Awas lho, Edgar 😏
Darel segera masuk ke dalam rumah megah di kawasan perumahan elit. setelah mendapat kabar bahwa Rosa sakit, pria itu tanpa pikir panjang pergi meninggalkan Hotel dan tidak memperdulikan ponselnya yang terus saja berdering. Saat ia tengah menyetir mobil. mungkin saja, itu hanyalah karyawan hotel yang meminta bantuan, pikirnya. “Rosa!” teriaknya, sambil terus melangkahkan kakinya menuju pada kamar Rosa yang terdapat di lantai dua. “Ros-” ucapannya tertahan saat melihat wanita berambut sebahu itu tengah duduk di tepi kasur. Rosa terlihat begitu indah dipandang. Lingerie seksi berwarna merah menyala itu, nampak begitu cocok ia kenakan. Darel meneguk ludahnya berulang kali, menahan sesuatu yang siap meledak dalam dirinya. Rosa sengaja melebarkan kakinya, agar paha mulus wanita itu nampak jelas di hadapan Darel. “Aku sakit, sayang.” Rosa memasukkan jari telunjuknya ke dalam mulutnya. membuat gerakan memasukkan, mengeluarkan dan menjilati jarinya sendiri. seperti seseorang yang tengah men
Zola hanya dapat pasrah, saat mobil yang dikendarai Edgar, memasuki area halaman Hotel miliknya. “Apa kau berharap agar aku membukakan pintu mobil?” Zola menggeleng, sebelum ia keluar dari mobil. wanita berwajah cantik itu berusaha untuk bersikap sedikit sopan dengan berterima kasih pada Edgar. ya, walaupun hatinya masih kesal dengan tingkah Edgar yang hampir saja menurunkannya di tempat yang tidak pernah dibayangkan sebelumnya oleh Zola. saat akan melangkahkan kakinya menjauh dari mobil Edgar, telinganya mendengar pintu mobil yang ditutup lumayan keras. Zola menolehkan kepalanya,menatap tak percaya saat Edgar nampak ikut turun dari mobil. “Seharusnya kau basa-basi padaku, untuk bisa melihat fasilitas Hotel ini.” Kata Edgar, pria itu kini sudah berada di samping tubuh Zola. Zola tidak mungkin bisa menolak permintaan Edgar, jika ia tidak ingin dilabeli sebagai wanita sombong dan tidak tahu cara berterima kasih. Zola hanya mampu tersenyum tanpa berkata-kata. Ia mengisyaratkan agar
Edgar mengedarkan pandangannya, menatap tiap benda yang berada dalam ruangan kerja Zola. Ia duduk dengan santai, tanpa memperdulikan tatapan aneh Zola dan juga Isa yang berada di hadapannya. “Apa kita harus bicara saat ada orang ini?” dagu Edgar sedikit maju kedepan, menunjuk ke arah Isa. “Tentu saja, karena Isa adalah GM di Hotel ini. kehadirannya sangatlah penting.” Sahut Zola sambil tersenyum menatap wajah Edgar yang terlihat sekali tidak menyukai kehadiran Isa. “Apa sudah ada kesepakatan bersama?” Isa melemparkan pertanyaan itu pada Zola. karena merasa Edgar tidak menyukainya, Isa terpaksa menanyakan hal itu pada Zola. “Bukankah GM di Hotel ini, suamimu sendiri?” Edgar begitu penasaran soal jabatan yang tiba-tiba saja sudah berubah. Isa dan Zola saling bertatap muka, lalu kembali memfokuskan pandangannya pada Edgar. “Sudah, tidak lagi. tapi anda tenang saja, Isa sudah sangat mahir dalam urusan perhotelan. Jadi, tidak ada yang perlu dikhawatirkan.” Sebelum Edgar kembal
Darel hendak bersuara, namun Zola kembali mengutarakan isi hatinya. "Haruskah aku yang menjadi kedua, diantara hubungan terlarang kalian selama ini?" Zola bangkit dari tempat duduknya, lalu berjalan ke arah jendela ruangan. menatap ke bawah, dimana lalu lalang kendaraan terlihat begitu jelas dari atas. "Kenapa harus aku? jika memang dari dulu kau begitu mencintai mantan sahabatku itu, harusnya kita tidak menikah. kau bebas memilih kehidupan mu, tanpa kasihan padaku, Darel Mananta!"Darel memejamkan matanya, mengingat masa lalu mereka. ia tidak menyangkal, kalau dulu pernah memiliki hubungan dengan Rosa, sebelum kenal dengan Zola. "Aku ingin kita cerai, jika kau tidak ingin. aku akan menggugat sendiri ke Pengadilan!" “Zol-”“Aku tidak sanggup, jika membayangkan kau pernah melakukan hal menjijikkan itu. kau sudah menorehkan luka pada hatiku, entah kapan luka ini akan sembuh.” Zola menghembuskan napas kasarnya, lalu kembali duduk di kursi kebesarannya. menatap dingin wajah Darel yang
Zola Maharani memenuhi permintaan Rosa. kini, wanita cantik itu terlihat duduk satu meja dengan wanita yang tidak lain adalah Rosa. “Aku pikir, kau tidak akan datang menemui ku,” kata Rosa dengan sikap yang terlihat biasa saja. tidak ada rasa bersalah sedikitpun terpancar dari wajahnya. “sebenarnya, aku berharap hubungan antara aku dan juga Darel tidak akan pernah terbongkar. tapi, sepertinya takdir Tuhan lebih indah dari perkiraan ku. sepertinya, kita sudah impas. dulu,kau mengambil Darel dan sekarang giliranmu untuk mengikhlaskan semuanya.” Zola tidak bereaksi. wanita itu, masih diam saja mendengarkan perkataan yang keluar dari bibir Rosa. “Semenjak kalian pacaran, aku seperti orang asing yang terlupakan. selalu berada dalam bayang-bayangmu, membuatku begitu muak dan ingin sekali berteriak lantang dan berkata kalau aku begitu membencimu, Zola! setiap orang yang berusaha mendekatimu, menjadikan aku sebagai batu loncatan sementara dan jika sudah bisa berteman denganmu, pasti aku dil
“Jaga mulutmu kalau bicara, Zola! aku bukanlah wanita murahan yang seperti kau tuduhkan. Lagi pula, aku hanya mengambil sesuatu yang sudah kau rebut. disini, orang yang playing Victim itu, kau sendiri. Jadi, jangan memutar balikkan fakta!” Sudut bibir kiri Zola, tertarik keatas, sehingga membentuk sebuah seringai merendahkan. hal itu, kian membuat dunia Rosa seolah-olah runtuh seketika. Ia sungguh tidak percaya, Zola sekarang benar-benar bermental baja. Tidak takut sedikitpun dengan berbagai macam kata-kata pahit yang keluar dari mulutnya. saat akan mengucapkan sesuatu, Rosa membaca arah pandang Zola yang menatap sekitarnya. Rosa menertawai dirinya sendiri. ia baru sadar, saat ini meja yang ditempatinya menjadi sasaran empuk para wartawan dadakan yang saat ini tengah merekam pembicaraan antara dirinya dan Zola. “Kau sengaja?” Rosa ingin sekali menjambak rambut wanita yang kini tengah menikmati minuman pesanannya. Zola meletakkan gelasnya, lalu menggeleng cepat berusaha untuk untu
Dessy menyeka air matanya, lalu menoleh menatap wajah Zola. “Maafkan orang tua yang tidak dapat membimbing anaknya menjadi suami yang baik untukmu. Kau harus tahu, mama benar-benar kecewa dengan Darel. Tapi, disisi lain, mama juga tidak bisa mengawasi apa yang dilakukan Darel diluaran sana,” Dessy menghela napas dalam-dalam lalu menghembuskan secara perlahan-lahan, sambil terus melanjutkan perkataannya. “Keputusan ada padamu, Zola. mungkin kesalahan sekecil apapun, dapat dimaklumi, tapi ini perselingkuhan. Mama tidak akan pernah bisa membayangkan jika berada di posisimu. Mama juga tidak akan pernah mempengaruhi keputusan yang nantinya akan kau buat. kau boleh menyerah atau mempertahankan gelar sebagai istri Darel. renungkan, tanpa merasa bersalah pada mama. Karena mama tidak ingin, kehadiranku mempengaruhi keputusanmu.” Dessy meraih tubuh mungil menantunya itu, kedalam pelukannya. “Jangan menyerah begitu cepat, jika gagal dalam kehidupan yang kau jalani saat ini. yakinlah, Tuhan memil
“Saya ulangi sekali lagi, benar anda sudah memiliki istri?” dokter berwajah teduh itu, terlihat begitu sabar untuk menjelaskan hal yang nantinya akan diketahui oleh Darel. walaupun Ia sendiri, jelas mengetahui bahwa Darel saat ini tengah menatapnya dengan penuh kekesalan. Darel pikir, klinik pria ini, akan langsung memberitahukan penyebab kencingnya yang bernanah. Ini justru, dirinya seperti berhadapan dengan wartawan. Bagaikan sesi wawancara saja. “Iya, saya sudah beristri. lantas, apa hubungannya dengan nanah yang keluar dari tubuh saya?” Darel menghembuskan napas kasarnya, entah mengapa dirinya begitu kesal dengan pertanyaan sang dokter yang menyinggung soal statusnya yang telah beristri. “Hidup memang hanya sekali. Tapi, kita diberikan kemampuan untuk berpikir jangka panjang sebuah resiko yang nantinya akan berdampak pada kesehatan diri. kembali saya mengulang kembali pertanyaan, apakah anda pernah jajan di luar? maksud saya, bukan jajanan yang anda makan melalui mulut anda. mela