Seketika itu, Inara langsung menelan salivanya ketika melihat bibir merona Daniel, tipis, dan sangat mempesona. Tiba-tiba saja, Inara teringat kejadian tadi ketika Daniel melumat bibir Inara. Pria itu begitu lihay memangut bibir Inara dan melumatnya."Apakah aku sudah tak waras." Inara mengumpat dirinya sendiri, dia langsung mengalihkan pandangannya ke arah lain. Inara tak bisa membohongi perasaannya bahwa ada sebuah rasa yang tak biasa melanda hatinya. Memandangi wajah Daniel mampu membuatnya tenang apalagi setelah bertemu dengan Bagas tadi. Membuat kepalanya menjadi pusing, mantan suaminya itu selalu saja bertanya masalah perceraian. Ingin rasanya Inara mengakhiri kerja sama mereka, tetapi karena merasa yakin bahwa bukan Gio yang menyebabkan kecelakaan itu jadi perempuan itu harus lebih bersabar lagi untuk mencari pelaku sebenarnya."Tidak bisa, sebelum aku menemukan pelaku di balik kecelakaan itu aku tidak akan mengakhiri kerja sama ini." Inara kembali memandangi waja
Inara tak tega melihat Daniel terbaring lemah seperti itu. Melihat Daniel tak menanggapi pertanyaannya membuat Kanza khawatir dan langsung menyentuh pria itu, tetapi Daniel juga tidak meresponnya."El, apa kamu dengar panggilanku?" panggil Inara berulang kali."Daniel... Daniel.." panggilnya lagi ingin memastikan bahwa Daniel benar-benar pingsan. Sontak saja Inara langsung menepuk pipi Daniel dan memang pria itu tidak sadarkan diri. Inara langsung menelpon Joe dan memintanya datang untuk membawa Daniel ke rumah sakit. Kebetulan sekali tiba-tiba saja Joe datang dan berniat ingin menjemput atasannya untuk acara meeting hari itu. Melihat keadaan atasannya begitu lemah, Joe pun langsung membopong tubuh pak Daniel dan membawanya masuk ke dalam mobil, mereka langsung menuju ke rumah sakit terdekat."Sebenarnya apa yang terjadi Nona Inara?""Aku tidak tahu, sebelumnya Daniel baik-baik saja dan kami bercanda di atas balkon." Setiba di sana, Daniel pun langsung ditangani Dokter. D
"Ini, El. Tadi ada semut yang menggigit Kanza," sambung Inara."Duduklah sayang! Apa kamu mau hubungan kita terbongkar di sini?" Pertanyaan itu sungguh membuat Inara sebal, demi menghilangkan kecurigaan orang. Dengan sangat terpaksa, Inara pun menyuapi Daniel dengan mesra. Meski kini jemari perempuan itu terus saja mencubit lengan Daniel sehingga membuat pria itu menatapnya nanar."Apa kamu tega mencubitku dengan kondisiku yang seperti ini?" tanya Daniel pelan seraya berbisik."Kamu yang membuat dirimu jadi demam seperti ini! Kenapa menyalahkanku," gerutu Inara sebal."Bukankah awalnya kamu mengajakku ke balkon semalam," sindirnya mengingatkan Inara. Di sisi lain, pria hidung mancung itu menatap nanar ke arah Daniel dan Inara. Sungguh saat itu hatinya merasa panas melihat kemesraan dua orang itu, di situ Bagas merasa yakin bahwa dirinya memang mulai menaruh hati pada Inara. Dia berpamitan ingin pergi ke toilet padahal Bagas hanya ingin mencari udara segar untuk menghilangkan
Melihat ada cairan bening yang berkumpul di pelupuk mata Inara, pria itu mengernyitkan dahinya dan bertanya, "Kenapa kamu menangis?" Daniel menyentuh dagu Inara lalu melihat matanya berkaca-kaca. Bukankah seharusnya Inara berbahagia bisa kembali lagi pada sang mantan? "Tidak kok! Mungkin ada debu yang masuk ke dalam mataku," jawab Inara beralasan. Inara mengusap air matanya yang hendak jatuh, tetapi tangan kekar Daniel menyingkirkan tangan Inara lalu membiarkan dirinya menghapus air mata perempuan itu."Aku tahu kamu habis bertemu dengan Bagas 'kan? Apa yang sebenarnya terjadi sehingga kamu bisa menangis seperti ini, Ra?" Sebenarnya Daniel sangat penasaran sekali dan ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi dengan dua orang itu. Perempuan itu menatap Daniel dan tak bisa lagi membendung air matanya sontak saja Inara memeluk Daniel dengan erat, menangis sejadi-jadinya di dalam dada bidang kekar Daniel."Biarkan aku menangis di sini dan jangan bertanya apa pun!" cibirn
Daniel tersenyum tipis melihat tindakan Inara yang mulai merajuk padanya, bak pasangan kekasih yang sedang marah pada pacarnya seperti itulah apa yang dilakukan Inara saat ini. Pria kekar itu langsung mengambil kunci dan mengambil alih mengemudi karena dia tidak ingin dicap pria lemah karena sakit sedikit saja malah menyuruh Inara yang menyetir mobilnya."Apa kamu tidak mau ikut?" tanya Daniel ketika melihat Inara hanya duduk santai di posisinya tadi."Bukankah kamu tidak perlu denganku," ketus Inara memalingkan wajahnya."Sebenarnya sekretaris pribadiku itu kamu apa Kanza sih? Kenapa kamu selalu saja ilfeel bila aku menyebut nama Kanza, apakah kamu mulai cemburu dengannnya?" ucap Daniel bercanda dengan senyuman tipisnya."Aku cemburu! Mana mungkin, hanya saja ak--" Inara tiba-tiba saja menjeda ucapannya karena ia tidak tahu alasan dia begitu ilfil kepada si Kanza itu karena apa, tetapi ada rasa benci tersendiri ketika Daniel membahas nama perempuan itu."Hanya saja aku tid
Ternyata memang benar Gio mengalami overdosis dan sekarang dirawat di rumah sakit. Baru saja Joe ingin memberitahu mereka, tetapi ternyata Inara sudah lebih dulu tahu tentang Gio. Hal itu pun diceritakannya pada Daniel Sontak saja pria itu langsung mendadak mengerem mobilnya dan bertanya, "Kenapa Gio melakukan hal itu?""Entahlah, sebaiknya kita ke rumah sakit sekarang," tegas Inara takut sesuatu hal buruk terjadi pada Gio. Jiwa Daniel langsung meronta-ronta untuk cepat sampai ke rumah sakit, kini tubuh lelahnya pun langsung segar kembali setelah ugal-ugalan yang dilakukannya. Mereka pun sampai ke rumah sakit. Inara langsung saja berlari tanpa menunggu lagi Daniel yang belum keluar dari mobil, Daniel hanya menggelengkan kepalanya melihat sikap yang begitu khawatir dengan keadaan Gio. Dia langsung menuju ke ruangan dimana Gio dirawat, Inara menatap sedih ketika melihat Gio terbaring lemah dengan alat medis terpasang di sekujur tubuhnya, Gio mengalami koma. Sungguh b
"Ayahmu tidak becus mengurus perusahaan, harusnya aku yang memimpin bukan ayahmu namun kakekku terlalu pilih kasih jadi jangan salahkan aku membunuhnya." Paman Nicholas tersenyum getir, tanpa rasa bersalah dia merasa bangga dengan tindakannya itu."Pria sialan kamu! Ayahku selalu baik dan menganggap seperti adiknya kandungnya sendiri namun mengapa kamu tega membunuhnya, hah??" Menatap Daniel berurai air mata, Inara tahu bahwa saat ini pria manik mata biru benar-benar sudah di penghujung lelah. Memandangi Daniel hanya diam sembari mendengarkan ucapan paman Nicholas, perempuan cantik itu langsung memeluknya dari belakang sambil menumpahkan segala air matanya. Ia tahu saat ini Daniel begitu sedih."Kamu tenang, El! Ada aku bersamamu," ucap Inara berulang kali. Semampunya, Inara berusaha menghibur Daniel."Aku belum bisa tenang, Ra. Masih ada sesuatu hal yang ingin aku dengar daripria tua bangka ini." Daniel langsung menatap tajam ke arah paman Nicholas."Bisakah kamu jelaskan
Inara hanya mengangguk saja lalu baru menoleh ke arah gaun yang tergeletak di atas ranjang seraya menatap gaun itu lebih dekat lagi. Gaun berwarna merah maron dengan sepatu senada."Daniel memang pria yang perfect! Apakah dia selalu bersikap seperti ini kepada mantan kekasihnya dulu." Inara mulai memikirkan Daniel lagi dan mencoba mengenakan gaun tersebut dan memandangi wajahnya di cermin, perempuan itu begitu takjub dan bertanya-tanya bagaimana bisa Daniel begitu tahu ukuran pakaiannya."Pria itu selalu saja memilihkan gaun yang pas untukku!" serunya tersenyum."Apakah kamu sudah siap?" tanya seorang pria yang hendak melangkah masuk ke dalam kamarnya. Hal itu membuat Inara terbelalak kaget sehingga tubuhnya tak seimbang dan ambruk ke lantai karena ia baru saja memasang sepatu sebelah kirinya. Di saat hendak jatuh beruntung sekali Daniel langsung menangkap tubuhnya dan membuatnya tak jadi jatuh dan saat ini Inara langsung menatap mata tajam Daniel dengan seksama. Manik mata be
Dia merapikan riasannya agar tak terlalu norak, si wanita yang menghiasnya tadi pun memberikan sepatu berwarna senada dengan gaun yang dikenakannya. Tidak lama kemudian, suara ketukan terdengar dari balik pintu. "Masuk saja," ucap Inara mengetahui bahwa itu adalah suara Daniel. Ketika tangan Daniel membuka pintu tersebut, matanya terbelalak kaget ketika mendapati Inara yang begitu cantik dengan gaun yang dikenakannya. Mulutnnya hingga ternganga membulat dan berbentuk huruf o. "Kamu cantik seka--" Daniel tak melanjutkan kalimatnya namun bibirnya langsung saja menyambar bibir ranum perempuan itu, tanpa penolakan dari Inara. Beruntungnya si perias tadi sudah dipersilahkannya keluar lebih dulu. Sentuhan lembut itu mampu memancing hasrat Inara yang juga menggebu hingga terjadi pangutan yang begitu lama, "Kamu cantik sekali, Ra," bisik Daniel baru menyadari orang-orang telah menunggunya di bawah."Terima kasih, El.""Apa kamu yakin dengan pernikahan ini, Ra?" "Apa maksudmu?
Daniel meminta Joe untuk menemukqn Inara secepatnya."Bagaimana bisa sudah satu minggu lamanya kalian tak menemukan Inara.""Kami akan berusaha menemukannya, Pak." Di sidang pada hari berikutnya, Rika lagi-lagi terus berkelit.“Nona Rika, kami minta tolong untuk Anda berkata jujur dan tidak berkelit,” ucap sang hakim agung.“Maaf, Yang Mulia. Tapi begitulah kenyataannya. Aku sama sekali tidak mengerti tentang kejadian yang Anda maksudkan atau yang kalian tuduhkan kepadaku. Aku benar-benar tidak bersalah dalam kasus ini,” ucap Rika.“Tapi, kenapa semua saksi berkata jika Anda juga terlibat kalau memang Anda tidak terlibat, Nona?"“I-itu pasti karena mereka sudah bersekongkol untuk menjebloskan aku ke dalam penjara!” kelit Rika sambil menyilangkan tangan di depan dada. Terdengar derit pintu terbuka membuat semua orang menoleh ke sumber suara."Tentu saja yqng salah harus dihukum. Aku datang sebagai korban atas pembunuhan yang telah kamu rencanakan, Rika. Bukan hanya aku yang men
Inara langsung meremas tangan Daniel dengan kuat hingga ia tidak menyadari jika kuku panjangnya itu membuat jemari Daniel terluka."Yang benar saja kamu melukai jariku," gumam Daniel merasakan perih di punggung tangannya. Tidak cukup di situ saja, Inara langsung memeluk Daniel karena takutan dengan kegelapan. Perempuan itu baru membuka matanya ketika Daniel sudah mengatakan bahwa lampu sudah menyala."Yang benar saja villa semegah ini bis--" Inara mengatupkan bibirnya karena melihat ruangan kamar itu dipenuhi dengan bunga-bunga dihiasi dengan sebuah kata-kata yang membuatnya terbelalak kaget."Apa maksudnya ini, El?" tanya Inara langsung menoleh ke arah Daniel."Maukah kamu menikah denganku?" Daniel dengan duduk berjongkok lalu menyodorkan sepasang cincin ke arah Inara."Benarkah kamu ingin menikah denganku?" tanya Inara benar-benar tidak percaya."Bukankah kamu harus menjawab pertanyaanku tadi? Mengapa nalah balik bertanya." Tanpa berpikir panjang lagi Daniel langs
Langsung saja perempuan itu menarik tangan Daniel dan memintanya untuk menjauh dari seorang gadis yang menjaga toko tersebut."Apakah itu tidak terlalu mahal?" protes Inara sembari membujuk Daniel untuk memikir ulang membeli cincin tersebut."Tidak apa-apa, Ra! Kan jarang banget aku membeli barang seperti ini dan aku tidak pernah menilai sesuatu dari harganya," balas Daniel meminta pelayan untuk membungkusnya."Apakah kamu ingin membeli yang lain? Pilih saja, nanti aku yang akan bayar," tawar Daniel melirik Inara yang terus saja mengomelinya. Hipotesa negatif mulai bersarang di dalam otaknya, melihat Daniel yang membeli barang tanpa memikirkan nilai harganya dantidak tahu untuk siap cincin tersebut maka membuat jiwa Inara bergejolak dan ingin membeli sesuatu yang sama nilainya dngan cincin tersebut."Baiklah, aku ingin membeli gelang, tetapi kalau harganya mahal, kamu tidak akan protes kan?" Inara sontak menoleh ke arah Daniel yang sedang duduk santai di atas sofa. Daniel t
Inara yang menatap dua orang itu saling beradu pandang pun merasa jengkel. Ia terus meneguk habis minumannya hingga membuatnya tersendak.Uhuukk... Uhuuk.."Minumlah." Daniel menyodorkan segelas air mineral ke arahnya. Melihat tindakan Daniel yang begitu sigap membantunya, membuat Inara sering bertanya-tanya apa yang sebenarnya Daniel pikirkan. Bagaimana bisa dia memberi perhatian kepada dua perempuan sekaligus. Hubungannya yang begitu dekat dengan Kanza benar-benar membuat Inara harus extra sabar menyaksikan hal itu."Mengapa aku jadi cemburu sih." Bagaimana tidak cemburu, Kanza pun terkadang bersikap manja dengan seorang pria blasteran itu di depan Daniel dan dirinya. Bahkan mereka saling menatap penuh makna satu sama lain. Ketika makanan sudah dihidangkan di atas meja, Kanza pun menyodorkan makanan kesukaan sang bule itu ke arahnya lalu memaksa sang pria bermanik mata hijau itu memakan satu suapan untuknya. Bukan hanya cantik saja, tetapi Kanza juga begitu handal m
"Iya, El." Inara menjawab terbata-bata karena jarak mereka yang hanya beberapa senti meter saja membuat Inara sedikit ketakutan. Daniel menelisik tajam ke arah Inara dan menatap sepasang bola mata perempuan cantik itu lalu ia membisikkan sesuatu hal yang membuat Inara berteriak. "Apa kamu sudah tak waras, El! Aku mana mungkin melakukan itu, hal yang terjadi kepada kita itu karena ketidaksengajaan." Inara mengingatkan Daniel apa yang pernah mereka lewati ketika malam nahas itu. Pria itu masih mengunci pergerakannya dan menatap Inara dengan sangat dalam, dia tahu bahwa saat ini Inara sedikit ketakutan dengannya. Namun, Daniel ingin membuat Inara sadar, lalu dia membisikan sesuatu lagi."Itupun jika kamu mau menikah denganku, jika tidak ya terserah padamu," ucapnya sedikit mengancam dengan senyuman yang mengembang di sudut bibirnya."Tidak akan! Aku tidak akan melakukan itu." Inara protes tidak menyetujui keinginan pria tersebut. Kemudian Daniel menatap lagi k
Mendengar itu sontak saja Inara mendekati Daniel dan hendak memukulnya, tetapi sayangnya kaki terpeleset dan membuat tubuhnya tak seimbang lalu hendak jatuh, beruntungnya tangan kekar itu langsung menarik tubuhnya sehingga masuk dalam pelukannya, tetapi tanpa sengaja karena ingin menolong Inara, malah handuk yang dipakainya jatuh ke lantai membuat tubuh pria itu terlihat polos hanya mengenakan alat pelindung untuk menutupi juniornya saja."Ambil handukmu, El." Sontak saja Inara Langsung memejamkan matanya seraya membenarkan posisinya."Lalu aku harus apa jika aku tidak menolongmu maka kamu akan jatuh," cibir Daniel merasa serba salah."Tetapi tidak begitu juga, El!" protes Inara."Kenapa kamu malu melihatnya, bukankah sudah sering melihatnya.""Iya, tapi aku tidak nafsu kok." Mendengar itu, Daniel mengambil handuk tersebut dan menutupi juniornya lalu keluar dari kamar Inara dan menutup pintu kamar dengan keras. "Apa dia benar-benar serius? Tidak nafsu denganku lalu kenapa
Daniel mengamati raut wajah Inara dan sepertinya perempuan itu benar-benar yakin dengan rencananya tersebut. Daniel jadi bingung dibuatnya."Apakah Inara yakin ingin merencanakan pernikahan itu?" gumam Daniel sedikit menggerutu. Semilir angin malam itu menyentuh kulit dan membuatnya terus memeluk ledua tangannya sehingga membuat Daniel melangkah masuk ke ruang kerjanya dan mengambil jasnya."Apakah kamu masih mencintai Bagas?" tanya Dankel menoleh ke arah istrinya.. Mendengar pertanyaan itu, Inara balik menoleh ke arah Daniel dan menjawab pertanyaannya."Bohong bila aku tidak mencintainya? Bagaimanapun pria itu pernah tersimpan indah di dalam lubuk hatiku, tetapi untuk kembali padanya dan mengulang masa lalu, aku rasa itu tidak mungkin meski.." Inara menjeda kata-katanya, seolah tidak sanggup untuk melanjutkannya."Meski kenapa" tanya Daniel ingin tahu isi hati perempuan itu. Memandangi wajah Inara, pria tampan itu tahu apa yang ada di dalam isi hatinya sama hal s
Daniel semakin erat memeluknya dan terus menyemangati Inara dan menasehatinya bahwa yang bisa menentukan pilihan itu adalah dirinya sendiri. Usai perempuan itu merasa lega, Daniel menyuruh Inara untuk meminum teh hangat agar tubuhnya merasa lebih baik lagi. Tak disangka perempuan itu menuruti kata-katanya dan Inara pun meminta Daniel membawanya ke balkon atas dan menikmati udara malam itu spontan saja Daniel langsung menolaknya mengingat bahwa tubuh perempuan itu masih begitu lemah."Please, ikuti perintahku! Jika kamu sehat aku tidak akan melarangmu," ketusnya tak senang. Dengan sangat terpaksa dan tidak ingin berdebat karena tubuhnya memang masih sedikit lemah maka Inara pun mengangguk, perempuan itu lantas menyuruh Daniel untuk membersihkan diri karena baju pria tampan itu juga sangat basah. Setelah pergi meninggalkan Inara dan masuk ke dalam.kamarnya, entah mengapa Daniel merasa tak tenang. Ada sedikit kegundahan yang menimpa dirinya kenapa bisa Bagas berkata seperti i