Setelah mendengar ide Milla, mata Leon sempat berbinar, lalu meredup, lalu kembali berbinar. "Kalau bukan karena aku hampir terbakar hidup-hidup, mana sudi aku main sandiwara sama kamu!""Iya, iya." Milla menahan senyuman dan mengangguk, menghormati martabat Leon. Semua genius biasanya sensitif, jadi jangan pernah menyinggung mereka.....Dua hari kemudian.Berbekal reputasinya selama bertahun-tahun di dunia parfum, Leon mengadakan jamuan makan malam pribadi. Dia berhasil mengundang lebih dari 70% perfumer dari acara besar kemarin.Semua menghargai undangannya dan membawa parfum mereka. Leon dan Milla pun mendapat kesempatan mencium satu per satu secara pribadi.Setelahnya, Leon duduk di sudut ruangan dengan alis berkerut. Milla bertanya, "Kenapa?"Leon menyahut dengan murung, "Ini aneh! Dari semua aroma yang kucium hari ini, yang paling membekas justru parfum buatanmu!"Milla tertawa kecil. "Aku anggap itu pujian."Dia lalu berkeliling dan berbincang dengan para perfumer. Saat kembali
Hampir tidak memberi Milla kesempatan bicara, Chris langsung mengambil jubah mandi dari koper dan masuk ke kamar mandi untuk mandi, bahkan tanpa menutup pintu ....Milla menghela napas, lalu berjalan ke arah kamar mandi. Dengan membelakangi Chris, dia menutup pintunya dengan pelan.Chris segera keluar setelah mandi. Milla buru-buru mengambil majalah di rak dan pura-pura tidak peduli. "Kalau sudah selesai, pergi saja.""Seperti biasa, kamu tidur di ranjang, aku di sofa," tolak Chris."Ini bukan kamar suite, sofanya kecil." Milla tetap bersikeras.Mata gelap Chris tampak tenang. "Aku baru pulang dari luar negeri, empat jam lagi ada rapat daring global. Hm ... ngantuk banget ...."Selesai bicara, tidak ada lagi suara dari arahnya.Milla berhenti sejenak, lalu mengintip lewat sudut mata. Pria tinggi itu sudah meringkuk di sofa dan napasnya teratur. Dia terlihat benar-benar kelelahan. Milla tidak tega mengusirnya. Toh Chris cuma tidur di sofa dan tidak akan mengganggu.Malam kedua, setelah
"Aku sudah pelajari hasil pemotretanmu sebelumnya. Yang paling disukai publik adalah seri yang kamu ambil dengan Leon, waktu itu kamu kasih tema Ksatria Parfum.""Terus, punyaku kamu ubah temanya jadi Peri Parfum. Karena pasar paling suka tema seperti ini dan kamu juga tertarik dengan alat-alat di studio peracikan parfum, gimana kalau kita ambil satu seri lagi bertema peracikan parfum?""Kamu lagi yang jadi modelnya?" Sebenarnya Silas memang punya pemikiran yang sama, hanya saja pelaksanaannya agak ribet."Kamu baru saja fotoin aku. Kalau terus-terusan aku, publik bakal bosan. Gimana kalau modelnya bukan satu, tapi dua?" saran Milla. "Kita bisa undang si ksatria dan si peri meracik parfum bareng, temanya tentang studio peracikan parfum. Pasti bakal ada percikan menarik."Mata Silas langsung berbinar. Dia mengakui ucapan Milla masuk akal, tetapi ...."Sudah kubilang, aku nggak akan fotoin Leon lagi!" sergahnya ketus."Kalau Leon nggak lagi seribet dulu, kamu mau fotoin dia nggak?" tanya
Dua hari kemudian, Milla tiba di studio foto yang diinformasikan oleh asisten Silas. Yang mengejutkan, dia mendapati Leon sudah tiba lebih dulu. Leon sedang dirias, membiarkan penata rias menata rambut tipisnya."Gimana?" Milla berjalan mendekat dan bertanya pelan kepada asisten Leon.Asisten itu tertawa ringan. "Pak Leon datang pagi-pagi dan sangat kooperatif. Cuma, dia dan Pak Silas nggak bicara satu kata pun dari tadi.""Bagus juga kalau nggak bicara, biar nggak ada kesalahan yang terjadi." Milla tersenyum tipis.Dua genius yang sama-sama keras kepala itu memilih diam. Itu sudah bentuk toleransi tertinggi mereka.Setelah Milla selesai dirias, dia dan Leon berganti seragam kerja baru. Kombinasi putih dan biru yang tampak bersih dan serasi dengan interior studio peracikan parfum yang cerah.Di depan mereka terhampar alat-alat peracikan dan botol-botol warna-warni. Dalam frame kamera, seorang pria dan wanita rupawan tampak fokus meracik parfum. Pemandangan ini luar biasa.Silas tiba-ti
Milla juga sependapat dengan orang tuanya.Sejak kecil, dia selalu ingin hidup seperti anak-anak normal lainnya, ikut bermain dan melakukan hal-hal yang dilakukan teman-temannya.Dia tidak ingin terus-menerus dirawat atau dijaga hanya karena kondisi tubuhnya. Dia pun tahu betul batas kemampuan tubuhnya dan selalu menjaga diri."Aku nggak nyangka ternyata aku punya bakat yang sama dengan Keluarga Angle. Itu berarti, aku ini berbakat, tapi telat muncul di publik." Milla bercanda.Saat itu, Silas meletakkan kameranya dengan puas dan berkata, "Bagus!""Pak Silas, kamu sudah selesai motretnya?" tanya Milla sambil tersenyum.Parfum yang dia dan Leon racik juga sudah sampai tahap akhir.Silas mengangguk, tak sabar memeriksa hasil jepretannya. Sementara itu, Milla mencium isi botol percobaan di tangannya, menghirup dalam-dalam. "Hm ...."Dia memejamkan matanya, menikmati aroma segar yang muncul dari tabrakan inspirasi yang tak direncanakan itu. Rasanya begitu menyenangkan."Coba aku cium juga.
Saat mereka berada di desa pegunungan barat laut, terjadi tanah longsor. Dalam kondisi kritis, kalau bukan karena Chris nekat menerobos bahaya dan melindunginya dengan tubuhnya sendiri, mungkin Milla tidak akan seberuntung itu!"Kok aku nggak tahu kamu pernah selamatin aku?" Milla lanjut bertanya."Ya, soalnya di mimpiku!" Chris tidak mau menjelaskan lebih jauh. Dengan ekspresi dingin, dia pun menyalakan mobil dan bertanya, "Mau ke mana?""Pulang." Jawaban Milla tajam dan jernih, tetapi di telinga Chris, jawaban itu terdengar sangat manis. Rumahnya adalah rumah Milla juga. Suasana hatinya langsung membaik, dia mengemudikan mobil untuk mengantar Milla pulang.Namun, kenyataan tidak seindah bayangan Milla. Ternyata, salah satu staf Silas di studio foto tadi mengenali identitas Chris.Karena terkejut, staf itu langsung membuka kontaknya, mencari kontak Grace, dan meneleponnya. "Bu Grace, aku punya kabar besar. Bisa kasih aku harga berapa?""Kamu? Punya kabar besar? Hah!" cela Grace.Orang
Seperti yang diduga, sejam kemudian, jamuan makan malam mencapai puncaknya.Levis naik ke panggung dan mulai berpidato. Dia mengoceh panjang lebar memuji dirinya sendiri tanpa arah, lalu dengan tidak sabar memperkenalkan Leon dan mempersilakannya naik.Dengan Leon berdiri di sisinya, Levis semakin percaya diri. Dia pun mengumumkan dengan lantang, "Aku punya kabar baik untuk semua yang hadir malam ini!""Mulai hari ini, Pak Leon resmi menjadi konsultan parfum Grup Bakhtiar! Aku percaya, dengan bimbingan beliau, parfum keluaran Grup Bakhtiar akan masuk panggung internasional yang gemilang!"Seketika, tepuk tangan dan pujian menggema di seluruh ruangan.Levis menyapu pandangan ke arah para tamu dengan bangga. Saat melihat Milla yang berdiri di barisan depan, matanya menyipit. Kemudian, dia meneruskan, "Selain para elite dari berbagai bidang, malam ini juga hadir rekan satu industriku, Bu Milla."Mengikuti arah tangan Levis, sorotan lampu menyorot langsung ke arah Milla. Semua mata kini te
"Karena malam sebelumnya, kamar hotel tempatku menginap tiba-tiba terbakar. Saat itu, Bu Milla nekat menerobos masuk dan menyelamatkanku. Kami berdua menghirup terlalu banyak asap dan indera penciuman kami baru pulih sepenuhnya dua hari kemudian.""Jadi, di hari festival parfum, kami nggak mungkin bisa mencium aroma apa pun," ungkap Leon, membuat para tamu berseru kaget."Kenapa bisa tiba-tiba kebakaran?" tanya seseorang dari bawah panggung."Pertanyaan bagus!" Leon langsung menunjuk orang itu. "Aku juga heran, kenapa bisa kebetulan seperti itu? Hotel kelas atas dengan sistem keamanan tinggi, tapi kok bisa kebakaran begitu saja? Dengan peluang sekecil ini, itu pasti bukan kebetulan lagi! Kalian mau tahu kebenarannya?"Sambil berbicara, Leon memberi isyarat agar asistennya naik ke panggung.Asisten Leon datang bersama tim teknis dan menyambungkan komputer ke layar utama. Perlahan, layar LCD besar turun dari atas panggung. Di layar, mulai ditampilkan foto-foto yang diambil oleh Silas.Fo
Di luar, kekacauan berlangsung selama kurang lebih setengah jam.Milla dan Graham mendengar seseorang di luar berseru bahwa listrik sudah kembali menyala! Setelah kegaduhan awal mereda, suasana menjadi lebih tenang. Mereka sedang menimbang-nimbang kapan waktu yang tepat untuk keluar, ketika tiba-tiba kegaduhan kembali terdengar.Seseorang membentak keras, "Jangan bergerak!"Lalu, terdengar jeritan para pengunjung restoran.Milla dan Graham langsung menyadari bahwa situasinya memburuk. Mereka saling berpandangan, lalu menahan napas. Tak lama kemudian, suara-suara langkah kaki masuk ke dapur."Ada yang lihat seorang wanita muda dan pria tua? Orang asing!" tanya sebuah suara pria yang serak."Nggak ada ...." Para staf dapur menjawab dengan penuh keraguan."Belum lihat sudah bilang nggak ada?!" Pria itu langsung meledak marah dan terdengar suara pecahan keras yang membuat semua orang terkejut dan panik."Sumpah saya nggak lihat! Tadi gelap sekali, semua serba kacau, saya nggak lihat satu o
Graham langsung memahami maksud Milla. Tanpa berkata apa pun, dia mengikuti langkah gadis itu kembali ke arah semula.Begitu sampai di dekat pintu keluar tangga darurat, Milla sengaja membiarkan salah satu pintunya terbuka. Lalu, dia melepas sepatu hak tingginya dengan cepat dan langsung melemparkannya ke bawah tangga. Kemudian, dia menarik Graham kembali ke lorong dekat toilet tadi dengan kaki telanjang.Di sekitar mereka, restoran-restoran mulai gaduh. Para pramusaji berusaha menenangkan para tamu."Para pelanggan, mohon jangan panik. Ini hanya pemadaman sementara. Genset cadangan akan segera menyala dalam beberapa menit. Harap tetap di tempat duduk masing-masing dan jangan bergerak sembarangan agar tidak terjadi kecelakaan ...."Milla memindai sekeliling dengan cepat, lalu menarik Graham masuk ke sebuah restoran yang paling ramai."Kita bersembunyi di sini?" tanya Graham setengah bingung."Nggak," jawab Milla sambil menggeleng."Denah restoran terlalu rapi. Begitu mereka masuk dan m
Usai meninggalkan kediaman Keluarga Angle, Graham mengajak Milla dan asistennya untuk makan malam bersama. Saat makan malam berlangsung, Graham bertemu beberapa sahabat lamanya dan asyik bernostalgia, sehingga membiarkan Milla dan asistennya duduk sendiri.Tanpa sengaja, Milla mendengar mereka menyebut-nyebut Keluarga Angle, bahkan menyinggung tentang obsesi lama Graham yang belum juga padam.Milla lalu mengaitkan satu per satu petunjuk yang dia dengar dan bertanya pada asisten Graham, "Kalau Guru orang asli Melasa dan punya keluarga sebesar ini, kenapa dia nggak pernah pulang?"Asisten itu menghela napas pelan. "Karena baginya, rumah adalah tempat yang penuh dengan luka.""Apa ada hubungannya dengan yang mereka sebut ... Yuko?" tanya Milla lagi.Beberapa sahabat Graham yang duduk tak jauh dari mereka memang menyebut nama itu beberapa kali. Bahkan saat Graham dulu bersama Gorman, pria itu juga pernah bilang bahwa Yuko adalah obsesi hidup Graham.Tatapan asisten Graham sedikit berubah.
"Iya, dia orangnya." Milla mengangguk tanpa sungkan-sungkan.Wajah Mona dan Hara menjadi merah padam, lalu berubah pucat. "Itu ... Anda salah dengar. Yang kami maksud tadi bukan Anda ...," ucap Mona menjelaskan."Oh ya?" Graham meletakkan tangannya di belakang punggung. "Jadi siapa maksud kalian? Aku malah jadi penasaran, siapa yang pakaiannya lebih mirip pengemis daripada aku?"Graham sengaja merendahkan dirinya hingga membuat kedua orang itu bungkam dan tidak tahu harus bagaimana menjawabnya."Pak Graham ini orang penting, pasti nggak akan mempermasalahkan hal kecil begini, bukan? Kami datang ke sini sebenarnya memang ingin menemui Anda. Karena Anda jarang sekali ada di rumah, kami belum sempat berkunjung selama ini," Mona berusaha mencari celah.Namun, Graham tak tergoda oleh rayuan seperti itu sedikit pun. Dia hanya mendengus dan menoleh ke arah lain.Milla menggunakan kesempatan itu untuk menyindir, "Jadi maksudnya, kalian bukan datang untuk mengantarkan hadiah kepada Keluarga Ang
"Tapi memang sih, orang seperti Graham itu benar-benar unik. Nggak pernah ada wawancara atau laporan media, katanya seumur hidup belum pernah menikah! Keluarga Dolken punya harta sebesar itu, tapi nggak jelas akan diwariskan ke siapa," ucap Mona sambil berdecak menyayangkannya."Pastilah dia pernah patah hati!" Hara langsung berspekulasi penuh keyakinan, "Tapi pria yang bisa seumur hidup nggak menikah itu langka sekali. Gara-gara dia nggak punya istri atau anak, Ayah sampai bingung harus kasih hadiah apa ...."Mona dan Hara saling bergandengan, lalu mendekati pelayan Keluarga Angle yang tadi bertugas mencatat hadiah.Sebagian besar tamu yang datang ke tempat seperti ini pasti punya tujuan tersembunyi. Jadi pelayan pun tak terkejut saat mereka bertanya dan menjawab dengan tenang, "Pak Graham sudah datang."Sorot mata kedua orang itu langsung berbinar bersamaan. "Di mana dia?""Barusan sudah naik ke atas," jawab pelayan sambil menengadah ke arah lereng. "Kemungkinan besar sekarang sudah
Melihat sorot mata Graham yang diam-diam menanti pujian seperti anak kecil, Milla pun tersenyum dan menggoda, "Tentu saja aku percaya pada guruku. Kalau begitu, sepertinya kita harus mendaki cukup jauh, ya!"Graham tertawa lepas, "Gadis cerdik!"Baru saja mereka melewati gerbang pertama, datang beberapa pria dari arah berlawanan. Dari kejauhan, mereka langsung membungkuk memberi salam, "Pak Graham! Nggak nyangka Anda juga hadir hari ini ...."Graham segera dikerubungi untuk saling menyapa dan bertukar basa-basi, sementara Milla berdiri sedikit menjauh sambil memperhatikan pemandangan di sekitar gerbang.Saat itulah terdengar suara seorang wanita dari belakang yang agak terkejut dan sinis, "Eh, bukannya ini Milla? Lama nggaka jumpa!"Milla menoleh dan ternyata orang yang berdiri di sana adalah Hara.Tak jauh di belakangnya, Mona terlihat sibuk membawa sejumlah kantong hadiah besar dan sedang mendaftarkan barang-barang mereka kepada pelayan Keluarga Angle di depan gerbang pertama."Kamu
"Pak Rafael?"Melihat Rafael yang berdiri di sampingnya, untuk pertama kalinya Milla merasa kehadiran Rafael ini sangat tepat waktu."Kebetulan aku baru selesai makan sama teman, dari belakang tadi kulihat seperti kamu. Ternyata memang benar kamu!" ucap Rafael dengan ekspresi senang."Kamu siapa, ya?" Rafael menoleh ke arah pria di seberang Milla yang sedang menyumpal mulutnya dengan potongan daging.Belum sempat pria itu menjawab, Milla sudah berdiri sambil berkata, "Silakan lanjutkan makan. Aku sudah bayar semua, jadi ... sampai jumpa." Setelah itu, dia menarik Rafael pergi bersamanya.Rafael sempat menoleh ke belakang dan menangkap aura canggung di antara mereka, lalu bertanya, "Milla, jangan-jangan ... kamu lagi ikut kencan buta?""Mana mungkin?" sahut Milla jengkel."Tapi aku lihat suasananya canggung sekali, kalian makan berdua begitu ...." Rafael masih terlihat penasaran."Cuma dia yang makan, aku nggak!" jawab Milla dengan kesal. Dia sendiri tidak tahu apa yang sebenarnya dipik
Setelah menutup telepon, Chris terdiam cukup lama. Kemudian, dia menelepon Wilson dan menyampaikan perintah Tessa padanya, "Cari orang yang bisa dipercaya, wakilkan aku untuk ketemu sama seseorang besok ...."Wanita apanya .... Chris sama sekali tidak ingin menghabiskan waktunya."Baik."Wilson juga merasa permintaan Tessa terlalu aneh. Setelah menutup panggilan itu, dia langsung menelepon untuk mencari wajah asing di tim pengawal Grup Mahendra dan memastikan tidak ada kesalahan untuk pertemuan besok.....Sore keesokan harinya.Milla mendorong pintu restoran tempat janji temu, di tangannya menggenggam setangkai mawar merah muda.Siang tadi, ibunya tiba-tiba bersikap misterius lewat telepon dan menyuruhnya datang ke tempat ini sambil membawa mawar sebagai penanda untuk bertemu seseorang.Katanya, orang itu akan menjadi pelindung rahasia selama Milla berada di Negara Melasa. Yang perlu dilakukan hanyalah bertemu langsung. Setelah itu, semua akan menjadi jelas.Ini adalah permintaan lang
Tiga hari kemudian.Di dalam kotak surat yang sudah berdebu, Nayla menerima sepucuk surat balasan. Isinya adalah ajakan untuk bertemu langsung di sebuah kafe tengah kota.Sore itu, Nayla berdandan rapi dan datang ke kafe yang dimaksud. Tak lama kemudian, muncullah seorang wanita tua berambut putih dengan aura yang luar biasa. Mereka saling mengenali lewat benda penanda yang telah disepakati, lalu duduk berhadapan."Nggak nyangka setelah sekian tahun, kamu masih bersedia membalas suratku," ucap Nayla penuh rasa syukur sambil memandang wanita tua di depannya."Aku dan mendiang ibu mertuamu adalah sahabat sejati," jawab wanita tua itu dengan penuh semangat. "Meski di tahun-tahun terakhir sebelum dia meninggal kami jarang bertemu karena jarak, tapi begitu dia menitipkan keluarganya padaku, aku sudah bersumpah akan melindungi kalian sampai napas terakhirku. Jadi, nggak perlu sungkan. Katakan saja, apa yang bisa kubantu?""Terima kasih banyak, Tante Winaya."Nayla tersenyum haru. "Putriku ak