Darel lagi pusing. ada yang mau bantu? 😌 Atau kalian, team Edgar?
Edgar membuang napas kasar ke udara. Tatapannya kembali pada Zola yang masih setia duduk di hadapannya.Ia pikir, wanita ini akan memohon agar bisa bekerja sama dengan Travel Agency yang dimilikinya. Namun, sepertinya pemikirannya salah besar. “Anda terlalu sensitif, saya hanya baru mengatakan pointnya. Tapi, anda sudah tersinggung.” Zola menarik napas panjang, lalu berkata “Maaf atas sikap saya, tapi seperti yang anda katakan. Sepertinya Hotel kami tidak memiliki standarisasi yang anda inginkan!” Edgar melambaikan tangannya pada seorang waiters. Seperti tidak memperdulikan ucapan Zola. “Kita bicara lagi, setelah memesan minuman.” Tanpa melihat daftar menu, Zola nampak begitu malas-malasan dan hanya memesan kopi Gayo kesukaannya. “Anda penikmat kopi?” tanya Edgar. Zola mengangguk mengiyakan tanpa menjawabnya. Saat Edgar mengalihkan pandangannya ke arah lain, diam-diam Zola mengamati wajah pria berwajah tampan itu. Hidung mancung, bibir sedikit tebal dan manik hitam seperti burun
Bab 13 Zola menepikan mobilnya tidak jauh dari area Cafe tempat janjiannya. Ia bergegas turun dari mobil, saat melihat bagian kap mesin mobil mengeluarkan asap lumayan banyak. “Apa yang terjadi?” Zola merasa kebingungan. walaupun jalanan ramai dilewati dengan kendaraan, tapi tak satupun dari mereka yang berniat membantu Zola. saat akan menelepon Darel, sebuah mobil keluaran terbaru barwarna hitam berhenti tepat di depan mobilnya. “Butuh bantuan?” Zola membulatkan matanya, tak menyangka jika pemilik mobil tersebut adalah Edgar. Pria berwajah tampan sekaligus datar itu, nampak jelas menatapnya dengan tatapan yang Zola sendiri tidak dapat mengartikan hal itu. “Ya, aku bingung. Biasanya juga tidak pernah kejadian seperti ini. tapi, tenang saja aku sudah mencoba menghubungi suamiku. mungkin sebentar lagi, ia akan datang.” Sahut Zola, walaupun teleponnya belum terhubung dengan Darel. entah mengapa pria itu tidak langsung menjawab panggilannya. walau sebenarnya Zola sendiri berencana un
Darel segera masuk ke dalam rumah megah di kawasan perumahan elit. setelah mendapat kabar bahwa Rosa sakit, pria itu tanpa pikir panjang pergi meninggalkan Hotel dan tidak memperdulikan ponselnya yang terus saja berdering. Saat ia tengah menyetir mobil. mungkin saja, itu hanyalah karyawan hotel yang meminta bantuan, pikirnya. “Rosa!” teriaknya, sambil terus melangkahkan kakinya menuju pada kamar Rosa yang terdapat di lantai dua. “Ros-” ucapannya tertahan saat melihat wanita berambut sebahu itu tengah duduk di tepi kasur. Rosa terlihat begitu indah dipandang. Lingerie seksi berwarna merah menyala itu, nampak begitu cocok ia kenakan. Darel meneguk ludahnya berulang kali, menahan sesuatu yang siap meledak dalam dirinya. Rosa sengaja melebarkan kakinya, agar paha mulus wanita itu nampak jelas di hadapan Darel. “Aku sakit, sayang.” Rosa memasukkan jari telunjuknya ke dalam mulutnya. membuat gerakan memasukkan, mengeluarkan dan menjilati jarinya sendiri. seperti seseorang yang tengah men
Zola hanya dapat pasrah, saat mobil yang dikendarai Edgar, memasuki area halaman Hotel miliknya. “Apa kau berharap agar aku membukakan pintu mobil?” Zola menggeleng, sebelum ia keluar dari mobil. wanita berwajah cantik itu berusaha untuk bersikap sedikit sopan dengan berterima kasih pada Edgar. ya, walaupun hatinya masih kesal dengan tingkah Edgar yang hampir saja menurunkannya di tempat yang tidak pernah dibayangkan sebelumnya oleh Zola. saat akan melangkahkan kakinya menjauh dari mobil Edgar, telinganya mendengar pintu mobil yang ditutup lumayan keras. Zola menolehkan kepalanya,menatap tak percaya saat Edgar nampak ikut turun dari mobil. “Seharusnya kau basa-basi padaku, untuk bisa melihat fasilitas Hotel ini.” Kata Edgar, pria itu kini sudah berada di samping tubuh Zola. Zola tidak mungkin bisa menolak permintaan Edgar, jika ia tidak ingin dilabeli sebagai wanita sombong dan tidak tahu cara berterima kasih. Zola hanya mampu tersenyum tanpa berkata-kata. Ia mengisyaratkan agar
Edgar mengedarkan pandangannya, menatap tiap benda yang berada dalam ruangan kerja Zola. Ia duduk dengan santai, tanpa memperdulikan tatapan aneh Zola dan juga Isa yang berada di hadapannya. “Apa kita harus bicara saat ada orang ini?” dagu Edgar sedikit maju kedepan, menunjuk ke arah Isa. “Tentu saja, karena Isa adalah GM di Hotel ini. kehadirannya sangatlah penting.” Sahut Zola sambil tersenyum menatap wajah Edgar yang terlihat sekali tidak menyukai kehadiran Isa. “Apa sudah ada kesepakatan bersama?” Isa melemparkan pertanyaan itu pada Zola. karena merasa Edgar tidak menyukainya, Isa terpaksa menanyakan hal itu pada Zola. “Bukankah GM di Hotel ini, suamimu sendiri?” Edgar begitu penasaran soal jabatan yang tiba-tiba saja sudah berubah. Isa dan Zola saling bertatap muka, lalu kembali memfokuskan pandangannya pada Edgar. “Sudah, tidak lagi. tapi anda tenang saja, Isa sudah sangat mahir dalam urusan perhotelan. Jadi, tidak ada yang perlu dikhawatirkan.” Sebelum Edgar kembal
Darel hendak bersuara, namun Zola kembali mengutarakan isi hatinya. "Haruskah aku yang menjadi kedua, diantara hubungan terlarang kalian selama ini?" Zola bangkit dari tempat duduknya, lalu berjalan ke arah jendela ruangan. menatap ke bawah, dimana lalu lalang kendaraan terlihat begitu jelas dari atas. "Kenapa harus aku? jika memang dari dulu kau begitu mencintai mantan sahabatku itu, harusnya kita tidak menikah. kau bebas memilih kehidupan mu, tanpa kasihan padaku, Darel Mananta!"Darel memejamkan matanya, mengingat masa lalu mereka. ia tidak menyangkal, kalau dulu pernah memiliki hubungan dengan Rosa, sebelum kenal dengan Zola. "Aku ingin kita cerai, jika kau tidak ingin. aku akan menggugat sendiri ke Pengadilan!" “Zol-”“Aku tidak sanggup, jika membayangkan kau pernah melakukan hal menjijikkan itu. kau sudah menorehkan luka pada hatiku, entah kapan luka ini akan sembuh.” Zola menghembuskan napas kasarnya, lalu kembali duduk di kursi kebesarannya. menatap dingin wajah Darel yang
Zola Maharani memenuhi permintaan Rosa. kini, wanita cantik itu terlihat duduk satu meja dengan wanita yang tidak lain adalah Rosa. “Aku pikir, kau tidak akan datang menemui ku,” kata Rosa dengan sikap yang terlihat biasa saja. tidak ada rasa bersalah sedikitpun terpancar dari wajahnya. “sebenarnya, aku berharap hubungan antara aku dan juga Darel tidak akan pernah terbongkar. tapi, sepertinya takdir Tuhan lebih indah dari perkiraan ku. sepertinya, kita sudah impas. dulu,kau mengambil Darel dan sekarang giliranmu untuk mengikhlaskan semuanya.” Zola tidak bereaksi. wanita itu, masih diam saja mendengarkan perkataan yang keluar dari bibir Rosa. “Semenjak kalian pacaran, aku seperti orang asing yang terlupakan. selalu berada dalam bayang-bayangmu, membuatku begitu muak dan ingin sekali berteriak lantang dan berkata kalau aku begitu membencimu, Zola! setiap orang yang berusaha mendekatimu, menjadikan aku sebagai batu loncatan sementara dan jika sudah bisa berteman denganmu, pasti aku dil
“Jaga mulutmu kalau bicara, Zola! aku bukanlah wanita murahan yang seperti kau tuduhkan. Lagi pula, aku hanya mengambil sesuatu yang sudah kau rebut. disini, orang yang playing Victim itu, kau sendiri. Jadi, jangan memutar balikkan fakta!” Sudut bibir kiri Zola, tertarik keatas, sehingga membentuk sebuah seringai merendahkan. hal itu, kian membuat dunia Rosa seolah-olah runtuh seketika. Ia sungguh tidak percaya, Zola sekarang benar-benar bermental baja. Tidak takut sedikitpun dengan berbagai macam kata-kata pahit yang keluar dari mulutnya. saat akan mengucapkan sesuatu, Rosa membaca arah pandang Zola yang menatap sekitarnya. Rosa menertawai dirinya sendiri. ia baru sadar, saat ini meja yang ditempatinya menjadi sasaran empuk para wartawan dadakan yang saat ini tengah merekam pembicaraan antara dirinya dan Zola. “Kau sengaja?” Rosa ingin sekali menjambak rambut wanita yang kini tengah menikmati minuman pesanannya. Zola meletakkan gelasnya, lalu menggeleng cepat berusaha untuk untu
Hari berlalu begitu saja, tidak ada yang menarik bagi Zola kecuali rasa berkecamuk dalam hatinya. walaupun hari ini adalah hari yang ditunggu-tunggu oleh ayahnya, tetap saja Zola merasa sedikit kecewa. sebentar lagi dunia akan tahu, bahwa ayahnya memiliki wanita lain dan tentu saja, buah hati dengan wanita itu. ya, siapa lagi kalau bukan Isa. pria yang sudah ia anggap sebagai sahabat dan kakaknya itu kini justru berubah statusnya sebagai adiknya. pria itu akan menyandang status sebagai seorang anak Joyokusumo.“Sudah siap, sayang?” Zola mendongak, menatap wajah teduh ibunya yang terlihat begitu cantik dalam balutan kebaya berwarna gold.Zola tersenyum tipis, dadanya masih saja sesak walau ia sudah berusaha untuk meyakinkan diri bahwa ia sudah siap dengan semuanya. tanpa menunggu arahan ibunya, Zola bangkit dari tempat duduknya dan berjalan keluar menuju ke tempat Resepsi Pernikahan Isa dan Rumi. Zola memang sengaja tidak menemani Rumi saat acara akad nikah, bukan tanpa alasan. Ia lebi
Zola bersandar pada kursi depan mobil, tepatnya di samping Edgar yang saat ini tengah menyetir. suasana terasa begitu hening sesaat setelah keduanya sampai detik ini tidak ada yang memulai pembicaraan. Zola memejamkan mata, meresapi kejadian yang tadi terekam jelas dalam otaknya, bagaimna telatennya Edgar saat menyuapkan makanan. tanpa Zola sadari, pria di sampingnya terlihat mencuri pandang dan mendapati Zola tersenyum sendiri.“Apa yang sedang kau lamunkan, sayang? kau tersenyum begitu manis dan rasanya tidak adil jika tak kau bagi padaku,” deretan kalimat yang diucapkan oleh Edgar membuat Zola membuka mata dan langsung menatap sang pujaan hati.“Hanya mengingat kejadian yang lucu.” Sahut Zola berusaha untuk tidak mengatakan yang sebenarnya. malu, rasanya jika ia harus jujur pada Edgar soal hal yang baru saja ia lamunkan. jika sampai kekasihnya itu tahu, dapat dipastikan bagaimna Edgar akan berbangga hati dan besar kepala.“Benarkah? tap-”“Sudahlah, jangan diperpanjang!” sela Zola
Zola hanya dapat memandang penuh dengan banyak pertanyaan di kepalanya. saat ini, Zola tidak dapat mengalihkan pandangannya pada Edgar yang terlihat begitu lahap menyantap makanan yang sudah tersedia diatas meja. sesekali Edgar melirik ke arah Zola yang terlihat diam saja dan belum menyentuh makanannya. Edgar tidak terlalu ambil pusing, ia terus saja menikmati makanannya. "Apa kau sering datang ke tempat seperti ini?" akhirnya Zola memutuskan untuk bertanya. ia sudah tidak tahan lagi melihat ekspresi wajah Edgar yang terlalu menikmati makanan. bukan jijik karena berada ditempat warung lesehan seperti ini, lebih ke rasa penasaran karena Zola sendiri belum Pernah makan ditempat seperti ini. apalagi seorang Edgar Valden, seorang pebisnis kaya raya. "tidak sering, hanya saja orang tuaku pernah sesekali mampir ke tempat seperti ini dan jujur saja, aku merasa lidahku cocok untuk makanan seperti ini. apa ini terlihat aneh?" Zola menggeleng, terlihat dipaksakan dan terkesan aneh dengan sen
Rumi tidak memperpanjang perdebatannya dengan Isa. mungkin untuk saat ini, ia harus sedikit mengalah untuk mengesampingkan kepentingan sahabatnya sendiri. walau Rumi tidak tahu pasti, apa yang membuat Isa merubah sifatnya menjadi lebih membenci Zola. Rumi juga tidak ingin munafik, pernikahannya sudah tinggal menghitung hari dan ia tidak ingin pernikahannya hancur berantakan. katakanlah ia egois, tapi Rumi begitu mencintai Isa. *** Zola menatap layar laptopnya sembari menghela napas kasar. pekerjaan yang menumpuk disertai dengan sekelumit permasalahannya membuat tubuh dan pikirannya seperti diperas habis. ingin sekali rasanya pergi ke suatu tempat yang menenangkan diri, tapi Zola terlalu gengsi jika harus menghubungi terlebih dahulu Edgar. Ia ingin agar pria itu berinisiatif untuk menghubungi dirinya terlebih dahulu. “Hai, apa aku mengganggumu?” Zola mengangkat wajah, menatap tak percaya jika pria yang baru saja menghiasi pikirannya, justru kini berdiri di ruangannya. dengan senyu
Pandangan Zola teralihkan pada ponselnya yang berdering. wanita cantik itu lantas merogoh ponsel yang berada di dalam saku celananya. Zola menatap pada Edgar, seperti meminta izin pada kekasihnya itu untuk mengangkat panggilan telepon tersebut.“Rumi,” ucapnya pelan yang diangguki oleh Edgar.“Hallo,”‘Zola, maafkan aku.’ sahut Rumi tanpa berbasa-basi.‘aku tahu, pernikahanku ini berdampak pada kehidupanmu. tapi, aku sungguh tidak tahu jika keadaannya sampai seperti ini. Isa baru saja menghubungi diriku dan mengatakan akan membatalkan pernikahan ini. bagaimana ini, Zola? undangan sudah terlanjur tersebar dan…aku malu sekali. aku tidak tahu, apa Masalahnya sampai Isa memutuskan hal ini tanpa berbicara padaku. namun,” ada jeda waktu saat Rumi kembali akan melanjutkan perkataannya. ‘aku yakin, ini berhubungan denganmu.’“Kenapa harus aku, Rumi? bukankah kita sahabat, lantas apa yang mendasari dirimu yakin jika Isa membatalkan pernikahan ini gara-gara diriku?” ucap Zola tanpa mengalihkan
“Aku pikir ayah akan sedikit mengasihi kami, sebagai keluarga. namun, nyatanya kami harus kembali di tampar oleh fakta menyedihkan soal pengkhianatan yang ayah lakukan pada ibu.”PRAK!Daries membanting piring yang ada dihadapannya, membuat piring berbahan keramik itu pecah berantakan di lantai. baru kali ini, Zola melihat wajah kemarahan sang ayah. dan itu semua disebabkan oleh Isa. anak kandungnya yang sudah lama ia rahasiakan. “Cukup Daries, kau membuat Zola ketakutan.” “Sebagai seorang ibu, kau tidak bisa mengajari dan mendidik anak kita! lihat kelakuannya sekarang setelah bercerai, berani sekali mengungkapkan isi hatinya dan berencana meninggalkan rumah ini!”Zola menatap wajah ibunya, berharap agar wanita itu bisa sedikit saja tegas pada ucapan Daries. tapi, kenyataannya tidak seperti yang Zola inginkan. Dania hanya dapat menundukkan wajah tanpa berani menatap langsung wajah Daries.‘setidaknya aku tidak selemah ibuku,’ batin Zola lalu pergi meninggalkan ruang makan. Setelah
Semalaman Edgar tidak tidur dengan tenang. pria berlesung pipi itu terus saja terbayang wajah Zola yang dipenuhi oleh air mata. betapa rapuhnya pondasi hati wanita yang dulu ia kenal begitu tegar dan tak gampang untuk menangis. Zola juga merupakan wanita yang tidak mudah untuk menunjukkan kesedihannya. pasti ada sesuatu yang membuat kekasihnya itu begitu terpuruk dan terlihat begitu putus asa. karena waktu telah menunjukkan pukul setengah delapan, Edgar bergegas untuk mandi dan melakukan aktifitas seperti biasanya.“Sebaiknya kau pikir ulang untuk menikahi anak Joyokusumo itu,”Edgar menghentikan sendok yang berisi makanan yang sudah hampir masuk ke dalam mulutnya. pernyataan yang baru saja keluar dari bibir Valden membuat suasana hati dan nafsu makan Edgar seketika hilang begitu saja. bukankah slhal ini sudah dibahas berulang kali dan kesepakatannya adalah ia boleh menikahi Zola, yang penting hal itu tidak berdampak buruk pada bisnis keluarga ini. Melihat ekspresi wajah Edgar yang t
“Aku bilang keluar!” teriak Zola tanpa peduli jika suaranya terdengar sampai keluar. walaupun kamar ini kedap suara, namun saat ini pintu kamar Zola tidak ditutup dan bisa saja suaranya terdengar sampai keluar. melihat ekspresi wajah kesal Zola, tidak membuat Isa tergugah untuk pergi. pria itu justru terlihat menyilangkan kaki, santai sekali.“Aku belum berkata sampai point' pentingnya. menyerah saja, kau tidak akan bisa bersaing denganku. dari dulu, kau tergantung pada kemampuan ku untuk mengelola Hotel.”Zola menghela napas kasarnya, berupaya untuk tidak percaya dengan pendengarannya. namun, telinganya masih berfungsi dengan normal.“Maksudmu?”“Bersaing adil denganku tanpa melibatkan Edgar. aku sudah bicara dengan orang tua itu, kau tidak akan dilibatkan dalam proses pernikahan kami. lebih tepatnya, kau akan menjadi bagian dari tamu penting pernikahanku,”“Sejak kapan kau merencanakan ini semua?” tegas Zola, dalam hatinya berharap ini hanyalah ilusinya.“Sejak aku tahu, siapa jati
Zola menghela napas dalam-dalam, lalu menghembuskan secara perlahan-lahan. bagi Zola, seharusnya ayahnya tidak melakukan ini. ia juga anak Daries, untuk apa melakukan hal yang tak masuk akal begitu. menyuruhnya dan Edgar mengurusi hal-hal yang harusnya sudah di kerjakan oleh anggota wedding organizer, jadi tidak masuk akal untuk memaksakan diri mereka untuk…Zola menggeleng cepat, kesal dengan pemikirannya sendiri dan merasa terbebani dengan permintaan sang ayah. saat akan merebahkan tubuhnya di kasur, suara ketukan pintu membuatnya harus menunda keinginannya untuk beristirahat sejenak. saat membuka pintu kamar, betapa terkejutnya Zola saat melihat Isa berada di depan kamarnya. “Boleh masuk?”Zola menggeleng cepat, tidak mengizinkan Isa masuk ke dalam kamarnya. “Ada yang ingin aku bicarakan, anggap saja ini sebagai kado pernikahanku.” Isa masih berusaha untuk meyakinkan Zola.“tap-” belum sempat Zola mencerna perkataan Isa, pria itu langsung menerobos masuk kedalam kamar Zola. “Kau