"Sudah, jangan menangis lagi. Aku masih hidup, 'kan?"Luther menepuk punggung Ariana dengan lembut untuk mencoba menghiburnya. Ini benar-benar pertama kalinya kedua orang itu berpelukan dengan erat seperti ini. Dalam sekejap, Luther merasa bergairah saat mencium aroma tubuh Ariana yang menggoda dan merasakan dadanya yang sangat lembut."Huh! Kamu masih berani bilang begitu? Tadi kamu hampir mati!" Ariana memukul dada Luther sekali lagi."Apa boleh buat, kamu yang menyuruhku untuk lompat," jawab Luther dengan ekspresi polos."Aku suruh lompat, kamu lompat. Kalau aku suruh kamu makan kotoran, apa kamu juga akan makan?" tanya Ariana dengan kesal."Uhuk .... Kalau ini harus dipertimbangkan dengan baik," kata Luther dengan canggung."Kamu mau mempertimbangkannya kalau makan kotoran, tapi kalau lompat nggak usah dipertimbangkan? Apa yang ada di dalam pikiranmu?" Ariana mengulurkan jari telunjuknya dan menusuk kening Luther dengan keras."Aku tadi hanya gegabah. Aku jamin nggak akan melakukan
"Putriku! Obat apa yang diberikan si berengsek ini sampai kamu begitu percaya padanya?" Helen merasa terkejut dan marah.Helen benar-benar tidak menyangka putrinya akan terjerumus seperti ini. Demi seorang pria busuk, putrinya tidak memedulikan kematian adiknya dan bahkan membela pembunuhnya. Sungguh sangat bodoh!"Aku percaya padanya karena memang ada kejanggalan dalam kasus ini. Aku nggak ingin menuduh orang yang tak bersalah," jelas Ariana."Omong kosong! Orang itu terlihat licik, pasti bukan orang baik. Hari ini aku harus menangkap dan membawanya ke pengadilan!" Helen tetap keras kepala dan bersikeras untuk bertindak."Ibu, bisakah kamu lebih tenang?" Ariana tetap menghalang di depan Luther dan menahan ibunya sendiri."Minggir kamu!"Helen sangat marah dan mencoba mendorong putrinya. Namun, Ariana tidak membiarkannya dan terus menjaga posisinya dengan tubuhnya. Kemudian, keduanya mulai saling tarik-menarik."Ibu! Dengarkan aku, masalah ini ....""Plak!"Saat Ariana akan mengatakan
"Kring kring kring ...."Di perjalanan kembali ke Faksi Draco, ponsel Luther tiba-tiba berdering. Saat diangkat, itu adalah panggilan dari Charlotte. Begitu berbicara, nada suara Charlotte terdengar sangat panik. "Paman! Gawat! Rumah kami dalam masalah!""Masalah? Masalah apa?" Luther mengernyitkan alisnya."Aku tidak tahu detailnya, hanya tahu ada banyak orang yang mengepung di luar dan ada dua ekskavator. Sepertinya mereka ingin merobohkan rumah kami dengan paksa," kata Charlotte.Ekspresi Luther menjadi muram. "Mereka berani merobohkan rumah dengan paksa? Sungguh keterlaluan! Tahan sebentar, aku akan segera datang.""Tidak bisa! Mereka sudah mulai bertindak!"Setelah mengatakan itu, Charlotte sepertinya melihat sesuatu dan tiba-tiba berteriak, "Dasar berengsek! Kalian berani memukul ayahku? Aku akan lawan kalian!""Charlotte! Jangan gegabah!"Luther buru-buru membujuk, tetapi panggilan dari Charlotte sudah diputuskan. Kelihatan jelas, Charlotte berada dalam situasi berbahaya. Luther
"Bagus! Pukulan yang bagus! Orang-orang yang hanya berani berbuat kasar pada orang lemah memang pantas mendapatkan pelajaran yang kejam!"Melihat Charlotte yang berhasil menang sepenuhnya, sekelompok penonton yang ada di sekitar memberikan tepuk tangan dan bersorak. Mereka semua adalah tetangga di sekitar yang sering kali menjadi korban intimidasi preman-preman itu, sekarang mereka bisa melampiaskan amarah mereka."Charlotte, kamu terlalu gegabah, kamu tidak boleh memukul orang-orang ini!" Pada saat itu, Harsa berjalan ke depan dengan langkah yang terpincang-pincang dan ekspresi penuh kekhawatiran."Kenapa tidak boleh dipukul? Mereka sudah mengganggu kita, apa Ayah masih ingin aku tetap diam?" kata Charlotte sambil mengernyitkan alisnya. Charlotte mengira tindakannya yang penuh keberanian ini akan mendapatkan pujian dari ayahnya, tidak disangka dia malah mendengar perkataan itu."Charlotte, kamu masih terlalu muda dan sama sekali tidak mengerti kejahatan di masyarakat ini. Ada orang ya
"Hah?" Charlotte terperangah saat melihat pemukul bisbol yang tiba-tiba patah itu. Dia benar-benar tidak menduga bahwa pemukul bisbol yang begitu kuat bisa dihancurkan semudah itu. Seberapa besar kekuatan orang ini?"Hanya dengan kemampuan seperti ini, kamu berani melawan majikanku?" tanya si pengawal sembari tersenyum meremehkan. Kemudian, dia sontak menendang perut Charlotte.Charlotte pun kesakitan dan terhempas sampai 2 atau 3 meter, lalu akhirnya terbanting keras di tanah. Darah mengalir dari sudut bibirnya. Untuk sesaat, dia bahkan tidak bisa berdiri.Kini, energi internal Charlotte sudah terkuras habis, begitu juga dengan kekuatannya. Dia tidak sanggup untuk melawan lagi. Meskipun demikian, sorot matanya masih tampak begitu teguh."Berengsek, jangan kira kamu bisa bertindak semena-mena hanya karena menguasai sedikit ilmu bela diri. Faksi Puma memiliki banyak ahli bela diri. Mudah saja bagi kami untuk melawan orang sepertimu," ucap Waldo sambil merapikan kemejanya.Kemudian, Wald
"Bocah, siapa kamu? Berani sekali kamu ikut campur masalahku!" bentak Waldo dengan raut wajah kesal.Semua orang jelas-jelas takut saat mendengar nama Faksi Puma. Namun, pria di hadapan mereka ini malah berani mengusik mereka. Apa dia tidak takut mati?"Kalian harus membayar kompensasi 10 kali lipat untuk rumah yang kalian robohkan barusan. Selain itu, potong tangan kalian yang digunakan untuk memukul orang barusan. Kemudian, aku baru akan membiarkan kalian pergi," ujar Luther dengan tidak acuh."Membiarkan kami pergi?" Mendengar ini, Waldo sontak tertawa. Dia menatap Luther seperti sedang menatap seorang idiot sambil berseru, "Bocah, kamu tahu siapa aku? Kamu ingin menjadi pahlawan, ya? Becermin dulu sebelum bertindak!""Orang bodoh dari mana ini? Beraninya dia ikut campur urusan Faksi Puma. Sudah bosan hidup, ya?""Keberaniannya patut dipuji, tapi otaknya benar-benar bermasalah.""Faksi Puma sangat terkenal akan kekejaman mereka, pria ini pasti akan berakhir tragis!"Kerumunan tidak
"Paman Harsa, kenapa kamu tiba-tiba berlutut?" Ekspresi Luther agak berubah saat melihatnya. Dia segera mengulurkan tangan untuk memapah Harsa berdiri. Meskipun Harsa hanya orang biasa, Luther selalu menganggapnya sebagai seniornya."Tuan Luther, aku tahu kamu ingin membela kami. Tapi, kamu nggak akan bisa melindungi kami untuk selamanya. Membalas kekerasan dengan kekerasan nggak akan bisa mengatasi masalah. Kami memilih untuk mengalah, yang penting bisa hidup dengan tenang," pinta Harsa.Luther seketika terdiam mendengar ucapan ini. Dinilai dari sudut pandang tertentu, perkataan Harsa sebenarnya masuk akal. Luther memang tidak bisa melindungi mereka untuk selamanya.Orang biasa memiliki cara hidup mereka sendiri. Mereka tidak boleh menyinggung siapa pun, hanya bisa tunduk dan waswas. Meskipun menderita kerugian, mereka hanya bisa tetap tenang dan berpura-pura tidak ada yang terjadi. Kehidupan seperti ini memang menyedihkan, tetapi ini cara mereka untuk bertahan hidup."Tuan Luther, to
Bam! Waldo terperangah di tempatnya dan tidak bisa bereaksi. Ketika merasakan sakit di kepalanya, dia pun mengulurkan tangan untuk menyentuh, lalu mendapati bahwa kepalanya berdarah. Ternyata, kepalanya terluka parah!"Be ... berani sekali kamu memukulku!" Waldo membelalakkan mata dengan terkejut sekaligus marah. Dia berteriak, "Sialan! Kamu pasti akan mati! Kalian semua akan mati! Aku akan ...."Sebelum selesai berbicara, Luther tiba-tiba melayangkan pukulan sampai membuat Waldo terjatuh ke tanah. Pukulan ini membuat Waldo merasa pusing, giginya rontok, bahkan mulut dan hidungnya juga berdarah."Kamu bilang ingin menamparku sampai puas, 'kan? Oke, aku akan memuaskanmu," ucap Luther yang meraih rambut Waldo dan mengangkatnya dari tanah. Kemudian, dia mulai menampar Waldo tanpa henti.Plak, plak, plak! Mulut Waldo sampai miring karena tamparan ini. Kini, dia benar-benar pusing sampai tidak tahu jalan pulang lagi. Wajahnya yang kurus pun sudah membengkak.Sementara itu, orang-orang yang