“Dia salah satu anak buah pamanku yang ditugaskan mengawasi kita,” ucap Kenzo sembari membuka jaket yang membalut tubuhnya dan meletakkan benda tersebut di atas sofa di samping Qiyana. “Aku tidak menyangka pria tua itu benar-benar terobsesi menemukan tempat kita berada.” Qiyana yang sedang menyesap susu khusus ibu hamilnya nyaris tersedak mendengar perkataan suaminya. Wanita itu langsung menyimpan gelas susunya yang hanya berkurang sedikit fan mengalihkan atensi pada Kenzo yang baru saja datang. Sekitar 1 jam yang lalu, Kenzo berpamitan pergi pada Qiyana untuk menemui anak buahnya yang berhasil menemukan seseorang yang membuntuti mereka. Ternyata orang yang waktu itu Qiyana lihat saat baru pulang dari pasar benar-benar anak buah ayah Amanda. Setelah membuntuti Qiyana dan Kenzo saat berada di pasar tradisional tempo hari, orang itu juga terlihat beberapa kali mengawasi rumah ini dari jarak yang cukup jauh. Setelah dua hari dalam masa pengejaran, akhirnya orang itu berhasil tertangkap
Gerakan tangan Qiyana yang masih mengusap rambut Kenzo sontak terhenti. Selama beberapa saat wanita itu hanya bergeming dengan ekspresi kaku. Wajahnya berubah memucat dengan tatapan terbelalak yang tak bisa tertutupi. Tubuhnya pun spontan bergerak menjauh tanpa wanita itu sadari. Qiyana mengerjapkan matanya berulang kali. Selalu disugguhkan dengan sikap manis lelaki itu membuatnya lupa jika tabiat asli suaminya memang begitu. Tetapi tetap saja, sebanyak apa pun ia mengetahui bagaimana sikap Kenzo, tetap saja dirinya tidak bisa menganggap semuanya biasa saja. Qiyana tidak berani mengartikan kata ‘melenyapkan' yang sebenarnya. Sudah pasti lelaki itu tidak hanya menyatakan omong kosong belaka. Orang suruhan yang mengikuti mereka memang bersalah, tetapi di baliknya ada orang yang jauh lebih berwenang dan menjadi dalang dari segalanya. “Kenapa wajahmu langsung berubah seperti itu? Kamu sendiri yang bertanya dan aku hanya menjawab. Apa yang kamu takutkan?” Kenzo mengeratkan rengkuhannya,
Qiyana yang baru saja keluar kamar malah berbelok ke halaman belakang rumah karena melihat cahaya aneh dari sana. Sembari mengikat rambutnya yang berantakan setelah bangun tidur, wanita itu mempercepat langkah ke tempat yang penuh dengan cahaya warna-warni itu. Halaman belakang rumah ini biasanya hanya dihiasi oleh satu lampu sangat terang yang menyinari ke segala penjuru sekaligus. Anehnya, sekarang malah terlihat cahaya kelap-kelip dari sana. Ditambah dengan bunyi-bunyi aneh yang juga berasal dari tempat yang sama. Pemandangan pertama yang menyapa indra penglihatan Qiyana setelah melewati lampu kelap-kelip itu adalah berbagai peralatan memasak yang berpindah kemari. Tak hanya itu saja, suaminya pun terlihat sedang meletakkan beberapa daging berlumur bumbu di atas pembakaran dengan posisi membelakanginya. “Apa yang kamu lakukan di sini?” tanya Qiyana spontan. Kenzo yang tampaknya tidak menyadari kedatangan Qiyana nyaris menabrak meja dibawah alat pembakaran karena terkejut. Untung
Qiyana sudah tahu kalau Kenzo semakin memiliki banyak saham di perusahaan milik mendiang ayahnya dari laporan terbaru yang Widya berikan. Artinya, sebentar lagi lelaki itu pasti bisa menguasai segalanya dan mengambil alih perusahan tersebut. Mengambil alih perusahaan dari Kenzo pasti jauh lebih sulit dibanding merebutnya dari kakak tiri dan mantan tunangannya. Apalagi lelaki yang berstatus sebagai suaminya itu seringkali bertindak di luar dugaan dan kejam jika menginginkan sesuatu. Jangankan untuk persoalan yang sangat besar itu, orang yang dianggap mengganggu saja langsung dibasmi. “Apa aku salah jika bertanya seperti ini? Kenyataannya kamu memang melakukan itu, ‘kan? Kalau kamu memang ingin memberikan semuanya untukku, harusnya kamu tidak menjalankan rencana tanpa melibatkan aku. Bahkan, kamu tidak pernah membahasnya.” Qiyana kembali bersuara dengan sebelah sudut bibir terangkat. “Kamu sedang hamil, aku tidak mau semakin menambah beban pikiranmu,” jawab Kenzo setelah terdiam cukup
“Sepertinya kamu tidak ingin aku tidur lebih lama lagi,” erang Qiyana sembari menggeliat pelan. “Padahal, beberapa jam lalu kamu menolakku. Aku mendadak lupa siapa yang begitu keras mengatakan kita harus menundanya.” Qiyana masih enggan membuka mata apalagi beranjak dari posisi berbaringnya. Ia terlalu nyaman dengan posisinya saat ini. Membiarkan Kenzo yang memberikan kecupan-kecupan seringan bulu di tulang selangka juga leher belakangnya. Semalam Qiyana dan Kenzo benar-benar melakukannya lagi. Tentu saja dengan penuh kehati-hatian supaya tidak menimbulkan masalah baru nantinya. Apalagi saat ini mereka sedang berada di tempat terpencil. Tak mudah menempuh akses keluar dari tempat ini jika terjadi sesuatu tidak diinginkan. Tawa serak lolos dari bibir Kenzo yang sudah kembali membaringkan kepalanya di atas bantal. Sebelah tangannya yang merengkuh perut Qiyana masih tak berhenti mengelus perut wanita itu. Seolah-olah sedang memberikan ucapan selamat pagi pada calon anaknya. “Aku tidak
Gerakan tangan Qiyana yang sedang merapikan berkas di hadapannya terhenti sejenak. Wanita itu mengangkat kepala dengan sebelah alis terangkat. “Kamu memberiku syarat untuk mendapatkan sesuatu yang seharusnya memang menjadi milikku?” Qiyana tak menyangka akan mendapatkan jawaban tidak terduga dari Kenzo. Padahal niatnya memang hanya ingin menyindir lelaki itu atas kerja sama bodong yang pernah dia tawarkan dan ujung-ujungnya malah suaminya sendiri yang ingin menguasai perusahaan ayahnya. Tetapi, tampaknya Kenzo tidak tersinggung sama sekali. Kenzo membalas tatapan Qiyana dengan seringai lebar tanpa memedulikan sang istri yang menatapnya penuh peringatan. Lelaki itu membungkukkan tubuhnya, kemudian mencuri sebuah kecupan dari sudut bibir istrinya. “Kamu yang lebih dulu bertanya dan aku hanya memberi jawaban saja. Lagipula syaratnya sangat sederhana, aku yakin kamu mampu memenuhinya,” sahut Kenzo yang sudah kembali menyandarkan punggungnya di sandaran kursi. “Memangnya syarat seperti
Qiyana menatap satu per satu kertas foto depan matanya dengan mulut menganga. Sungguh, dari semua gadis yang berada di muka bumi ini, ia tak menyangka Kenzo malah menyimpan foto-foto masa remajanya. Bukan hanya satu, tetapi cukup banyak. Qiyana mengeluarkan semua foto yang ada di dalam amplop di tangannya. Dan benar saja semuanya memang berisi foto-fotonya. Di mulai dari yang mengenakan seragam sekolah hingga ketika dirinya sedang berada di tempat tertentu. Dan semuanya berasal dari akun media sosialnya. Dalam hitungan detik, manik mata Qiyana berubah berkilat dengan ekspresi sinis. Segala asumsi buruk langsung menyerang pikirannya. Jelas-jelas mereka belum saling mengenal saat itu dan seharusnya lelaki itu tidak boleh sembarangan menyimpan fotonya. Apalagi tanpa izin dan secara sembunyi-sembunyi. “Jawab pertanyaanku, jangan diam saja. Untuk apa kamu mengoleksi foto-fotoku dan sejak kapan kamu memilikinya? Apa kamu sengaja mengambil semuanya dari akun media sosialku?” cerca Qiyana s
Qiyana spontan menjatuhkan sebuah teflon yang baru saja ia gunakan untuk memukul seseorang yang tiba-tiba memeluknya. Bunyi nyaring teflon yang jatuh ke lantai terdengar bersamaan dengan pekikan lolos dari bibirnya. Wanita itu terbelalak melihat suaminya yang mengerang kesakitan sembari memegang kepala. Qiyana tidak tahu kalau Kenzo yang kembali ke rumah ini. Ia mengira ada orang jahat yang tiba-tiba masuk dan ingin bersikap kurang ajar padanya. “Maafkan aku. Aku benar-benar tidak sengaja. Aku sangat terkejut dan panik. Apa boleh aku lihat kepalamu? Kemarilah, aku akan mengobati lukamu,” ucap Qiyana khawatir. Buru-buru ia mematikan kompor sebelum terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Qiyana menggandeng suaminya keluar dari dapur, kemudian berlari ke kamar untuk mengambil kotak obat yang kebetulan dirinya miliki. Sembari terus menggumamkan permintaan maaf, wanita itu mengobati luka memar yang muncul di pelipis Kenzo. Kening Kenzo memerah karena luka tersebut. Qiyana menatap benjola