Milla kembali lebih awal ke Grand Amary. Setelah berganti pakaian, dia langsung menuju dapur.Kemudian, dia menarik kepala pelayan dan bertanya, "Kak Yuli, Om Chris suka makan apa?""Tuan Chris sepertinya nggak punya makanan favorit. Aku sudah memperhatikan dengan saksama. Nggak peduli hidangan apa yang kubuat, beliau selalu mencicipi beberapa suap tanpa mengatakan suka ataupun pilih-pilih."'Apa pria ini menganggap dirinya kaisar? Takut orang lain mengetahui seleranya dan meracuninya?' Milla mengkritik dalam hati, lalu bertanya lagi, "Jadi ... nggak ada petunjuk sedikit pun?""Kalau harus dibilang, Tuan Chris suka minum sup. Ramuan obat yang dibuat sesuai instruksi Dokter Luis selalu diminum 2 mangkuk." Yuli menganalisis."Oke, hari ini serahkan saja dapur kepadaku. Kalian bisa mengurus hal lain." Milla mengosongkan dapur. Dengan percaya diri, dia mengambil tablet dan mencari berbagai resep makanan dan mulai belajar dengan penuh semangat.Namun, memasak ternyata lebih sulit dari yang
Makan? Dia sudah kenyang karena marah!Chris memutar kursi rodanya dan pergi, malas menanggapi pertanyaan Milla.Milla berdiri dan mengejarnya, bertanya tanpa tahu apa-apa, "Lalu ... gimana dengan kontrak Yoan?"Chris menoleh, tatapan dinginnya mengarah pada wanita di belakangnya. "Mulai sekarang, nggak perlu repot-repot masak sendiri. Keluarga Mahendra nggak sanggup mempekerjakanmu."Milla berdiri terpaku, mengingat kembali tatapan dalam dan nada dingin Chris barusan. Dia baru menyadari bahwa pemahamannya tentang pria itu masih terlalu dangkal ....Chris masuk ke lift dan menuju ruang kerja. Amarahnya mulai mereda. Dia mengambil ponsel dan menelepon Wilson. "Kenapa kontrak ambasador Yoan belum disetujui? Apa yang membuat manajernya nggak puas?""Sebetulnya nggak ada masalah besar," sahut Wilson dengan hati-hati."Lalu, kenapa belum disetujui?" Mengingat bagaimana Milla diserang oleh sekelompok orang di ruang rapat siang tadi, entah kenapa Chris merasa tidak tega."Mungkin mereka hanya
"Tiba-tiba pulang ke rumah orang tua?" Suara dingin Chris terdengar dari belakang Milla. "Kalau orang nggak tahu, mereka pasti mengira aku menindasmu."Bukankah memang begitu? Milla menggigit bibirnya. Di depan beberapa pelayan, dia tidak ingin berdebat dan hanya berkata, "Jangan berlebihan. Besok ulang tahun ibuku, aku pulang untuk menemaninya." Setelah itu, dia mengambil tasnya dan pergi.Chris terdiam sesaat, lalu naik ke lantai atas. Begitu masuk ke kamar, dia melihat tiara yang diberikan kepada Milla masih terbungkus rapi di sudut meja.Bukankah Milla sendiri yang mengatakan bahwa tiara ini adalah sesuatu yang selalu ingin diberikan ayahnya kepada ibunya sebelum meninggal? Kenapa dia tidak menghargai pemberiannya?Tatapan Chris tiba-tiba mendingin. Sudut bibirnya terangkat membentuk senyuman mengejek.....Meskipun bisa menghindari orang, masalah tetap tidak bisa dihindari. Milla tetap harus berusaha mendapatkan kontrak dengan Yoan.Begitu sampai di kantor, dia langsung mengunci d
Sore itu, saat Milla hampir menggila karena tidak ada lagi yang bisa diperbaiki dalam proposalnya, tiba-tiba dia menerima kabar mengejutkan dari Grup Mahendra bahwa kontrak ambasador Yoan telah disetujui.Bukan hanya itu, tim Yoan kebetulan sedang melakukan pemotretan sampul majalah di studio dekat Grup Jauhari. Milla diminta membawa tim periklanan untuk menyusun konsep syuting iklan pertama.Mendengar kabar ini, Milla langsung bersemangat. Tanpa banyak bicara, dia segera membawa dua rekan dari tim periklanan dan berangkat ke studio.Di dalam studio, di bawah cahaya lampu sorot, Yoan seperti magnet berjalan. Semua wanita dalam radius beberapa kilometer selalu terpikat padanya. Setiap kali dia berpose, terdengar sorakan dari kerumunan."Penampilannya memang nggak perlu diragukan lagi. Yang paling penting, tatapannya secara alami membawa daya tarik seksual. Ini benar-benar bakat istimewa," puji fotografer pada Elvi.Elvi terlihat sangat bangga dan tersenyum puas. Namun, saat melihat Mill
Keesokan harinya adalah ulang tahun Nayla. Nayla mengatakan bahwa dia tidak ingin merayakan secara besar-besaran, hanya ingin mengobrol santai di rumah bersama putrinya.Makanya, Milla sengaja mengambil setengah hari cuti dan menyiapkan makan malam ulang tahun untuk ibunya bersama Kiky.Saat malam tiba dan Nayla pulang kerja, Milla berkata dengan perasaan agak bersalah, "Sebenarnya aku ingin menyiapkan hadiah kejutan untukmu, tapi ... ada sedikit masalah. Jadi, aku hanya bisa masak makanan favoritmu sebagai gantinya.""Yang penting kamu bisa menemaniku merayakan ulang tahun, aku sudah sangat senang." Nayla menggenggam tangan putrinya. Selama 2 tahun terakhir, mereka masing-masing sibuk dengan urusan sendiri. "Tahun lalu, Ibu nggak bisa pulang untuk menemanimu.""Mulai sekarang, aku akan membantumu di perusahaan. Jadi, kamu nggak akan terlalu sibuk lagi," ujar Milla sambil tersenyum.Keduanya akhirnya membahas urusan bisnis perusahaan. Jauhari Medis sedang mencari kerja sama dengan rant
Wilson?Nayla mengangguk, memberi isyarat agar tamu itu dipersilakan masuk. Sementara itu, Donny masih mencemooh dari samping, "Dia bisa berteman dengan siapa? Paling-paling hanya kumpulan teman rendahan yang nggak jelas!"Sebelum selesai mengeluh, dari sudut matanya, Donny melihat pria yang masuk ke ruangan. Dalam sekejap, postur tubuhnya sedikit membungkuk. "Pak ... Pak Wilson, kenapa kamu datang ke sini?"Di Kota Huari, banyak orang mungkin belum pernah melihat Chris secara langsung, tetapi mereka pasti mengenal Wilson.Wilson adalah asisten nomor satu Grup Mahendra, bertanggung jawab atas banyak keputusan strategis. Sosok setingkat ini bukanlah seseorang yang bisa didekati dengan mudah oleh Donny."Bu Nayla, ini hadiah untukmu." Wilson melangkah masuk dengan tenang, mengangguk sopan kepada Milla sebelum menyerahkan sebuah kotak beludru hitam kepada Nayla dengan penuh hormat."Terima kasih." Nayla tidak menyangka bahwa teman putrinya ternyata adalah Wilson. Dengan tersenyum, dia men
Pelayan mengingatkan Grace agar tidak membuat keributan di acara Keluarga Ruhian. Namun, Grace tidak mau mendengar. "Tenang saja! Aku hanya perlu menyenangkan Agnez. Tapi, Milla cuma seekor semut kecil! Masa aku nggak punya hak untuk menginjak seekor semut?"Pelayan itu hanya bisa menghela napas. Mungkin akan lebih baik jika Grace melampiaskan amarah kepada Milla sekarang, daripada dia mencari masalah yang lebih besar nanti.Namun, begitu Grace melewati taman, dia justru kehilangan jejak Milla. Taman Keluarga Ruhian ini terlalu besar!....Di balkon lantai tiga, Agnez berdiri anggun dengan mengenakan gaun rancangan khusus sambil menggandeng lengan Yoshi."Ayah harap setelah kejadian ini, putri kesayanganku bisa menjalani sisa hidupnya dengan damai dan bahagia." Yoshi menatap putri bungsunya dengan penuh kasih sayang.Sepanjang hidupnya, Yoshi membangun bisnis Keluarga Ruhian hingga mencapai puncaknya. Namun, jika ada satu hal yang masih membuatnya merasa bersalah, itu adalah anak-anakn
Yoshi memiliki empat anak. Tiga yang pertama adalah anak laki-laki, sedangkan Agnez adalah yang paling kecil sehingga dia sangat dimanjakan."Kamu memang cerdas, langsung bisa menebak identitasku." Pemuda berbaju putih mendekat dan memperkenalkan diri, "Namaku Rafael.""Salam kenal, Pak Rafael," sapa Milla dengan sopan.Rafael tidak bisa menahan diri untuk menatap mata indah Milla. Tanpa disadarinya, wajahnya pun memerah.Tadi, dia berada di lantai atas dan awalnya tidak berniat turun untuk bertemu para tamu. Namun, tiba-tiba matanya tertuju pada wanita yang duduk di gazebo. Riasannya tipis, penampilannya sederhana, tetapi sangat sempurna bagaikan seorang dewi di tengah taman!Rafael menenangkan diri dan mengingat tujuannya. Dia bertanya, "Apa aku boleh tahu namamu?""Namanya Milla!" Tiba-tiba, suara wanita yang tidak bersahabat terdengar dari belakang. "Pak Rafael, buka matamu lebar-lebar. Hari ini ada tamu yang datang untuk merayakan, tapi ada juga yang punya maksud terselubung. Jang
"Kamu sedang menyindir aku dan Pak Khavin adalah pelakunya?" Kali ini, Kepala Keluarga Sudarso, Hilman, menyipitkan mata dan berdiri sambil menatap tajam ke arah Milla."Aku nggak bicara begitu." Milla sudah menduga akan ada reaksi seperti ini. Dia menanggapinya dengan tenang, "Kebenaran dari kejadian ini tetap harus menunggu pemeriksaan lebih lanjut dari polisi dan tim forensik. Ini juga menyangkut perbedaan durasi setrum dan pelacakan asal senjata. Aku cuma menganalisis salah satu kemungkinan saja.""Tapi, jelas-jelas kamu membela Keluarga Yunanda dan Keluarga Dolken, sementara Keluarga Sudarso dan Keluarga Domani malah diseret ke dalam masalah ini!"Hilman tetap tidak terima dan terus menyudutkan Milla. "Kalau nggak, kenapa hanya kamu saja yang sibuk bicara di sini, sementara orang lain diam saja? Kamu murid Graham. Hari ini kamu juga mewakili Keluarga Yunanda memenangkan dua ronde pertandingan!""Pasti kamu punya kepentingan pribadi! Jangan-jangan kamu ini kaki tangan dari pelaku u
Di atas panggung, Graham terbaring di tandu darurat yang baru saja dibawa masuk. Dia perlahan mulai memulihkan kembali kontrol atas otot-ototnya. Milla dan asistennya setia berjaga di sisinya.Milla merasa seluruh bulu kuduknya meremang. Dia tahu bahwa membawa senjata di negara ini memang legal, tetapi dia tidak menyangka akan menyaksikan langsung kasus yang menyebabkan kematian. Lebih mengerikan lagi, pelakunya sempat berdiri sangat dekat dengan dirinya dan Graham!Mata bening Milla sedikit terangkat, menelusuri seisi panggung dengan tajam.Alfie duduk tegak di kursi rodanya, sama sekali tidak bergerak sejak awal. Maalih sudah meninggal dan tubuhnya telah dibawa turun oleh pelayan keluarganya.Dua keluarga lain di atas panggung adalah Keluarga Sudarso yang bergerak di bidang baja dan Keluarga Domani yang berawal dari bisnis farmasi. Kedua kepala keluarga itu kini berdiri dengan ekspresi bingung, merasa tertekan di bawah tatapan tajam kepala pelayan Maalih."Kami sudah melapor ke polis
Milla buru-buru menyembunyikan rasa cemasnya dan menenangkan Graham, "Guru, jangan khawatir. Kali ini benar-benar cuma mati lampu biasa."Sekitar satu menit kemudian, lampu di aula jamuan kembali menyala.Manajer aula menjelaskan dengan malu, "Mohon maaf sebesar-besarnya, tadi terjadi pemadaman listrik yang tak terduga. Sistem kami sudah otomatis menyalakan genset cadangan dan dipastikan nggak akan terjadi lagi. Silakan dilanjutkan.""Kita lanjutkan saja," ujar Alfie yang statusnya paling tinggi di antara para kepala keluarga yang hadir di atas panggung.Namun, begitu mereka saling menoleh, ekspresi masing-masing berubah kaget."Maalih!""Guru?""Apa yang terjadi?"Milla, Alfie, dan dua kepala keluarga lainnya berseru bersamaan.Milla segera memeluk tubuh Graham dan memeriksanya. Dia melihat tubuh pria tua itu lemas dan kaku di kursinya, bahkan sudut bibirnya tampak sedikit berkedut."Cepat panggil dokter!" teriak Milla sambil memegangi tubuh Graham. Asisten Graham yang duduk di bawah
"Mm ...."Belum sempat mendapat jawaban, yang datang malah sebuah ciuman yang begitu mendominasi. Milla terkejut sejenak, tubuhnya menegang. Dia buru-buru mendorong pria di atasnya.Gerakan Chris pun sedikit terhenti, tetapi dia tetap menatap mata jernih Milla dari jarak yang begitu dekat. Dengan napas yang cepat dan kuat, dia berucap, "Maaf."Penolakan yang hendak Milla ucapkan seketika tertelan oleh kata itu dan tatapan penuh perasaan milik Chris. Tanpa sadar, dia membiarkan dirinya dicium. Tubuh mereka perlahan bergerak ke arah sofa di dalam ruangan."Ini cuma ruang istirahat ...." Milla menyuarakan kekhawatirannya di sela ciuman."Wilson jaga di luar," balas Chris dengan tenang, menjawab keraguannya.Mereka akhirnya sampai di sofa. Namun, dari luar tiba-tiba terdengar suara Wilson yang berjaga di depan pintu."Pak Chris, pihak Keluarga Yunanda mengirim undangan makan malam. Mereka ingin tahu apa Pak Chris akan hadir malam ini?"Gerakan Chris sempat terhenti, satu tangan besarnya ma
Chris menutup pintu pelan-pelan, lalu duduk di ruang istirahat sebelah.Beberapa saat kemudian, Wilson kembali melapor, "Pak, dugaanmu benar. Pelayan itu keluar dari ruang istirahat dan langsung menemui Pak Alfie. Setelah itu, kepala pelayan Keluarga Yunanda mengirim orang ke rumah sakit untuk melakukan tes DNA.""Tapi, seluruh proses dilakukan mereka sendiri tanpa campur tangan orang luar. Barang yang pelayan itu ambil dari tubuh Nyonya di ruang istirahat nggak sempat kutukar. Jadi, aku langsung atur orang di pusat. Rencananya dia akan mengambil tindakan di tahap akhir."Chris mengangguk. "Yang penting hasil yang Keluarga Yunanda terima bukan hasil yang mereka inginkan. Kamu boleh pakai cara apa pun.""Baik, Pak." Wilson menerima perintah, lalu bertanya lagi, "Kenapa Pak Chris nggak masuk?""Jarang-jarang dia bisa tidur dengan tenang." Chris menjawab, bibirnya melengkung membentuk senyuman tipis."Pak, Keluarga Yunanda tahu soal kedatanganmu. Mereka ingin mengundangmu ke paviliun atas
"Kenapa kamu nggak bilang dari awal?" Wilson melihat ekspresi Chris yang sangat suram, tak kuasa untuk menegur.Pengawal itu merasa sangat tertekan, tetapi tak berani menjawab. Wilson segera berbalik ke arah Chris. "Pak, ini semua kesalahanku. Aku pikir akan lebih mudah kalau menggunakan wajah baru supaya urusan lebih lancar. Dia baru bergabung dengan perusahaan, jadi nggak tahu identitas Bu Milla."Chris tetap diam, pikirannya berputar dengan cepat. Tadi dia melihat sendiri pertandingan kedua, juga menyadari bahwa wanita itu tampak tidak enak badan. Kalau tidak, dengan kemampuannya, membedakan 20 jenis aroma itu sangatlah mudah. Bagaimana bisa salah dua?Selain itu, kenapa neneknya memintanya untuk melindungi wanita itu? Apa yang salah dengan kunjungan Milla ke Keluarga Yunanda?Dia teringat akan momen ketika Tessa dan Nayla minum kopi bersama. Apa mungkin itu adalah permintaan pribadi dari ibu Milla?Ada berbagai pertanyaan di benak Chris. Dia segera menghubungi Tessa dan langsung be
Juri sudah naik ke panggung, meminta kedua peserta untuk bersiap.Milla tampak agak pasrah saat melangkah ke atas panggung. Kedua peserta memberi isyarat bahwa mereka sudah siap. Suara penanda dimulainya waktu pun terdengar seketika.Tak lama kemudian, Milla menyelesaikan lebih dulu. Tak sampai satu menit kemudian, genius yang memiliki penciuman tajam dari Melasa juga menyelesaikan tantangannya.Juri berjalan menuju kartu jawaban mereka, memeriksa satu per satu, lalu mengumumkan, "Peserta pria salah mengidentifikasi tiga aroma, peserta wanita salah dua. Hasil akhirnya, Bu Milla tetap menang!""Selamat, Pak Graham! Muridmu benar-benar luar biasa!" puji juri tak bisa menahan kekagumannya.Graham pun naik ke panggung, berdiri di samping Milla, dan berkata sambil tersenyum, "Penciuman muridku ini lebih cocok untuk mengenali herbal, soal rempah-rempah dia masih kurang ahli. Mohon dimaklumi ya."Milla mengedipkan mata indahnya, tatapannya tanpa sadar tertuju ke arah Keluarga Yunanda yang dud
Di dunia bisnis Negara Melasa, Graham punya pengaruh yang cukup besar. Apalagi, dia dengan sengaja menggiring tantangan yang dibawa Maalih menjadi pertandingan antara warga lokal dan orang asing. Dengan begitu, siapa pun yang menjadi perwakilannya, apakah itu anggota Keluarga Angle atau bukan juga tidak lagi menjadi masalah.Begitu Graham menyatakan sikapnya, para tamu langsung mendukung. Maalih pun tak bisa berkata apa-apa. Milla juga tak punya pilihan lain selain maju dengan nekat.Supaya adil, 20 jenis bahan obat yang akan diuji padanya tetap dipilih oleh lima orang perantara tadi. Graham sendiri mengambil posisi terakhir dan memasukkan bahan pilihannya ke empat kotak paling akhir, lalu menutupnya rapat."Setelah semua diperiksa, silakan Nona Milla mulai proses identifikasi!" seru salah satu juri internasional.Milla berdiri di depan kotak pertama. Dia terdiam sejenak dan menarik napas dalam-dalam, lalu mulai berkonsentrasi penuh. Untungnya, semua memori masa kecilnya saat di rumah
Milla tidur sangat nyenyak di rumah Keluarga Dolken.Para pelayan di rumah itu juga sangat perhatian. Segala keperluan di kamarnya, mulai dari makanan, pakaian, hingga perlengkapan mandi, semua sudah disiapkan dengan rapi dan mudah dijangkau.Keesokan siangnya, Graham mengajak Milla menghadiri perayaan 100 tahun Keluarga Angle. Di dalam mobil, Graham bertanya, "Dengar-dengar, kakekmu itu ahli pengobatan?""Kenapa Guru bisa tahu sampai itu juga?" Milla terlihat terkejut."Benar, Kakekku memang tabib yang cukup terkenal di daerah kami. Di rumahnya ada halaman yang sangat besar, penuh dengan berbagai jenis tanaman obat. Waktu kecil aku sering main di sana, bahkan pernah bantu Kakek menjemur ramuan.""Hmm ...." Graham mengangguk dalam-dalam. "Dengan keberadaan kakekmu, meskipun ada anggota keluargamu yang sakit-sakitan, sama saja seperti punya senjata pemungkas di tangan ...."Milla tidak begitu paham maksudnya, tapi Graham juga tidak berencana menjelaskan lebih lanjut. "Hari ini di acara