Malam perlahan menyelimuti kota.Di dalam sebuah rumah sederhana, Loland duduk bersila di atas ranjang, memejamkan mata untuk memulihkan tenaga.Setelah beristirahat sehari, Racun Uzur di tubuhnya hampir sepenuhnya dikeluarkan. Namun, seluruh kota sedang dalam keadaan siaga penuh. Semua gerbang dan jalan utama ditutup, sementara surat perintah penangkapan ditempel di mana-mana.Sekalipun Loland telah memulihkan kekuatannya, keluar dari ibu kota tetap mustahil. Untuk sementara, dia hanya bisa bersembunyi di sini, menunggu badai berlalu. Adapun pemilik rumah ini, sudah menjadi mayat.Tok, tok, tok .... Tiba-tiba, terdengar suara ketukan pintu. Loland langsung membuka matanya, tangannya refleks meraih pedang di sampingnya."Siapa?" Di ruang tamu, beberapa pengawal Pasukan Api Merah segera bersiaga. Dua orang diam-diam mencabut pedang dan berdiri di kedua sisi pintu."Ini aku." Terdengar suara yang familier.Para pengawal langsung bernapas lega. Mereka mengintip dari celah pintu untuk mema
Malam semakin larut.Di tengah status siaga penuh di seluruh kota, jalanan nyaris kosong. Hanya patroli berseragam yang masih bergerak.Kalaupun ada segelintir orang yang melintas, mereka tampak berjalan dengan tergesa-gesa, seolah-olah takut terjerat masalah.Saat ini, sebuah tim patroli beranggotakan sepuluh orang perlahan mendekati rumah persembunyian Loland.Pemimpin patroli adalah seorang pria bertubuh kekar dengan rambut cepak. Dia melirik ke kiri dan kanan, memastikan tidak ada orang asing di sekitar, lalu mengangkat tangan dan mengetuk pintu halaman.Tok, tok! Tok, tok, tok! Ketukan itu berirama, seperti sebuah sandi rahasia.Setelah ketukan pertama, tidak ada reaksi dari dalam. Dia kembali mengetuk.Setelah tiga kali ketukan, pintu halaman akhirnya terbuka sedikit. Dari dalam, hanya separuh wajah seseorang yang terlihat. Suaranya rendah dan waspada. "Matahari bersinar di langit.""Anggur dituangkan untuk langit." Pria berambut cepak segera menjawab.Itu adalah sandi pertemuan
"Untuk menghindari risiko ... mereka semua harus mati," jelas pria berambut cepak itu dengan singkat, jelas, dan padat.Begitu ucapan itu dilontarkan, ekspresi keempat anggota Pasukan Api Merah berubah drastis. Bahkan, Loland pun mengerutkan keningnya dan wajahnya tampak suram."Omong kosong apa yang kamu bicarakan? Mereka adalah pengawal pribadiku, saudara seperjuanganku yang telah bertarung bersamaku! Mana mungkin mereka berkhianat?""Yang paling sulit ditebak di dunia ini adalah hati manusia. Saudara bisa saling bertikai, keluarga pun bisa saling membunuh. Demi keselamatan Jenderal, kami nggak bisa mengambil risiko," sahut pria berambut cepak itu dengan tegas."Seorang prajurit boleh mati, tapi nggak boleh dihina! Kami telah mengikuti Jenderal selama bertahun-tahun dan melewati berbagai medan perang bersama. Kami lebih baik mati daripada berkhianat!""Benar! Jangan samakan kami dengan pengkhianat rendahan!""Huh! Orang sepertimu mana mungkin mengerti arti persaudaraan sejati?"Keemp
Di bawah pimpinan pria berambut cepak, Loland yang telah menyamar berjalan dengan langkah mantap. Kini, statusnya adalah bagian dari Pasukan Pelindung Kota.Saat ini, malam sudah larut dan jalanan besar maupun gang-gang kecil sudah kosong. Tidak ada lagi pejalan kaki. Hanya ada regu-regu prajurit bersenjata lengkap yang sedang berpatroli di segala arah.Di setiap titik perlintasan dan jalur utama, pasukan bersenjata berat ditempatkan untuk berjaga. Bahkan regu patroli yang lewat pun harus menunjukkan tanda pengenal mereka.Loland berjalan di bagian paling belakang barisan, dengan topi yang ditarik rendah hingga hampir menutupi separuh wajahnya. Ditambah lagi dengan langit yang gelap, hampir mustahil bagi siapa pun untuk mengenali wajahnya, kecuali mereka berdiri sangat dekat."Huston benar-benar sangat teliti. Kalau bukan karena mata-mata dari Kuil Dewa yang membantu, aku mungkin nggak akan bisa keluar dari kota ini."Melihat banyaknya pos penjagaan terbuka dan tersembunyi di berbagai
"Tunggu sebentar!" teriak Tronto dengan tiba-tiba untuk menghentikan Tiano yang akan melewati pos pemeriksaan.Dalam sekejap, semua orang langsung menjadi cemas. Tangan Tiano pun secara refleks meraih gagang pedang di pinggangnya, sedangkan Loland mengepalkan tinjunya dan bersiap untuk bertindak."Kak Tronto, apa ada urusan lain lagi?" tanya Tiano sambil berbalik dan tersenyum."Apa mereka semua ini adalah prajuritmu?" tanya Tronto sambil mulai menatap satu per satu dari orang-orang itu."Tentu saja, aku sendiri yang mendidik mereka semua," jawab Tiano sambil tersenyum dan menganggukkan kepala."Tunjukkan semua tanda pengenal mereka, aku harus memeriksanya satu per satu," kata Tronto."Kak Tronto, apa ini perlu? Aku sedang terburu-buru menjalankan tugas," kata Tiano."Ini tugasku, aku harap kamu bisa bekerja sama," kata Tronto dengan tatapan yang tajam.Tiano menyipitkan matanya. "Kak Tronto, kita sudah saling mengenal bukan hanya sehari atau dua hari saja, masa kamu masih nggak percay
"Sialan! Aku masih belum puas membunuh," kata Loland sambil berdiri dengan tubuh yang berlumuran darah dan tatapannya juga terlihat liar serta gembira. Dia memang seorang yang suka bertarung, sehingga amarahnya pun makin memuncak karena dia harus bersembunyi dan melarikan diri selama dua hari ini. Oleh karena itu, dia ingin melampiaskan semuanya sekarang."Jenderal Loland, kita harus memikirkan keselamatanmu. Kalau nggak pergi sekarang, nanti sudah terlambat," kata Tiano sambil meraih lengan Loland.Saat itu, sudah mulai terlihat bayangan sekelompok orang yang berlari dengan cepat ke arah Loland dan yang lainnya dari ujung jalan di belakang mereka. Meskipun dia masih belum puas, dia juga segera menenangkan dirinya."Mundur!"Setelah memerintah, Loland dan Tiano segera menerobos pos pemeriksaan sambil membawa beberapa sisa pasukan untuk melarikan diri ke luar kota. Penjagaan di luar kota jauh lebih lemah dibandingkan dengan kota dalam karena wilayahnya sangat luas, sehingga mustahil bag
"Dasar bajingan Tiano! Kamu benar-benar sudah mencelakai banyak orang," kata Wirya dengan penuh amarah sambil menggertakkan giginya.Pengkhianatan Tiano ini bukan hanya akan menyeret adik Wirya dalam masalah, tetapi dia juga. Bagaimanapun juga, Tiano bisa naik pangkat menjadi wakil komandan penjaga hanya dalam beberapa tahun, ini juga berkat bantuannya. Jika kejadian hari ini tersebar, reputasinya pasti akan hancur."Saudara-saudara, kita pergi menangkap para pengkhianat itu," kata Wirya sambil melambaikan tangannya dan memimpin Tim Penegak Hukum dengan semangat setelah menerima informasi tentang rute pelarian Tiano.Sebelumnya, Wirya sudah lalai karena gagal menangkap Loland, sekarang situasinya makin buruk karena adik iparnya berkhianat. Jika kali ini dia tidak menangkap kedua pemberontak itu, kariernya sebagai pemimpin Tim Penegak Hukum benar-benar akan berakhir.Setelah menyelidiki dengan intensif, Wirya berhasil menemukan rumah persembunyian Tiano dan kelompoknya. Namun, saat mere
"Masalahnya adalah meskipun kita sudah tahu niat Jenderal Loland, kita harus bagaimana mencegatnya?" tanya Huston lagi. Saat ini, Loland sudah menghilang tanpa jejak. Para prajurit mereka bahkan tidak berhasil melihat Loland sedikit pun, apalagi memburu Loland.Selain itu, wilayah Atlandia luas, mustahil untuk menutup semua jalur ke luar negeri sepenuhnya. Hanya untuk jangka pendek, hal ini masih memungkinkan. Namun, jika untuk jangka panjang, ini akan berdampak besar bagi perkembangan ekonomi Atlandia. Menghabiskan begitu banyak sumber daya hanya untuk menangkap seorang buronan, jelas bukan keputusan yang bijak.Luther menganalisis dengan cermat, "Sekarang Jenderal Loland sudah jadi buronan di seluruh kota, dia nggak mungkin bisa ke luar negeri lewat jalur resmi. Jadi, pilihan satu-satunya adalah menyelundup. Kalau dilihat dari peta jalur laut ini, Jenderal Loland harus melewati Negara Bohami untuk pergi dari Atlandia ke Negara Denta.""Kita bisa memanfaatkan informasi ini. Segera car
Keesokan paginya, di dalam sebuah kediaman mewah. Saat Nivan sedang membalik-balik sebuah kitab kuno di ruang bacanya, pengikut setianya masuk dengan tergesa-gesa dan melapor, "Pangeran, ada mata-mata yang melapor. Mereka berhasil menemukan satu sumber energi naga lagi.""Oh?"Nivan mengernyitkan alisnya, lalu menutup kitab kuno yang sedang dibacanya dan segera bertanya, "Di mana?""Menurut penyelidikan, Gerald sudah mendapatkan sumber energi naga itu," lapor pengikut itu."Gerald?" tanya Nivan sambil menyipitkan mata, terlihat terkejut. Sebelumnya, dia sudah menghabiskan banyak uang untuk merekrut Gerald, tetapi sampai sekarang pun Gerald masih belum menanggapinya. Namun, belakangan ini dia baru tahu ternyata Naim dan Nolan juga melakukan hal yang sama. Untungnya, sampai sekarang pun Gerald masih belum menyatakan keputusannya.Meskipun Gerald terkesan seperti menunggu tawaran terbaik, Nivan berpikir setidaknya Gerald masih belum menolaknya. Sekarang Gerald juga memiliki sumber energi
"Beri aku waktu untuk berpikir ...."Perkataan Misandari membuat Luther terdiam dalam renungan.Membawa beban nasib bangsa bukanlah urusan kecil. Pertama, seseorang harus cukup kuat untuk menanggungnya. Kedua, orang itu juga harus punya persiapan mental untuk itu.Begitu menyatu dengan nasib bangsa, itu berarti mereka juga memikul tanggung jawab besar yang datang bersamanya.Dulu, Luther bisa bertindak sesuka hati tanpa terlalu banyak pertimbangan. Dengan beban seperti itu, semuanya akan berubah.Tentu saja, dia tidak punya terlalu banyak pilihan. Bersembunyi di Gunung Narima dan berlindung di bawah Riley, atau mengambil risiko dengan menyerap energi naga demi menembus batas kekuatan.Di antara keduanya, dia lebih menyukai pilihan kedua."Aku bisa coba jalankan rencanamu," ucap Luther akhirnya. "Tapi, sekarang kita masih kekurangan satu energi naga. Untuk bisa memulai, kita harus mendapatkan yang terakhir dulu."Lima energi naga harus lengkap agar bisa membentuk nasib negara yang utuh.
"Raja Dewa? Bahkan dua sekaligus?" Mendengar itu, Luther langsung mengernyit.Pertarungannya melawan Poseidon di Atlandia telah membuatnya sadar bahwa para Raja Dewa dari Kuil Dewa bukanlah lawan biasa.Satu orang saja sudah cukup untuk membuatnya bertarung mati-matian demi kemenangan yang sulit diperoleh.Kalau dua orang turun tangan sekaligus, jangankan menang, bisa hidup dan lolos saja sudah untung."Benar, Zeus dan Hera telah masuk wilayah negara kita. Kekuatan mereka berdua berada di atas Poseidon. Kalau mereka menjebakmu bersama, kemungkinan selamatmu sangat kecil," jelas Misandari dengan serius.Dia tahu Luther sangat kuat, tetapi tetap saja terlalu muda. Terlebih lagi, Zeus dan Hera berdiri di puncak dunia. Bisa selamat dari mereka bagaikan mimpi di siang bolong.Alasan Kuil Dewa sampai menurunkan dua Raja Dewa sekaligus, pasti karena mereka menyadari potensi Luther terlalu mengerikan.Kalau diberi waktu beberapa tahun lagi, Luther bisa menjadi tak tertandingi. Saat itu, seluru
Paviliun Soluna memiliki satu aturan, yaitu mereka tidak melayani pelanggan asing. Tamu harus dikenal dengan baik atau diperkenalkan oleh orang yang terpercaya. Setiap transaksi juga harus dilakukan dengan perjanjian terlebih dahulu.Tentu saja, selalu ada pengecualian tanpa perjanjian, biasanya untuk urusan yang sangat mendesak. Namun, dalam kasus seperti itu, biayanya juga akan jauh lebih mahal.Saat Luther sampai di depan gerbang Paviliun Soluna, dia langsung dihentikan oleh para penjaga di kedua sisi.Setelah menyatakan identitasnya dan melakukan verifikasi, para penjaga baru mengizinkan Luther masuk.Begitu melangkah masuk, seorang pelayan wanita berwajah manis langsung menyambutnya dan mengantarnya melewati aula besar, lalu menuju ke bagian belakang bangunan.Setelah melewati taman dengan kolam kecil, mereka berhenti di depan sebuah ruang privat yang tenang."Ini adalah ruang pertemuan pribadi bos kami. Silakan masuk, Tuan Luther," kata pelayan itu dengan senyuman hangat."Bosmu
Nolan berkata dengan ambigu, "Kak Naim, kata-katamu ini salah. Keluarga Luandi memang mendukungku, tapi aku masih kurang banyak hal untuk bisa naik takhta. Selain itu, Nivan juga punya banyak pendukung yang kuat, jadi aku nggak mudah untuk mengalahkannya. Kalau Kak Naim membantuku, aku setidaknya punya 80% peluang untuk menang."Menurut Nolan, Naim jauh lebih berharga daripada Keluarga Paliama yang merupakan keluarga kerajaan. Jika dia bisa meyakinkan Naim untuk membantunya, peluangnya yang tadinya hanya 60% pun bisa langsung meningkat sampai 80% peluangnya. Masalahnya sekarang adalah apakah Naim bisa menahan ambisinya sendiri dan mempertaruhkan segalanya untuk mendukungnya."Nolan, kamu juga tahu aku ini orangnya nggak ambisius dan nggak tertarik dengan kekayaan. Aku nggak akan terlibat dengan perebutan takhta ini, jadi aku harap kamu bisa mengerti," kata Naim.Setelah mempertimbangkannya sejenak, Naim akhirnya memilih untuk menolak. Dia tahu peluangnya untuk menang sangat kecil, teta
Ketiga pangeran itu bukan orang bodoh, mereka tentu saja mengerti maksud tersembunyi dari perkataan Ezra. Kali ini, mereka memang beralasan datang untuk memberikan penghormatan terakhir, tetapi mereka juga berniat untuk merekrut Keluarga Paliama. Jika berhasil, hal ini tentu akan sangat baik. Namun, jika tidak, mereka setidaknya bisa menambah kesan baik.Namun, bagi ketiga pangeran itu, yang paling penting adalah Keluarga Paliama belum memihak siapa pun dan tidak menjadi musuh mereka. Sebelum semua itu terjadi, mereka masih memiliki ruang untuk berunding. Oleh karena itu, mereka merasa tidak perlu terburu-buru."Adipati Ezra terlalu merendah. Kami hanya datang karena menghargai kesetiaan dan keberanian Jenderal Gema, jadi datang untuk memberi penghormatan terakhir. Kami nggak punya maksud lain," kata Naim yang pertama kali membuka mulut."Benar, Adipati Ezra. Keluarga Paliama masih sangat sibuk dan kamu juga sudah berumur, sebaiknya jaga kesehatan dan jangan terlalu banyak bekerja. Kam
Nivan baru saja hendak memberi penghormatan pada Gema yang wafat, tetapi pandangannya langsung tertuju pada Naim dan Nolan yang berada di altar duka. Dia segera memberi hormat dengan sopan dan berkata, "Oh? Aku nggak menyangka Kak Naim dan Kak Nolan juga ada di sini. Hormat pada Kak Naim dan Kak Nolan."Dia sebenarnya sudah memperkirakan situasi ini sebelum datang ke sini, sehingga dia tidak terkejut saat melihat Naim dan Nolan ada di sana. Dia berniat untuk merekrut semua delapan keluarga bangsawan dan empat keluarga kerajaan. Namun, saat ini Keluarga Paliama masih netral dan belum memutuskan untuk mendukung siapa pun, dia tentu saja tidak akan melewatkan kesempatan ini."Nivan, aku dengar kamu sedang keluar kota untuk urusan dinas. Kenapa kamu bisa kembali begitu cepat?" tanya Naim dengan ambigu."Itu hanya urusan kecil, jadi aku segera kembali begitu mendengar berita tentang kematian Jenderal Gema. Aku berniat untuk mengantarnya di perjalanan terakhir kalinya," jawab Nivan dengan te
"Hormat pada Pangeran Naim!"Melihat tamu terhormat datang, Gusdur pun tidak berlarut-larut dalam kesedihan lagi. Dia segera memimpin seluruh anggota Keluarga Paliama untuk maju dan membungkuk untuk memberi hormat pada Naim.Namun, Gusdur dan yang lainnya baru saja membungkuk sampai setengah, Naim sudah mengangkat tangan untuk menghentikannya. "Orang yang wafat paling penting, nggak perlu terlalu formal."Setelah mengatakan itu, Naim mengalihkan pandangannya ke foto mendiang yang terpasang di altar dan menghela napas. "Jenderal Gema bisa meninggal di usia muda sungguh merupakan kerugian besar bagi Negara Drago. Relakanlah yang sudah tiada, yang hidup harus tetap kuat. Aku turut berdukacita."Gusdur memberi hormat dengan mata yang berkaca-kaca dan berkata, "Terima kasih atas perhatian Pangeran Naim. Adikku bisa mengalami musibah ini, seluruh anggota Keluarga Paliama sangat sedih."Naim menganggukkan kepala dan melihat sekeliling sekilas, lalu bertanya dengan perhatian, "Aku dengar Adipa
Kekacauan di Atlandia akhirnya mereda setelah Loland ditangkap. Para pejabat yang selama ini punya hubungan dekat dengannya pun langsung diperiksa satu per satu.Dalam pembersihan besar-besaran ini, lebih dari 300 pejabat Atlandia dicopot dari jabatannya. Sebagian besar ditahan dan sebagian kecil yang dosanya terlalu berat langsung dieksekusi.Setelah Huston menunjukkan kemampuannya, situasi di kalangan birokrasi Atlandia berubah drastis. Segala praktik kolusi, korupsi, dan permainan di balik layar seolah-olah tersapu bersih oleh badai besar.Rakyat mulai merasakan perbedaan nyata. Mengurus urusan di kantor pemerintahan kini jauh lebih mudah, tidak lagi dihambat atau diminta sogokan. Urusan-urusan rakyat yang sempat terbengkalai kini mulai dibereskan secara tertib oleh para pejabat baru. Berbagai bidang mengalami perbaikan signifikan.Anehnya, alih-alih ketakutan, rakyat justru menyambut gebrakan ini dengan tepuk tangan dan rasa syukur. Para "hama" yang sudah terlalu lama menggerogoti