"Argh!" Melani yang kedua lututnya telah hancur, merintih kesakitan. Dia berbaring di tanah dan kesakitan hingga berguling-guling."Hah?"Melihat adegan ini, semua orang terkejut. Tidak ada yang menyangka setelah Melani mengungkap identitasnya, Luther malah masih berani menyakiti Melani dan sama sekali tidak menghormatinya. Perlu diketahui, wanita di depan mereka ini adalah putri Keluarga Oscario.Biasanya, ke mana pun Melani pergi, dia akan dihormati orang-orang dan tidak ada yang berani menyentuhnya. Namun, orang ini malah berani menghancurkan kedua kaki putri Keluarga Oscario di depan umum. Sungguh kejam dan gila!"Luther! Kamu gila, ya? Apa kamu tahu apa yang sudah kamu lakukan?"Setelah terkejut sejenak, Roselyn langsung melompat bangun dengan wajahnya yang pucat karena ketakutan."Kamu ... malah berani melukai Nona Melani? Kamu dan seluruh keluargamu pasti mati!""Benar! Keluarga Oscario pasti tidak akan melepaskanmu. Kali ini, tidak peduli kalian membayar berapa banyak pun tidak
"Kak! Ibuku baru saja menelepon, katanya ada orang yang melihat Malcolm makan di Restoran Peach. Dia dan Bibi sudah pergi ke sana dan meminta kita juga ikut untuk menangkap pencuri itu!" kata Roselyn."Malcolm? Penipu itu masih berani muncul?" Ariana mengernyitkan alisnya dengan marah.Beberapa waktu yang lalu, area bangunan yang mangkrak itu hampir membuat keluarga Ariana bangkrut dan akhirnya Luther yang menanggung semuanya. Semua hal itu tentu saja membuatnya merasa sangat kesal kepada Malcolm."Luther! Jangan diam saja, segera ambil mobil. Hari ini kita harus mengambil kembali semua uang yang Malcolm tipu!" kata Roselyn dengan marah dan kesal."Area bangunan yang mangkrak itu sudah kubeli, kalian tidak rugi. Kenapa begitu bersemangat?" Luther merasa bingung."Hei! Apa yang kamu katakan? Semua orang juga tahu penipu seperti Malcolm ini harus dihukum untuk menegakkan keadilan!" kata Roselyn dengan tegas."Benarkah?"Luther tersenyum dan tahu apa yang terjadi, tetapi tidak membeberka
"Penipu! Kembalikan uang kami!" Begitu masuk, Helen langsung mencaci maki dan ekspresinya sangat marah. Untuk terlihat lebih berkuasa, dia sengaja mengundang beberapa wanita kasar yang berpostur besar untuk mendukungnya."Kenapa kalian bisa datang ke sini?" Ekspresi Malcolm berubah dan tiba-tiba merasa gelisah. Tak disangka, hanya makan saja malah dicari orang."Huh! Kalau kami nggak datang, bagaimana bisa menangkap penipu seperti kamu ini?" tanya Herlina dengan mata yang memelotot."Benar! Kamu telah menipu uang kami, tapi masih berani makan dan minum dengan santai di sini. Tak tahu malu!" Helen meletakkan tangannya di pinggang."Kak Malcolm, siapa sekelompok wanita kasar ini? Apa aku harus mengusir mereka untukmu?"Ekspresi beberapa teman Malcolm itu terlihat tidak ramah. Saat ini, Malcolm adalah dewa rezeki mereka, tentu saja mereka harus bersikap baik kepadanya.Malcolm terlihat seolah-olah teringat sesuatu dan buru-buru berkata, "Nggak perlu, aku kenal mereka semua. Kalian pulang
Helen dan Herlina datang dengan marah. Mereka bertekad untuk mengumpulkan utang dan bahkan sudah bersiap untuk menggunakan kekerasan jika diperlukan. Asalkan Malcolm berani berbuat curang, mereka juga siap membalasnya dengan kekerasan. Namun, mereka tidak menyangka Malcolm bukan hanya mengakui kesalahannya, dia juga berjanji ingin mengganti kerugian mereka. Dalam sekejap, keduanya merasa ragu. Apakah Malcolm benar-benar tidak bersalah?"Malcolm, kalau kamu adalah korban, kenapa kamu punya banyak uang untuk bayar utang?" tanya Helen dengan curiga."Aku memang nggak punya uang, tapi aku bisa pinjam dari orang lain."Malcolm menghela napas dan berkata, "Aku juga punya sedikit koneksi di ibu kota provinsi, kenal banyak teman. Kalian juga lihat orang-orang tadi, 'kan? Aku traktir mereka makan juga untuk meminjam uang untuk membayar kerugian kalian."Mendengar perkataan itu, keduanya akhirnya merasa tersentuh. Utang memang harus dibayar, sikap orang ini benar-benar bagus. Sepertinya, mereka
"Nah, si idiot sudah datang." Begitu ucapan Helen dilontarkan, terlihat 3 orang memasuki Restoran Peach. Mereka tidak lain adalah Luther, Ariana, dan Roselyn."Malcom!" Begitu masuk, Roselyn langsung melirik ke sekeliling dan menemukan Malcom yang berada di ruang privat. Jadi, dia langsung menyerbu maju dengan marah."Roselyn, dengarkan penjelasanku dulu ...," ucap Malcolm sembari tersenyum meminta maaf. Ketika dia hendak berbicara, Roselyn sontak melayangkan tamparan kepadanya.Malcolm pun terperangah dibuatnya. Dia memegang pipinya dan tidak bisa bereaksi untuk sesaat. Di sisi lain, Herlina segera menegur, "Roselyn, kenapa kamu menampar orang sembarangan?""Ibu, kenapa kamu masih membelanya? Bukannya penipu ini memang pantas dihajar?" sahut Roselyn dengan kesal. Tidak masalah kalau Malcolm hanya mempermainkan perasaannya, tetapi pria ini malah menipu uangnya juga. Benar-benar kurang ajar!"Kamu sudah salah paham! Malcolm bukan penipu!" seru Herlina sambil buru-buru menarik Roselyn."
Ini baru pria sejati! Ini baru pahlawan!"Luther, kamu sangat beruntung hari ini. Kak Malcolm bersedia membeli rongsokan itu darimu, cepat berterima kasih padanya!" ucap Roselyn dengan bangga."Nggak perlu berterima kasih, kita ini teman. Aku juga nggak ingin melihatmu celaka. Kamu keluarkan sertifikat bangunannya saja, kita langsung transaksi sekarang juga," balas Malcolm sambil tersenyum."Memangnya aku sudah setuju untuk menjualnya?" tanya Luther tiba-tiba."Hah?" Malcolm termangu sejenak karena tidak menduga Luther akan berkata demikian.Roselyn juga tampak kebingungan. Dia tidak mengerti maksud Luther. Apakah pria ini sudah gila? Dia menolak uang untuk bangunan tidak berguna seperti itu?"Luther, apa kamu nggak mendengar jelas barusan? Bangunan mangkrak itu sama sekali nggak bernilai, jadi kenapa nggak menjualnya saja kepadaku?" bujuk Malcolm."Kalau memang nggak bernilai, kenapa kamu mau membelinya?" tanya Luther balik."Tentu saja demi kebaikanmu. Bagaimanapun, aku yang bersalah
Dalam perjalanan pulang, Ariana tampak ragu-ragu untuk berbicara. Luther tentu tahu sehingga dia tertawa dan berkata, "Tanyakan saja kalau ada yang kamu ingin tahu. Nggak usah ragu-ragu begini.""Aku bingung, kenapa kamu menolak Malcolm yang ingin membeli bangunan mangkrak itu? Lagi pula, semua orang tahu bangunan itu nggak bernilai. Kalau menjualnya, kamu nggak akan rugi sebesar itu," tanya Ariana yang penasaran.Sebelumnya, Ariana telah bersumpah tidak akan ikut campur dalam urusan Luther. Namun, dia tetap merasa sayang karena melihat Luther melewatkan kesempatan baik seperti ini."Kalau begitu, kenapa Malcolm bersikeras ingin membelinya?" tanya Luther balik."Bukannya dia sudah bilang, kalian berteman, dia nggak ingin mencelakaimu?" balas Ariana."Hehe. Kamu rasa Malcolm sebaik hati itu?" Luther tersenyum misterius, lalu melanjutkan, "Kalau dia memang bertanggung jawab, mana mungkin dia tiba-tiba menghilang sebelumnya.""Ini ...." Ariana mengerutkan dahinya seperti merenungkan sesua
"Nggak apa-apa, Bibi bisa tinggal di rumah yang lebih kecil. Anak muda seperti kalian menanggung beban yang lebih besar, sudah seharusnya kami membantu meringankan beban kalian," bujuk Helen."Aku nggak punya beban apa pun, kehidupanku sangat baik," timpal Luther.Keduanya terus bersahut-sahutan di telepon, tidak ada yang berkata jujur. Helen menganggap Luther sebagai idiot, jadi Luther pun memilih untuk berpura-pura bodoh.Sementara itu, Ariana yang duduk di samping kursi pengemudi sudah tidak tahan lagi. Kini, dia sudah memercayai ucapan Luther. Jika kebenarannya tidak seperti itu, ibunya tidak mungkin seramah ini.Semua yang dikatakan ibunya ini hanya omong kosong. Ketika hendak mencelakai Luther, Helen jelas-jelas tampak sangat senang.Sesudah mengetahui dirinya rugi, Helen tidak mengungkapkan kebenarannya, bahkan masih berpura-pura baik dengan ingin membeli kembali bangunan tersebut menurut harga jual sebelumnya. Benar-benar menjengkelkan!"Kenapa kamu begitu keras kepala? Bibi me