DIKIRA SUAMI PENGANGGURAN
Bab 6πππ"Ya serius dong Yun, kamu nih."Kutegakan kedua bahunya, "Abang coba Abang tatap Yuni," titahku serius. Aku ingin lihat dia itu sedang bercanda apa enggak sih sebenarnya."Apa?""Abang bercanda ya? Ini sama sekali gak lucu Abang, malah Yuni tuh kesel kalau Abang bercanda kek begini."Suami mengembuskan napas lelah."Kamu nih kok gak percayaan banget sama Abang Yun? Abang harus bilang apa biar kamu ini percaya? Abang gak bohong ini."Waduh, kalau dilihat dari ucapan dan raut wajahnya suamiku emang lagi gak bohong sih, dia ngomongnya serius banget, tapi masa iya dia punya rumah kontrakan?Jujur aku gak kenal banyak soal suamiku ini. Kenal sebulan pedekate, udah gitu langsung nikah.Tapi yang kutahu sih dia orang baik karena dia pernah nolongin aku dari para pemuda iseng saat aku pulang kerja.Katanya Bang Wija itu dari Kuningan Jawa Barat, kedua orang tuanya sudah meninggal, hidup di kota sebatang kara karena merantau sejak dulu, aku kenal dia saat aku masih kerja di pabrik Garmen beberapa bulan lalu.Setiap aku mau masuk dan pulang kerja dia selalu nongkrong di warung depan pabrik makanya aku bilang suamiku itu pengangguran alias belom punya kerjaan tetap, karena emang kerjaannya cuma nongkrong doang di warung kopi."Jadi Abang serius? Kok Yuni baru tahu sih.""Ya kamu gak pernah nanya Yun, kamu kenalin Abang ke orang tuamu katanya Abang yatim piyatu, gak punya kerjaan apalagi harta, ya udah, Abang sih terserah kamu aja."Mulutku refleks terbuka."Hah kok terserah sih, ya mestinya Abang bilang dong kalau Abang punya duit banyak meski itu cuma duit warisan, punya kontrakan juga, biar Yuni gak bilang ke keluarga Yuni kalau Abang itu orang kaya."Suami menggeleng sambil mengibas tangan, "gak kaya raya juga lah Yun, cuma cukuplah kalau buat kita membangun rumah tangga," katanya sambil cengengesan.Aku menjebik dan menggerutku kesal."Eh Bang, katanya mau bawa Yuni lihat kontrakan, ayo sekarang aja yok, Yuni penasaran banget, pengen lihat wujudnya gimana," pintaku tak sabar.Akhirnya suami pun membawaku ke tempat yang dimaksud. Cukup satu jam saja naik motor bebek suami, kami pun sampai depan bangunan kontrakan dua lantai."Ini semua kontrakan punya Abang?" tanyaku cepat bahkan sebelum aku turun dari motor."Iya."Mataku spontan melotot. Kutengok lagi kontrakan yang berjejer sekitar 20 pintu itu. Rasanya aku bener-bener belum percaya walau suamiku mengatakannya sampai mulut berbusa.Pasalnya kok bisa? Apa jangan-jangan kontrakan ini warisan orang tuanya juga?"Ayo masuk Yun," ajaknya."Abang tunggu, Yuni mau nanya dulu, ini kontrakan warisan juga apa?" "Bukan, ini hasil Abang kerja keras," jawabnya ringan."Abang serius?" tanyaku lagi dengan tatapan mengintimidasi."Ya seriuslah Yun, ayo masuk, ada 3 pintu yang kosong, kamu pilih aja yang mana yang akan yang bakal kita tempati nanti."Tanpa bicara lagi, suami mengajakku naik ke lantai dua. Kemudian membuka pintu kontrakan yang kosong itu satu persatu."Jadi kamu lebih cocok yang mana Yun?" tanyanya kemudian setelah ketiga kontrakan itu kami lihat."Hah? Itu anu-Bang, sebetulnya Yuni-masih belum percaya ini Abang lagi ngeprank apa enggak sih?""Haih ngeprank gimana sih Yun?""Ya soalnya Yuni masih belum percaya aja, suami Yuni yang Yuni pikir kere, pengangguran dan pemalas ternyata sekaya ini?"Bang Wija terbahak."Hahaha Abang 'kan udah bilang Abang bukan orang kaya Yun, wong cuma segini-gininya kok.""Ah Abang mah suka gitu, ya tetep aja Abang lebih kaya dibandingkan sama kami. Kami gak ada tuh punya kontrakan, sedangkan Abang? Kontrakan sampe berjejer 20 pintu, mana Yuni gak dikasih tahu pula," dengusku di akhir kalimat.Suami menempelkan jari telunjuknya di depan bibir."Husstt jangan kasih tahu siapa-siapa soal ini ya Yun, cukup kita berdua aja yang tahu."Keningku mengerut."Aih kenapa? Bukannya seru tuh kita pamer ke ibu dan sodara-sodara tiri Yuni? Mereka itu 'kan sombong banget, sok paling berada, dan suka hina-hina Abang pemalas pula, sekali-sekali kita tunjukanlah kekayaan kita Bang, biar mereka bungkam," ujarku panjang lebar.Suami mengibaskan tangan, "haih jangan atuh Yun, pamer itu gak baik, sombong itu namanya.""Ih Abang emang gak tahu? Sombong sama orang sombong itu katanya sedekah loh.""Tapi kalau kita masih bisa diam kenapa kita harus sombong? Bukannya diam juga emas ya? Biarlah mereka seperti itu kita jangan ikut-ikutan akhlak buruk mereka Yun."Bibirku menjebik, kulipat kedua tangan di dada. Kesel juga rasanya suami gak dukung rencanaku, kalau aku gak boleh pamer, ya terus ini kontrakan sebanyak ini mo dianggap gak ada aja gitu? Hih sebel."Udah ah kok jadi ngomongin pamer, sekarang kamu mau pilih yang mana Yun buat tempat tinggal kita?" tanya Bang Wija lagi.Aku diam sebentar."Sebenernya Yuni gak betah tinggal seatap sama ibu tiri Bang, tapi ... kalau Yuni pergi si ibu tiri itu akan makin keenakan aja, Abang tahu gak? Si ibu tiri itu ternyata punya rencana mau balik nama rumah peninggalan ibu kandung Yuni satu-satunya itu.""Eh masa sih Yun?""Huum, makanya Yuni maksain diri aja sebisanya supaya Yuni jangan sampe pergi apapun yang terjadi, biarlah si Mala aja nanti yang pindah rumah setelah dia nikah, ibu itu gak takut sama si Mala Bang, dia cuma takut sama Yuni karena Yuni mungkin lebih tua dari si Mala."Bang Wija mengangguk-anggukan kepalanya sambil terus menyimak pembicaraanku."Kasihan istri Abang, kalau gitu terserah kamu sajalah Yun, mau pindah hayu, mau tetap di rumah bapak juga hayu," kata suami sambil mengelus jilbabku.Aku mengembuskan napas kasar."Ya udah yuk pulang, Bang.""Ayo, tapi Abang mau mampir sebentar ke tempat kerja ya Yun, tadi kata si Wildan mau ada yang ditanda tangan katanya."Hah? Lagi-lagi aku melongo. Nih laki lama-lama bikin aku puyeng perasaan. Setelah kontrakan 20 pintu yang baru aku tahu ini, sekarang tempat kerja katanya? Masalahnya tempat kerja siape? Dia keluar rumah aja cuma pakek kolor dan nongkrong doang di pos, lah ini? Haha lucu emang laki gue mah, banyakan halunya."Ayok naik." Ucapan Bang Wija mengejutkanku.Segera aku naik dan motorpun melaju kencang."Nah kita sampai Yun," katanya setelah kami jalan sekitar 15 menit, suamipun memarkirkan motornya di depan sebuah bangunan kantor mewah.Aku turun dan melongo sendiri, kuteliti dari bawah hingga atas bangunan yang menjulang di depanku itu dengan raut kebingungan."Ayo masuk," ajaknya."Tunggu Abang, ini kita mau apa ke sini? Emang serius Abang kerja di sini?""Ya seriuslah Yuniii, kamu pikir Abang bercanda?" katanya balik bertanyanIni suamiku keknya gak lagi main-main dah, tapi apa iya suamiku kerja di kantor mewah ini? Kerja di bagian apa? Gimana caranya juga? Suamiku 'kan sehari-harinya cuma kelayaban gak jelas.Tapi kalau dia gak kerja di sini, mana mungkin suami berani bawa aku ke sini, wah kalau sampe bener suamiku kerja di kantor ini berarti suamiku itu sebenernya sultan dong, cuma selama ini dia nyamar aja jadi jamet. Haih bisa jadi.Kami pun akhirnya masuk. Bang Wija membawaku pada sebuah ruangan."Abang ini ruangan siapa? Abang jangan sembarangan masuk ih."DIKIRA SUAMI PENGANGGURANBab 7πππSuami malah tertawa."Kalem aja, bos nya baik," katanya sambil mengambilkan segelas air untukku dari atas meja."Hih Abang jangan dikasih ke Yuni, kalau bos nya marah gimana?" tolakku cepat."Ambil aja, kamu minum aja dulu Yun, bos nya baik kok."Mataku menatapnya serius."Kamu gak percaya?""Enggak.""Hah ya sudah, Abang keluar sebentar, kamu tunggu di sini dulu ya.""Aih Abang jangan tinggalin Yuni." Kutarik lagi tangannya itu."Gak apa-apa Yun, sebentar aja, cuma ke ruangan sebelah kok, tunggu ya, bos Abang lagi nunggu di sana."Mau tak mau akhirnya aku mengalah juga. Kubiarkan suami pergi ke ruangan sebelah dan aku kembali duduk bersender di sofa ruangan itu.Lama menunggu sampai pegel, aku pun bangkit untuk berjalan-jalan kecil. Saat meregangkan otot itu tak sengaja kulihat foto kecil di atas meja kerja di ruang itu.Di dalam foto itu tampak suamiku bersama seorang pria paruh baya sedang saling merangkul. Tampaknya orang itu dekat sekali den
DIKIRA SUAMI PENGANGGURANBab 8πππSi Sasha itu hanya tersenyum menampailkan deretan gigi-giginya yang putih mengkilap kayak model iklan odol.Kami pun akhirnya makan meski moodku udah anjlok banget."Bapak tahu gak? Di kantin ini udah banyak banget menu baru selama Bapak cuti, nih salah satunya tteokbokki, mau cobain?" Wanita itu mulai bicara sambil menyodorkan mangkuknya ke arah suamiku.Suami cepat membuka telapak tangannya dan mendorong lagi mangkuk berisi makanan Korea itu ke arahnya."Gak usah Sas.""Loh kenapa? Bapak 'kan suka banget makanan Korea begini."Keningku mengerut. Jadi suamiku suka makanan Korea toh? Baru tahu aku, haih belagak banget Bang Wija, mana gak pernah bilang-bilang pula."Iya, tapi kalau saya mau nanti saya pesan aja," jawab suamiku ramah.Ini nih yang bikin aku gedeg juga. Suamiku itu kayaknya kelewat ramah dah, makanya si cewek genit ini terus aja ngemeng kayak caper gitu sama laki gue, hih."Oh oke, Bapak tumben pesen mie ayam? Setelah cuti kok seler
DIKIRA SUAMI PENGANGGURANBab 9πππ"Ya bisalah, makanya ini Yuni minta duitnya karena mau Yuni urus semuanya, sini buruan gak usah banyak alesan, atau duitnya emang udah gak ada?" Ibu menyeringai, keningnya mendadak basah dengan keringat."Apaan sih, kurang ajar banget emang ya kamu, suka banget nuduh-nuduh Ibu.""Ya udah kalau ngerasa duitnya masih ada sini buruan kasih ke Yuni, Yuni mau urus semuanya," desakku lagi.Ibu pun menghentakan kakinya dan pergi ke dalam kamar. Cepat kuikuti sampai di depan pintu."Nih," katanya sambil memberikan sejumlah uang entah berapa, tapi yang jelas uang itu tak sebanyak yang diberikan oleh suamiku kemarin.Tak mau habis akal, cepat kuhitung semuanya."Oke 40 juta, bon pelaminan sama tenda nya mana?" tanyaku lagi sambil membuka telapak tangan."Gak ada," jawabnya pendek. Keningku mengerut, "gak ada? Maksudnya?""Belom dipesenin gak ada waktu.""Belom dipesenin? Tadi Ibu bohong dong?""Hmm," ketusnya."Ya terus ini duit 80 juta sisanya mana?"Ib
DIKIRA SUAMI PENGANGGURANBab 10πππAku pun pergi lagi ke belakang, niat hati mau mandi tapi melihat ada nasi goreng sepiring muncung di atas meja makan perutku jadi lapar.Cepat kumakan nasi itu, gak peduli walau ibu bakal marah karena nasi untuk anaknya kuhabiskan tanpa sisa.Selesai makan, ibu kedengarannya sedang memilih sayuran di depan rumah, syukurlah aku jadi gak perlu ribut-ribut saat makan tadi haha."Mandi ah sebelum ibu ke sini," ucapku senang sambil menyampirkan handuk di pundak.Selesai mandi ibu masih aja belanja sambil ngerumpi sama tetangga. "Haih dasar emak-emak, hobby bener ngerumpi. Ah tapi bodo amat bukan urusanku, meningan aku siap-siap mau pergi ke tempat wedding organizer."Saat aku sedang serius memakai jilbab, terdengar suara ibu berteriak kencang sambil menggedor pintu kamar."Yuniiii.""Aissshh," desahku kaget, untung aja jarum pentul gak sampe masuk ke dalam mulut karena saking kagetnya."Ada apa sih, Bu? Teriak-teriak begitu," tanyaku setelah membuka
DIKIRA SUAMI PENGANGGURANBab 11πππ"Yuni!" Mbak Viona menggebrak meja."Apa sih?""Enak banget ya kamu, makan nasi padang sendiri aja.""Kenapa? Masalah?""Ya iyalah masalah gak sopan banget kamu, mana buat kami?""Hah? Buat kami? Emang Mbak Viona sama Ibu mau?" tanyaku balik sambil mulai melahap nasi padangku."Ya mau lah, pake nanya," sengitnya tak santai."Haha beli sendirilah," balasku ketus."Kurang ajar emang ya kamu sekarang, mentang-mentang udah kawin serasa udah gak butuh kami lagi sampe kamu berani bantah begini." Ibu menimbrung."Siapa yang bilang gak butuh? Yuni cuma bilang kalau mau makan nasi padang ya beli sendirilah, apa susahnya?" "Beli beli, ya kamu beliin lah, udah tahu di rumah ada kami, masak kamu cuma pesen buat dimakan sendiri aja," kata Mbak Viona lagi."Hah? Beliin? Apa Mbak Viona gak salah ngomong gitu? Tadi katanya gak butuh duit Yuni, karena duit Mbak banyak, kok minta dibeliin sih? Lagian Yuni mana tahu kalau kalian mau naspad, kemaren 'kan kalian ud
DIKIRA SUAMI PENGANGGURANBab 12πππ"Iya karena-" ucapan suami terpotong saat ponselnya berbunyi. "Sebentar Yun, Abang angkat telepon dulu," katanya sambil meraih ponsel android keluaran terdahulu itu.Suami pun bicara dengan seseorang yang ada di dalam sambungan telepon itu, entah apa yang mereka bicarakan yang jelas setelah menerima telepon itu Bang Wija terlihat sangat cemas. Buru-buru ia bangkit dan memakai celana panjang serta jaket."Loh Abang mau kemana? Kok buru-buru begini?" tanyaku cepat."Abang ada urusan penting, sebentar ya Yun.""Urusan apa?" "Ini tadi teman Abang telepon katanya Abang harus cepet ke sana sekarang juga.""Iya tapi kemana?" tanyaku makin penasaran."Udah nanti aja Abang jelasin ya, sekarang Abang pergi dulu assalamualaikum." Suamiku buru-buru pergi setelah mengecup keningku dan mengucapkan salam. Huh dasar, jangan-jangan bukan ada urusan penting tapi Bang Wija mau main kartu lagi sama temen-temennya, alasan aja kek orang panik biar aku percaya, pa
DIKIRA SUAMI PENGANGGURANBab 13πππ"Heh Yuni! Dasar kurang ajar kamu ya!" teriak Ibu di belakang.Kubiarkan saja, males banget.Tok tok tok.Suara pintu depan diketuk. Gegas kubuka. Ternyata suamiku yang datang."Oooh bagus ya Abang, dari mana aja semalaman, hah?" cecarku sambil melipat kedua tangan di dada.Suami nyengir, lalu menggaruk kepalanya."Hehe itu ... anu ... Yun, temen Abang ada yang sakit semalam, jadi Abang disuruh ke sana," jawabnya sambil cengengesan."Hiiih malah ketawa lagi, temen yang mana? Bohong ya Abang? Sebenernya Abang habis begadang gak jelas 'kan di pos?" cecarku lagi.Suami meremas wajahnya."Begadang gimana si Yun, orang Abang serius jagain temen, itu temen Abang lagi sakit di rumah sakit."Aku diam menatapnya penuh selidik, keayaknya sih ini laki lagi gak bohong deh, soalnya wajahnya kayak sedih dan kelihatan frustasi gitu."Ya udah kalau gitu Abang mandi sana, hari ini mau kerja gak?""Enggak Yun, Abang gak kerja mau ke rumah sakit lagi.""Oh ya udah
DIKIRA SUAMI PENGANGGURANBab 14πππ"Gitulah Yun, kayaknya dia tuh frustasi gitu sejak ditinggal ayah dan ibunya.""Ya ampuun kasihan dia Bang, udah sana pergi kalo gitu.""Enggak! Apaan sih kamu Yuni? Percaya aja sama laki, lagian kalaupun bener itu orang bunuh diri, ya biarin aja sih itu 'kan urusan orang lain," tampik Ibu."Udah Bang, gak usah didengerin Ibu mah, sana pergi."Ibu menyeringai. Sementara itu Bang Wija akhirnya pamitan."Ya udah Abang ke rumah sakit sekarang ya Yun.""Ya, Bang."Setelah kucium punggung tangannya, Bang Wija pun gegas pergi."Jangan lupa beli mie instan sekardus Wija!" teriak Ibu.Dih dasar aneh. Tadi aja suamiku dihina-hina, sekarang malah minta dibeliin mie sekardus. Orang tua macam apa yang kayak begitu? Kesel banget aku."Apa lihat-lihat?!" sengit Ibu Saat ia menyadari aku tengah menatapnya tak suka."Katanya Bang Wija itu menantu yang gak berguna, pemalas, pengangguran tapi tetep aja minta dibeliin mie instan," ketusku sambil kembali pergi ke d
DIKIRA SUAMI PENGANGGURANBab 91 πππSi Nayla mengangguk dan cepat mundur bersamaku. Sementara aku mempersilakan dua orang polisi itu untuk maju ke depan pintu.Tok tok tok!Musik terdengar dimatikan."Siapa sih ganggu aja? Si Inem pasti nih," gerutu mantan Ibu tiriku di dalam.Tok tok tok."Bentaaar! Sabar kenap-" Ucapannya terhenti saat ibu membuka pintu dan dia langsung melihat dua orang polisi tengah berdiri di depannya."Oh saya kira siapa. Ada apa ya, Pak?" tanyanya dengan nada suara yang melandai."Maaf apa Ibu yang bernama Ibu Halimah?""Y-a, kenapa?""Anda kami tangkap!""Ap-pa?!" Dia tampak terkejut bukan main. "Saya ditangkap? Kenapa? Apa salah saya, Pak? Kalian salah orang kali ah," cecarnya. Aku menangkap kecemasan pada nada bicaranya."Mohon kooperatif, Anda kami tangkap atas dugaan tindak kejahatan yang telah Anda lakukan, Anda sengaja membakar rumah Saudari Nayla ini dengan motif tertentu," terang petugas itu sambil dengan paksa memakaikan borgol di kedua pergelan
DIKIRA SUAMI PENGANGGURANBab 90 Bπππ***Setelah aku dibebaskan oleh si Nayla langsung yang segaja pulang dari Belanda, kami lanjut menjemput Nyonya Kinanti dari rumah sakit. Hari ini beliau diperbolehkan pulang karena kondisinya sudah membaik. Setelah mengurus administrasi, kami lalu dijemput Bang Wija di depan rumah sakit.Hah, aku bersyukur setelah seminggu di kurung akhirnya aku dibebaskan. Kalau bukan karena kebaikan hati Nyonya Kinanti yang terus membujuk si Nayla, mungkin kasus ini masih membelengguku. Pasalnya para petugas itu benar-benar lambat dalam menangani kasus kebakaran yang dilaporkan si Nayla itu. Sampai aku ngerasa waktuku terbuang sia-sia hanya untuk menunggu mereka mencari bukti."Mbak, sekali lagi aku minta maaf ya, aku cuma cemas aja saat aku diberitahu soal kondisi yang terjadi di rumah, apalagi saat aku dengar soal kondisi Ibu, aku udah gak bisa mikir apa-apa. Aku nyalahin kamu saat itu karena memang kamu 'kan yang bertanggung jawab di rumah. Belum lagi
DIKIRA SUAMI PENGANGGURANBab 90 Aπππ"Loh loh ya Ibu nggak bakalan diciduk dong Na, kamu 'kan tahu siapa yang akan jadi tumbalnya."Keningku mengerut. Yang akan jadi tumbalnya? Maksud dia apa?"Yuuun!"Aku berbalik dan cepat-cepat menjauh dari teras paviliun saat Bang Wija memanggilku di dapur. Gawat kalau sampai suamiku tahu aku sedang ada di pavilun hendak melabrak dua orang jahat itu, bisa-bisa Bang Wija ceramah lagi. Bisa ribet dah urusannya.Setelah kusembunyikan gelang itu pada saku cardiganku, aku gegas menghampiri Bang Wija."Ya, Baaang.""Kamu pulang toh Yun?""Iya Bang, Yuni mau lihat kondisi rumah sebentar. Oh ya, Abang belum berangkat kerja?""Udah Yun, ini Abang balik lagi karena ada yang ketinggalan."Mulutku membola, lalu kuelus lengannya, "lain kali dinget-inget dong, ketinggalan mulu perasaan."Dia nyengir. Kamipun jalan ke ruang depan, niat hati mau mengantarnya berangkat lagi, tapi kedatangan dua orang polisi yang sudah berdiri di depan pintu membuat langkah ka
DIKIRA SUAMI PENGANGGURANBab 89 Bπππ"Siap, Nyonya." Mbak Inem mengangkat kedua jempolnya lalu gegas pulang naik taksi.***"Hallo Mbak Inem, ada apa?" Pagi-pagi sekali Mbak sudah telepon."Nya, ada kabar penting. Semalam pas Inem pulang dari rumah ke paviliun, Inem denger si Bibik pegawai baru itu lagi cekikikan sama anak perempuannya. Gak jelas sih apa yang mereka ketawain, tapi yang Inem tangkep sih kayaknya mereka ngerasa puas banget karena Nyonya Kinanti masuk rumah sakit. Oh ya, saat Inem datang dari rumah sakit juga si Bibik itu juga langsung nanya-nanya soal kondisinya Nyonya Kinanti. Tapi anehnya, Inem kok ngelihat dia gak ada rasa khawatir-khawatirnya atau gimana gitu layaknya orang yang habis kena musibah," tutur Mbak Inem panjang lebar.Sontak saja tanganku mengepal. Bener dugaanku, pasti gak salah lagi, ini adalah ulah mantan ibu tiriku. Astaga kejam banget dia. Terbuat dari apa hatinya itu? Udah baik kuberi dia kesempatan, tapi malah dia sia-siakan. Oke, aku gak ak
DIKIRA SUAMI PENGANGGURANBab 89 Aπππ"Ya Tuhan, semoga Nyonya Kinanti baik-baik aja."Bang Wija cepat menyalakan APAR, dan tak lama dari itu Inem juga datang bersama Pak Wahyu yang juga membawa alat pemadam yang serupa. "Cepat telepon pemadam Nem, takut apinya makin membesar!" titah Bang Wija agak teriak.Inem mengangguk dan gegas lari ke arah meja telepon. Sementara aku yang mendadak lemas hanya bisa teriak-teriak memanggil Nyonya Kinanti."Ada apa ini Yun?" Bapak datang dengan wajah cemas."Kebakaran Pak, gas meledak kata Mbak Inem, Nyonya Kinanti di dalem.""Ya Allah terus gimana?""Banyak asap Pak, jangan ke sini, Bapak tunggu di depan aja. Bang Wija sama Pak Wahyu lagi coba memadamkan apinya kok." Cepat kubawa Bapak kembali ke ruangan depan.Setelah itu aku buru-buru balik lagi ke dapur. Untunglah saat aku kembali ke sana Nyonya Kinanti sudah berhasil diselamatkan meski sudah dalam keadaan pingsan dan terdapat beberapa luka bakar di wajah dan tubuhnya. "Ya ampun Nyonya Ki
DIKIRA SUAMI PENGANGGURANBab 88 Bπππ"Kurang sabar dan masih seneng ngomel, itu yang bikin kesel. Jangankan si Yuni sama Bapak, Viona aja kesel dengernya Ibu ngomel-ngomel gini," ketus Mbak Viona.Ibu diam. Kullihat dari kaca dia menyilangkan kedua tangannya untuk menahan kekesalan. Sementara aku cekikikan puas, mantan ibu tiriku iti lagi terbakar api cemburu rupanya, aih kayak ABG aja.Setelah puas mengintip, aku gegas kembali ke dapur mengambil jus kemasan dan membawanya ke gazebo. "Loh udah selesai tah belajar ngajinya?""Selesai Yun, istirahat dulu. Udah mau Dzuhur," jawab Bapak.Kamipun minum jus sebentar, setelah itu pergi ke masjid dekat rumah bersama Nyonya Kinanti juga. Rencana di sana Nyonya Kinanti ingin dituntun membaca Syahadat oleh pemuka agama yang biasanya juga menjadi imam masjid."Oh kalian di teras rupanya? Tolong beresin bekas minum kami di gazebo ya," titahku pada Ibu dan Mbak Viona, sebelum kami berangkat ke masjid.Aku tak melihat lagi bagaimana ekspresi w
DIKIRA SUAMI PENGANGGURANBab 88 AπππBiarin, aku sengaja bergurau di depan mantan ibu tiriku untuk membuatnya sadar. Pede banget tadi dia coba rayu-rayu bapak, kukenalkan dia sama wanita yang jauh lebih berkelas dan lebih segalanya baru tahu rasa tuh. Minder minder dah."Kamu nih bercanda terus, gak enak sama Nyonya Kinanti." Bapak menyikut lenganku. Aku nyengir."Duduk Nyonya." Bapak mempersilakan Nyonya Kinanti duduk di bangku yang bersisian dengannya."Terimakasih. Saya senang sama Yuni, karena dia punya selera humor yang tinggi." Nyonya Kinanti berbasa-basi."Ibu ngapain masih di sini? Sana lanjutin kerjaan rumah. Rumah masih belum divacum gitu malah ditinggalin," ketusku pada ibu.Tanpa bicara atau menolak lagi, gegas ia pun ke depan meski dengan wajah yang udah ditekuk."Saya pikir Nyonya dateng agak siang, tahunya pagi-pagi udah sampe aja." Aku membuka obrolan."Iya nih Yun, sengaja saya dateng pagi-pagi, tadinya mau ketemu orang dulu tapi eeh orang yang mau diajak ketemu
DIKIRA SUAMI PENGANGGURANBab 87 Bπππ"Padahal Inem udah bangunin terus Nya, tapi Bu Halimah ini ngeyel, dirasa tidur di hotel kali," timpal Inem kesal.Semua pekerja rumah memang biasanya ditempatkan tidur di paviliun belakang, makanya Inem tahu alasan hari ini mantan ibu tiriku itu telat masuk ke istana. Ngakunya sih kepala sakit, tapi kata Inem semalaman Ibu nonton tv sampai menjelang pagi. Hmm emang dah gak bener nih orang, andai bukan karena rasa iba dan permintaan bapak kemarin, aku ogah berurusan sama mantan ibu tiriku ini."Tolonglah Yun, rumah ini gede, gak akan sempit walau nanti kami numpang tinggal beberapa bulan aja sampe kaki Mbak sembuh," rengek Mbak Viona kemarin.Aku mengerling malas. Aih, mereka kok malah maksa sih? Kayaknya bener dugaanku deh, mereka datang bukan cuma murni mau minta maaf dan mengakui kesalahan mereka tapi karena mereka ada keinginan tinggal di sini. Buktinya mereka maksa gitu. Heuh kesel."Maaf Mbak, tapi rumah ini gak bisa sembarang asal neri
DIKIRA SUAMI PENGANGGURANBab 87 AπππJangan-jangan mereka lagi ngefrank nih, mereka itu kan banyak akal bulusnya."Ibu ngaku salah selama ini sama kamu Yuni, Ibu ngaku udah memperlakukan kamu dengan cara enggak baik. Tapi asal kamu tahu Yuni, Ibu udah mendapatkan balasannya. Kamu lihat sendiri sekarang Ibu gimana, Ibu terlunta-lunta, Ibu dan Mbakmu ini persis kayak gembel, diusir dari satu tempat ke tempat lainnya. Kami bener-bener merasakan pembalasan dari perbuatan kami selama ini Yun," tutur Ibu lagi. Wanita itu lalu bangkit sambil terus menatapku lekat, kemudian menggenggam tanganku paksa."Tolong maafkan Ibu Yun, Ibu ingat ceramah seorang ustaz seminggu lalu, katanya perbuatan jahat kita pada anak yatim atau piatu pasti akan mendapatkan balasannya, baik di dunia maupun di akhirat. Ibu takut semua ini adalah azab Yun, karena itu Ibu datang ke sini untuk meminta maaf sama kamu."Aku menarik tanganku kasar saat ibu tak henti-hentinya bicara."Kami tahu kesalahan kami terlalu be