Share

Bab 205

Penulis: Kokoro No Tomo
last update Terakhir Diperbarui: 2025-01-25 23:48:23

“Apa? Saya dipecat?” teriak Surya setelah manajer HRD memberikan surat pemecatan padanya.

Manajer HRD itu mengangguk. “Seperti yang tertulis dalam surat itu. Walaupun sudah mencemarkan nama baik perusahaan, kamu akan tetap mendapat pesangon dan uang penghargaan,” jelasnya.

“Saya mengaku kalau salah, tapi yang menyebarkan video bukan saya, Pak. Kalau jabatan diturunkan atau dimutasi ke kantor lain, saya bisa terima. Tapi saya tidak terima kalau dipecat.” Surya membela diri.

“Walaupun bukan kamu yang menyebarkan, tapi video itu sudah mencemarkan nama baik perusahaan. Kemarin, HRD, para manajer divisi lain dan juga pimpinan sudah membahas kasusmu ini. Dan semua sepakat kamu dipecat,” terang sang manajer HRD.

“Kalau saya dipecat, harusnya istri saya juga, Pak. Kalau bukan dia, pasti ibunya yang menyebarkan video itu. Masa cuma saya yang dipecat, yang menyebarkan tidak mendapat sanksi,” protes Surya.

“Apa kamu punya bukti kalau istrimu yang menyebarkan video itu?” Manajer HRD menatap Surya
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (4)
goodnovel comment avatar
Kokoro No Tomo
semoga ya ...
goodnovel comment avatar
Kokoro No Tomo
siap, kakak
goodnovel comment avatar
Yurnawati
Surya pantas di pecat
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Dikira Pengangguran Ternyata Hartawan   Bab 206

    "Vita!" teriak Surya saat melihat istrinya yang baru pulang dari kantor. Dia tadi langsung pergi menemui Satrio setelah mendapat surat pemecatan dari HRD dan tidak kembali ke kantor sesudah itu. Jadi Vita pulang sendiri dengan ojol."Kenapa sih teriak-teriak gitu, Mas? Aku ga budek ya," protes Vita begitu bertemu dengan suaminya."Gara-gara video yang direkam ibumu, aku dipecat! Puas, kamu sekarang?" Surya menatap nyalang wanita yang masih berstatus istrinya itu."Apa? Mas Surya, dipecat? Jangan bercanda, Mas!" Vita tampak terkejut dan tak percaya."Siapa juga yang bercanda? Baca ini!" Surya melempar surat pemecatannya ke wajah Vita.Wanita yang sedang hamil itu kembali terkejut. Untung tangannya refleks meraih surat tersebut hingga tidak jatuh ke lantai. Vita pun gegas membaca tulisan yang tertera di sana. "Kok bisa, Mas Surya, dipecat? Memangnya HRD tidak tahu kalau Mas Surya adik iparnya presdir Digdaya Grup?" Vita menatap suaminya."Mereka tidak tahu dan tidak mau tahu! Aku tadi

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-27
  • Dikira Pengangguran Ternyata Hartawan   Bab 207

    “Untuk sementara ini aku ga bisa ikut rapat atau ketemu kamu dulu sampai situasinya kembali kondusif, Ke. Kamu tahu ‘kan video kita jadi viral dan berimbas ke banyak hal?” cakap Surya saat Ike menghubunginya. “Makanya aku ga berani keluar dari apartemen tanpa penyamaran, Ya. Aku juga ga berani buka medsosku. Semua komennya ngatain aku yang jelek-jelek,” keluh Ike dari seberang telepon.“Sabar aja dulu, Ke. Mau gimana lagi semua udah terjadi. Memang Vita sama ibunya itu ga mikir panjang kalau melakukan sesuatu. Banyak yang kena imbas gara-gara video itu,” timpal Surya.“Oh jadi ternyata kamu diam-diam sering teleponan sama pelakor itu, Mas? Kamu juga masih terus nyalahin aku sama Ibu padahal yang jelas salah sudah selingkuh itu kamu?” tukas Vita yang tanpa sengaja mendengar ucapan suaminya. Niatnya mencari Surya untuk membicarakan soal pemecatannya, tapi malah memergoki pria itu sedang berbicara di telepon dengan Ike.Surya sontak menoleh dan langsung mengakhiri panggilannya dengan Ik

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-27
  • Dikira Pengangguran Ternyata Hartawan   Ban 208

    “Bagaimana keadaan istri saya, Sus?” tanya Surya saat melihat perawat keluar dari bilik pemeriksaan Vita. Setelah jatuh, wanita yang sedang hamil itu mengalami pendarahan. Dia pun langsung dibawa ke rumah sakit oleh Surya dan kedua mertuanya.“Istri Bapak masih diobservasi oleh dokter. Nanti kalau sudah selesai pemeriksaannya, Bapak, akan dipanggil. Mohon ditunggu dan tolong dibantu dengan doa karena pendarahannya lumayan banyak,” jawab sang perawat.“Baik, Sus. Terima kasih.” Surya lantas melangkah keluar dari IGD dengan lesu. Ada sesal dan rasa bersalah di hatinya begitu mendengar jawaban dari perawat tadi. Dia lalu duduk di ruang tunggu yang memang disediakan untuk keluarga pasien. “Kamu sudah menghubungi Pak Baskoro atau Bu Lina?” tanya mama Surya pada putranya.“Belum, Ma,” jawab Surya.“Kenapa belum? Sebaiknya kamu segera hubungi salah satu dari mereka biar kita ga disalahkan kalau terjadi sesuatu sama Vita dan kandungannya,” saran sang mama.“Ya, Ma.” Surya kemudian mengambil

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-28
  • Dikira Pengangguran Ternyata Hartawan   Bab 209

    "Jangan bicara sembarangan, Vit. Kamu 'kan yang tadi minta tanganmu dilepaskan? Kamu mungkin yang malah mau menggugurkan kandungan. Pas aku lepasin tanganmu kok terus jatuh." Surya membela diri karena tak terima dituduh mencelakai Vita."Apa? Bisa-bisanya kamu malah balik menuduhku, Mas. Sejak tahu hamil, aku bersikeras mempertahankan anak ini. Jadi mana mungkin aku mau menggugurkannya," sergah Vita yang juga tak terima dituduh oleh suaminya.Surya mendengkus. "Makanya jangan suka asal tuduh! Kamu ga terima 'kan dituduh balik?""Soalnya aku ga seperti yang kamu tuduhkan, Mas," timpal Vita."Kamu pikir aku seberengsek itu sampai mau melenyapkan darah dagingku sendiri? Hilangkan pemikiran gilamu itu, Vit!" lontar Surya."Siapa tahu 'kan memang begitu biar kamu cepat bisa bersama pelakor itu!" sindir Vita.Surya mengacak rambutnya karena merasa frustrasi menghadapi Vita. Niatnya ingin memberi perhatian malah mendapat tuduhan yang menyakitkan. Saat dia akan kembali menanggapi istrinya, se

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-29
  • Dikira Pengangguran Ternyata Hartawan   Bab 210

    “Vita, kamu di mana?” teriak Surya saat mendapati sang istri tidak ada di atas brankar. Dia baru masuk ke ruang rawat inap setelah sekitar sepuluh menit menerima telepon di luar bangsal. Pria itu lantas menuju kamar mandi. “Vit, apa kamu di dalam?” tanya Surya sambil mengetuk pintu. Dia lalu merapatkan telinga ke pintu, tapi tak terdengar suara apa pun dari dalam. Surya kembali mengetuk pintu dan memanggil Vita. Lagi-lagi tak ada sahutan suara dari dalam kamar mandi.Surya kemudian coba membuka pintu, tapi tidak bisa. Kemungkinan dikunci dari dalam oleh istrinya. “Vit, buka pintunya! Kamu gapapa ‘kan?” Surya menggedor pintu kamar mandi.Surya akhirnya keluar dari kamar tersebut untuk mencari bantuan. Tak berapa lama dia kembali ke kamar bersama dua orang perawat. Surya bekerja sama dengan perawat pria mencoba mendobrak pintu kamar mandi. Setelah beberapa kali dobrakan, akhirnya pintu itu terbuka.“Vita!” teriak Surya saat melihat istrinya tergeletak di lantai kamar mandi dengan dara

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-30
  • Dikira Pengangguran Ternyata Hartawan   Bab 211

    "Mumpung semua kumpul di sini, aku mau ngomong sesuatu yang penting." Vita memecah keheningan di ruang rawat inapnya.Malam itu kedua keluarga berkumpul setelah kondisi Vita membaik usai menjalani prosedur kuretase. Ada Surya dan kedua orang tuanya, Baskoro, Lina, Isha, dan juga Satrio. Mereka semua sontak melayangkan pandangan pada Vita yang duduk menyandar di atas brankar."Kamu itu masih masa pemulihan, Vit, ga usah mikir yang macam-macam," tukas Lina yang duduk di samping brankar putri kandungnya itu.Vita menggeleng. "Cuma badanku yang lemah, Bu. Aku masih bisa mikir kok. Menurutku masalah ini lebih baik kalau diselesaikan lebih cepat biar aku juga lebih tenang menjalani masa pemulihan," ucapnya."Masalah apa sih, Vit? Benar apa yang dibilang Ibu, kamu ga usah mikir yang aneh-aneh. Mending pulihin badan dulu. Kalau udah sehat lagi, baru mikir yang lain," timpal Surya.Vita seketika menoleh lalu menatap tajam suaminya. "Masalah kita, Mas. Aku ingin secepatnya selesai," ucapnya den

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-31
  • Dikira Pengangguran Ternyata Hartawan   Bab 212

    Vita kembali ke rumah Baskoro setelah dokter mengizinkan dia pulang dari rumah sakit. Sejak Vita dirawat sampai pulang, Surya selalu memberi perhatian walau sering diabaikan oleh sang istri. Namun pria itu tak mau menyerah begitu saja untuk mengambil hati istri yang pernah disakitinya. Walaupun Surya sudah menunjukkan perubahannya, Vita tetap bersikeras untuk bercerai. Sejak awal Surya memang tidak mau berpisah dengan istrinya. Dia ingin mempertahankan pernikahan mereka. Surya menunjukkan kesungguhannya dengan meninggalkan Ike dan tidak pernah berhubungan lagi dengan teman kuliahnya itu. Dia juga janji akan bekerja di perusahaan yang direkomendasikan oleh Satrio demi masa depan mereka meskipun harus tinggal di luar Pulau Jawa. Orang tua dari kedua belah pihak sudah berusaha menasihati dan menengahi permasalahan antara Vita dan Surya. Namun Vita tetap pada pendiriannya. Dia ingin bercerai dari Surya. Vita sudah tidak bisa percaya lagi pada suaminya jadi percuma kalau tetap bersama t

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-02
  • Dikira Pengangguran Ternyata Hartawan   Bab 213

    “Mau ke mana, Bi?” tanya Vita saat melihat ART Isha akan menaiki tangga.“Saya mau manggil Ibu untuk makan siang, Mbak,” jawab Marni.“Bi Marni, lakukan pekerjaan lain saja. Biar aku yang panggil Mbak Isha.” Vita menawakan diri.“Tapi Bapak sudah pesan kalau saya sendiri yang harus manggil Ibu di kamar, Mbak.” Marni tak mau begitu saja menerima tawaran adik tiri Isha itu.Vita tampak mengernyit. “Kenapa memangnya?”“Soalnya Bapak minta saya membantu Ibu waktu turun tangga karena Bapak khawatir Ibu jatuh atau kepleset.” Marni mengungkapkan alasannya.“Kalau cuma bantu Mbak Isha turun tangga, aku juga bisa, Bi. Sudah sana Bi Marni siapin aja makannya, aku yang akan manggil Mbak Isha.” Vita meminta ART itu pergi.“Biar saya yang manggil Ibu, Mbak. Makanannya sudah siap semua kok di meja makan. Lebih baik Mbak Vita panggil bapak dan ibunya atau langsung ke ruang makan saja.” Marni tetap bersikeras memanggil Isha.“Kenapa sih ga mau dibantu, Bi? Takut saya ngapa-ngapain Mbak Isha?” tukas Vi

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-03

Bab terbaru

  • Dikira Pengangguran Ternyata Hartawan   Bab 220 (TAMAT)

    “Bu, kita kabur aja yuk! Aku ga tahan hidup di sini.” Vita mengeluh pada ibunya saat mereka berbaring sebelum tidur. Lina menatap lekat putrinya meskipun dalam cahaya remang-remang. “Ga usah aneh-aneh, Vit. Apa kamu lupa kemarin ada yang kabur terus ketangkap? Sekarang dia dimasukkan ke ruang isolasi. Kamu mau hidup di ruangan sempit, gelap, pengap, dan ga bisa keluar sama sekali?” “Lebih baik aku mati saja daripada dikurung di sana, Bu,” timpal Vita dengan bibir mengerucut. “Ya sudah, kalau gitu terima aja apa adanya!” tukas Lina. “Tapi aku capek banget kalau kaya gini tiap hari, Bu. Kulitku jadi cokelat, kukuku juga rusak semua. Sia-sia perawatan yang aku lakukan selama ini,” keluh Vita. “Vit, kita seperti ini sekarang karena siapa? Kamu ‘kan! Kalau kamu ga mendorong Isha dari tangga, Satrio ga akan semarah itu sama kita. Ya sudah, sekarang kamu terima aja konsekuensinya!” Lama-lama Lina merasa kesal pada Vita yang selalu dia banggakan. “Kita dibiarkan hidup sama Satrio sudah

  • Dikira Pengangguran Ternyata Hartawan   Bab 219

    Kondisi Abi setiap hari semakin membaik. Berat badannya terus naik karena rutin minum ASI sang ibu. Paru-parunya sudah berfungsi dengan baik, hingga tak perlu alat bantu pernapasan lagi. Jantungnya pun detaknya sudah normal. Pada hari ke-6, Abi pun keluar dari NICU, tapi belum diperbolehkan pulang oleh dokter. Dokter masih harus mengobservasi kondisi Abi setelah tidak berada di inkubator. Sebenarnya di hari ketiga paska-operasi, Isha sudah diperbolehkan pulang. Namun karena tak tega meninggalkan Abi sendiri di sana, dan repot kalau harus bolak-balik ke rumah sakit untuk memberikan ASI-nya, akhirnya Isha tetap tinggal di ruangan rawat inapnya. Satrio yang bolak-balik karena dia tetap harus pergi ke kantor untuk melakukan tanggung jawabnya sebagai presdir Digdaya Grup. Marni juga setiap hari ke rumah sakit, membawakan baju ganti untuk Isha, Satrio, dan Abi, lalu pulangnya membawa baju mereka yang kotor untuk dicuci di rumah. Selain baju, dia juga membawakan jamu pelancar ASI untuk Isha

  • Dikira Pengangguran Ternyata Hartawan   Bab 218

    “Sudah, tapi nanti saja aku kasih tahu kalau semua kumpul biar sekalian jelasin arti namanya.” Satrio menjawab rasa penasaran adiknya. Nila berdecak. “Terus selama Kak Bhumi belum ngasih tahu namanya, kita manggilnya apa dong? Masa Baby sih?” protes gadis yang masih kuliah semester akhir itu. “Kalau begitu panggil saja Abi. Itu nama panggilan yang diambil dari nama tengahnya,” sahut Satrio setelah berpikir beberapa saat. “Iya, deh. Suka-suka, Kak Bhumi, aja. Lagian sok misterius banget namanya sampai ga mau nyebutin.” Nila merasa gemas pada kakak sulungnya itu. “Bukannya sok misterius, tadi aku dah bilang ‘kan alasannya,” tukas Satrio. “Terus kapan rencanamu mau ngadain akikah buat Abi?” Kali ini Krisna yang bertanya. “Sunahnya tujuh hari ‘kan, Pa? Tapi aku belum tahu nanti pas itu Abi sudah bisa pulang atau belum. Menurut Papa sebaiknya gimana?” Satrio memandang papanya. “Tidak harus tujuh hari tidak apa-apa bisa setelah empat belas atau dua puluh satu hari. Tapi kalau kamu mau

  • Dikira Pengangguran Ternyata Hartawan   Bab 217

    Isha langsung diberi ucapan selamat oleh Baskoro, Bisman, Bayu, Marni, dan Kasno begitu dia dibawa ke kamar oleh petugas. Wanita yang baru menjadi ibu itu mengucapkan terima kasih atas perhatian dan doa-doanya mereka. Baru setelah itu Satrio mendekati sang istri yang duduk menyandar pada bagian atas brankar yang dinaikkan dan diatur posisinya sampai Isha merasa nyaman. “Makasih ya, Dek, sudah bertahan dan berjuang bersama anak kita. Terima kasih sudah melahirkan jagoan di keluarga kita,” lontar Satrio sambil menggenggam tangan sang istri tercinta. Dia duduk di kursi samping brankar, menghadap belahan jiwanya itu. Isha mengangguk. Wajahnya yang masih tampak pucat tersenyum. “Bang Satrio udah ketemu anak kita?” Dia berusaha tetap tegar dan tenang walaupun sang putra saat ini menjalani perawatan yang intensif. Pria yang kini mengenakan kemeja biru muda dengan lengan digulung sampai siku itu, menggeleng. “Belum, Dek. Katanya kalau mau ketemu harus ke NICU. Abang maunya ke sana sama Dek

  • Dikira Pengangguran Ternyata Hartawan   Bab 216

    Satrio sontak berdiri kala melihat dokter keluar dari ruang operasi. Dia gegas menghampiri dokter tersebut. “Bagaimana operasinya, Dok? Lancar ‘kan?” tanyanya tak sabar. Dokter itu tersenyum. “Alhamdulillah lancar. Kondisi Ibu sejauh ini stabil, tapi putra Bapak harus mendapatkan perawatan intensif karena lahir prematur dan berat badan lahirnya rendah,” jawabnya. Satrio menghela napas lega meskipun kondisi sang anak masih belum bagus. Setidaknya istri dan anaknya selamat. “Alhamdulillah. Berarti saya boleh menemui istri dan anak saya sekarang, Dok?” tanyanya lagi. Sang dokter menggeleng. “Untuk saat ini belum, Pak. Ibu masih di ruang pemulihan untuk diobservasi. Kalau putra Bapak nanti bisa ditemui di NICU, sekarang masih ditangani oleh dokter anak,” jelasnya. Bahu Satrio meluruh karena tidak bisa menemui istri dan anaknya. “Kalau begitu sebaiknya saya menunggu di mana, Dok? Di sini atau di kamarnya?” Dia kembali bertanya. “Di sini boleh. Di kamar juga boleh. Nanti kalau Ibu seles

  • Dikira Pengangguran Ternyata Hartawan   Bab 215

    “Vit, ada tamu tuh. Sana buka pintunya!” titah Lina yang sedang tiduran di sofa depan televisi pada putrinya setelah mendengar bel rumah berbunyi.“Siapa sih? Ganggu aja orang lagi santai!” Meskipun menggerutu, Vita tetap melangkah menuju pintu depan. Keningnya mengerut kala melihat beberapa sosok pria berbadan tinggi, kekar, dan mengenakan pakaian serba hitam. Sejujurnya dia takut melihat para pria di hadapannya yang tampangnya tampak menyeramkan dan sama sekali tak ramah.“Kalau kalian mencari Bang Satrio dan Mbak Isha, mereka tidak ada di rumah!” Vita bicara dengan ketus untuk menutupi ketakutannya.“Siapa, Vit?” Lina menyusul ke depan karena penasaran dengan tamu yang datang.“Ga tahu, Bu!” Vita menggeleng.Lina terkesiap melihat orang-orang yang bertamu. Dia langsung menelan ludah dan mendekat pada putrinya. “Mereka bukan debt collector yang mau nagih utang Satrio atau Isha ‘kan?” bisiknya.“Mana kutahu, Bu. Sejak tadi mereka cuma diam. Ga ngomong apa-apa,” balas Vita juga dengan

  • Dikira Pengangguran Ternyata Hartawan   Bab 214

    Bayu mendekat pada Satrio yang sedang makan siang dengan para pejabat daerah dan pengusaha lokal—yang datang di acara pembukaan anak perusahaan Digdaya Grup. "Pak, saya baru dapat kabar kalau Bu Isha jatuh dari tangga dan sekarang sedang dalam perjalanan ke rumah sakit," bisiknya usai mendapat pesan dari Marni. Satrio sontak menghentikan makan lalu mengelap mulut dengan sapu tangan. "Segera siapkan helikopter. Kita pulang ke Jakarta sekarang!" perintahnya juga dengan berbisik. "Baik, Pak." Bayu menjauh lalu melakukan koordinasi dengan yang lain untuk mengatur kepulangan sang atasan. Di setiap kantor anak perusahaan Digdaya Grup memang ada helipad untuk memudahkan transportasi para petinggi perusahaan bila ada kepentingan yang mendesak. Meskipun mengkhawatirkan keselamatan istri dan calon anaknya, Satrio tetap berusaha bersikap tenang di hadapan yang lain. Dia minta maaf pada para pejabat dan pengusaha yang semeja dengannya karena tidak bisa menemani makan siang sampai selesai. Tak l

  • Dikira Pengangguran Ternyata Hartawan   Bab 213

    “Mau ke mana, Bi?” tanya Vita saat melihat ART Isha akan menaiki tangga.“Saya mau manggil Ibu untuk makan siang, Mbak,” jawab Marni.“Bi Marni, lakukan pekerjaan lain saja. Biar aku yang panggil Mbak Isha.” Vita menawakan diri.“Tapi Bapak sudah pesan kalau saya sendiri yang harus manggil Ibu di kamar, Mbak.” Marni tak mau begitu saja menerima tawaran adik tiri Isha itu.Vita tampak mengernyit. “Kenapa memangnya?”“Soalnya Bapak minta saya membantu Ibu waktu turun tangga karena Bapak khawatir Ibu jatuh atau kepleset.” Marni mengungkapkan alasannya.“Kalau cuma bantu Mbak Isha turun tangga, aku juga bisa, Bi. Sudah sana Bi Marni siapin aja makannya, aku yang akan manggil Mbak Isha.” Vita meminta ART itu pergi.“Biar saya yang manggil Ibu, Mbak. Makanannya sudah siap semua kok di meja makan. Lebih baik Mbak Vita panggil bapak dan ibunya atau langsung ke ruang makan saja.” Marni tetap bersikeras memanggil Isha.“Kenapa sih ga mau dibantu, Bi? Takut saya ngapa-ngapain Mbak Isha?” tukas Vi

  • Dikira Pengangguran Ternyata Hartawan   Bab 212

    Vita kembali ke rumah Baskoro setelah dokter mengizinkan dia pulang dari rumah sakit. Sejak Vita dirawat sampai pulang, Surya selalu memberi perhatian walau sering diabaikan oleh sang istri. Namun pria itu tak mau menyerah begitu saja untuk mengambil hati istri yang pernah disakitinya. Walaupun Surya sudah menunjukkan perubahannya, Vita tetap bersikeras untuk bercerai. Sejak awal Surya memang tidak mau berpisah dengan istrinya. Dia ingin mempertahankan pernikahan mereka. Surya menunjukkan kesungguhannya dengan meninggalkan Ike dan tidak pernah berhubungan lagi dengan teman kuliahnya itu. Dia juga janji akan bekerja di perusahaan yang direkomendasikan oleh Satrio demi masa depan mereka meskipun harus tinggal di luar Pulau Jawa. Orang tua dari kedua belah pihak sudah berusaha menasihati dan menengahi permasalahan antara Vita dan Surya. Namun Vita tetap pada pendiriannya. Dia ingin bercerai dari Surya. Vita sudah tidak bisa percaya lagi pada suaminya jadi percuma kalau tetap bersama t

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status