"Katakan," perintah Chris dengan tatapan tajam."Sudah sejak tiga bulan lalu, ada pihak yang diam-diam membeli saham Jauhari dengan harga tinggi. Sejumlah investor ritel sudah menjual saham mereka ke institusi itu," lapor Wilson."Institusi apa?""Masih dalam penyelidikan," jawab Wilson hati-hati. "Dari luae, ini terlihat seperti perusahaan yang bersih, tapi didirikan belum lama. Menurutku ada yang mencurigakan.""Selidiki sampai tuntas."Chris memberi perintah dengan suara tegas, "Kumpulkan semua bukti selama prosesnya.""Siap! Anda tenang saja, Pak!" Wilson langsung menjawab sigap.Malam itu, Chris tidak muncul lagi.Milla mengira sikap dinginnya tadi membuat sang presdir tersinggung. Mungkin harga dirinya terluka dan dia pergi karena kesal. 'Baguslah,' pikir Milla. Setidaknya dia bisa menikmati sedikit ketenangan.Milla pun menelepon asistennya di kantor, mengatakan bahwa dia tidak bisa menghadiri konferensi industri besok. Sekalian saja istirahat total malam ini.Tak disangka, begi
Di luar kamar rawat, Joy memberi Chris pelajaran singkat dengan penuh semangat dan keberanian.Saat masuk kembali ke kamar, langkah Joy begitu percaya diri. Dalam hati, dia merasa bahwa di dunia ini tak banyak orang yang bisa membuat Chris menurut ... dan ternyata dia adalah salah satunya!Sebenarnya, beberapa hari ini Milla sangat sibuk. Selain harus menghadiri sejumlah pertemuan, dia juga perlu segera menuntaskan rencana promosi peluncuran parfum pria. Ditambah lagi proyek parfum terjangkau yang akan segera diluncurkan, semua detail masih harus dia periksa dan putuskan sendiri.Namun sekarang, karena kakinya cedera dan tidak bisa hadir langsung dalam rapat, Milla memilih memfokuskan seluruh tenaganya pada progres proyek-proyek perusahaan.Agar identitasnya sebagai istri Chris tetap rahasia bagi para rekan kerja, Milla menangani seluruh urusan internal lewat rapat video. Sementara urusan promosi yang ditangani Joy, dia tangani langsung secara tatap muka.Begitu Joy kembali ke kamar sa
Keesokan harinya, Milla menerima pemberitahuan dari departemen bisnis bahwa Grup Mahendra telah mengambil alih hak penamaan proyek parfum terjangkau sepenuhnya.Alis Milla berkerut tipis. Dia melirik ke arah pria yang masih menjadikan ruang rawat inap sebagai kantor pribadinya, lalu bertanya pada asistennya dengan suara pelan, "Harus begini, ya?""Bu Milla, begitu Grup Mahendra turun tangan, grup lain sama sekali nggak berani ikut campur. Lagi pula, biaya hak penamaan yang mereka kasih kali ini tinggi sekali sampai nggak masuk akal," jawab asisten dari seberang telepon.Milla mengusap rambutnya dengan kesal. Pria ini benar-benar gila! Apa dia pikir bisa membeli perlawanan Milla dengan uang?Mimpi!Milla langsung menutup telepon.Meski dia tidak bisa mengubah keputusan bisnis Grup Jauhari, tapi setidaknya dia bisa menentukan di mana dirinya tinggal. Dengan cepat, dia memesan kamar hotel di dekat rumah sakit dan memberi tahu Joy untuk membantunya keluar dari rumah sakit.Dengan begitu, d
"Tante, meski kamu lagi bertengkar sama Paman, ada beberapa hal yang tetap saja harus dibatasi. Kalau sudah kejadian, nyesal belakangan juga nggak ada gunanya lagi!" ucap Yoan dengan panik, seolah takut Milla nekat melakukan sesuatu karena emosi.Milla juga kaget melihat Yoan. Dia refleks merapatkan jubah mandinya dan mendekat sambil bertanya dengan curiga, "Terus kenapa kamu ada di sini?"Milla berjalan tanpa maksud apa-apa, tapi di mata Yoan, langkah Milla terlihat mengancam. Dia pun panik dan mundur sampai terdesak ke dinding. Dengan kedua tangan menutupi dada, dia berseru, "Tante, tolong tenang ... jangan ... jangan mendekat ...."Kening Milla semakin berkerut. Dia benar-benar tak habis pikir, kenapa malam ini dua pria dari Keluarga Mahendra bergiliran muncul di kamarnya? Ada yang aneh dengan kamar ini!Tiba-tiba, suara dingin penuh amarah terdengar dari belakang mereka, "Kalian lagi ngapain?!"Ternyata saat Milla mandi terlalu lama, Chris sempat keluar ke balkon untuk menerima dua
Milla dan Chris sama-sama menoleh ke arah suara itu ....Terlihat orang yang datang itu membawa berbagai suplemen dalam jumlah besar, disertai dengan keranjang buah yang berlebihan. Jelas sekali dia datang untuk menjenguk orang yang sakit. Orang itu adalah Rafael.Wajah Chris langsung menggelap. Tatapannya tajam mengarah pada Rafael yang datang tanpa diundang.Rafael hanya sempat menyapanya singkat, lalu seluruh perhatiannya langsung tertuju pada Milla. "Kudengar dari adikku, kamu baru saja cedera. Tadi aku sempat ke rumah sakit, tapi kamu nggak ada .... Mau jenguk kamu saja sulit sekali ya.""Sudah, letakkan dulu barang-barangnya." Melihat Rafael yang berdiri di belakang keranjang buah itu, dia pun membuka pintu dengan tak berdaya.Rafael pun berjalan masuk ke dalam. Tentu saja, Chris juga mengambil kesempatan ini untuk ikut masuk. Selama ada rival di sini, dia tidak mungkin akan pergi!Baru saja mengobrol sebentar, Milla telah mendapat telepon dari kantor. Setelah meminta maaf, dia m
Beberapa hari lalu, Milla sebenarnya sudah pernah menanyakan hal ini pada Joy. Namun, saat itu Joy hanya mengelak. Dia bahkan sempat sengaja menghindari Milla selama beberapa hari. Tak disangka, hari ini begitu datang, Milla langsung mengungkitnya lagi."Aku nggak nerima apa-apa kok .... Aku cuma merasa dia benar-benar tulus sama kamu, jadi aku kasih sedikit saran aja," ujar Joy sambil menunduk."Saran apa?""Wanita setegar apa pun akan takluk kalau didekati terus," gumam Joy sambil menundukkan kepalanya makin rendah. Milla menghela napas. Jadi, itu alasan kenapa Chris terus datang setiap malam dan tidur di sofa? Namun, apakah dia memang tulus?Lalu, kenapa Milla malah merasa tidak aman?Milla menggeleng pelan, mengingatkan diri sendiri bahwa apakah Chris tulus atau tidak, itu bukan hal terpenting saat ini. Fokusnya adalah membantu ibunya membangkitkan kembali kejayaan Keluarga Jauhari!Tanpa ragu, dia segera menelpon untuk memerintahkan peluncuran rencana promosi seperti yang telah d
Mengingat kembali peringatan dari Silas saat pemotretan Fashion Bazaar dulu, Milla justru tidak terlalu kaget. Dia malah bertanya santai, "Dia kenapa ngotot mau tukar kamar ini?""Dia mengutus asistennya untuk menyampaikan bahwa dia selalu pakai kamar ini waktu datang ke sini sebelumnya. Jadi sekarang pun harus kamar ini juga." Asisten Graham mendengus, wajahnya penuh ketidaksabaran.Milla mengangkat alis dan langsung paham. Tanpa berpikir panjang, dia berkata, "Ya sudah, tukar saja."Namanya juga "genius", pasti banyak anehnya. Lagi pula, dia masih ingat betul peringatan Silas. Lebih baik jangan cari ribut dengan orang itu."Milla! Kamu benaran mau tukar?" Asisten itu sudah cukup dekat dengan Milla, jadi reaksinya tulus dan penuh perhatian. "Kamar yang dia tukar itu di lantai paling atas, letaknya jauh dan sepi. Kabarnya panitia sengaja kasih kamar itu buat dia, biar nggak terganggu siapa pun."Dia menghela napas panjang sebelum menambahkan, "Tapi sekarang masalahnya bukan cuma soal t
Setelah mengucapkan kalimatnya tanpa jeda, Leon langsung masuk ke kamar. Dia menutup pintu dengan keras dan meninggalkan semua orang di luar.Milla mengedipkan mata.Sudah lama Milla tidak bersilat lidah dengan orang yang begitu menyebalkan. Tadi dia bahkan sempat berpikir untuk batal ganti kamar. Kalau Leon takut buang-buang waktu, biarkan saja dia buang lebih banyak lagi! Namun, Leon ternyata langsung menutup pintu sehingga dia tidak memiliki kesempatan untuk meledak.Asisten Graham mendekat dan bertanya hati-hati, "Gimana sekarang?""Ya mau gimana?" Anjing bisa menggigit manusia, tapi masa manusia mau menggigitnya balik?Milla langsung menarik kopernya sendiri. "Ayo, antar aku ke kamar yang baru saja."Berhubung pintu kamar lama sudah tertutup rapat dan tidak ada jalan lain, akhirnya asisten Graham pun membantu Milla pindah ke kamar di lantai paling atas.Malamnya, Agnez menelpon.Milla pun sempat menceritakan soal kejadian tadi. Agnez yang percaya takhayul, langsung menanggapi seri
"Tapi memang sih, orang seperti Graham itu benar-benar unik. Nggak pernah ada wawancara atau laporan media, katanya seumur hidup belum pernah menikah! Keluarga Dolken punya harta sebesar itu, tapi nggak jelas akan diwariskan ke siapa," ucap Mona sambil berdecak menyayangkannya."Pastilah dia pernah patah hati!" Hara langsung berspekulasi penuh keyakinan, "Tapi pria yang bisa seumur hidup nggak menikah itu langka sekali. Gara-gara dia nggak punya istri atau anak, Ayah sampai bingung harus kasih hadiah apa ...."Mona dan Hara saling bergandengan, lalu mendekati pelayan Keluarga Angle yang tadi bertugas mencatat hadiah.Sebagian besar tamu yang datang ke tempat seperti ini pasti punya tujuan tersembunyi. Jadi pelayan pun tak terkejut saat mereka bertanya dan menjawab dengan tenang, "Pak Graham sudah datang."Sorot mata kedua orang itu langsung berbinar bersamaan. "Di mana dia?""Barusan sudah naik ke atas," jawab pelayan sambil menengadah ke arah lereng. "Kemungkinan besar sekarang sudah
Melihat sorot mata Graham yang diam-diam menanti pujian seperti anak kecil, Milla pun tersenyum dan menggoda, "Tentu saja aku percaya pada guruku. Kalau begitu, sepertinya kita harus mendaki cukup jauh, ya!"Graham tertawa lepas, "Gadis cerdik!"Baru saja mereka melewati gerbang pertama, datang beberapa pria dari arah berlawanan. Dari kejauhan, mereka langsung membungkuk memberi salam, "Pak Graham! Nggak nyangka Anda juga hadir hari ini ...."Graham segera dikerubungi untuk saling menyapa dan bertukar basa-basi, sementara Milla berdiri sedikit menjauh sambil memperhatikan pemandangan di sekitar gerbang.Saat itulah terdengar suara seorang wanita dari belakang yang agak terkejut dan sinis, "Eh, bukannya ini Milla? Lama nggaka jumpa!"Milla menoleh dan ternyata orang yang berdiri di sana adalah Hara.Tak jauh di belakangnya, Mona terlihat sibuk membawa sejumlah kantong hadiah besar dan sedang mendaftarkan barang-barang mereka kepada pelayan Keluarga Angle di depan gerbang pertama."Kamu
"Pak Rafael?"Melihat Rafael yang berdiri di sampingnya, untuk pertama kalinya Milla merasa kehadiran Rafael ini sangat tepat waktu."Kebetulan aku baru selesai makan sama teman, dari belakang tadi kulihat seperti kamu. Ternyata memang benar kamu!" ucap Rafael dengan ekspresi senang."Kamu siapa, ya?" Rafael menoleh ke arah pria di seberang Milla yang sedang menyumpal mulutnya dengan potongan daging.Belum sempat pria itu menjawab, Milla sudah berdiri sambil berkata, "Silakan lanjutkan makan. Aku sudah bayar semua, jadi ... sampai jumpa." Setelah itu, dia menarik Rafael pergi bersamanya.Rafael sempat menoleh ke belakang dan menangkap aura canggung di antara mereka, lalu bertanya, "Milla, jangan-jangan ... kamu lagi ikut kencan buta?""Mana mungkin?" sahut Milla jengkel."Tapi aku lihat suasananya canggung sekali, kalian makan berdua begitu ...." Rafael masih terlihat penasaran."Cuma dia yang makan, aku nggak!" jawab Milla dengan kesal. Dia sendiri tidak tahu apa yang sebenarnya dipik
Setelah menutup telepon, Chris terdiam cukup lama. Kemudian, dia menelepon Wilson dan menyampaikan perintah Tessa padanya, "Cari orang yang bisa dipercaya, wakilkan aku untuk ketemu sama seseorang besok ...."Wanita apanya .... Chris sama sekali tidak ingin menghabiskan waktunya."Baik."Wilson juga merasa permintaan Tessa terlalu aneh. Setelah menutup panggilan itu, dia langsung menelepon untuk mencari wajah asing di tim pengawal Grup Mahendra dan memastikan tidak ada kesalahan untuk pertemuan besok.....Sore keesokan harinya.Milla mendorong pintu restoran tempat janji temu, di tangannya menggenggam setangkai mawar merah muda.Siang tadi, ibunya tiba-tiba bersikap misterius lewat telepon dan menyuruhnya datang ke tempat ini sambil membawa mawar sebagai penanda untuk bertemu seseorang.Katanya, orang itu akan menjadi pelindung rahasia selama Milla berada di Negara Melasa. Yang perlu dilakukan hanyalah bertemu langsung. Setelah itu, semua akan menjadi jelas.Ini adalah permintaan lang
Tiga hari kemudian.Di dalam kotak surat yang sudah berdebu, Nayla menerima sepucuk surat balasan. Isinya adalah ajakan untuk bertemu langsung di sebuah kafe tengah kota.Sore itu, Nayla berdandan rapi dan datang ke kafe yang dimaksud. Tak lama kemudian, muncullah seorang wanita tua berambut putih dengan aura yang luar biasa. Mereka saling mengenali lewat benda penanda yang telah disepakati, lalu duduk berhadapan."Nggak nyangka setelah sekian tahun, kamu masih bersedia membalas suratku," ucap Nayla penuh rasa syukur sambil memandang wanita tua di depannya."Aku dan mendiang ibu mertuamu adalah sahabat sejati," jawab wanita tua itu dengan penuh semangat. "Meski di tahun-tahun terakhir sebelum dia meninggal kami jarang bertemu karena jarak, tapi begitu dia menitipkan keluarganya padaku, aku sudah bersumpah akan melindungi kalian sampai napas terakhirku. Jadi, nggak perlu sungkan. Katakan saja, apa yang bisa kubantu?""Terima kasih banyak, Tante Winaya."Nayla tersenyum haru. "Putriku ak
Begitu mobil tiba di Grand Amary, Milla turun dan memperhatikan suara di belakangnya. Tepat saat dia melangkah masuk ke rumah, mobil Chris langsung menyala dan memutari taman bunga sekali, lalu melaju pergi. Dia tidak berlama-lama di sana.'Nggak masalah,' batin Milla sambil menggeleng pelan. Kemudian, dia masuk ke rumah untuk mandi dan naik ke ranjang untuk tidur. Saat dia masih berulang kali membolak-balik posisi di ranjang, telepon dari ibunya masuk."Milla, kamu sudah tidur?""Belum ... ada apa, Bu?""Sebentar lagi aku naik pesawat. Besok siang sampai rumah, kamu sempatkan untuk pulang, ya. Ada hal penting yang mau Ibu bicarakan," kata Nayla."Ada apa memangnya?" Milla sedikit gugup, mengira ibunya mengetahui bahwa dia menyembunyikan kondisi kesehatannya."Aku dengar kamu akan pergi ke Melasa untuk menghadiri perayaan 100 tahun Keluarga Angle?" Nayla ternyata menyinggung soal itu."Iya. Kenapa Ibu bisa tahu?"Milla merasa agak heran. Setelah Graham menyampaikan kabar itu, dia belum
Chris memicingkan matanya dan berbicara dengan nada sinis, "Pak Zeno mungkin terlalu lama hidup sendiri, jadi sudah lupa apa itu dinamika dalam hubungan, ya?"Persaingan yang kekanak-kanakan antara kedua pria itu membuat Milla merasa lelah. Dia merasa enggan terus berada di tengah mereka, sehingga akhirnya memutuskan untuk berdiri. "Aku ke toilet dulu. Kalian lanjutkan saja."Begitu Milla pergi, perseteruan antara Chris dan Zeno tidak perlu lagi ditutupi."Orang yang muncul tadi malam, itu kamu yang atur, 'kan?" tanya Chris. Ucapannya terdengar seperti pertanyaan, tapi nadanya penuh keyakinan."Apa maksudmu, Pak Chris? Orang yang mana?" Zeno tersenyum samar, meski raut wajahnya tetap tegang.Chris mencibir dingin. "Kita sama-sama tahu, nggak usah basa-basi.""Kamu cemburu?" Zeno berdiri perlahan dengan sorot mata yang gelap dan menantang. "Lalu ke mana saja kamu semalam? Hari ini muncul di sini dan mulai sok peduli? Kamu takut?""Takut sama semua sumpah yang dulu kamu ucapkan pada adik
"Aku belum sempat mengucapkan terima kasih secara resmi padamu soal semalam," Milla membuka pembicaraan lebih dulu.Zeno tersenyum sambil menggeleng pelan. "Sejak pertama kita kenal, kamu sudah sering bilang terima kasih padaku.""Itu artinya kamu memang selalu membantuku," Milla mengenang masa lalu, bibirnya melengkung membentuk senyum kecil. "Tapi aku belum pernah benar-benar membalas kebaikanmu.""Kalau begitu, utang saja dulu."Zeno tetap tampak tenang. Mereka duduk saling berhadapan, tetapi tidak banyak yang dibicarakan.Di tengah suasana yang mulai canggung, dokter masuk bersama perawat untuk memeriksa hasil EKG yang telah direkam sejak pagi, lalu melakukan beberapa pemeriksaan dasar. Setelah itu, dokter berkata, "Kondisi tubuhmu nggak ada masalah. Asalkan nanti cukup istirahat di rumah dan jangan terlalu sering mengalami perubahan emosi yang drastis.""Jadi aku sudah boleh keluar rumah sakit sekarang?" tanya Milla.Dokter mengangguk.Zeno melirik ke arahnya sambil tersenyum. "Ke
Milla tidak tidur semalaman.Pukul 4 pagi, Joy mengirim pesan padanya. Setelah diselidiki oleh detektif pribadi, plat nomor mobil off-road hitam yang diingatnya memang tidak bermasalah dan identitas pemilik mobil juga tidak mencurigakan. Orang itu tinggal di dekat desa tempat kejadian semalam.Jadi, kesimpulan dari detektif adalah itu bukan aksi penguntitan, hanya kebetulan."Menurutku itu bukan kebetulan." Milla menggenggam ponselnya beberapa saat sebelum akhirnya menelepon Joy. Dia tetap pada pendiriannya."Intuisimu?" tanya Joy.Milla tidak menjawab secara langsung. "Waktu mobil itu mengikutiku, aku merasa sangat nggak nyaman. Aku nggak percaya itu cuma kebetulan semata.""Tapi, pemilik mobil dan orang-orang di sekitarnya sudah diperiksa, semua aman. Tapi, aku akan terus minta mereka selidiki." Joy memercayai Milla, hanya saja memang belum ada bukti."Sudahlah, nggak perlu buang tenaga." Milla berkata, "Meskipun instingku benar, pelaku di balik ini pasti sudah merancang semuanya den