“Kenapa kamu mengundang lelaki ini kemari? Apa kamu tidak bisa meminta tolong padaku saja? Berapa kali aku bertanya padamu tentang apa yang kamu inginkan? Kenapa kamu malah melibatkan orang lain?” tanya Kenzo yang sebenarnya sudah berusaha menekan emosinya, namun sepertinya tidak berhasil. Qiyana mengangkat bahunya. Wanita itu tidak terlalu terkejut dengan respon suaminya. Sebenarnya ia juga tidak mau menambah masalah, tetapi dirinya sudah terlanjur meminta tolong pada Gino. Tepatnya kemarin, setelah Amanda pergi. Qiyana menginginkan sesuatu yang tidak dapat ditunda. Bahkan, ia sudah cukup bersabar dengan menunggu sampai hari berganti. Karena mengira ada kemungkinan Kenzo akan meninggalkannya karena Amanda lagi, ia pun memilih meminta tolong pada Gino. Sebelum pergi ke taman tadi, Qiyana juga sudah sempat membatalkan permintaannya. Tetapi, lelaki itu sudah terlanjur membeli pesanannya dan sedang dalam perjalanan ke rumah sakit. Biarkan saja sekalipun Kenzo akan marah, lagipula lelak
Qiyana benar-benar lupa dengan keberadaan berkas yang tadinya ingin ia baca setelah berada di rumah waktu itu. Dan Kenzo tidak boleh melihat isinya. Otaknya berpikir cepat bagaimana caranya agar fokus lelaki itu teralih. Sebuah ide gila pun terlintas di kepalanya. “Aaarggh!” erang Qiyana berpura-pura kesakitan sembari menyentuh kepalanya yang sebenarnya baik-baik saja. Kenzo yang terkejut dan panik langsung menghampiri Qiyana yang masih mengerang kesakitan dan melupakan kertas yang berada di lantai. “Di mana yang sakit? Tunggu sebentar, aku akan memanggilkan dok—” “Eh, tidak usah! Kepalaku sudah membaik, kamu di sini saja, jangan pergi ke mana-mana,” cegah Qiyana seraya menggenggam tangan Kenzo erat-erat. “Tolong suapi aku ya? Aku masih lapar, sepertinya aku memang berubah menjadi rakus sekarang.” Sebenarnya Qiyana tak tega menipu Kenzo yang tampaknya benar-benar mengkhawatirkan dirinya. Padahal apa yang dirinya lakukan hanya akting belaka. Tetapi, mau bagaimana lagi, dirinya saja
“Pasangan suami-istri baru? Apa maksudmu, Fel? Memangnya mereka sudah menikah? Kamu jangan mengada-ada,” sahut Jovan sembari menatap Qiyana yang menggandeng lengan Kenzo, seolah-olah sedang mencari jawaban. Dibanding menanggapi, Qiyana lebih fokus memastikan tidak ada orang yang mungkin mendengar kata-kata Feli barusan. Area di sekitar mereka memang sepi, tetapi belum tentu tidak ada orang yang mendengar. Bisa-bisanya ia malah bertemu dengan kakak tirinya yang tidak tahu diri. Tak sengaja Qiyana melirik bayi mungil yang berada dalam rengkuhan Feli. Kemudian menatap sekilas perut kakak tirinya yang sudah kembali datar. Ternyata kakak tirinya itu telah melahirkan dan dari semua rumah sakit yang berada di kota ini, entah kenapa mereka malah berada di tempat yang sama. Anak kakak tirinya dan Jovan memang tidak berdosa, tetapi entah kenapa melihat bayi itu membuat Qiyana muak. Ia tidak membenci bayi mungil itu, namun kenangan buruk tentang pengkhianatan orang tua sang bayi tanpa tahu
Tak terhitung seberapa banyak pertanyaan yang muncul di kepala Qiyana sejak mobil suaminya berbelok tempat ini. Akan tetapi, wanita itu masih memilih menyimpan seluruh pertanyaannya seorang diri. Ia pun pasrah saja ketika Kenzo menggandeng tangannya memasuki bangunan bertingkat di hadapan mereka. Jika Kenzo mengajaknya ke tempat makan atau tempat lain yang lebih masuk akal, pasti Qiyana tidak akan kebingungan seperti ini. Entah kejutan seperti apa lagi yang akan suaminya perlihatkan padanya setelah ini. Qiyana menatap orang-orang di sekitarnya dengan sorot dan senyum miris. Rasa kasihannya langsung mencuat tanpa bisa dicegah. Semua orang yang terlihat sedang melakukan kegiatan aneh itu pasti harus menjalani kehidupan yang berat sebelumnya sampai mereka berakhir seperti ini. “Kamu tidak keberatan, ‘kan kita mampir sebentar ke tempat ini? Aku hanya ingin menunjukkan sesuatu padamu, setelah itu kita langsung pulang,” tanya Kenzo seraya merangkul Qiyana agar lebih dekat dengannya. “Ten
“Atma Jayadi bersama sang istri mengalami kecelakaan tunggal semalam yang menyebabkan kondisi keduanya krisis di rumah sakit. Belum diketahui bagaimana kronologi kejadian yang menyebabkan pasangan itu mengalami kecelakaan. Dugaan sementara pihak kepolisian, Atma Jayadi mengantuk saat mengendarai mobil tersebut.” Pemberitaan tersebut langsung muncul tepat ketika Qiyana menyalakan televisi di hadapannya. Wanita itu spontan menyimpan kembali sendok yang semula ingin ia gunakan di atas piringnya. Sorot matanya masih fokus menatap ke arah televisi itu dengan tatapan ngeri saat melihat mobil milik Atma Jayadi yang ringsek parah. Atma Jayadi. Sosok itu adalah seseorang yang mempunyai masalah dengan keluarga Amanda. Foto yang terpampang di depan layar kacanya semakin menunjukkan jika orang itu memang orang yang sama dengan seseorang yang Kenzo tunjukkan fotonya semalam. Meskipun polisi menduga jika Atma Jayadi mengendarai mobil dalam keadaan mengantuk, Qiyana malah berpikir lain. Tiba-tiba
PYAR! Qiyana terlonjak hebat mendengar suara pecahan kaca tepat di sampingnya. Di saat yang bersamaan ia melihat sebuah benda melayang dari luar dan menghancurkan jendela kamar itu. Ia spontan melangkah mundur dan menjauh dari jendela sembari menatap ke arah benda yang baru saja mendarat di lantai. Qiyana nyaris terjengkang karena tak menyadari jika pintu toilet yang berada tepat di belakangnya terbuka. Untung saja dengan sigap Kenzo langsung menahan tubuh istrinya yang nyaris tergelincir dan terkena pecahan kaca yang berserakan di mana-mana. Kenzo langsung menggendong Qiyana memasuki toilet, namun tetap membuka lebar-lebar pintunya untuk melihat apa yang terjadi. Jendela kamarnya pecah dengan pecahan kaca yang menyebar di seluruh penjuru ruangan. Membuktikan jika sesuatu yang dilemparkan ke sana menang sangat kuat. “Kamu diam di sini dulu sampai aku memastikan kalau kondisi di luar aman,” tutur Kenzo sebelum melangkah keluar dari toilet dengan tatapan waspada yang menyorot ke jend
“Kenapa aku sampai harus pindah dari rumah ini?” tanya Qiyana spontan. “Memangnya apa yang terjadi sebenarnya? Apa kamu sudah menemukan pelaku yang melempar batu dengan tulisan seperti itu ke kamar kita?”Kecemasan yang Qiyana rasakan semakin menjadi-jadi karena kata-kata suaminya. Wanita itu tahu saat ini situasinya dengan sangat genting. Tetapi, seharusnya dirinya tidak perlu sampai pindah dari rumah ini. Qiyana mengurai rengkuhannya dengan Kenzo dan menatap lelaki itu dengan sorot penuh tanya. Namun, suaminya hanya diam saja, seolah-olah sedang bergelut dengan pikirannya sendiri. Dan itu membuat Qiyana yakin jika ada sesuatu yang sangat buruk yang sedang terjadi. Kenzo menggeleng samar. “Aku belum menemukan pelakunya. Saat melihat dari kamera pengawas, orang itu sudah pergi entah ke mana. Beberapa anak buahku sudah berpencar dan mencarinya. Aku tidak ingin menuduh siapa pun karena buktinya belum jelas. Tapi, dari ancaman di kertas yang membungkus batu tadi, sepertinya aku tahu
“Siapa pun kamu, tolong jangan sakiti aku. Aku tidak membawa apa pun ke tempat ini, apalagi harta.” Qiyana yang sudah ketakutan hanya bisa memejamkan matanya sembari mencengkeram gagang pintu yang sedari tadi tak mau terbuka. Meskipun Qiyana tak berani melihat ke sumber suara, ia tahu ada orang yang masuk ke kamarnya. Apalagi terdengar juga derap langkah di belakangnya yang membuat wanita itu berusaha lebih keras agar bisa segera keluar. Qiyana spontan memekik ketika ada tangan yang menyentuh bahunya. Nyaris saja kepalan tangannya memukuli orang itu dengan mata terpejam. Namun, suara familiar yang terdengar membuat ketakutannya menghilang seketika. “Tenanglah, Sayang. Ini aku, tidak akan ada yang menyakitimu. Maaf membuatmu takut karena datang malam-malam begini,” bisik Kenzo dengan suara selembut beludru. Tanpa basa-basi, Qiyana langsung merengkuh erat tubuh suaminya. Seharian ini dirinya cemas luar biasa dan kedatangan lelaki itu benar-benar menghapus semuanya. Resah dan gelisahn