"Iya aku tahu, dan aku sudah dapat persetujuan dari kamu kok. Ingat kan semalam kamu udah tanda tangan." Felys memotong ucapan suaminya. Seketika Abram menepuk jidatnya saat teringat jika tadi malam Felys sempat meminta tanda tangan darinya, dan tanpa bertanya Abram langsung menanda tanganinya. ***Abram menjatuhkan bobotnya di sofa, lalu mengusap wajahnya dengan gusar. "Aku memang bodoh, bisa-bisanya aku tertipu."Felys menghela napas. "Ya sudah mau ke kantor apa nggak, Mas."Abram menoleh istrinya. "Aku boleh pinjam mobil kamu.""Boleh, kita berangkat bareng aja ya, soalnya hari ini aku mau ikut kerja," ucap Felys, mendengar itu Abram sedikit terkejut. Karena selama ini istrinya itu selalu diam dan duduk di rumah, tapi kenapa sekarang mendadak ingin ikut bekerja. "Kamu mau ikut kerja?" tanya Abram tak percaya, pasalnya selama ini Felys tidak pernah mau ke kantor. Paling jika ada keperluan saja. "Iya, memangnya kenapa? Sebentar ya, aku siap-siap dulu." Felys beranjak naik ke lanta
Setelah mereka pergi, Felys tiba-tiba memegangi kepalanya yang terasa pusing. Sedetik kemudian, tubuh Felys ambruk ke lantai, bi Jum yang melihat itu segera berlari menghampiri majikannya itu. ***Dua puluh menit kemudian, Felys mulai mengerjapkan matanya. Perlahan kelopak matanya terbuka sempurna, pertama orang yang dilihat adalah Vino. Sedetik kemudian Felys baru ingat jika ia sempat merasa pusing. "Kamu sudah bangun, gimana masih pusing nggak?" tanya Vino, sementara itu Felys hanya menggeleng, setelah itu ia bangkit dan duduk seraya menyandarkan punggungnya di sandaran ranjang. "Udah mendingan, kamu udah lama?" tanya Felys. "Lumayan, pas aku ke sini bi Jum lagi panik lihat kamu tiba-tiba pingsan." Vino menjelaskan, sementara Felys masih diam. Felys memijit pelipisnya lalu mengusap wajahnya. "Akhir-akhir ini badan aku nggak enak, terus kalau pagi suka mual sama pusing.""Kamu ingin tahu jawabannya?" tanya Vino, sementara Felys hanya mengangguk sebagai jawabannya. "Kamu sedang
"Nanti mama juga akan tahu sendiri, dan satu lagi, kalau sertifikat rumah ini masih atas namaku. Jadi siap-siap saja kalian angkat kaki dari rumah ini. Dan untuk kamu, Mas jika memang kamu tidak mau menceraikanku, maka aku sendiri yang akan menggugat cerai kamu." Setelah mengatakan itu Felys memilih untuk keluar dari rumah tersebut. Selangkah lagi ia akan menang, dan para penghianat itu akan hancur. ***Abram mengusap wajahnya dengan gusar. "Aku memang laki-laki yang tidak berguna, kenapa juga aku harus menuruti keinginan mama. Pelan tapi pasti, aku akan kehilangan Felys, walaupun pernikahan kami karena terpaksa, tapi aku terlanjur nyaman bersama dengan Felys.""Mas kamu bisa diam nggak sih, aku bosen denger kamu nyebut nama Felys terus," ujar Irna yang sangat kesal dengan sikap suaminya. Abram seperti sudah tergila-gila dengan Felys, dan hal tersebut yang membuat Irna bertambah cemburu. "Sudah, kalian tidak perlu bertengkar, sekarang kita berpikir untuk bisa menyingkirkan Felys. La
"Vino barusan telepon, katanya calon pembeli rumahnya sudah ada, dan katanya hari ini dia ingin melihatnya," jawab Felys, mendengar itu seketika Abram terkejut. Itu artinya Felys tidak main-main dengan ucapannya. ***"Jadi kamu benar-benar ingin menjual rumah yang kini ditempati oleh mama?" tanya Abram. Ia tidak tahu harus tinggal di mana jika rumah itu benar-benar Felys jual. Karena hanya rumah itu satu-satunya yang ibunya miliki, memang Felys lah yang membelinya dulu. "Iya, Mas. Memangnya kenapa." Felys menatap lelaki yang ada di hadapannya itu. Terlihat jika suaminya sangat keberatan jika rumah itu sampai dijual. Namun, Felys terlanjur sakit hati dan kecewa, dan mungkin semua itu belum cukup. "Kamu tega, kalau rumah itu dijual, kami mau tinggal di mana," ujar Abram, berharap istrinya mau berubah pikiran. Namun sepertinya itu tidak mungkin, karena Abram tahu betapa kecewanya Felys. Mendengar itu Felys menatap tajam suaminya, apakah pantas Abram mengucapkan semua itu. Bukankah me
"Felys maafkan aku, aku benar-benar terpaksa melakukan ini. Karena aku tidak ingin kamu disakiti oleh Irna ataupun mama." Abram membatin, sementara Felys masih diam. ***"Terima kasih, Mas." Felys mengangguk, walaupun dalam hatinya terasa ada yang sakit. Seharusnya Felys bahagia karena keinginan untuk berpisah telah terwujud, tanpa harus bersusah payah mengurusnya. "Walaupun kita bercerai, tapi aku mohon jangan ada benci di antara kita, meski aku tahu kalau kamu kecewa atas apa yang sudah aku lakukan," ungkap Abram. Rasanya ia tidak sanggup untuk melepaskan Felys. "Iya, Mas." Felys mengangguk. Sebisa mungkin ia bersikap tenang, bahkan cairan bening yang hendak meluncur ia tahan. Felys tidak boleh terlihat sedih di hadapan Abram. "Ya sudah, kalau begitu aku pamit. Aku yakin kamu pasti akan bahagia," ujar Abram, ingin rasanya ia memeluk tubuh Felys untuk yang terakhir kali, tapi itu tidak mungkin. "Iya, Mas. Hati-hati di jalan," sahut Felys. Setelah itu Abram bangkit dan beranjak k
"Felys hamil, ini tidak bisa dibiarkan. Itu pasti anak mas Abram, akan sangat berbahaya jika mas Abram sampai tahu jika Felys mengandung anaknya." Irna membatin, ia harus mencari cara untuk menyingkirkan Felys. Dan mungkin rencana untuk mengambil semua harta milik Felys akan Irna laksanakan secepatnya. ***"Apa mungkin Felys hamil, tapi kenapa .... " "Udah, Mas ayo buruan pulang. Ngga usah mikirin mantan." Irna menarik tangan Abram keluar dari rumah sakit. Abram hanya menurut, tapi setelah ini ia akan menyelidikinya, bahkan untuk menyelidiki Irna saja belum diketahui sampai saat ini, rahasia apa yang istrinya itu sembunyikan. Dari kejauhan Vino melihat Abram dan Irna masuk ke dalam mobilnya. Tiba-tiba ia teringat dengan Felys, karena khawatir dengan cepat Vino turun dan beranjak masuk ke dalam. Vino mengedarkan pandangannya mencari sosok Felys, setelah ketemu ia bergegas menghampirinya. "Lys, tadi aku lihat Abram sama Irna. Mereka nggak ngapa-ngapain kamu kan?" tanya Vino seraya m
"Aku tidak bohong, awalnya aku juga tidak percaya. Ini buktinya." Vino menyerahkan map berwarna biru. Dengan tangan gemeter Felys menerima map tersebut, lalu membukanya dan membaca isinya. Detik itu juga Felys kembali terkejut saat mengetahui jika yang Vino ceritakan adalah nyata. ***Felys menutup map tersebut, lalu mengusap wajahnya dengan gusar. "Jadi selama ini papa udah bohongin aku, papa selingkuh dengan wanita lain. Kenapa papa begitu tega, selama ini papa tidak pernah menunjukkan sikap yang aneh.""Kamu yang sabar ya, om Gunawan pasti punya alasan melakukan itu. Dan aku akui, om Gunawan memang sangat pandai .... ""Pandai menyembunyikan bangkai, tapi akhirnya ketahuan juga kan. Sama seperti yang mas Abram lakukan." Felys memotong ucapan Vino. Seketika Vino terdiam, ia tahu jika Felys sudah terbawa emosi, terlebih saat ini sedang hamil. "Sudah, jangan terlalu dipikirkan. Nanti yang ada kondisi kamu drop, ingat kamu saat ini sedang hamil." Vino memberikan nasehat, sementara Fe
"Ini tanda tangan asli milik Felys." Vino menunjukkan tanda tangan asli milik Felys. Seketika mata Irna dan Deny melotot saat melihat tanda tangan tersebut. Sangat jauh berbeda dengan yang ada di berkas milik Irna. ***"Ini tidak mungkin, jadi ini tanda tangan palsu. Rupanya mas Abram sudah membohongiku." Irna membatin, ia terus memperhatikan berkas yang ada di tangannya itu. Suaminya benar-benar sudah membuatnya malu. "Bagaimana, masih mau mengelak?" tanya Felys, tatapan matanya lurus, menatap sosok wanita yang kini duduk di hadapannya itu. Irna mendongak, menatap mata Felys. "Kali ini kamu memang menang, tapi setelah ini kamu akan kalah. Mengerti kamu, kamu akan merasakan apa yang aku rasakan selama ini.""Baik, kita buktikan saja, siapa diantara kita yang akan menang." Felys menerima tantangan dari Irna. Ia sama sekali tidak takut dengan ancaman dari Irna. Tiba-tiba saja mata Irna tertuju pada perut Felys yang kini sudah terlihat buncit. Ia semakin yakin jika itu adalah anak Ab
Sejenak wanita itu berpikir jika kejiwaan Rita terganggu, atau mungkin itu hanya akting. Karena wanita licik seperti Rita pasti mempunyai segudang cara untuk mengelabui lawannya.***"Aaaa, pergi kamu dari sini! Kamu pikir saya percaya dengan omonganmu itu, pergi." Rita berteriak sekencang mungkin, bahkan teriakannya terkadang disertai dengan tawa. "Hahaha, kamu pasti sengaja ingin menakutiku buka. Hahaha aku nggak takut." Rita tertawa dan juga berbicara tak jelas, membuat polisi yang sedang berjaga menghampirinya. Kedua polisi itu terlihat saling lirik saat melihat Rita yang terus tertawa dan meracau. Rupanya apa yang Rita alami itu hanya mimpi, wanita itu memang akhir-akhir ini sering tiba-tiba tertawa dan bicara tidak jelas. Polisi pernah meminta dokter untuk memeriksanya, dan hasilnya memang kejiwaan Rita sedikit terganggu. "Sepertinya kumat lagi," ucap salah satu dari mereka. "Iya, lebih baik sekarang kita telepon pihak rumah sakit untuk membawanya. Akan sangat berbahaya jika
Sedetik kemudian, suara dobrakan pintu mampu membuat mereka menoleh. Felys tidak tahu siapa yang datang, ia hanya sudah pasrah. Berharap jika ada orang baik hati yang mau menolongnya. ***"Mas Abram, Vino." Tenaga Felys yang sudah terkuras habis, membuatnya tak sadarkan diri. Melihat itu Abram panik, ia hanya bisa berharap semoga mantan istrinya baik-baik saja. "Berani kalian, serang mereka." Gunawan menyuruh anak buahnya untuk menyerang Abram dan juga Vino. Dengan senang hati mereka berdua melawan anak buah Gunawan. Meski sedang berkelahi, tetapi mata Abram tidak bisa lepas dari tempat di mana Felys berada. "Vino, cepat bawa Felys pergi dari sini. Cepat selamatkan Felys," titah Abram. Baginya keselamatan Felys lebih penting. "Tapi bagaimana dengan mereka, anak buah om Gunawan semakin banyak," sahut Vino. Ia khawatir jika sampai terjadi sesuatu pada Abram. "Jangan hiraukan mereka, keselamatan Felys lebih penting. Sekarang cepat bawa Felys pergi dari sini." Abram mendorong tubuh V
"Cepat pergi atau aku akan mengusirmu dengan cara kasar!" bentak Abram. Detik itu juga Irna terkejut, bukan hanya Irna. Namun Dila pun demikian, karena baru kali ini mereka melihat Abram marah. Dengan sangat terpaksa akhirnya Irna harus angkat kaki dari rumah itu. ***"Kak, Kakak baik-baik saja kan?" tanya Dila seraya berjalan menghampiri kakaknya. Terlihat jelas raut wajah Dila seperti khawatir dengan kakaknya itu. Abram menoleh. "Kakak nggak papa kok, ya sudah kakak mau mandi dulu.""Iya, Kak." Dila mengangguk. Sementara Abram bergegas naik ke atas di mana kamarnya berada. Di bawah Dila memilih untuk duduk di sofa, jujur ia rindu dengan ibunya, karena sudah beberapa hari ini Dila tidak datang menbesuknya. Dila berencana besok siang untuk ke kantor polisi membesuk ibunya. Di lain tempat saat ini Irna masih berada di jalan, hari ini adalah hari sial untuk Irna. Setelah dicampakkan begitu saja oleh Deny, ia juga harus menerima jika Abram menceraikannya. Namun Irna tidak akan diam b
"Aku calon istrinya, dan saat ini aku sedang mengandung anaknya." Kali ini perkataan Irna mampu membuat Abram terkejut. Apa mungkin yang dikatakan Irna itu benar, memang selama ini Abram merasa seperti ada yang istrinya itu sembunyikan. ***"Jadi ini kelakuan kamu yang sebenarnya, ternyata kamu wanita murah*n. Tidak punya harga diri," batin Abram. Setelah itu ia menyimpan rekaman tersebut untuk bukti. Dirasa cukup, Abram memutuskan untuk kembali bekerja. Tidak enak juga jika pergi terlalu lama, apa lagi tidak izin. "Irna, aku tidak menyangka kalau kamu bisa berbuat setega ini." Abram kembali membatin, saat ini ia sedang dalam perjalanan menuju restoran. Tidak butuh waktu lama, kini Abram sampai di restoran, setelah memarkirkan motornya Abram bergegas masuk ke dalam. Beruntung bosnya sedang tidak ada, buru-buru Abram kembali pada tugasnya. Untuk urusan Irna bisa ia pikirkan nanti. Sementara itu, saat ini Irna masih berdebat dengan wanita yang mengaku sebagai kekasih Deny. Namun Irn
"Anak itu akan menjadi penghalang papa untuk mengusai harta milik mamamu. Itu sebabnya sebelum lahir, kamu harus menggugurkannya." Gunawan menjelaskan, Felys kembali menggeleng, ayahnya sudah tidak waras lagi. Demi harta rela melenyapkan satu nyawa yang sama sekali tidak berdosa. ***"Papa jangan pernah bermimpi untuk menguasai harta mama, karena sampai kapanpun itu tidak akan pernah terjadi. Kalau, Papa ingin hidup mewah, seharusnya berjuang bukan memanfaatkan harta istrinya. Apa lagi istri yang sudah tiada," ungkap Felys, mendengar hal itu membuat Gunawan naik pitam. "Beraninya kamu .... " Gunawan hendak melayangkan tamparannya, tetapi niatnya terhenti saat suara seorang perempuan menghentikannya. "Berani kamu menyentuh Felys, maka kamu akan merasakan sendiri akibatnya." Dewi berdiri di samping Felys. Entah kebetulan atau apa, tiba-tiba saja Dewi datang, adik dari Almira. "Kamu tidak perlu ikut campur urusanku, Felys itu anakku," ujar Gunawan dengan nada cukup tinggi. Bahkan sor
"Siapa sih, masih pagi juga." Felys membuka pintu rumahnya, seketika matanya melotot saat melihat seseorang yang sangat ia kenal sudah berdiri di depan pintu.***"Jadi yang dikatakan Vino itu benar, kalau papa masih hidup. Lalu yang dikubur lima tahun yang lalu itu siapa." Felys membatin. Rasanya sangat sulit untuk dipercaya, tetapi kehadiran ayahnya membuat Felys merasa yakin. "Papa, bagaimana mungkin. Bukankah .... ""Kamu tidak perlu kaget seperti itu, apa kamu tidak suka melihat papa kembali." Gunawan memotong ucapan putrinya. Seketika Felys terdiam, sosok lelaki yang berdiri di hadapannya benar-benar ayahnya. "Kalau anda benar-benar, Papa. Lalu yang dikubur lima tahun siapa?" tanya Felys. Tidak mungkin orang yang sudah meninggal hidup kembali, dan saat proses pemakaman Felys melihat dengan mata kepalanya sendiri. "Ceritanya panjang, oya apa papa boleh masuk," ujar Gunawan. Seketika Felys tersentak, setelah itu ia mengajak ayahnya untuk masuk ke dalam. Gunawan berjalan lebih d
"Abram, mama tidak mau masuk penjara. Tolongin mama," ucap Rita. Namun Abram hanya diam, mungkin itu balasan untuk setiap perbuatan yang telah dilakukan. ***Abram hanya memandang ibunya yang kini sudah dibawa oleh kedua polisi tersebut. Irna yang mendengar teriakan ibu mertuanya, dengan segera beranjak menuju ruang tamu. Setibanya fi ruang tamu Irna hanya melihat suaminya yang tengah berdiri di depan pintu utama. "Ada apa, Mas. Kenapa mama dibawa sama polisi? Memangnya mama salah apa?" tanya Irna. Ia cukup terkejut saat melihat jika ibu mertuanya dimasukkan ke dalam mobil polisi, entah kesalahan apa yang diperbuat. "Mama memang pantas, bahkan mungkin semua itu tidak cukup untuk menebus kesalahannya," sahut Abram, ia ingat betul seperti apa kelakuan ibunya itu. Rita memang terkenal kejam, dan akan melakukan segala cara untuk mendapatkan apa yang diinginkannya. Seperti kejadian lima tahun yang lalu, Rita lah yang merencanakan pembunuhan orang tua Felys dengan cara memutuskan rem mo
"Ini tanda tangan asli milik Felys." Vino menunjukkan tanda tangan asli milik Felys. Seketika mata Irna dan Deny melotot saat melihat tanda tangan tersebut. Sangat jauh berbeda dengan yang ada di berkas milik Irna. ***"Ini tidak mungkin, jadi ini tanda tangan palsu. Rupanya mas Abram sudah membohongiku." Irna membatin, ia terus memperhatikan berkas yang ada di tangannya itu. Suaminya benar-benar sudah membuatnya malu. "Bagaimana, masih mau mengelak?" tanya Felys, tatapan matanya lurus, menatap sosok wanita yang kini duduk di hadapannya itu. Irna mendongak, menatap mata Felys. "Kali ini kamu memang menang, tapi setelah ini kamu akan kalah. Mengerti kamu, kamu akan merasakan apa yang aku rasakan selama ini.""Baik, kita buktikan saja, siapa diantara kita yang akan menang." Felys menerima tantangan dari Irna. Ia sama sekali tidak takut dengan ancaman dari Irna. Tiba-tiba saja mata Irna tertuju pada perut Felys yang kini sudah terlihat buncit. Ia semakin yakin jika itu adalah anak Ab
"Aku tidak bohong, awalnya aku juga tidak percaya. Ini buktinya." Vino menyerahkan map berwarna biru. Dengan tangan gemeter Felys menerima map tersebut, lalu membukanya dan membaca isinya. Detik itu juga Felys kembali terkejut saat mengetahui jika yang Vino ceritakan adalah nyata. ***Felys menutup map tersebut, lalu mengusap wajahnya dengan gusar. "Jadi selama ini papa udah bohongin aku, papa selingkuh dengan wanita lain. Kenapa papa begitu tega, selama ini papa tidak pernah menunjukkan sikap yang aneh.""Kamu yang sabar ya, om Gunawan pasti punya alasan melakukan itu. Dan aku akui, om Gunawan memang sangat pandai .... ""Pandai menyembunyikan bangkai, tapi akhirnya ketahuan juga kan. Sama seperti yang mas Abram lakukan." Felys memotong ucapan Vino. Seketika Vino terdiam, ia tahu jika Felys sudah terbawa emosi, terlebih saat ini sedang hamil. "Sudah, jangan terlalu dipikirkan. Nanti yang ada kondisi kamu drop, ingat kamu saat ini sedang hamil." Vino memberikan nasehat, sementara Fe