Seluruh emosi pun bercampur menjadi satu, kemarahan, ketidakpahaman akan apa yang sebenarnya terjadi, membuat Sofie mencari jawaban melalui sang pengawal."Abe! Abe, cepat kesini!" panggil Sofie setengah berteriak.Mendengar namanya dipanggil, dengan berjalan tergopoh-gopoh, Abe menghampiri Sofie dan bertanya, "Ada apa, Mbak?""Kamu lihat ini! Lihat ini semua!" seru Sofie penuh emosi.Lalu, dengan suara dan tangan yang gemetar, Sofie menunjukkan foto-foto yang tersimpan di dalam laptop Ryuji sembari bertanya, "Ini apa, Be? Kenapa Ryu melakukan ini? Ini kan sama saja dengan menguntit?"Abe tidak segera menjawabnya karena ia tidak menyangka jika Sofie dapat membuka kode rahasia laptop Ryuji. "Be, cepat jawab! Kalian semua pasti tahu akan ini semua, kan? Kalian sendiri yang bilang kalau Ryuji dipantau selama dua puluh empat jam setiap hari. Jadi kalian pasti tahu ini apa?!" Rasa serba bersalah meliputi Abe dan dengan suara yang lirih ia menjawab, "Maaf Mbak, tapi ...""Oke, cukup, cu
Seluruh emosi pun bercampur menjadi satu, kemarahan, ketidakpahaman akan apa yang sebenarnya terjadi, membuat Sofie mencari jawaban melalui sang pengawal."Abe! Abe, cepat kesini!" panggil Sofie setengah berteriak.Mendengar namanya dipanggil, dengan berjalan tergopoh-gopoh, Abe menghampiri Sofie dan bertanya, "Ada apa, Mbak?""Kamu lihat ini! Lihat ini semua!" seru Sofie penuh emosi.Lalu, dengan suara dan tangan yang gemetar, Sofie menunjukkan foto-foto yang tersimpan di dalam laptop Ryuji sembari bertanya, "Ini apa, Be? Kenapa Ryu melakukan ini? Ini kan sama saja dengan menguntit?"Abe tidak segera menjawabnya karena ia tidak menyangka jika Sofie dapat membuka kode rahasia laptop Ryuji. "Be, cepat jawab! Kalian semua pasti tahu akan ini semua, kan? Kalian sendiri yang bilang kalau Ryuji dipantau selama dua puluh empat jam setiap hari. Jadi kalian pasti tahu ini apa?!" Rasa serba bersalah meliputi Abe dan dengan suara yang lirih ia menjawab, "Maaf Mbak, tapi ...""Oke, cukup, cu
Suatu pagi di kota London, di dalam sebuah rumah mewah, di kamar yang dilengkapi dengan peralatan kesehatan, terdengar suara mesin yang menunjukkan denyut jantung Ryuji per menit. Sementara pemandangan di luar, dipenuhi dengan daun-daun mulai berguguran, menunjukkan telah memasuki musim gugur, dimana suhu udara mulai perlahan menurun ke angka belasan derajat celsius. Perubahan suhu, tidak membuat perubahan dalam kondisi Ryuji, yang masih belum menampakkan perkembangannya.Kekhawatiran Harumi akan kondisi putra tunggalnya membuat dirinya murung dan tak jarang menitikkan airmata. Segala do'a ia panjatkan di sepertiga malam terakhir. Tetapi sepertinya Yang Maha Perencana masih mempunyai rencana lain Ryuji."Ryu, bangunlah Nak. Kenapa kamu tidur terus? Bukalah matamu sebentar saja, ibu ingin kamu melihat ibu. Ibu ingin kamu melihat kamu tersenyum, bukan diam seperti patung. Ayolah Nak, bangunlah! Apa kamu nggak kangen sama Sofie? Kamu nggak kangen motormu?"Tak peduli berapa kalimat yan
"Aku minta cerai! Ceraikan aku secepatnya!" Dua kalimat yang merubah kehidupan Sofie, seorang ibu rumah tangga dengan satu putra. Sebuah skenario kehidupan yang tidak pernah terbayangkan oleh Sofie, bahwa dirinya akan menjadi salah satu korban perselingkuhan dari sebuah pernikahan. Mimpi membangun kehidupan bersama, hingga akhir hayat dengan Ardian, pria yang telah memberinya seorang putra, ternyata benar-benar hanya mimpi. Setelah tujuh tahun membina rumah tangga, Ardian mengungkapkan bahwa ia telah berselingkuh. "Ada seseorang yang aku cintai, dia janda akibat KDRT," tutur Ardian bak petir di siang bolong. Mendengar pengakuan Ardian, Sofie hanya mematung, tanpa bereaksi apapun. Hal ini membuat Ardian merasa jika Sofie tidak lagi mencintainya. "Sof....""Sof? Sof?! Apa Ar?! Kamu mau ngaku kalau kamu selingkuh?! Selingkuh sama janda? KDRT?!" hardik Sofie dengan hati yang hancur berkeping-keping. "Anu Sof, begini... de...," ucap Ardian terbata, tetapi belum sempat ia menyelesaika
Malam penuh kesedihan dan kemarahan, telah berganti menjadi pagi yang cerah, penuh dengan harapan baru. Teorinya begitu, tetapi sayangnya tidak terjadi pada Sofie. Di pagi yang cerah ini, ia harus merasakan sakit kepala yang teramat sangat, dikarenakan kelelahan psikis yang dia alami semalam. Untuk itu, Sofie hanya berbaring di atas tempat tidurnya dan berharap sakitnya menghilang.Sayangnya, teriakan Raffa yang memintanya untuk segera bangun membuat sakit kepalanya menjadi."Ibu, ayo bangun! Ayo, temenin aku makan!""Ibu, ayo! Aku sudah lapar!" rengek Raffa sambil menggoyangkan badan Sofie.Dengan kepala yang terasa berat dan juga mata yang tidak mau diajak kompromi, Sofie berusaha untuk bangun. Sayangnya, kepalanya terasa semakin sakit, bagaikan dihujamkan ke dinding berulang kali."Fa, maafin ibu. Kepala ibu sakit sekali, Raffa bisa kan turun sendiri. Nanti minta tolong eyang untuk ambilin makanannya, kalau nggak ada eyang, kan bisa minta tolong bi Eni. Ibu mau istirahat dulu," uc
Belum selesai kalimat yang Ardian ucapkan, ayah Sofie pun segera memotongnya, "Kamu minta maaf untuk apa? Sebutkan kesalahanmu dulu!" Ardian pun membeku, saat mendengar pertanyaan sang mertua. Lidahnya kelu, suaranya tercekat, semua itu karena sebenarnya ia sadar benar akan kesalahan yang telah ia perbuat, tetapi di saat yang sama, egonya sebagai seorang pria juga muncul, sehingga Ardian berucap, "Saya tahu, saya bukan suami yang sempurna untuk Sofie dan saya meminta maaf untuk itu.""Kamu belum menyebutkan kesalahanmu. Sekarang, bapak mau tanya. Kenapa Sofie tiba-tiba pulang sambil menangis di saat seharusnya ia dan Raffa sudah tidur?"Jantung Ardian pun berdegup dengan kencang, kali ini ia sungguh tidak dapat menjawab sang mertua dengan jawaban yang menyejukkan. Tetapi, tiba-tiba Sofie muncul dari dalam sambil membawa minuman dan kemudian, ia duduk di seberang Ardian, lalu berucap, "Kok nggak dijawab? Tinggal jawab aja, saya sudah punya istri baru. Janda anak satu, gitu aja kok rep
Sebuah penawaran dari ayah Sofie yang sangat tidak disangka oleh Ardian, membuat dirinya terkejut sehingga tidak dapat berkata apa. Bahkan ibunya pun sama terkejutnya dengan Ardian."Mas rela, Sofie dipoligami?!""Poligami itu Sunnah, Rasulallah telah mencontohkannya untuk menghindari fitnah. Bukankah itu lebih baik, agar Rafa tidak kehilangan ayahnya," jawab sang ayah.Sementara itu, Ardian masih belum menemukan kata-kata yang tepat untuk menjawab pertanyaan mertuanya. Bahkan kini pikirannya menjadi bercabang, setelah usulan poligami dari ayah Sofie.Di satu sisi, ia masih berat untuk melepaskan Sofie karena kebaikan dan perhatian yang Sofie berikan selama lima tahun pernikahannya, bukan itu saja, Sofie juga turut andil dalam perekonomian keluarga dengan bekerja secara remote sebagai ilustrator sebuah buku cerita anak-anak."Pak, saya coba bicarakan dulu dengan Sofie. Saya tidak ingin mengambil keputusan yang akan berakhir dengan pertengkaran yang lebih dalam," acap Adrian yang berusa
Sepulang dari rumah orang tua Sofie, di dalam perjalanan menuju tempat tinggalnya bersama Karina, Ardian mengajukan gugatan cerainya terlebih dahulu di pengadilan agama Jakarta Utara. Walaupun ada setitik keraguan di dalam hatinya akan keputusan untuk benar-benar mengakhiri pernikahannya dengan Sofie, tetapi setiap ia teringat akan Karina yang manja dan selalu bergantung padanya, maka banyangan Sofie menghilang dengan seketika.Tetapi, disaat ia harus menuliskan gugatan cerainya terhadap Sofie, ia pun kembali membeku, seolah ada sisi dari dirinya yang terdalam, yang menolak keputusan itu. Keraguan pun kembali menyelimuti, tangannya tidak dapat menuliskan alasan dirinya menggugat cerai Sofie. "Apa gugatannya? Apa alasannya? Duh, kok jadi bingung?!" lirih Adrian yang kebingungan akan tuntutan yang harus ia tuliskan, karena selama pernikahannya dengan Sofie, tidak pernah sekalipun Sofie melepaskan kewajibannya untuk menghormati dan melayaninya.Semua kebutuhannya selalu disediakan oleh S