“Kalaupun aku jatuh cinta. Aku merasakannya pada wanita yang tepat, karena Vina adalah wanita yang membuatku nyaman. Bukan seperti wanita berisik yang kalian jodohkan padaku!”Dylan segera pergi meninggalkan kakak-kakaknya. Di belakangnya, seorang pengawal membuntuti. Dylan masuk ke kamarnya.“Apa Rere memberi kabar lagi?” Dylan bertanya pada sang pengawal.“Belum, Tuan Lano.”Sekarang, ia jadi sering mengecek kabar Vina. Sehari bisa lima kali ia bertanya pada pengawalnya.Dylan duduk di depan piano dan bersenandung pelan. Ia merasa hari-harinya lebih hampa sekarang. Dylan tidak menoleh saat terdengar ketukan di pintu.“Dylan, mau aku ambilkan cemilan? Nanti malam kamu ada syuting musik video, jadi tidak bisa makan berat.”Suara Genia itu sungguh menganggu. Dylan tidak mempedulikannya. Ia tetap memainkan piano sambil bersenandung.Hingga bahunya di sentuh dan Dylan menoleh cepat. Di sampingnya Genia tersenyum dengan manis.“Mau cemilan sebelum syuting? Aku takut kamu lapar karena nant
“Saya belum sempat melihatnya, Tuan.” Juan berkata santun.Dylan mengangguk. Mereka kembali ke kamar hotel. Juan juga ikut masuk ke kamar Dylan.Tamara dan Marcel yang melihat langsung menggeleng berbarengan. Juan seringkali diminta tidur di kamar Dylan akhir-akhir ini. Bahkan ekstra bed untuk Juan tidak pernah berpindah tempat.“Apa Lano segitu kesepiannya?”Tamara mengembuskan napas panjang mendengar pertanyaan Marcel. Sejak Lano berterus-terang tentang hidupnya, Tamara jadi merasa bersalah.“Rencana kita makan malam dengan keluarga Genia juga batal. Uncle Dennis pun telah membatalkan acara tersebut dengan mengirimkan bingkisan permohonan maaf.”“Untungnya Lano adalah artis besar dan pebisnis sukses, jadi mereka paham dengan alasan Lano sedang sibuk saat ini.”“Tapi, kupikir-pikir, Lano memang sangat tidak menyukai Genia.”“Pernah dengar istilah benci jadi cinta? Siapa tau itu terjadi pada Lano dan Genia.”Kakak-kakak Dylan masuk ke kamar masing-masing. Mereka berjanji untuk kembali
Vina sangat menikmati pekerjaan barunya. Kini, ia memiliki ruang kerja sendiri di rumah tempatnya berkarya.Dengan semangat, Vina tetap selalu bangun paling pagi. Ia menyiapkan sarapan, mengantar Clara sekolah lalu pergi bekerja."Clara, taksinya sudah datang!" Vina berteriak pada sang putri yang masih di kamarnya di lantai atas."Iya, mommy." Anak perempuan cantik itu berlari menuruni tangga.Dengan wajah waspada, Vina memperhatikan sang putri sampai tiba di ujung tangga di bawah. Vina langsung membungkuk menatap mata Clara."Mommy gak mau lihat Clara naik dan turun tangga dengan berlari seperti itu lagi. Bahaya!"Clara mengangguk. "Iya, mommy."Vina membalas dengan mengelus puncak kepala Clara. Ia membawakan tas bekal sang putri dan menunjuk keluar."Yuk berangkat, taksinya sudah datang."Wajah Clara memberengut, lalu menatap Rere. "Enakan naik mobil Uncle Rendra. Kenapa nggak bareng Auntie Rere aja, mom?""Mommy terlambat kalau nunggu Uncle Rendra."Rere mengamati kakak dan keponak
Vina berdiri di samping mobil hitam mengkilat. Wajahnya tidak menampakkan kegembiraan, malah terkesan menakutkan.“Bagus, kan?” Herera berkata sambil menatap mobil baru tersebut.“Bagus. Itu sebabnya aku tetap tidak bisa terima.” Dengan keras kepala, Vina menggeleng.Sampai di mejanya, Vina mengetik pesan pada Rere. Menceritakan bagaimana tiba-tiba bos-nya memberikan mobil mewah. Ia mengirim pesan disertai foto mobil tersebut.Rere tidak menjawab. Setelah membaca pesan sang kakak, ia juga melayangkan protes pada Lano melalui akun agensi Lano.“Yaaa kalii pegawai baru dikasi BMW seri terbaru. Yang bener ajaaa! Untung kakakku nggak jantungan!”Hanya selang satu menit, Rere mendapat balasan.“Maunya mobil apa?”Kali ini Rere bingung menjawabnya. Setelah berpikir beberapa saat, ia membalas pesan kembali.“Mobil listrik saja. Biar kami yang pilih.”“Oke.”Begitu mendapat jawaban dari agensi Lano, kini Rere membalas pesan Vina.“Tolak, Kak. Nanti kita cicil mobil listrik saja. Di showroom k
“Kamu pikir aku melupakanmu? Sesuatu tentang dirimu tidak akan bisa menghilang dari pikiranku. Ke mana pun aku pergi, aku bisa melihat wajahmu. Kamu pikir aku lupa? Kamu pikir aku lupa? Kamu pikir aku lupa... tentangmu?”Lirik lagu Dylan menggema ruang kantor Vina. Beberapa pegawai bekerja sambil bersenandung. Justru Vina merasa tersindir oleh lirik tersebut.Rere benar. Semua lagu album terbaru Lano memang relate dengan hubungannya Vina dan Dylan.“Vina, ayo ikutan buat video ucapan untuk Lano.”“Eh. Ucapan apa?” Vina tersentak saat teman kerjanya menariknya ke kerumunan yang sedang bersiap di depan kamera.“Hari ini Lano berulang tahun ke tiga puluh. Nanti kita posting dan tag akun agensi Lano.”Akh. Sial. Pantas saja sejak pagi lagu-lagu Dylan selalu diputar di kantor mereka.Kenapa juga Vina sampai lupa bahwa tanggal lahir Dylan hanya berbeda satu hari dengan Clara? Pasti karena akhir-akhir ini ia sibuk mempersiapkan ulang tahun Clara besok.Saat semua bersiap untuk merekam video
Pagi harinya, dengan penampilan kusut, Dylan duduk di kursi. Di depannya, Genia tidur tanpa busana. Hanya selimut tipis yang menutupi sebagian tubuhnya.Dylan akhirnya mondar-mandir di sisi ranjang untuk menghabiskan waktu menunggu Genia bangun. Hingga akhirnya wanita itu menggeliat.“Genia.” Dylan memanggil, membuat Genia memicingkan mata.Dengan rambut berantakan, Genia berusaha duduk. Ia lalu terkejut melihat keadaan dirinya yang tanpa busana.“Ya Tuhan. Apa kita melakukannya semalam?” Wajah Genia bersemu merah jambu.Dylan mengetatkan rahangnya pada Genia. “Kamu lupa kejadian semalam?”“Umm... aku ingat saat kamu memelukku,” ucapnya pelan.“Hanya itu?”Wajah Genia kembali tersipu malu. Dylan mendengus pelan, lalu melempar tablet ke sisi Genia.“Mungkin dengan melihat rekaman itu, kamu akan ingat!”Dengan kening berkerut, Genia menatap layar tablet. Ia melihat dirinya membuka pakaian dan memeluk Dylan yang berusaha menghindar.Tampak Genia semakin dikuasai pengaruh obat perangsang.
Tanpa menjawab pertanyaan Marcel, Dylan melengos pergi. Sekarang, ia hanya ingin tidur. Hanya dengan tidur, ia bisa melupakan kesialan di hari ulang tahunnya.Seperti biasa, Juan berjaga di dalam kamar. Lelaki tegap itu duduk di sofa menunggui tuannya istirahat.Baru sepuluh menit, Dylan bangun dari ranjang dan menghampiri Juan."Aku nggak bisa tidur." Dylan mendesah kesal.Juan menatap prihatin Tuannya. Sejak Vina pergi, pola tidur Dylan kacau.Selama proses pembuatan album baru, Dylan dapat bertahan dengan kondisi prima karena vitamin dan infus imun tubuh."Carikan aku tempat untuk istirahat," titah Dylan pada Juan.Perintah itu artinya Dylan ingin kabur sejenak. Juan mengangguk singkat dan berkordinasi dengan beberapa orang.Satu jam kemudian, Dylan sudah berada di rumah pantai. Lelaki itu duduk di kursi kayu dan menatap pemandangan di depannya."Bisakah sekarang kamu lepaskan baju pengawal dan menjadi temanku?" Dylan bertanya pada Juan yang duduk di sebelahnya."Aku memang sedang t
“Tiup lilinnya... tiup lilinnya.... !”Clara sejenak memejamkan mata dan berdoa. Setelahnya dengan senyum manis, ia meniup lilin angka empat di kue ulang tahun yang berhias boneka-boneka Barbie favoritnya.“Mommy, tadi Ara berdoa supaya dikasi Daddy sama Tuhan.” Clara berbisik pada Vina.Vina tersenyum prihatin dan mengusap sayang kepala sang putri. Ia mencium kedua pipi Clara dan membantunya memotong kue.Selagi Clara membagi-bagikan kue pada teman-temannya, Vina berjalan ke pojok untuk mengambil minuman. Doa Clara tadi tiba-tiba membuat tenggorokannya kering kerontang.“Pesta yang meriah dan sukses.”Vina yang baru meneguk minumannya menoleh. Anton berdiri di sampingnya dengan topi ulang tahun membuat Vina terkekeh.“Topi itu cocok untukmu.”“Masa? Baiklah. Akan aku gunakan terus.”Vina tersenyum dan menatap kerumunan anak-anak yang sedang makan kue sambil tertawa-tawa.“Baru kali ini aku bisa merayakan ulang tahun Clara. Biasanya hanya aku dan Rere saja yang memberinya hadiah kecil
Begitu Rere sampai di rumah, Vina masih termenung di meja. Clara yang tertidur digendong Rendra ke kamarnya."Bagaimana, Kak?""Ternyata kamu yang bersekongkol dengan Dylan." Vina mencebik."Aku hanya pembuka jalan." Rere meminjam kalimat Dylan.Vina hanya mengembuskan napas panjang. Ia bahkan hanya mengangguk lemah saat Rendra berpamitan.Rere kemudian menarik tangan kakaknya untuk bicara di kamar. Vina menceritakan pembicaraannya dengan Dylan."Kak Vina gila? Kakak masih pikir-pikir? Sumpah, kakak tuh kaya nggak bersyukur banget." Rere langsung berkomentar pedas."Re! Kakak pernah mengalami sendiri bagaimana menjadi tim Dylan. Orang-orang di bandara, jalanan, restoran, perusahaan semua mengejarnya. Mata kakak bahkan sakit karena melihat lampu flash kamera. Bagaimana kakak dan Clara bisa hidup seperti itu?""Itu pasti bisa diatur tim keamanan Lano, Kak. Aku yakin Lano juga akan memikirkan keselamatan Kakak dan Clara."Baru kali ini, Vina dan Rere saling adu pendapat dengan sengit. Ke
Malam harinya, Rere mengajak Clara pergi dengan alasan untuk menemaninya kencan dengan Rendra.“Ngapain kencan bawa-bawa anak kecil?” Vina mengerutkan dahi. “Nanti malah mengganggu.”“Justru harus bawa pengganggu. Kalau tidak kami bisa kebablasan.” Rere mengedipkan satu matanya pada Vina yang langsung menggeleng.Vina masih terlihat keberatan. Meskipun besok akhir minggu, tetap saja ia ingin Clara di rumah pada malam hari.“Ara juga mau beli hadiah buat Allysa, mommy.” Clara merajuk agar diperbolehkan pergi.Diam-diam, Rere mengedipkan matanya pada Clara. Mereka memang sudah janjian untuk pergi bersama dan merayu Vina agar diizinkan.“Memangnya Allysa ulang tahun?”“Ih, mommy. Kata bu guru, kasih hadiah itu nggak harus ulang tahun. Kapan aja boleh.” Clara berucap dengan gaya sok tau.“Tapi, mommy sendirian dong di rumah.”“Mommy kerja aja, ya. Katanya mau bikin desain baju buat pesta Auntie Rere.” Clara kembali merayu.Rere sampai takjub sendiri melihat keahlian sang keponakan. Hingga
“Kita tidak bisa bersama, Dylan.” Vina menggeleng lemah dengan mata berkaca-kaca. “Bahkan kakak-kakakmu tidak akan setuju.”Dylan menatap Vina dalam-dalam. Ia merasa ucapan Vina begitu menyentuh hingga sadar yang dilakukan Tamara dan Marcel pada wanita di depannya sangat menyakiti hati Vina.Dylan menghampiri Vina. “Aku pribadi minta maaf atas prilaku mereka padamu. Mereka telah menyesalinya.”Kepala Vina hanya mengangguk pelan. Ia memang bukan wanita pendendam. Tapi, kenangan menyakitkan selalu sulit ia lupakan.“Aku tau apa yang mereka lakukan padamu dan setuju tindakan kakak-kakakku itu memang keterlaluan.”Dahi Vina berkerut dalam. “Kamu tau? Dari mana?”“Aku bisa tau apa pun yang ingin aku ketahui. Termasuk asal usul Clara.”Spontan, Vina balas menatap Dylan. Mereka saling berpandangan beberapa saat.“Aku harus berangkat kerja sekarang.” Vina akhirnya menemukan cara untuk menghindari Dylan.Dylan menghela napas dan mengangguk. “Sampaikan salamku untuk Herera.”Vina kembali memand
Vina terpaku di bawah tangga. Meski dengan masker wajah, ia tau siapa yang berdiri di depan Clara.“Dylan." Vina menggumam amat pelan.“Mommy, Ara mau berangkat, ya.” Dengan tak sabar, Clara menarik tangan Vina.“I – Iya. Sebentar.”Vina melewati Dylan. Ia sampai takut Dylan mendengar debaran jantungnya yang sangat kencang. Vina mengantar Clara masuk ke dalam mobil Anton.“Terima kasih, ya.” Vina berkata pada Anton.“Kamu ada tamu, Vin?” Anton tampak mengamati lelaki yang sedang memperhatikan mereka.“Iya. Orang kantor.”“Oh. Oke. Hati-hati.” Anton berpesan sambil tetap mengawasi lelaki di depan pintu rumah Vina sebelum menjalankan kendaraannya.Setelah beberapa kali pertemuan, Vina dan Anton menjadi dekat. Itu pun karena putri-putri mereka bersahabat. Vina dan Clara bahkan beberapa kali mengantar Allysa menjalani pengobatan kanker.Mobil Anton sudah menjauh. Vina melirik mobil mewah yang terparkir di sebrang jalan dan seorang lelaki tegap berdiri di sampingnya dengan waspada. Vina ke
Dylan mendengar cerita tentang Vina yang berhasil menjual berbagai produk Gold Dy secara online. Tamara juga mendapat kabar, Vina saat ini menjadi salah satu orang yang cukup berpengaruh di dunia fashion.“Rumah Mode Herera bahkan menerapkan sistem ‘waiting list’ untuk bertemu Vina,” ucap Tamara.Empat bulan saja waktu yang dibutuhkan Vina untuk melesatkan karirnya di bidang fashion. Sebenarnya, Dylan sudah mendengar kabar tersebut langsung dari Herera. Tapi, ia tidak menyangka kesuksesan Vina sampai menembus internasional.Tamara yang selama ini dikenal sebagai pengamat mode bahkan kagum dengan pencapaian Vina.“Ternyata selama ini kami memang salah menilai tentang Vina.” Tamara berkata dengan nada menyesal.“Dulu, kami benar-benar khawatir dengan kedekatanmu dengan Vina hingga menghinanya.” Marcel menimpali. “Kami takut ia memanfaatkan ketenaranmu.”Dylan terdiam. Ini saat yang ia tunggu-tunggu. Vina bisa membuktikan dirinya bisa menjelma menjadi seorang wanita yang kuat dan berpres
“Tiup lilinnya... tiup lilinnya.... !”Clara sejenak memejamkan mata dan berdoa. Setelahnya dengan senyum manis, ia meniup lilin angka empat di kue ulang tahun yang berhias boneka-boneka Barbie favoritnya.“Mommy, tadi Ara berdoa supaya dikasi Daddy sama Tuhan.” Clara berbisik pada Vina.Vina tersenyum prihatin dan mengusap sayang kepala sang putri. Ia mencium kedua pipi Clara dan membantunya memotong kue.Selagi Clara membagi-bagikan kue pada teman-temannya, Vina berjalan ke pojok untuk mengambil minuman. Doa Clara tadi tiba-tiba membuat tenggorokannya kering kerontang.“Pesta yang meriah dan sukses.”Vina yang baru meneguk minumannya menoleh. Anton berdiri di sampingnya dengan topi ulang tahun membuat Vina terkekeh.“Topi itu cocok untukmu.”“Masa? Baiklah. Akan aku gunakan terus.”Vina tersenyum dan menatap kerumunan anak-anak yang sedang makan kue sambil tertawa-tawa.“Baru kali ini aku bisa merayakan ulang tahun Clara. Biasanya hanya aku dan Rere saja yang memberinya hadiah kecil
Tanpa menjawab pertanyaan Marcel, Dylan melengos pergi. Sekarang, ia hanya ingin tidur. Hanya dengan tidur, ia bisa melupakan kesialan di hari ulang tahunnya.Seperti biasa, Juan berjaga di dalam kamar. Lelaki tegap itu duduk di sofa menunggui tuannya istirahat.Baru sepuluh menit, Dylan bangun dari ranjang dan menghampiri Juan."Aku nggak bisa tidur." Dylan mendesah kesal.Juan menatap prihatin Tuannya. Sejak Vina pergi, pola tidur Dylan kacau.Selama proses pembuatan album baru, Dylan dapat bertahan dengan kondisi prima karena vitamin dan infus imun tubuh."Carikan aku tempat untuk istirahat," titah Dylan pada Juan.Perintah itu artinya Dylan ingin kabur sejenak. Juan mengangguk singkat dan berkordinasi dengan beberapa orang.Satu jam kemudian, Dylan sudah berada di rumah pantai. Lelaki itu duduk di kursi kayu dan menatap pemandangan di depannya."Bisakah sekarang kamu lepaskan baju pengawal dan menjadi temanku?" Dylan bertanya pada Juan yang duduk di sebelahnya."Aku memang sedang t
Pagi harinya, dengan penampilan kusut, Dylan duduk di kursi. Di depannya, Genia tidur tanpa busana. Hanya selimut tipis yang menutupi sebagian tubuhnya.Dylan akhirnya mondar-mandir di sisi ranjang untuk menghabiskan waktu menunggu Genia bangun. Hingga akhirnya wanita itu menggeliat.“Genia.” Dylan memanggil, membuat Genia memicingkan mata.Dengan rambut berantakan, Genia berusaha duduk. Ia lalu terkejut melihat keadaan dirinya yang tanpa busana.“Ya Tuhan. Apa kita melakukannya semalam?” Wajah Genia bersemu merah jambu.Dylan mengetatkan rahangnya pada Genia. “Kamu lupa kejadian semalam?”“Umm... aku ingat saat kamu memelukku,” ucapnya pelan.“Hanya itu?”Wajah Genia kembali tersipu malu. Dylan mendengus pelan, lalu melempar tablet ke sisi Genia.“Mungkin dengan melihat rekaman itu, kamu akan ingat!”Dengan kening berkerut, Genia menatap layar tablet. Ia melihat dirinya membuka pakaian dan memeluk Dylan yang berusaha menghindar.Tampak Genia semakin dikuasai pengaruh obat perangsang.
“Kamu pikir aku melupakanmu? Sesuatu tentang dirimu tidak akan bisa menghilang dari pikiranku. Ke mana pun aku pergi, aku bisa melihat wajahmu. Kamu pikir aku lupa? Kamu pikir aku lupa? Kamu pikir aku lupa... tentangmu?”Lirik lagu Dylan menggema ruang kantor Vina. Beberapa pegawai bekerja sambil bersenandung. Justru Vina merasa tersindir oleh lirik tersebut.Rere benar. Semua lagu album terbaru Lano memang relate dengan hubungannya Vina dan Dylan.“Vina, ayo ikutan buat video ucapan untuk Lano.”“Eh. Ucapan apa?” Vina tersentak saat teman kerjanya menariknya ke kerumunan yang sedang bersiap di depan kamera.“Hari ini Lano berulang tahun ke tiga puluh. Nanti kita posting dan tag akun agensi Lano.”Akh. Sial. Pantas saja sejak pagi lagu-lagu Dylan selalu diputar di kantor mereka.Kenapa juga Vina sampai lupa bahwa tanggal lahir Dylan hanya berbeda satu hari dengan Clara? Pasti karena akhir-akhir ini ia sibuk mempersiapkan ulang tahun Clara besok.Saat semua bersiap untuk merekam video