat aku dengar soal kondisi Ibu, aku udah gak bisa mikir apa-apa. Aku nyalahin kamu saat itu karena memang kamu 'kan yang bertanggung jawab di rumah. Belum lagi
DIKIRA SUAMI PENGANGGURANBab 90 Aπππ"Loh loh ya Ibu nggak bakalan diciduk dong Na, kamu 'kan tahu siapa yang akan jadi tumbalnya."Keningku mengerut. Yang akan jadi tumbalnya? Maksud dia apa?"Yuuun!"Aku berbalik dan cepat-cepat menjauh dari teras paviliun saat Bang Wija memanggilku di dapur. Gawat kalau sampai suamiku tahu aku sedang ada di pavilun hendak melabrak dua orang jahat itu, bisa-bisa Bang Wija ceramah lagi. Bisa ribet dah urusannya.Setelah kusembunyikan gelang itu pada saku cardiganku, aku gegas menghampiri Bang Wija."Ya, Baaang.""Kamu pulang toh Yun?""Iya Bang, Yuni mau lihat kondisi rumah sebentar. Oh ya, Abang belum berangkat kerja?""Udah Yun, ini Abang balik lagi karena ada yang ketinggalan."Mulutku membola, lalu kuelus lengannya, "lain kali dinget-inget dong, ketinggalan mulu perasaan."Dia nyengir. Kamipun jalan ke ruang depan, niat hati mau mengantarnya berangkat lagi, tapi kedatangan dua orang polisi yang sudah berdiri di depan pintu membuat langkah ka
DIKIRA SUAMI PENGANGGURANBab 89 Bπππ"Siap, Nyonya." Mbak Inem mengangkat kedua jempolnya lalu gegas pulang naik taksi.***"Hallo Mbak Inem, ada apa?" Pagi-pagi sekali Mbak sudah telepon."Nya, ada kabar penting. Semalam pas Inem pulang dari rumah ke paviliun, Inem denger si Bibik pegawai baru itu lagi cekikikan sama anak perempuannya. Gak jelas sih apa yang mereka ketawain, tapi yang Inem tangkep sih kayaknya mereka ngerasa puas banget karena Nyonya Kinanti masuk rumah sakit. Oh ya, saat Inem datang dari rumah sakit juga si Bibik itu juga langsung nanya-nanya soal kondisinya Nyonya Kinanti. Tapi anehnya, Inem kok ngelihat dia gak ada rasa khawatir-khawatirnya atau gimana gitu layaknya orang yang habis kena musibah," tutur Mbak Inem panjang lebar.Sontak saja tanganku mengepal. Bener dugaanku, pasti gak salah lagi, ini adalah ulah mantan ibu tiriku. Astaga kejam banget dia. Terbuat dari apa hatinya itu? Udah baik kuberi dia kesempatan, tapi malah dia sia-siakan. Oke, aku gak ak
DIKIRA SUAMI PENGANGGURANBab 89 Aπππ"Ya Tuhan, semoga Nyonya Kinanti baik-baik aja."Bang Wija cepat menyalakan APAR, dan tak lama dari itu Inem juga datang bersama Pak Wahyu yang juga membawa alat pemadam yang serupa. "Cepat telepon pemadam Nem, takut apinya makin membesar!" titah Bang Wija agak teriak.Inem mengangguk dan gegas lari ke arah meja telepon. Sementara aku yang mendadak lemas hanya bisa teriak-teriak memanggil Nyonya Kinanti."Ada apa ini Yun?" Bapak datang dengan wajah cemas."Kebakaran Pak, gas meledak kata Mbak Inem, Nyonya Kinanti di dalem.""Ya Allah terus gimana?""Banyak asap Pak, jangan ke sini, Bapak tunggu di depan aja. Bang Wija sama Pak Wahyu lagi coba memadamkan apinya kok." Cepat kubawa Bapak kembali ke ruangan depan.Setelah itu aku buru-buru balik lagi ke dapur. Untunglah saat aku kembali ke sana Nyonya Kinanti sudah berhasil diselamatkan meski sudah dalam keadaan pingsan dan terdapat beberapa luka bakar di wajah dan tubuhnya. "Ya ampun Nyonya Ki
DIKIRA SUAMI PENGANGGURANBab 88 Bπππ"Kurang sabar dan masih seneng ngomel, itu yang bikin kesel. Jangankan si Yuni sama Bapak, Viona aja kesel dengernya Ibu ngomel-ngomel gini," ketus Mbak Viona.Ibu diam. Kullihat dari kaca dia menyilangkan kedua tangannya untuk menahan kekesalan. Sementara aku cekikikan puas, mantan ibu tiriku iti lagi terbakar api cemburu rupanya, aih kayak ABG aja.Setelah puas mengintip, aku gegas kembali ke dapur mengambil jus kemasan dan membawanya ke gazebo. "Loh udah selesai tah belajar ngajinya?""Selesai Yun, istirahat dulu. Udah mau Dzuhur," jawab Bapak.Kamipun minum jus sebentar, setelah itu pergi ke masjid dekat rumah bersama Nyonya Kinanti juga. Rencana di sana Nyonya Kinanti ingin dituntun membaca Syahadat oleh pemuka agama yang biasanya juga menjadi imam masjid."Oh kalian di teras rupanya? Tolong beresin bekas minum kami di gazebo ya," titahku pada Ibu dan Mbak Viona, sebelum kami berangkat ke masjid.Aku tak melihat lagi bagaimana ekspresi w
DIKIRA SUAMI PENGANGGURANBab 88 AπππBiarin, aku sengaja bergurau di depan mantan ibu tiriku untuk membuatnya sadar. Pede banget tadi dia coba rayu-rayu bapak, kukenalkan dia sama wanita yang jauh lebih berkelas dan lebih segalanya baru tahu rasa tuh. Minder minder dah."Kamu nih bercanda terus, gak enak sama Nyonya Kinanti." Bapak menyikut lenganku. Aku nyengir."Duduk Nyonya." Bapak mempersilakan Nyonya Kinanti duduk di bangku yang bersisian dengannya."Terimakasih. Saya senang sama Yuni, karena dia punya selera humor yang tinggi." Nyonya Kinanti berbasa-basi."Ibu ngapain masih di sini? Sana lanjutin kerjaan rumah. Rumah masih belum divacum gitu malah ditinggalin," ketusku pada ibu.Tanpa bicara atau menolak lagi, gegas ia pun ke depan meski dengan wajah yang udah ditekuk."Saya pikir Nyonya dateng agak siang, tahunya pagi-pagi udah sampe aja." Aku membuka obrolan."Iya nih Yun, sengaja saya dateng pagi-pagi, tadinya mau ketemu orang dulu tapi eeh orang yang mau diajak ketemu
DIKIRA SUAMI PENGANGGURANBab 87 Bπππ"Padahal Inem udah bangunin terus Nya, tapi Bu Halimah ini ngeyel, dirasa tidur di hotel kali," timpal Inem kesal.Semua pekerja rumah memang biasanya ditempatkan tidur di paviliun belakang, makanya Inem tahu alasan hari ini mantan ibu tiriku itu telat masuk ke istana. Ngakunya sih kepala sakit, tapi kata Inem semalaman Ibu nonton tv sampai menjelang pagi. Hmm emang dah gak bener nih orang, andai bukan karena rasa iba dan permintaan bapak kemarin, aku ogah berurusan sama mantan ibu tiriku ini."Tolonglah Yun, rumah ini gede, gak akan sempit walau nanti kami numpang tinggal beberapa bulan aja sampe kaki Mbak sembuh," rengek Mbak Viona kemarin.Aku mengerling malas. Aih, mereka kok malah maksa sih? Kayaknya bener dugaanku deh, mereka datang bukan cuma murni mau minta maaf dan mengakui kesalahan mereka tapi karena mereka ada keinginan tinggal di sini. Buktinya mereka maksa gitu. Heuh kesel."Maaf Mbak, tapi rumah ini gak bisa sembarang asal neri
DIKIRA SUAMI PENGANGGURANBab 87 AπππJangan-jangan mereka lagi ngefrank nih, mereka itu kan banyak akal bulusnya."Ibu ngaku salah selama ini sama kamu Yuni, Ibu ngaku udah memperlakukan kamu dengan cara enggak baik. Tapi asal kamu tahu Yuni, Ibu udah mendapatkan balasannya. Kamu lihat sendiri sekarang Ibu gimana, Ibu terlunta-lunta, Ibu dan Mbakmu ini persis kayak gembel, diusir dari satu tempat ke tempat lainnya. Kami bener-bener merasakan pembalasan dari perbuatan kami selama ini Yun," tutur Ibu lagi. Wanita itu lalu bangkit sambil terus menatapku lekat, kemudian menggenggam tanganku paksa."Tolong maafkan Ibu Yun, Ibu ingat ceramah seorang ustaz seminggu lalu, katanya perbuatan jahat kita pada anak yatim atau piatu pasti akan mendapatkan balasannya, baik di dunia maupun di akhirat. Ibu takut semua ini adalah azab Yun, karena itu Ibu datang ke sini untuk meminta maaf sama kamu."Aku menarik tanganku kasar saat ibu tak henti-hentinya bicara."Kami tahu kesalahan kami terlalu be