DIKIRA SUAMI PENGANGGURAN
Bab 3πππIbu dan sodara-sodara tiriku akhirnya diam dan balik ke tempat masing-masing."Wija tolong maafin sodara-sodaramu ya," kata Bapak pada suamiku.Walau selama ini suamiku masih pengangguran, memang hanya bapak yang paling ikhlas menerima suamiku di rumah ini, beliau sabar sekali, bapak sering mengingatkanku juga agar aku banyak sabar dan terus mendo'akan suamiku supaya suamiku cepat punya pekerjaan."Kalau suamimu itu bermasalah solusinya dido'akan Yun, bukan ditinggalkan. Kalau suamimu sedang ada di bawah ya disemangati bukan diusir dan dikasari, Insya Allah kalau kamu ikhlas melakukan dan menerimanya nanti rejeki akan datang berlimpah, bahkan dari arah yang tak pernah kamu sangka-sangka," kata Bapak waktu itu, saat aku baru saja bertengkar dengan suami karena dia kerjaannya kelayapan gak jelas terus tiap hari."Iya Pak, tapi Yuni kesel Pak, masa iya rumah tangga mau begini terus? Belum lagi anak-anak ibu, suka nyindir-nyindir terus hidup kami.""Makanya kamu harus banyak berdo'a Yun, doain begini suamimu itu, ya Allah ya Tuhanku, bukakanlah pintu rejeki-Mu yang seluas-luasnya untuk suamiku, bahkan dari arah yang tak pernah hamba sangka-sangka sebelumnya, berikanlah dia kesempatan agar dia bisa membahagiakan istri dan keluarganya, gitu."Aku hanya diam saja saat itu, kalau bukan karena wejangan bapak, mana mungkin aku bisa tahan rumah tangga sama Bang Wija yang malesnya kebangetan."Gak apa-apa, Pak." Ucapan Bang Wija menarikku dalam kesadaran. Kutengok semua sodara tiriku masih bermuka masam setelah diomeli bapak."Tapi kamu yakin 'kan uang itu adalah uang halal?" tanya Bapak lagi memastikan."Iya Pak, demi Allah itu uang halal," jawabnya yakin."Nah denger 'kan kalian? Sudah, sekarang kalian semua pulang aja, sudah malem juga," perintah Bapak.Akhirnya semua orang pun bubar meski wajah sodara-sodaraku itu tampak masih penasaran ingin menggali informasi asal muasal duit yang diberikan Bang Wija.Tak kecuali denganku, di kamar aku tak mau melewatkan kesempatan, cepat kuajak suami bicara."Abang coba Abang jujur, itu duit dari mana sebetulnya? Kok bisa-bisanya Abang punya duit segitu banyak dan Yuni gak tahu.""Malulah Yun, duit cuma dikit kok dibilang banyak," jawabnya santai.Suami lalu berdiri dan mulai mematut diri di depan cermin."Hah dikit kata Abang? 80 juta itu loh Bang, 80 juta itu banyak, Bang.""Dikit itu Yun, apalagi buat bantu sodara, kurang malah.""Ya tapi masalahnya, itu duit dari mana sebenernya?""Sisa warisan, Yun.""Haih tadi katanya bisnis.""Abang malulah Yun kalau bilang itu duit warisan.""Terus kenapa Abang punya warisan gak bilang-bilang? Tahu gitu duitnya biar dipegang sama Yuni aja," dengusku kesal.Pantas saja suamiku punya duit banyak, tahunya dia dapat warisan. Kukira dia beneran bisnis, pantes aku gak percaya, masalahnya dia itu mau bisnis apaan? Bisnis nernak tuyul baru aku percaya. "Haih kamu tuh duit 80 juta buat apa? Meningan disumbangin buat acaranya Mala 'kan lebih berguna," katanya ringan.Mulutku menganga. Duit 80 juta katanya buat apa? Dia gila apa gimana sih? "Ya sudah Abang pamit mau ronda ya Yun," katanya lagi sambil berlalu keluar.Hih kesel banget belum juga aku selesai ngomong sama dia, dasar pemalas, alesan aja mau ronda padahal mau main hape di pos biar kagak digangguin.Awas aja kau Bang, udah mah duit dikasih gitu aja sama ibu sekarang mau ongkang-ongkang kaki di pos, hiiih gedeg banget rasanya.***Esok hari.Pukul 9 pagi Bang Wija belum juga pulang."Kelayaban di mana itu orang? Udah tahu duit warisan habis semua, jam segini malah belum balik dari semalam, bukannya kerja kek nyari duit," gerutuku di kamar."Yuniii!" teriak Ibu dari dapur.Gegas aku menghampiri, bahaya kalau sampe ibu teriak-teriak dan aku gak segera datang, bisa-bisa ibu ngomel 7 hari 7 malam."Ya, Bu? Kenapa?""Hari ini kamu ke pasar, beliin kue-kue kering, sisanya biar nanti sama Ibu.""Iya," jawabku pendek. Masih kesal rasanya aku karena duit Bang Wija semua dikasih ke ibu."Ya udah sana pergi, nih duitnya."Kuambil duit belanja dari ibu dan gegas jalan ke depan gang. Untunglah angkotnya cepet datang, kalau enggak mungkin aku udah makin kesel aja dibuatnya."Bang, stop, Bang," titahku pada sopir angkot saat aku baru setengah jalan.Aku turun di depan sebuah pondok yang ada di pinggir jalan sebab melihat ada Bang Wija di sana."Hmm 'kan 'kan ape kata gue? Tuh laki emang malesnya kebangetan, semalam bilang mau ronda ternyata kelayaban jauh bener sampe ke jalan raya," kesalku sambil melangkah lebar-lebar ke arahnya."Abang!"Bang Wija terkejut dan langsung berhenti haha hihi saat melihatku datang."Eh Yun, kamu di sini?" "Iya Yuni di sini, kenapa? Kaget? Abang lagi apa di sini? Maen judi ya?" cecarku dengan mata melotot."Hah judi? Mana ada Yun, lihat Abang, Abang lagi ngobrol ini," jawabnya sambil mengulurkan kedua tangannya yang kosong dan melirik ke arah beberapa orang laki-laki yang juga ada di sana.Kutengok mereka satu-satu dengan wajah sinis. Kesal aku, pasti gara-gara mereka suamiku jadi seneng nongkrong gak jelas begini."Pada ngapain sih di sini? Pada gak ada kerjaan amat," ketusku pada mereka.Mereka saling melirik dan nyengir kuda."Ini kita lagi kerja, Bu," ucap salah seorang di antaranya.Bibirku terangkat sebelah. Kuamati mereka lagi. Baru kusadari ternyata penampilan mereka kok pada aneh semua. Mereka pakai sepatu dan kemeja rapih-rapih, mana ada yang sampe bawa tas dan laptop segala.Ini sebenarnya mereka siapa sih? Pakean mereka kok pada rapih banget? Terus kenapa juga mereka malah ngumpul-ngumpul di sini? Lagi pada ngapain ya mereka?Eh apa jangan-jangaaan ..? Mereka lagi pada main judi? Haih keterlaluan kalau sampe itu bener."Abang! Ayo buru ikut Yuni balik." Cepat kutarik tangan suami sebelum dia ngelak lagi."Eh tunggu dulu Yun, Abang masih ada urusan.""Halah urusan apa? Gak penting banget."Terus kutarik tangan suami sampai ada angkot yang lewat dan kami gegas naik."Duh Yuun, Abang masih ada urusan itu, kok kamu malah tarik-tarik Abang gini sih?" protesnya saat di dalam angkot. Wajahnya kelihatan resah tak karuan."Apaan sih? Enggak! Urusan Yuni jauh lebih penting," kecutku.Akhirnya Bang Wija diam.-Sampai di toko kue, suami masih kelihatan resah."Abang ini kenapa sih? Antar istri kok kayak gak tenang gitu.""Aduh mereka pasti masih nungguin Abang di sana Yun, gimana kalau Abang ke sana sebentar dulu? Nanti Abang balik lagi kalau kamu udah selesai belanja, nanti kamu telepon Abang aja," katanya sambil terus melirik ke arah luar toko."Gak ada, apaan ngobrol-ngobrol gak jelas begitu dipeduliin.""Loh Yun tapi 'kan Abang lagi meeting itu.""Hah? Hahaha dasar halu, makanya jadi suami tuh jangan males banget, begini 'kan akhirnya? Banyak halu," omelku sambil terus memilih kue-kue kering pesanan ibu yang ada di talase.-Sekitar setengah jam urusanku di toko kue selesai. Sebelum pulang sengaja kuajak suami masuk ke toko baju."Beliin Yuni baju, Bang.""Ya beli aja yang mana yang kamu suka Yun," katanya sambil terus sibuk melirik ke arah luar dengan wajah frustasi.Aku makin kesel. Sengaja saja kuambil 5 potong baju gamis yang terjejer di toko itu. Biarin, biar tahu rasa tuh suamiku, orang bener mah udah jadi laki ya kerja kek buat nafkahin bini, eh ini malah ngobrol-ngobrol gak jelas pinggir jalan."Abang, bayar." Aku menepuk pundak Bang Wija yang masih saja telihat resah."Eh kok cepet beli bajunya Yun?""Ya cepetlah, ngapain buang-buang waktu? Emangnya Yuni kayak Abang? Buang-buang waktu gak jelas," sindirku.Suami mengibaskan tangan, "haih kamu nih kalau ngomong makin ngaco aja ah," katanya sambil bangkit menuju kasir."Berapa semuanya, Mbak?""720 ribu, Mas," jawab si Mbak penjaga toko.Aku terbelalak, 720 rebu? Haha rasain kau Bang Wija, kau pikir biaya hidupku murah? Mau apa kau sekarang? Mentang-mentang kemarin kau punya duit warisan jadi kau gak mau kerja, rasain kau rasaiiin. Mau gimana kau sekarang?Aku tertawa puas dalam hati, tapi kemudian berhenti saat melihat suamiku mengeluarkan sebuah kartu dari dalam dompetnya."Bisa bayar pakai ini 'kan, Mbak?" tanyanya.DIKIRA SUAMI PENGANGGURANBab 4πππHah? Aku melongo sendiri. Kuteliti suamiku yang hanya pakai kolor, kaos putih dan sandal jepit itu. Dia punya kartu debit? Kok bisa? Selama ini kupikir dia buta pengetahuan, secara katanya suamiku dari desa pedalaman."Bisa bisa, Mas," jawab si Mbak itu sambil senyum sumringah.Suamipun memberikan kartu debitnya. Setelah selesai membayar tagihan baju segera kutarik dia keluar."Itu kartunya punya siapa, Bang?""Punya Abanglah, kau pikir kartu beginian bisa pakai rame-rame?" kekehnya.Lagi-lagi aku bengong. "Abang gak pernah bilang Abang punya kartu begituan.""Kamu gak pernah nanya Yun, udah ah lagian buat apa juga? Kan yang penting Abang kasih duit sama kamu.""Eh tapi itu isinya hanyak enggak, Bang?" tanyaku lagi."Dikit Yun, tapi untungnya cukup buat bayarin bajumu tadi," jawabnya sambil cengengesan. Aku menjebik."Kirain banyak, huh."Tak lama angkot yang kami tunggu pun datang."Abang turun sebentar di tempat yang tadi ya Yun, kasihan merek
DIKIRA SUAMI PENGANGGURANBab 5πππAku pun balik ke kamar. Di sana suami sedang sibuk mengotak-ngatik ponselnya sambil tiduran."Abang!"Ia diam, masih saja sibuk."Abang!" panggilku agak kencang."Iya Yun, kenapa? Kamu tuh kalau ngomong ya pelan-pelan aja kenapa sih?" protesnya."Lagian Abang tuh dipanggil-panggil diem aja. Lagi apa sih? Gak lihat apa istrinya lagi kesel begini," balasku.Suami bangkit."Kesel kenapa lagi sih Yun? Kan Abang ada di rumah, gak kemana-mana.""Hiiih geer bener, Yuni bukan kesel karena masalah itu, tapi Yuni kesel karena si ibu tiri itu ternyata jahat banget."Suami menggeleng kepala."Kamu itu Yun, hidup itu yang rukun kenapa sih? Sama ibu sendiri kok begitu.""Bukan, enak aja, dia bukan ibu Yuni," sanggahku kesal."Ya terus ibunya siapa? Lah wong bapakmu yang nikah sama dia.""Iiiih Abang, Yuni tuh kesel sama ibu, Abang tahu gak? Tadi Yuni denger mereka lagi ngobrol panjang lebar, Abang tahu gak apa yang mereka bahas?"Suami menggelengkan kepalanya
DIKIRA SUAMI PENGANGGURANBab 6πππ"Ya serius dong Yun, kamu nih."Kutegakan kedua bahunya, "Abang coba Abang tatap Yuni," titahku serius. Aku ingin lihat dia itu sedang bercanda apa enggak sih sebenarnya."Apa?""Abang bercanda ya? Ini sama sekali gak lucu Abang, malah Yuni tuh kesel kalau Abang bercanda kek begini."Suami mengembuskan napas lelah."Kamu nih kok gak percayaan banget sama Abang Yun? Abang harus bilang apa biar kamu ini percaya? Abang gak bohong ini."Waduh, kalau dilihat dari ucapan dan raut wajahnya suamiku emang lagi gak bohong sih, dia ngomongnya serius banget, tapi masa iya dia punya rumah kontrakan?Jujur aku gak kenal banyak soal suamiku ini. Kenal sebulan pedekate, udah gitu langsung nikah.Tapi yang kutahu sih dia orang baik karena dia pernah nolongin aku dari para pemuda iseng saat aku pulang kerja.Katanya Bang Wija itu dari Kuningan Jawa Barat, kedua orang tuanya sudah meninggal, hidup di kota sebatang kara karena merantau sejak dulu, aku kenal dia saat
DIKIRA SUAMI PENGANGGURANBab 7πππSuami malah tertawa."Kalem aja, bos nya baik," katanya sambil mengambilkan segelas air untukku dari atas meja."Hih Abang jangan dikasih ke Yuni, kalau bos nya marah gimana?" tolakku cepat."Ambil aja, kamu minum aja dulu Yun, bos nya baik kok."Mataku menatapnya serius."Kamu gak percaya?""Enggak.""Hah ya sudah, Abang keluar sebentar, kamu tunggu di sini dulu ya.""Aih Abang jangan tinggalin Yuni." Kutarik lagi tangannya itu."Gak apa-apa Yun, sebentar aja, cuma ke ruangan sebelah kok, tunggu ya, bos Abang lagi nunggu di sana."Mau tak mau akhirnya aku mengalah juga. Kubiarkan suami pergi ke ruangan sebelah dan aku kembali duduk bersender di sofa ruangan itu.Lama menunggu sampai pegel, aku pun bangkit untuk berjalan-jalan kecil. Saat meregangkan otot itu tak sengaja kulihat foto kecil di atas meja kerja di ruang itu.Di dalam foto itu tampak suamiku bersama seorang pria paruh baya sedang saling merangkul. Tampaknya orang itu dekat sekali den
DIKIRA SUAMI PENGANGGURANBab 8πππSi Sasha itu hanya tersenyum menampailkan deretan gigi-giginya yang putih mengkilap kayak model iklan odol.Kami pun akhirnya makan meski moodku udah anjlok banget."Bapak tahu gak? Di kantin ini udah banyak banget menu baru selama Bapak cuti, nih salah satunya tteokbokki, mau cobain?" Wanita itu mulai bicara sambil menyodorkan mangkuknya ke arah suamiku.Suami cepat membuka telapak tangannya dan mendorong lagi mangkuk berisi makanan Korea itu ke arahnya."Gak usah Sas.""Loh kenapa? Bapak 'kan suka banget makanan Korea begini."Keningku mengerut. Jadi suamiku suka makanan Korea toh? Baru tahu aku, haih belagak banget Bang Wija, mana gak pernah bilang-bilang pula."Iya, tapi kalau saya mau nanti saya pesan aja," jawab suamiku ramah.Ini nih yang bikin aku gedeg juga. Suamiku itu kayaknya kelewat ramah dah, makanya si cewek genit ini terus aja ngemeng kayak caper gitu sama laki gue, hih."Oh oke, Bapak tumben pesen mie ayam? Setelah cuti kok seler
DIKIRA SUAMI PENGANGGURANBab 9πππ"Ya bisalah, makanya ini Yuni minta duitnya karena mau Yuni urus semuanya, sini buruan gak usah banyak alesan, atau duitnya emang udah gak ada?" Ibu menyeringai, keningnya mendadak basah dengan keringat."Apaan sih, kurang ajar banget emang ya kamu, suka banget nuduh-nuduh Ibu.""Ya udah kalau ngerasa duitnya masih ada sini buruan kasih ke Yuni, Yuni mau urus semuanya," desakku lagi.Ibu pun menghentakan kakinya dan pergi ke dalam kamar. Cepat kuikuti sampai di depan pintu."Nih," katanya sambil memberikan sejumlah uang entah berapa, tapi yang jelas uang itu tak sebanyak yang diberikan oleh suamiku kemarin.Tak mau habis akal, cepat kuhitung semuanya."Oke 40 juta, bon pelaminan sama tenda nya mana?" tanyaku lagi sambil membuka telapak tangan."Gak ada," jawabnya pendek. Keningku mengerut, "gak ada? Maksudnya?""Belom dipesenin gak ada waktu.""Belom dipesenin? Tadi Ibu bohong dong?""Hmm," ketusnya."Ya terus ini duit 80 juta sisanya mana?"Ib
DIKIRA SUAMI PENGANGGURANBab 10πππAku pun pergi lagi ke belakang, niat hati mau mandi tapi melihat ada nasi goreng sepiring muncung di atas meja makan perutku jadi lapar.Cepat kumakan nasi itu, gak peduli walau ibu bakal marah karena nasi untuk anaknya kuhabiskan tanpa sisa.Selesai makan, ibu kedengarannya sedang memilih sayuran di depan rumah, syukurlah aku jadi gak perlu ribut-ribut saat makan tadi haha."Mandi ah sebelum ibu ke sini," ucapku senang sambil menyampirkan handuk di pundak.Selesai mandi ibu masih aja belanja sambil ngerumpi sama tetangga. "Haih dasar emak-emak, hobby bener ngerumpi. Ah tapi bodo amat bukan urusanku, meningan aku siap-siap mau pergi ke tempat wedding organizer."Saat aku sedang serius memakai jilbab, terdengar suara ibu berteriak kencang sambil menggedor pintu kamar."Yuniiii.""Aissshh," desahku kaget, untung aja jarum pentul gak sampe masuk ke dalam mulut karena saking kagetnya."Ada apa sih, Bu? Teriak-teriak begitu," tanyaku setelah membuka
DIKIRA SUAMI PENGANGGURANBab 11πππ"Yuni!" Mbak Viona menggebrak meja."Apa sih?""Enak banget ya kamu, makan nasi padang sendiri aja.""Kenapa? Masalah?""Ya iyalah masalah gak sopan banget kamu, mana buat kami?""Hah? Buat kami? Emang Mbak Viona sama Ibu mau?" tanyaku balik sambil mulai melahap nasi padangku."Ya mau lah, pake nanya," sengitnya tak santai."Haha beli sendirilah," balasku ketus."Kurang ajar emang ya kamu sekarang, mentang-mentang udah kawin serasa udah gak butuh kami lagi sampe kamu berani bantah begini." Ibu menimbrung."Siapa yang bilang gak butuh? Yuni cuma bilang kalau mau makan nasi padang ya beli sendirilah, apa susahnya?" "Beli beli, ya kamu beliin lah, udah tahu di rumah ada kami, masak kamu cuma pesen buat dimakan sendiri aja," kata Mbak Viona lagi."Hah? Beliin? Apa Mbak Viona gak salah ngomong gitu? Tadi katanya gak butuh duit Yuni, karena duit Mbak banyak, kok minta dibeliin sih? Lagian Yuni mana tahu kalau kalian mau naspad, kemaren 'kan kalian ud
DIKIRA SUAMI PENGANGGURANBab 91 πππSi Nayla mengangguk dan cepat mundur bersamaku. Sementara aku mempersilakan dua orang polisi itu untuk maju ke depan pintu.Tok tok tok!Musik terdengar dimatikan."Siapa sih ganggu aja? Si Inem pasti nih," gerutu mantan Ibu tiriku di dalam.Tok tok tok."Bentaaar! Sabar kenap-" Ucapannya terhenti saat ibu membuka pintu dan dia langsung melihat dua orang polisi tengah berdiri di depannya."Oh saya kira siapa. Ada apa ya, Pak?" tanyanya dengan nada suara yang melandai."Maaf apa Ibu yang bernama Ibu Halimah?""Y-a, kenapa?""Anda kami tangkap!""Ap-pa?!" Dia tampak terkejut bukan main. "Saya ditangkap? Kenapa? Apa salah saya, Pak? Kalian salah orang kali ah," cecarnya. Aku menangkap kecemasan pada nada bicaranya."Mohon kooperatif, Anda kami tangkap atas dugaan tindak kejahatan yang telah Anda lakukan, Anda sengaja membakar rumah Saudari Nayla ini dengan motif tertentu," terang petugas itu sambil dengan paksa memakaikan borgol di kedua pergelan
DIKIRA SUAMI PENGANGGURANBab 90 Bπππ***Setelah aku dibebaskan oleh si Nayla langsung yang segaja pulang dari Belanda, kami lanjut menjemput Nyonya Kinanti dari rumah sakit. Hari ini beliau diperbolehkan pulang karena kondisinya sudah membaik. Setelah mengurus administrasi, kami lalu dijemput Bang Wija di depan rumah sakit.Hah, aku bersyukur setelah seminggu di kurung akhirnya aku dibebaskan. Kalau bukan karena kebaikan hati Nyonya Kinanti yang terus membujuk si Nayla, mungkin kasus ini masih membelengguku. Pasalnya para petugas itu benar-benar lambat dalam menangani kasus kebakaran yang dilaporkan si Nayla itu. Sampai aku ngerasa waktuku terbuang sia-sia hanya untuk menunggu mereka mencari bukti."Mbak, sekali lagi aku minta maaf ya, aku cuma cemas aja saat aku diberitahu soal kondisi yang terjadi di rumah, apalagi saat aku dengar soal kondisi Ibu, aku udah gak bisa mikir apa-apa. Aku nyalahin kamu saat itu karena memang kamu 'kan yang bertanggung jawab di rumah. Belum lagi
DIKIRA SUAMI PENGANGGURANBab 90 Aπππ"Loh loh ya Ibu nggak bakalan diciduk dong Na, kamu 'kan tahu siapa yang akan jadi tumbalnya."Keningku mengerut. Yang akan jadi tumbalnya? Maksud dia apa?"Yuuun!"Aku berbalik dan cepat-cepat menjauh dari teras paviliun saat Bang Wija memanggilku di dapur. Gawat kalau sampai suamiku tahu aku sedang ada di pavilun hendak melabrak dua orang jahat itu, bisa-bisa Bang Wija ceramah lagi. Bisa ribet dah urusannya.Setelah kusembunyikan gelang itu pada saku cardiganku, aku gegas menghampiri Bang Wija."Ya, Baaang.""Kamu pulang toh Yun?""Iya Bang, Yuni mau lihat kondisi rumah sebentar. Oh ya, Abang belum berangkat kerja?""Udah Yun, ini Abang balik lagi karena ada yang ketinggalan."Mulutku membola, lalu kuelus lengannya, "lain kali dinget-inget dong, ketinggalan mulu perasaan."Dia nyengir. Kamipun jalan ke ruang depan, niat hati mau mengantarnya berangkat lagi, tapi kedatangan dua orang polisi yang sudah berdiri di depan pintu membuat langkah ka
DIKIRA SUAMI PENGANGGURANBab 89 Bπππ"Siap, Nyonya." Mbak Inem mengangkat kedua jempolnya lalu gegas pulang naik taksi.***"Hallo Mbak Inem, ada apa?" Pagi-pagi sekali Mbak sudah telepon."Nya, ada kabar penting. Semalam pas Inem pulang dari rumah ke paviliun, Inem denger si Bibik pegawai baru itu lagi cekikikan sama anak perempuannya. Gak jelas sih apa yang mereka ketawain, tapi yang Inem tangkep sih kayaknya mereka ngerasa puas banget karena Nyonya Kinanti masuk rumah sakit. Oh ya, saat Inem datang dari rumah sakit juga si Bibik itu juga langsung nanya-nanya soal kondisinya Nyonya Kinanti. Tapi anehnya, Inem kok ngelihat dia gak ada rasa khawatir-khawatirnya atau gimana gitu layaknya orang yang habis kena musibah," tutur Mbak Inem panjang lebar.Sontak saja tanganku mengepal. Bener dugaanku, pasti gak salah lagi, ini adalah ulah mantan ibu tiriku. Astaga kejam banget dia. Terbuat dari apa hatinya itu? Udah baik kuberi dia kesempatan, tapi malah dia sia-siakan. Oke, aku gak ak
DIKIRA SUAMI PENGANGGURANBab 89 Aπππ"Ya Tuhan, semoga Nyonya Kinanti baik-baik aja."Bang Wija cepat menyalakan APAR, dan tak lama dari itu Inem juga datang bersama Pak Wahyu yang juga membawa alat pemadam yang serupa. "Cepat telepon pemadam Nem, takut apinya makin membesar!" titah Bang Wija agak teriak.Inem mengangguk dan gegas lari ke arah meja telepon. Sementara aku yang mendadak lemas hanya bisa teriak-teriak memanggil Nyonya Kinanti."Ada apa ini Yun?" Bapak datang dengan wajah cemas."Kebakaran Pak, gas meledak kata Mbak Inem, Nyonya Kinanti di dalem.""Ya Allah terus gimana?""Banyak asap Pak, jangan ke sini, Bapak tunggu di depan aja. Bang Wija sama Pak Wahyu lagi coba memadamkan apinya kok." Cepat kubawa Bapak kembali ke ruangan depan.Setelah itu aku buru-buru balik lagi ke dapur. Untunglah saat aku kembali ke sana Nyonya Kinanti sudah berhasil diselamatkan meski sudah dalam keadaan pingsan dan terdapat beberapa luka bakar di wajah dan tubuhnya. "Ya ampun Nyonya Ki
DIKIRA SUAMI PENGANGGURANBab 88 Bπππ"Kurang sabar dan masih seneng ngomel, itu yang bikin kesel. Jangankan si Yuni sama Bapak, Viona aja kesel dengernya Ibu ngomel-ngomel gini," ketus Mbak Viona.Ibu diam. Kullihat dari kaca dia menyilangkan kedua tangannya untuk menahan kekesalan. Sementara aku cekikikan puas, mantan ibu tiriku iti lagi terbakar api cemburu rupanya, aih kayak ABG aja.Setelah puas mengintip, aku gegas kembali ke dapur mengambil jus kemasan dan membawanya ke gazebo. "Loh udah selesai tah belajar ngajinya?""Selesai Yun, istirahat dulu. Udah mau Dzuhur," jawab Bapak.Kamipun minum jus sebentar, setelah itu pergi ke masjid dekat rumah bersama Nyonya Kinanti juga. Rencana di sana Nyonya Kinanti ingin dituntun membaca Syahadat oleh pemuka agama yang biasanya juga menjadi imam masjid."Oh kalian di teras rupanya? Tolong beresin bekas minum kami di gazebo ya," titahku pada Ibu dan Mbak Viona, sebelum kami berangkat ke masjid.Aku tak melihat lagi bagaimana ekspresi w
DIKIRA SUAMI PENGANGGURANBab 88 AπππBiarin, aku sengaja bergurau di depan mantan ibu tiriku untuk membuatnya sadar. Pede banget tadi dia coba rayu-rayu bapak, kukenalkan dia sama wanita yang jauh lebih berkelas dan lebih segalanya baru tahu rasa tuh. Minder minder dah."Kamu nih bercanda terus, gak enak sama Nyonya Kinanti." Bapak menyikut lenganku. Aku nyengir."Duduk Nyonya." Bapak mempersilakan Nyonya Kinanti duduk di bangku yang bersisian dengannya."Terimakasih. Saya senang sama Yuni, karena dia punya selera humor yang tinggi." Nyonya Kinanti berbasa-basi."Ibu ngapain masih di sini? Sana lanjutin kerjaan rumah. Rumah masih belum divacum gitu malah ditinggalin," ketusku pada ibu.Tanpa bicara atau menolak lagi, gegas ia pun ke depan meski dengan wajah yang udah ditekuk."Saya pikir Nyonya dateng agak siang, tahunya pagi-pagi udah sampe aja." Aku membuka obrolan."Iya nih Yun, sengaja saya dateng pagi-pagi, tadinya mau ketemu orang dulu tapi eeh orang yang mau diajak ketemu
DIKIRA SUAMI PENGANGGURANBab 87 Bπππ"Padahal Inem udah bangunin terus Nya, tapi Bu Halimah ini ngeyel, dirasa tidur di hotel kali," timpal Inem kesal.Semua pekerja rumah memang biasanya ditempatkan tidur di paviliun belakang, makanya Inem tahu alasan hari ini mantan ibu tiriku itu telat masuk ke istana. Ngakunya sih kepala sakit, tapi kata Inem semalaman Ibu nonton tv sampai menjelang pagi. Hmm emang dah gak bener nih orang, andai bukan karena rasa iba dan permintaan bapak kemarin, aku ogah berurusan sama mantan ibu tiriku ini."Tolonglah Yun, rumah ini gede, gak akan sempit walau nanti kami numpang tinggal beberapa bulan aja sampe kaki Mbak sembuh," rengek Mbak Viona kemarin.Aku mengerling malas. Aih, mereka kok malah maksa sih? Kayaknya bener dugaanku deh, mereka datang bukan cuma murni mau minta maaf dan mengakui kesalahan mereka tapi karena mereka ada keinginan tinggal di sini. Buktinya mereka maksa gitu. Heuh kesel."Maaf Mbak, tapi rumah ini gak bisa sembarang asal neri
DIKIRA SUAMI PENGANGGURANBab 87 AπππJangan-jangan mereka lagi ngefrank nih, mereka itu kan banyak akal bulusnya."Ibu ngaku salah selama ini sama kamu Yuni, Ibu ngaku udah memperlakukan kamu dengan cara enggak baik. Tapi asal kamu tahu Yuni, Ibu udah mendapatkan balasannya. Kamu lihat sendiri sekarang Ibu gimana, Ibu terlunta-lunta, Ibu dan Mbakmu ini persis kayak gembel, diusir dari satu tempat ke tempat lainnya. Kami bener-bener merasakan pembalasan dari perbuatan kami selama ini Yun," tutur Ibu lagi. Wanita itu lalu bangkit sambil terus menatapku lekat, kemudian menggenggam tanganku paksa."Tolong maafkan Ibu Yun, Ibu ingat ceramah seorang ustaz seminggu lalu, katanya perbuatan jahat kita pada anak yatim atau piatu pasti akan mendapatkan balasannya, baik di dunia maupun di akhirat. Ibu takut semua ini adalah azab Yun, karena itu Ibu datang ke sini untuk meminta maaf sama kamu."Aku menarik tanganku kasar saat ibu tak henti-hentinya bicara."Kami tahu kesalahan kami terlalu be