"Memang nama yang bagus," puji Luther dengan tenang. Dia tahu status Ozias tidak sederhana, tetapi tidak menyangka Ozias adalah kakak senior dari lima iblis."Luther, kamu terlalu memuji, semua nama itu hanya dibuat sembarangan," kata Ozias sambil tersenyum. Dengan wajahnya yang putih dan indah, keseluruhan penampilannya menjadi terlihat menawan."Hei! Kamu ini siapa? Apa hakmu duduk satu meja dengan Kak Ozias?" kata Ever yang tiba-tiba memukul meja dan nadanya mendesak. Dia paling benci pria yang lebih tampan darinya, terutama pria seperti Luther. Dia makin tidak senang saat melihat Luther sampai ingin menguliti wajah Luther."Kamu sedang berbicara denganku?" tanya Luther sambil menunjuk dirinya sendiri."Tentu saja. Apa masih ada orang lain di sini?" kata Ever sambil mengangkat dagunya dengan tatapan yang meremehkan."Namamu Ever, 'kan? Tadi kamu makan kotoran ya? Mulutmu sampai begitu bau. Tolong kamu kumur-kumur dulu, jangan membuat orang di sini merasa jijik," kata Luther sambil m
"Kamu berhasil menahannya?" Brian dan lainnya mengernyit. Ekspresi mereka menjadi sangat serius.Mereka awalnya meremehkan Luther, merasa Luther tidak pantas berteman dengan Ozias. Namun, dilihat dari situasi sekarang, sepertinya Luther bukan orang biasa.Orang lain mungkin tidak tahu, tetapi mereka tahu betul kehebatan Ever. Pesilat tingkat sejati biasa tidak akan bisa mendekatinya. Sementara itu, tindakan Luther barusan sungguh di luar nalar. Bisa dilihat, kemampuan Luther jauh di atas kemampuan Ever."Minggir!" Karena tidak bisa melepaskan diri, Ever pun murka. Dia mengeluarkan sebuah kapak dari punggungnya lagi, lalu menebaskannya ke kepala Luther. Tebasan kali ini sangat cepat dan kuat. Kekuatannya sudah cukup untuk membelah tubuh manusia menjadi 2 bagian."Dasar nggak tahu diri!" Ekspresi Luther tampak dingin. Dia menjentikkan jarinya, lalu gelas anggur sontak memelesat dan mengenai wajah Ever secara akurat."Ah!" Ever berteriak kesakitan. Dia terhempas sejauh 3 atau 4 meter, men
"Hei! Kamu sudah bisu ya? Kamu mau ditampar lagi?" bentak Ozias yang berpura-pura ingin menampar Ever lagi.Namun, Brian segera menahan dan memohon, "Kak, tolong bicara baik-baik. Jangan pukul Ever lagi. Dia sudah terluka parah. Wajahnya berlumuran darah.""Kenapa memangnya? Dia sendiri yang mencari masalah kok." Ozias mendorong Brian sambil menghardik, "Kalau kamu nggak minta maaf, akan kupatahkan kakimu hari ini.""Sudah, sudah cukup. Kita masih harus makan," ujar Luther untuk menghentikan kekacauan ini. Dia tahu semua ini hanya sandiwara, tetapi Ozias termasuk menjaga harga dirinya. Itu sebabnya, Luther tidak ingin bersikap perhitungan."Kamu memang murah hati. Aku benar-benar salut padamu." Ozias menangkupkan tangannya, lalu menatap Brian dan lainnya sambil berujar dengan tidak acuh, "Pergi sana. Jangan mengganggu kami makan.""Kak, kami diutus kemari untuk ...." Brian tampak ragu-ragu.Ozias menyela dengan ekspresi dingin, "Aku tahu apa yang harus kulakukan. Kamu nggak perlu mengi
"Sepertinya kompetisi ini akan sangat seru." Luther mengangguk dan tampak merenung.Tugas utama Luther kali ini adalah mencari energi naga. Selain itu, dia ingin melihat kehebatan harta karun penguasa Gunung Narima. Asalkan tidak mengganggu tugasnya, Luther berniat mengikuti kompetisi ini untuk mengetahui kehebatan para ahli bela diri itu."Wajar saja. Nama Riley sudah cukup untuk menarik seluruh ahli bela diri di dunia datang ke Gunung Narima." Ozias menghela napas.Sebagai tokoh legendaris yang diakui sebagai ahli bela diri terhebat di seluruh dunia, Riley memiliki pengaruh besar. Keberadaan seperti ini bisa menggemparkan seluruh dunia."Selain 3 orang yang kamu sebutkan, apa masih ada yang harus diperhatikan?" tanya Luther tiba-tiba."Tentu saja ada." Ozias mengangguk dan meneruskan. "Sebenarnya semua orang di Peringkat Genius ingin memenangkan kompetisi kali ini. Hanya saja, aku nggak bisa memastikan siapa saja yang bakal datang dan tidak. Lagi pula, masih ada 3 hari sebelum kompet
"Oh ya?" Luther berkata dengan nada misterius, "Aku nggak nyangka kamu tahu begitu banyak. Bahkan, sepertinya kamu sama misteriusnya dengan Harit."Ozias tahu begitu banyak rahasia tentang Gunung Narima. Bisa dilihat, orang ini punya kemampuan yang tidak biasa."Pujianmu berlebihan. Aku cuma suka mendengar gosip. Aku nggak bisa dibandingkan dengan para ahli bela diri itu. Kalau kamu berniat ikut serta, aku pasti akan membantumu supaya bisa menang," sahut Ozias."Kamu terlalu menilai tinggi kemampuanku. Aku ikut serta cuma untuk menambah wawasan. Aku nggak pernah berpikiran untuk menang. Lagi pula, mana mungkin kemampuanku bisa dibandingkan dengan para ahli bela diri Peringkat Genius?" balas Luther dengan tidak acuh."Jangan bersikap rendah hati. Aku sangat pintar menilai orang." Ozias tersenyum tipis dan berucap, "Kamu tampak berkarisma dan berwibawa. Meskipun dari jauh, aku bisa merasakan kehebatanmu. Aku nggak tahu identitasmu, tapi aku tahu kamu bukan orang biasa.""Aku nggak nyangk
Meskipun Ozias seorang pria, parasnya jauh lebih cantik dan menggoda daripada wanita. Ke mana pun dia pergi, tatapan orang-orang akan tertuju padanya. Contoh saja sekarang, Ozias pasti akan digoda oleh para pria kekar ini.Adapun Luther, dia berpura-pura tidak melihatnya dan hanya menikmati minumannya dengan santai."Cantik, ngapain kamu minum-minum dengannya? Gimana kalau temani kami saja? Kujamin kamu akan senang sampai lupa diri," ujar pria berjanggut itu sambil mengangkat dagu Ozias dan tersenyum cabul."Sebaiknya singkirkan tangan kotormu. Kalau nggak, jangan salahkan aku bertindak kasar," ancam Ozias sambil mengernyit. Dia sudah sering digoda oleh para pria dan wanita. Namun, tidak ada yang pernah menyentuhnya seperti ini."Astaga, masa begitu saja marah?" Pria berjanggut itu menggosok dagu Ozias sambil meneruskan, "Harus kuakui, kamu terlihat makin menggoda kalau lagi marah. Memang cantik."Begitu ucapan ini dilontarkan, orang-orang sontak tergelak. Luther pun menyunggingkan bib
"Cari mati!" Ketika melihat Elio hendak menyerangnya, 2 pria kekar yang berdiri di belakang pria berjanggut pun maju untuk melawan. Senjata yang mereka gunakan adalah golok.Golok itu bahkan berbau amis dan mengandung energi negatif yang sulit untuk dilihat dengan mata telanjang. Ini adalah efek dari pisau yang dilumuri darah sepanjang tahun. Sayangnya, kedua pria itu baru mencoba teknik semacam itu sehingga hasilnya belum maksimal.Klang! Klang! Klang! Elio melancarkan serangan terlebih dahulu. Dia melawan 2 orang sendirian. Pertarungan sengit segera terjadi.Serangan kedua pria kekar itu sangat ganas dan kuat, tetapi kurang gesit sehingga terlihat agak kaku. Sementara itu, Elio jelas dibimbing oleh seorang guru hebat. Dia memiliki pengalaman tempur yang tidak biasa.Baik itu kecepatan, kekuatan, ataupun teknik Elio, semuanya berada di level tinggi. Sebelum Elio sempat mengerahkan 10 serangan, kedua pria kekar itu sudah dijatuhkan olehnya. Bahkan, kaki lawannya itu tampak berdarah kar
"Ah!" Elio menggertakkan giginya sambil berteriak kesakitan. Kedua tangannya menggenggam pedang dengan erat, berusaha keras menyingkirkan golok pria berjanggut itu.Sayangnya, tidak peduli bagaimana dia berusaha, golok yang menekan pedangnya itu tetap tidak bergerak sedikit pun. Sebaliknya, kekuatan pada golok itu justru makin dahsyat hingga satu per satu retakan muncul di lantai."Huh! Cuma begini kemampuanmu? Kamu masih berani menantang Geng Pembantai? Benar-benar nggak tahu diri!" cela pria berjanggut sambil terkekeh-kekeh."Kakak memang keren!""Kakak hebat!"Para anak buah itu berseru dengan takjub. Geng Pembantai termasuk terkenal di utara. Pria lemah seperti Elio tidak pantas menantang mereka!"Bocah, kamu ingin menolong wanita cantik? Ini akan menjadi kesalahan terbesar dalam hidupmu. Hari ini, aku akan memberimu pelajaran besar!" Pria berjanggut tampak menyeringai. Kemudian, goloknya berputar dan hendak menggores pergelangan tangan Elio.Klang! Tepat ketika pria berjanggut itu
Setelah mengikuti Huston masuk, Loki merasa sangat cemas. Sebelumnya dia pernah masuk ke istana, tetapi kebanyakan karena urusan resmi dan orang yang memandunya biasanya adalah penjaga atau pelayan.Namun, kali ini berbeda. Kunjungan ini untuk urusan pribadi dan yang memandunya adalah Huston. Hal ini membuatnya merasa sangat terhormat. Dia sangat penasaran, sejak kapan dirinya memiliki pengaruh sebesar ini?Huston bahkan mengabaikan jenderal besar dan hanya bersikap ramah padanya. Apa mungkin kepalanya yang botak terlalu mencolok sehingga menarik perhatian?Dengan segudang pertanyaan di benaknya, Loki mengikuti Huston hingga akhirnya mereka tiba di ruang rapat."Duduk." Setelah Huston duduk di kursi utama, dia memberi isyarat kepada Loki untuk duduk."Nggak perlu, aku berdiri saja," ujar Loki dengan senyuman sungkan."Kalau aku bilang duduk, ya duduk. Kenapa tegang sekali? Aku nggak akan memakanmu," kata Huston dengan nada tidak sabar."Baik, baik." Loki buru-buru mengiakan dan duduk.
Saat pintu gerbang terbuka, semua perhatian langsung tertuju ke sana. Di tengah tatapan semua orang, Huston berjalan keluar dengan tubuh tegap, diikuti dua pengawal di belakangnya."Pangeran Huston?" Melihatnya, semua orang langsung menyambut dengan senyuman ramah. Baik itu Weker, Trisno, maupun Loland, semuanya menunjukkan sikap menyanjung.Huston terkenal kuat dan kejam. Meskipun beberapa tahun terakhir ini, dia sudah lebih terkendali, pengaruh masa lalunya masih membuat orang takut.Jadi, jangan sampai mereka membuat Huston marah. Huston seperti bom waktu berjalan. Banyak dari mereka pernah terkena imbasnya dulu."Pangeran, akhirnya kamu keluar juga. Aku ada urusan penting untuk dilaporkan, tolong ....""Minggir!"Saat Trisno maju untuk berbicara, Huston langsung mendorongnya dengan kasar, hingga tubuhnya yang kurus hampir terjatuh."Trisno, segala sesuatu harus ada urutannya. Pangeran sangat menghargai keadilan, mana mungkin dia membiarkan kebiasaan burukmu itu," ejek Loland yang t
"Makan apanya! Aku lagi nggak mood! Kalau mau makan, makan saja sendiri!" bentak Loland dengan murka."Aku juga nggak mau pergi. Aku sedang menjaga kesehatan dan cuma minum teh. Aku nggak minum alkohol," tolak Trisno langsung."Kalau kalian mau menunggu, silakan saja. Aku nggak akan menemani kalian," ucap Weker dengan senyuman tipis. Kemudian, dia hendak berjalan pergi.Begitu berbalik, Weker hampir bertabrakan dengan Loki yang datang dari arah berlawanan. "Tuan Weker, maaf, maaf! Aku nggak sengaja."Di tengah kerumunan tokoh-tokoh penting, Loki merasa sangat tertekan. Tadi dia melamun sejenak sehingga menabrak Weker. Dia ketakutan hingga tidak tahu harus mengatakan apa.Loki tidak seperti para jenderal lainnya yang memiliki dukungan kuat. Dia mencapai posisinya saat ini berkat kerja keras dan usaha sendiri. Jika dia tidak sengaja menyinggung tokoh penting, dia bisa saja kehilangan semua pencapaiannya.Weker awalnya mengerutkan kening, tetapi segera berekspresi normal dan tersenyum. "N
Setelah selesai berbincang, keduanya pun berpisah. Gema mencari hotel di sekitar untuk menginap dan menunggu kabar baik.Sementara itu, Loki langsung mengganti pakaian dan pergi ke istana Kerajaan Atlandia untuk menyerahkan surat permohonan audiensi. Namun, saat dia tiba, dia terkejut melihat pemandangan di depan matanya.Saat ini, banyak orang yang sudah berkumpul di depan gerbang besar istana Kerajaan Atlandia. Ada beberapa tokoh besar yang dikenal Loki juga, seperti Panglima Weker, Jenderal Besar Loland, dan Sarjana Trisno. Mereka semua adalah pejabat kelas satu dan sangat berkuasa di Atlandia.Terutama dengan Loland ini yang merupakan atasan dari atasan Loki. Dia akan berjalan dengan langkah yang tegap setiap kali bertemu dengan Loland, khawatir akan meninggalkan kesan yang buruk.Selain ketiga tokoh besar yang memiliki kedudukan tinggi ini, ada beberapa pejabat kelas dua dan yang setingkat juga yang berdiri sejajar di depan gerbang. Bisa dibilang, mereka semua jauh lebih berkuasa
Keesokan paginya, di bandara Atlandia. Gema yang mengenakan pakaian tradisional berdiri di depan pintu bandara dan menunggu dengan penuh harapan.Sebelum datang ke sini, Gema sudah menghubungi teman seperjuangan yang pernah bertugas bersamanya di militer. Setelah mendapat penghargaan atas jasanya dan ditambah dengan bantuan dari Keluarga Paliama, dia beruntung bisa tetap tinggal di Midyar dan mendapat posisi uang cukup baik.Sementara itu, teman Gema ini merantau ke Atlandia. Setelah berjuang selama bertahun-tahun, dia juga sudah sukses dan kini menjabat sebagai jenderal pangkat tiga yang memiliki kekuasaan, pengaruh, dan koneksi. Kali ini, apakah Gema bisa bertemu dengan Raja Atlandia, semuanya tergantung pada koneksi temannya ini.Pada saat itu, tiba-tiba terdengar suara mesin mobil dan sebuah jip militer berhenti tepat di samping Gema. Terlihat seorang pria dengan kepala botak yang akan bersinar di bawah sinar matahari sampai menyilaukan mata saat jendela mobilnya diturunkan, tetapi
"Kakek, aku mengerti kamu mengirim kedua paman pergi ke Keluarga Sabanir dan Keluarga Angelo untuk memahami situasinya. Tapi, letak istana Kerajaan Atlandia ribuan mil dari sini dan mereka juga nggak pernah ikut campur dengan urusan pemerintahan. Kamu mengirim Paman Gema ke sana bukan hanya nggak ada gunanya, mungkin juga akan diusir," kata Bianca sambil menggelengkan kepala.Midyar dan Atlandia adalah dua dunia yang berbeda, sehingga perebutan takhta putra mahkota di Midayar sama sekali tidak memengaruhi istana Kerajaan Atlandia. Kedua belah pihak tidak pernah saling mengganggu dan mengatur, ini sudah menjadi aturan tak tertulis.Ezra menjelaskan, "Aku tentu saja paham logika ini, tapi saat ini situasinya sudah berbeda karena melibatkan kekuasaan dan takhta kerajaan. Semua pihak pasti akan berusaha keras untuk mendapatkan dukungan dari istana Kerajaan Atlandia.""Kalau keseimbangan yang sudah bertahan selama bertahun-tahun ini rusak dan Atlandia terlibat, semuanya akan berubah. Untuk
Di kediaman Keluarga Paliama, setelah makan malam, Luther diminta untuk duduk dan mengobrol dulu.Ini pertama kalinya Bianca membawa pacarnya pulang ke rumah, makanya Keluarga Paliama sangat memperhatikan hal ini. Sebagai seorang adipati, Ezra menemani mereka, bahkan mengundang pasangan muda itu ke ruang kerja untuk berbincang sambil minum teh.Dengan pengamatannya yang tajam, Ezra bisa melihat bahwa Luther bukan orang biasa. Baik dalam cara berbicara, perilaku, maupun wawasan yang dimiliki, semuanya jauh melampaui orang biasa."Luther, aku sepenuhnya mendukung hubunganmu dengan Bianca. Nggak peduli apa status dan latar belakangmu, yang penting kalian berdua saling mencintai," ujar Ezra dengan bijaksana."Selain itu, cucuku dimanjakan sejak kecil dan nggak pernah mengalami kesulitan. Setelah kalian bersama, aku harap kamu bisa memperlakukannya dengan baik.""Tenang saja, aku nggak akan mengecewakan Bianca," jawab Luther dengan serius. Meskipun hubungan mereka belum sepenuhnya berkemban
Setelah mendengar ucapan Nivan, ekspresi Naim menjadi sangat serius. Alisnya berkerut, dia tampak tenggelam dalam pikirannya.Sepertinya dia terlalu meremehkan situasinya. Naim mengira ini hanya persaingan di antara saudara-saudaranya, tetapi siapa sangka situasi ini justru memberi peluang bagi harimau buas seperti Ernest.Kekuatan Ernest sangat besar. Dengan alasan mendukung putra mahkota untuk naik takhta, dia mulai merekrut banyak orang dan memperluas jaringannya, hingga memiliki pengaruh yang setara dengan keluarga kekaisaran.Jika Ernest benar-benar mendukung Nolan naik takhta, kekuatannya akan melampaui kaisar dan tidak ada yang bisa menekannya. Dalam skenario terburuk, dia bisa memanipulasi kaisar sebagai boneka dan sepenuhnya menggulingkan kekuasaan keluarga mereka."Nivan, apa yang kamu katakan ini benar?" tanya Naim dengan alis berkerut."Benar, sama sekali nggak bohong!" jawab Nivan dengan serius. "Kalau kamu nggak percaya, kamu bisa mengutus orang untuk menyelidikinya.""Ak
Satu jam kemudian, Nivan yang sudah menyamar diam-diam memasuki sebuah vila pribadi yang mewah. Naim sudah menyiapkan teh dan camilan di ruang tamu vila itu, terlihat sudah menunggu lama."Kak Naim, maaf sudah membuatmu menunggu lama," kata Nivan sambil melepaskan mantelnya, lalu tersenyum dan berjalan mendekat."Nggak apa-apa. Kita berdua jarang sekali bisa berkumpul. Kamu bisa inisiatif mengajakku bertemu saja, aku sudah merasa sangat senang. Menunggu beberapa menit bukan masalah besar," kata Naim dengan tersenyum sambil mempersilakan Nivan duduk, lalu menuangkan dua cangkir teh dan memberikan salah satunya untuk Nivan.Setelah menerima cangkir itu, Nivan langsung meletakkannya di samping dengan hati-hati. Dia sangat berhati-hati soal makanan dan minumannya saat berada di luar, ini sudah menjadi kebiasaannya."Nivan, kamu tiba-tiba mengajakku bertemu, apa kamu ingin membahas soal urusan resmi atau pribadi?" tanya Naim yang langsung ke topik pembicaraannya setelah menyesap tehnya."In