"Berhenti!"Fotografer menghentikan sesi pemotretan, "Kita istirahat sebentar ya, mungkin kalian kelelahan. Yoan, coba cari dulu mood-nya."Begitu keluar dari sorotan lampu dan kamera, Yoan langsung melihat Wilson yang memberi isyarat mata dari tempat tersembunyi. Dia pun buru-buru mengikutinya keluar.Di ruang istirahat, Chris sudah menunggu.Melihat tatapan Chris yang tajam dan berbahaya itu, Yoan langsung teringat momen horor saat di acara sosial para sosialita, ketika dia dipermalukan habis-habisan. Tanpa sadar, dia menutup dadanya dengan kedua tangan."Om Chris? Bukannya Anda bilang nggak akan datang?" tanya Yoan dengan hati-hati."Kalau aku nggak datang, gimana aku bisa tahu kalau kamu sudah tumbuh besar dan mulai keras kepala?" Tatapan Chris dingin menusuk."Om, tolong jangan salah paham. Tadi Om juga lihat sendiri, aku duduk diam dan nggak bergerak! Bahkan aku nggak berani lihat mata Tante! Sumpah!" Yoan buru-buru mengangkat tiga jari sebagai janji secara refleks.Chris mendeng
"Pak Zeno!"Melihat pria yang familier itu, Milla langsung teringat kembali saat dia berada di Rumah Sakit Kota Cevo. Pria inilah yang datang mewakili pesta sosialita internasional untuk menjenguknya waktu itu.Milla masih ingat, nama pria ini adalah Zeno.Pria yang elegan di hadapannya itu, langsung menunjukkan sorot mata berbinar dan menggeleng takjub, "Bu Milla benar-benar luar biasa .... Bu Milla masih ingat aku?"Milla tersenyum tipis tanpa menjelaskan apa pun. Alasan nama itu melekat di ingatannya adalah karena Chris tampak sangat memperhatikan orang ini waktu itu."Boleh tahu, Bu Milla hari ini datang hanya untuk melihat-lihat, atau memang ada tanah yang sangat Anda incar?" tanya Zeno sambil berbasa-basi."Keluarga kami berencana membangun pabrik baru, dan memang ada sebidang tanah yang menarik perhatian," jawab Milla dengan tenang dan percaya diri.Zeno tersenyum sambil mengangguk. "Kebetulan, aku juga."Keduanya saling bertukar sapa dan mengobrol ringan. Mereka tidak menyadari
Acara lelang pun dimulai.Beberapa tanah di awal adalah pilihan favorit. Ada yang lokasinya strategis, ada yang dekat dengan sumber air, dan ada juga yang punya nilai ekonomis tinggi, semuanya jadi rebutan.Namun, Milla tetap tenang dan tidak menunjukkan minat sedikit pun. Sesekali, dia bahkan melirik ponsel untuk melihat berita terkini.Di media sosial, Laura benar-benar sudah ditinggalkan oleh agensinya. Isi kolom komentar semuanya penuh hujatan. Yah, itu memang akibat dari perbuatannya sendiri.Menjelang akhir acara, barulah tanah terakhir yang memang diincar oleh Milla akhirnya muncul.Pembawa acara memberikan sedikit penjelasan tentang tanah tersebut, lalu mengumumkan harga pembuka, yaitu 80 miliar."Sembilan puluh miliar!"Milla mengangkat papan nomor dengan suara lantang.Beberapa pria yang duduk di barisan depan refleks menoleh ke belakang. Itu suara wanita pertama yang ikut menawar malam itu. Begitu melihat wajah cantik Milla, mereka tampak puas. Suara dan penampilannya sama-s
Sunny hampir tersedak ludahnya sendiri! Dia sudah mengerahkan segala cara untuk bisa mendekati Zeno. Kini setelah akhirnya berdiri begitu dekat dengannya, Milla malah menghancurkan suasana!Milla benar-benar pembawa sial dalam hidupnya!Sunny mengepalkan tangan, bibirnya sampai pucat karena terlalu keras menggigit. Dia hanya bisa menatap Zeno dan Milla yang berjalan pergi bersama dan semakin menjauh darinya."Pak Zeno, terima kasih sudah mengalah tadi," ujar Milla dengan sopan.Zeno tersenyum sambil menggeleng, "Jangan panggil aku Pak Zeno, cukup panggil Zeno saja. Ngomong-ngomong, kenapa kamu mengincar tanah itu? Menurutku, dari segi harga dan lokasi, nilai investasinya nggak terlalu tinggi."Milla pun menjelaskan tentang rencana pembangunan pabrik baru milik Grup Jauhari dan bagaimana lokasi tanah itu sangat mendukung logistik dan efisiensi. Kemudian, dia balik bertanya, "Kalau kamu sendiri? Kenapa kamu tertarik sama tanah itu? Kalau aku nggak terus menawar, tanah itu pasti sudah kam
Sepuluh menit kemudian.Zeno kembali muncul di hadapan Milla. "Bu Milla, kenapa kamu tiba-tiba berubah pikiran?"Milla tersenyum segan. "Pak Zeno mau dengar sejujurnya atau cuma sekadar basa-basi?"Mata Zeno berkilat dingin dan tertawa, "Coba kamu katakan dua-duanya?""Alasan palsunya, aku nggak sabar ingin membalas budi padamu. Tapi alasan sebenarnya ... aku baru tahu kalau beberapa rekan bisnis yang ingin kutemui malam ini, ternyata hadir di acara jamuan ini."Tatapan Zeno tertuju pada Milla yang berdiri di hadapannya dengan pesona yang begitu kuat. Sudut bibirnya sempat bergerak sedikit, menampakkan senyuman samar.Milla menambahkan, "Tapi memang, aku nggak suka berutang budi sama siapa pun. Jadi alasan ‘palsu’-ku tadi, sebenarnya nggak sepenuhnya palsu.""Hahaha."Zeno tertawa, "Bu Milla, kamu benar-benar wanita yang menarik."Milla tersenyum. Lengkungan di sudut bibirnya manis dan anggun.Zeno lalu menekuk sedikit lengannya, memberi isyarat agar Milla menggandengnya. Milla pun me
Di luar jendela toko dessert.Sebuah mobil Maybach hitam perlahan berhenti di tepi jalan. Jendela mobil turun separuh. Dari dalam, sorot mata Chris yang tajam menembus ke arah jendela kaca toko dan jatuh tepat pada sosok wanita di dalamnya.Air mata yang mengalir dari sudut mata Milla, menghujam langsung ke dasar hatinya. Apakah Milla menangis karena dirinya?Mengingat kembali ucapannya tadi, Chris merasa dirinya memang agak keterlaluan.Chris adalah pria yang rasional dan tenang. Namun hari ini, dia malah terbawa emosi dan mengucapkan kata-kata yang begitu menyakitkan. Kenapa bisa begitu?Chris menggenggam erat kemudinya dan mengernyit dalam.Saat dia hendak membuka pintu dan turun, Wilson meneleponnya.“Pak, tebakan Anda benar. Zeno memang menyuruh orangnya menyusup di acara jamuan. Tapi setelah Anda membawa Nyonya pergi, sepertinya mereka langsung membatalkan semua rencana. Kami hanya menemukan sedikit petunjuk .... Apakah Anda mau datang dan melihatnya sendiri?”"Aku mengerti, aku
Milla sudah lama tidak bertemu dengan ibunya. Begitu sampai di rumah, dia langsung mandi dan mencuci muka, lalu menyelinap ke tempat tidur ibunya dengan manja dan bersikeras ingin tidur bersama.Melalui perbincangan semalaman yang penuh kehangatan, Milla merasa energi dalam dirinya yang sebelumnya hampir habis, kembali terisi penuh oleh kekuatan cinta. Dia pun merasa siap untuk kembali berjuang menghadapi dunia luar.Namun, soal pertanyaan yang masih tak kunjung dijawab oleh ibunya, Milla memilih untuk tidak mengungkitnya lagi.Keesokan harinya, Nayla beristirahat di rumah.Milla juga sengaja pulang lebih awal dari kantor karena ingin lebih banyak menghabiskan waktu bersama ibunya. Namun, begitu sampai di rumah, dia menerima telepon dari asistennya yang meminta izin untuk membahas tahap berikutnya dari percobaan parfum terbaru.Setelah kejadian heboh dengan Laura, uji coba berikutnya pasti akan mendapat banyak perhatian dari berbagai kalangan. Departemen parfum di Grup Jauhari pun seda
Haha!Chris menoleh untuk melihat Wilson sekilas. Sorot matanya tampak dingin, seakan-akan bisa membunuh orang.Ekspresi Wilson penuh penderitaan. Kalau bisa, dia ingin langsung melompat ke dalam sumur dan mengakhiri hidupnya saat itu juga. Namun, apa yang bisa dia jelaskan? Di depan Chris, dia benar-benar tidak punya hak bicara sedikit pun.Chris dan Milla melakukan pernikahan rahasia, tapi dia yang selalu dijadikan tameng di depan calon ibu mertua. Yang paling menyebalkan, Chris tidak tega memarahi Milla karena tidak menjelaskan kepada ibunya dengan baik. Setiap kali malah dia yang selalu dijadikan pelampiasan amarah!Wilson benar-benar merasa menderita!"Kalian tadi lagi ngobrol apa?" Chris akhirnya memecah keheningan yang canggung."Oh, aku sedang menceritakan masa kecil Milla pada Wilson," jawab Nayla santai."Menarik?" tanya Chris sambil melirik dingin ke arah Wilson.Wilson langsung mematung. Dia tahu betul, entah menjawab ya atau tidak, nasibnya tetap akan menderita."Itu tadi
"Maksudmu apa?" tanya kapten itu kepada Milla."Dilihat dari ekspresimu, aku rasa tebakanku benar, 'kan?" Milla melanjutkan dengan tatapan tegas, "Kalau begitu, tolong jelaskan. Kalau sidik jariku sengaja ditinggalkan oleh pelaku di senjata itu, apa benar alat yang digunakan adalah bahan yang terbuat dari karet silikon?"Kapten itu mengangkat senjata, mendekatkannya ke hidung, lalu mengendus. Yang dia cium hanya sedikit bau logam terbakar akibat aliran listrik, tak ada aroma lainnya ...."Benar, untuk menyalin sidik jari memang biasanya menggunakan karet silikon. Tapi karena baunya khas, teknik profesional biasanya sudah menyiasatinya, jadi nggak akan meninggalkan aroma," jelas kapten itu dengan ragu. "Tadi sudah kucium, nggak ada aroma apa-apa. Kalian coba juga."Beberapa polisi lain pun meneruskan senjata itu dan mengendusnya. Semuanya menggeleng dan berkata, "Nggak ada bau karet sama sekali.""Kalian nggak bisa menciumnya, bukan berarti aku juga nggak bisa," ujar Milla dengan tenang
"Bu Milla, penahanan secara terpisah memang nggak mengizinkan orang luar mendampingi ...." Polisi itu mengerutkan dahi dan menyela."Aku sedang membahas syarat yang lain," kata Milla dengan nada tenang.Aura yang dipancarkannya langsung membuat orang-orang di sekelilingnya, termasuk para polisi merasa terintimidasi. Tak ada yang menyangka, gadis muda yang baru saja dituduh sebagai pembunuh Maalih berdasarkan bukti yang begitu kuat, justru menjadi orang pertama yang bisa menenangkan diri.Namun, kenapa dia terlihat begitu tenang? Bahkan berani menegosiasikan syarat?"Ini adalah kasus pembunuhan dan juga sebuah konspirasi. Meskipun sekarang aku ini tersangka utama, aku ingin mengajukan syarat untuk ikut menyaksikan proses investigasi," jelas Milla."Kamu nggak punya hak itu." Polisi itu menolak.Milla tidak menyerah. "Tapi sejauh yang kutahu, negara ini juga nggak memberi hak kepada para tamu di ruangan ini untuk menyaksikan pengumpulan bukti, 'kan? Kalian tetap memberi mereka izin. Seka
Satu jam yang lalu, Chris baru saja keluar dari ruang istirahat Milla dan pergi ke rumah sakit.Dia tidak memercayai bawahannya sepenuhnya. Orang-orang dari Keluarga Yunanda bukan orang biasa. Jika bawahannya sampai melakukan kesalahan dan gagal mendapatkan hasil tes DNA, Milla bisa langsung menjadi target Keluarga Yunanda!Keluarga Yunanda bagaikan rawa, entah berapa banyak darah dan tulang kerabat yang telah terkubur di sana. Jadi, Chris memutuskan untuk mengawasi sendiri prosesnya.Namun, begitu tiba di sana, dia tiba-tiba mendapat laporan dari Wilson. "Pak, ada masalah besar! Di pesta makan malam Keluarga Yunanda tiba-tiba ada aksi penyerangan! Maalih meninggal! Sekarang Bu Milla jadi salah satu tersangka ...."Napas Chris memburu. Urusan di rumah sakit terpaksa diserahkan lagi pada bawahannya. Dia segera kembali ke mobil dan menyetir dengan kecepatan tinggi.Ketika dia kembali ke aula pesta di pulau, polisi sudah selesai mencocokkan sidik jari dan hasilnya cocok dengan milik Milla
Tak lama kemudian, kantor polisi terdekat mengirimkan petugas untuk datang ke pulau dan melakukan penyelidikan, sekaligus membawa tim forensik.Di bawah pengaturan polisi, para tamu yang bersedia meninggalkan pulau bisa mengantre dengan tertib untuk menjalani pemeriksaan badan. Bila tidak ditemukan masalah, mereka diizinkan pergi.Karena kasus ini tergolong khusus di mana korban adalah seorang konglomerat lokal, sementara para saksi dan tersangka adalah tokoh-tokoh besar setempat, kantor polisi pun mengerahkan banyak personel untuk membuka penyelidikan langsung di pulau. Untuk sementara, semua terduga dilarang meninggalkan pulau.Setengah jam kemudian, hasil otopsi dari tim forensik selesai. Hasilnya kurang lebih sesuai dengan analisis dokter di pulau. Di sisi lain, pihak polisi juga menemukan taser yang disembunyikan di dalam tanah di area taman bunga."Mohon semuanya tetap tenang. Kami telah menemukan senjata yang digunakan. Setelah pemeriksaan, diketahui bahwa senjata ini menembakka
"Kamu sedang menyindir aku dan Pak Khavin adalah pelakunya?" Kali ini, Kepala Keluarga Sudarso, Hilman, menyipitkan mata dan berdiri sambil menatap tajam ke arah Milla."Aku nggak bicara begitu." Milla sudah menduga akan ada reaksi seperti ini. Dia menanggapinya dengan tenang, "Kebenaran dari kejadian ini tetap harus menunggu pemeriksaan lebih lanjut dari polisi dan tim forensik. Ini juga menyangkut perbedaan durasi setrum dan pelacakan asal senjata. Aku cuma menganalisis salah satu kemungkinan saja.""Tapi, jelas-jelas kamu membela Keluarga Yunanda dan Keluarga Dolken, sementara Keluarga Sudarso dan Keluarga Domani malah diseret ke dalam masalah ini!"Hilman tetap tidak terima dan terus menyudutkan Milla. "Kalau nggak, kenapa hanya kamu saja yang sibuk bicara di sini, sementara orang lain diam saja? Kamu murid Graham. Hari ini kamu juga mewakili Keluarga Yunanda memenangkan dua ronde pertandingan!""Pasti kamu punya kepentingan pribadi! Jangan-jangan kamu ini kaki tangan dari pelaku u
Di atas panggung, Graham terbaring di tandu darurat yang baru saja dibawa masuk. Dia perlahan mulai memulihkan kembali kontrol atas otot-ototnya. Milla dan asistennya setia berjaga di sisinya.Milla merasa seluruh bulu kuduknya meremang. Dia tahu bahwa membawa senjata di negara ini memang legal, tetapi dia tidak menyangka akan menyaksikan langsung kasus yang menyebabkan kematian. Lebih mengerikan lagi, pelakunya sempat berdiri sangat dekat dengan dirinya dan Graham!Mata bening Milla sedikit terangkat, menelusuri seisi panggung dengan tajam.Alfie duduk tegak di kursi rodanya, sama sekali tidak bergerak sejak awal. Maalih sudah meninggal dan tubuhnya telah dibawa turun oleh pelayan keluarganya.Dua keluarga lain di atas panggung adalah Keluarga Sudarso yang bergerak di bidang baja dan Keluarga Domani yang berawal dari bisnis farmasi. Kedua kepala keluarga itu kini berdiri dengan ekspresi bingung, merasa tertekan di bawah tatapan tajam kepala pelayan Maalih."Kami sudah melapor ke polis
Milla buru-buru menyembunyikan rasa cemasnya dan menenangkan Graham, "Guru, jangan khawatir. Kali ini benar-benar cuma mati lampu biasa."Sekitar satu menit kemudian, lampu di aula jamuan kembali menyala.Manajer aula menjelaskan dengan malu, "Mohon maaf sebesar-besarnya, tadi terjadi pemadaman listrik yang tak terduga. Sistem kami sudah otomatis menyalakan genset cadangan dan dipastikan nggak akan terjadi lagi. Silakan dilanjutkan.""Kita lanjutkan saja," ujar Alfie yang statusnya paling tinggi di antara para kepala keluarga yang hadir di atas panggung.Namun, begitu mereka saling menoleh, ekspresi masing-masing berubah kaget."Maalih!""Guru?""Apa yang terjadi?"Milla, Alfie, dan dua kepala keluarga lainnya berseru bersamaan.Milla segera memeluk tubuh Graham dan memeriksanya. Dia melihat tubuh pria tua itu lemas dan kaku di kursinya, bahkan sudut bibirnya tampak sedikit berkedut."Cepat panggil dokter!" teriak Milla sambil memegangi tubuh Graham. Asisten Graham yang duduk di bawah
"Mm ...."Belum sempat mendapat jawaban, yang datang malah sebuah ciuman yang begitu mendominasi. Milla terkejut sejenak, tubuhnya menegang. Dia buru-buru mendorong pria di atasnya.Gerakan Chris pun sedikit terhenti, tetapi dia tetap menatap mata jernih Milla dari jarak yang begitu dekat. Dengan napas yang cepat dan kuat, dia berucap, "Maaf."Penolakan yang hendak Milla ucapkan seketika tertelan oleh kata itu dan tatapan penuh perasaan milik Chris. Tanpa sadar, dia membiarkan dirinya dicium. Tubuh mereka perlahan bergerak ke arah sofa di dalam ruangan."Ini cuma ruang istirahat ...." Milla menyuarakan kekhawatirannya di sela ciuman."Wilson jaga di luar," balas Chris dengan tenang, menjawab keraguannya.Mereka akhirnya sampai di sofa. Namun, dari luar tiba-tiba terdengar suara Wilson yang berjaga di depan pintu."Pak Chris, pihak Keluarga Yunanda mengirim undangan makan malam. Mereka ingin tahu apa Pak Chris akan hadir malam ini?"Gerakan Chris sempat terhenti, satu tangan besarnya ma
Chris menutup pintu pelan-pelan, lalu duduk di ruang istirahat sebelah.Beberapa saat kemudian, Wilson kembali melapor, "Pak, dugaanmu benar. Pelayan itu keluar dari ruang istirahat dan langsung menemui Pak Alfie. Setelah itu, kepala pelayan Keluarga Yunanda mengirim orang ke rumah sakit untuk melakukan tes DNA.""Tapi, seluruh proses dilakukan mereka sendiri tanpa campur tangan orang luar. Barang yang pelayan itu ambil dari tubuh Nyonya di ruang istirahat nggak sempat kutukar. Jadi, aku langsung atur orang di pusat. Rencananya dia akan mengambil tindakan di tahap akhir."Chris mengangguk. "Yang penting hasil yang Keluarga Yunanda terima bukan hasil yang mereka inginkan. Kamu boleh pakai cara apa pun.""Baik, Pak." Wilson menerima perintah, lalu bertanya lagi, "Kenapa Pak Chris nggak masuk?""Jarang-jarang dia bisa tidur dengan tenang." Chris menjawab, bibirnya melengkung membentuk senyuman tipis."Pak, Keluarga Yunanda tahu soal kedatanganmu. Mereka ingin mengundangmu ke paviliun atas