"Oh? Sepertinya kamu sudah mempersiapkannya sejak awal," kata Walter dengan senyum ambigu. Luther ini memang cerdik, sengaja melakukan hal ini untuk makin menekan Jayden. Meskipun memiliki niat lain, Jayden juga tidak berani menunjukkannya setelah menelan Pil Sepuluh Nutrisi itu."Aku nggak bisa memercayai Paman Jayden, tentu saja harus membuat langkah pencegahan. Kalau Paman Jayden berubah pikiran dan mengkhianati kita, semuanya akan sia-sia," kata Luther sambil mengangkat bahu.Setelah merenungkannya, Walter berkata, "Punya langkah pencegahan memang bagus, tapi apa Jayden bisa diandalkan sebagai umpan? Yusuf sangat kuat dan cerdik. Kalau mau menipunya, sepertinya nggak akan begitu mudah.""Kalau hanya Paman Jayden saja pasti nggak bisa, Yusuf nggak mungkin memercayai seseorang yang barus saja bersekutu dengannya. Jadi, kita harus membuat rencana kedua," kata Luther.""Oh? Apa kamu punya ide bagus?" kata Walter sambil mengernyitkan alis."Rahasia. Nanti kamu juga akan tahu," kata Luth
Setelah itu, sekelompok pria mengenakan pakaian hitam melangkah masuk dengan tenang. Pemimpinnya adalah seorang pria paruh baya yang mengenakan jubah hitam dan topi jerami. Pria itu menggunakan topi untuk menutupi wajahnya dengan sangat rendah dan menundukkan kepala, sehingga wajahnya tidak jelas. Dari tampilan luarnya, tubuh pria itu terlihat sangat kurus.Setelah masuk ke ruangan, pria paruh baya dengan topi jerami itu langsung mendekati Jayden dan akhirnya duduk di depan. Sementara itu, sekelompok orang di belakangnya mulai berjaga-jaga dan mengawasi semua keanehan di sekitar."Siapa kamu?" tanya Jayden sambil melihat pria paruh baya di depan dengan bingung. Dia pernah bertemu dengan Yusuf yang tubuhnya tinggi dan besar, jelas berbeda dengan pria kurus di depannya."Jenderal Jayden, lama nggak bertemu," kata pria paruh baya itu sambil melepas topi jeraminya dan menunjukkan wajah aslinya.Setelah melihat dengan seksama, ekspresi Jayden terlihat terkejut. "Kamu adalah Bahran?""Mata J
"Sebentar!" Ketika melihat Jayden hendak pergi, Bahran akhirnya tidak tahan lagi. "Jenderal, kita bisa bicara baik-baik. Jangan gegabah begini.""Apa yang bisa dibicarakan lagi? Kalian nggak bisa dipercaya. Kalian jelas-jelas nggak menghargaiku!" Jayden sengaja memasang ekspresi murka."Jenderal, tenang dulu. Bukannya Master nggak ingin menemuimu, tapi beliau nggak punya waktu sekarang. Kalau bisa, tolong tunggu sebentar. Aku akan meminta instruksi dari Master," ucap Bahran sambil memaksakan senyuman."Cepat sedikit. Aku nggak punya begitu banyak waktu untuk dibuang," ujar Jayden yang meletakkan kedua tangan di belakang punggung dengan angkuh."Ya, ya. Silakan duduk dulu, aku akan segera menanyakannya." Setelah menenangkan Jayden, Bahran pun pergi ke sisi lain dan mengeluarkan ponselnya untuk menelepon.Sekitar 2 menit kemudian, Bahran mengangguk dan memberi isyarat tangan. Para bawahan segera berpencar untuk memeriksa situasi di sekeliling. Tidak berselang lama, mereka berkumpul kemba
Saat ini, di mobil MPV. Bahran mengeluarkan sebuah kain hitam, lalu menyodorkannya kepada Jayden dan berkata sambil tersenyum, "Jenderal, perjalanannya agak jauh. Silakan tutup mata dan istirahat sebentar.""Hm? Apa maksudmu?" tanya Jayden sambil mengernyit."Ini aturan kami. Orang luar yang mendatangi markas rahasia Paviliun Lingga harus menutup mata supaya nggak menghafal jalannya," jelas Bahran."Kenapa? Kamu nggak percaya padaku?" tanya Jayden yang berpura-pura kesal."Jangan salah paham. Aturan ini berlaku untuk semua orang. Tolong pengertiannya," ucap Bahran tanpa merendahkan harga dirinya."Ya sudah, lagian aku juga lelah. Aku mau istirahat." Jayden malas berbasa-basi. Dia memejamkan matanya, lalu berbaring dengan santai."Terima kasih atas kerja samanya." Bahran tersenyum dan menutup mata Jayden.Waktu terus berlalu. Mobil melaju di jalanan yang mulus. Namun, sekitar sejam kemudian, jalanan mulai menjadi sulit dilewati. Mobil terus bergoyang, membuat orang mulai mengantuk."Kit
Setelah melewati tembok kota, yang muncul di hadapan Jayden tidak ada bedanya dengan sebuah kota. Ada berbagai bangunan di depan sana, dari kamp, tempat latihan, tempat uji coba, gudang senjata, bunker, bandara militer, dan sebagainya. Terdapat pula fasilitas sipil.Jayden mengamati sesaat. Dari skala ini, tempat ini setidaknya bisa memuat 100 ribu orang. Dengan semua ini, mereka bisa saja menyerang kota dengan mudah.Saat ini, Jayden sekalipun dibuat takjub dengan pemandangan di depan matanya. Paviliun Lingga benar-benar pintar bersembunyi. Tanpa diduga, mereka menyembunyikan begitu banyak kekuatan. Mata-mata dari Atlandia bahkan tidak menyadari hal ini.Tiba-tiba, Jayden mulai menyesali pilihannya. Jika dia membunuh Yusuf di sini, apakah dirinya masih punya peluang untuk hidup? Jelas tidak mungkin."Silakan, Jenderal." Suara Bahran membuat Jayden tersadar dari lamunannya. Bahran membawanya ke ruang komando di tengah markas. Hanya beberapa orang yang tahu bahwa terdapat ruang bawah ta
"Pura-pura mati untuk menipu semua orang? Ada kejadian seperti itu?" tanya Yusuf sambil mengangkat alisnya."Aku juga nggak percaya kalau nggak melihat dengan mata kepala sendiri. Aku dipermainkan habis-habisan oleh Walter kali ini. Sekarang, bawahanku sudah berada di bawah komandonya. Aku nggak bisa membalikkan situasi lagi, makanya ingin meminta bantuanmu." Jayden menggeleng dengan pasrah."Tunggu, biar kucerna dulu." Yusuf tampak merenung. Sesaat kemudian, dia bertanya, "Maksudmu, rencana kami gagal dan Walter nggak mati. Selain itu, semua pasukanmu diambil alih olehnya dan kamu sudah buntu?""Benar, kira-kira seperti itu." Jayden mengangguk."Kalau rencanamu gagal dan pasukanmu diambil alih, gimana kamu bisa bebas dan datang ke sini?" tanya Yusuf dengan penasaran."Jujur saja, aku berpura-pura menyerah. Aku menipu mereka, lalu mencari peluang untuk kabur," timpal Jayden."Gimana caranya?" tanya Yusuf lagi.Jayden menyusun kata-katanya dan menjelaskan, "Sebelumnya, aku minta maaf pa
"Ada apa?" tanya Yusuf dengan nada datar."Kami menangkap 2 orang mata-mata di luar. Mereka seharusnya dari Atlandia. Apa yang harus kita lakukan, Master?" tanya mata-mata itu."Mata-mata?" Yusuf mengangkat alisnya dan menatap Jayden sesaat. Kemudian, dia menginstruksi, "Bawa masuk, biar kuinterogasi.""Baik!" Mata-mata itu mengiakan, lalu memberi isyarat tangan kepada orang-orang di luar. Segera, 2 orang berpakaian hitam yang diikat pun dilempar masuk.Begitu selotip di mulut dirobek, salah satu pria berpakaian hitam sontak memaki, "Berengsek kamu, Jayden! Beraninya kamu mengkhianati kami! Kamu pantas mati!""Tampar dia," perintah Yusuf dengan tidak acuh."Baik!" Mata-mata Paviliun Lingga segera maju dan menampar pria berpakaian hitam itu tanpa henti sampai mulutnya berdarah dan sebagian giginya copot."Jawab pertanyaanku. Kalau menolak, kalian hanya akan mati. Kalian orang Atlandia?" tanya Yusuf."Cih!" Pria berpakaian hitam yang wajahnya membengkak meludah dan membentak, "Ayo bunuh
"Tuan, mata-mata itu bukan diutus olehku. Aku benar-benar nggak tahu soal ini. Aku sudah memberitahumu semua yang terjadi dalam 2 hari ini. Kalau aku menipumu, petir boleh menyambarku!" jamin Jayden dengan penuh keyakinan."Hahaha! Jangan gugup begitu. Aku cuma bercanda kok." Yusuf menepuk bahu Jayden dan berujar sambil tersenyum, "Aku percaya padamu. Kedua mata-mata ini seharusnya diutus oleh Walter. Dia takut kamu kabur, makanya menyuruh orang membuntutimu.""Walter sangat licik. Dia bisa melakukan apa saja. Wajar kalau melakukan hal seperti ini. Untung tempat ini sangat aman, jadi mereka segera ketahuan. Kalau nggak, lokasi markas ini mungkin akan bocor!" ucap Jayden dengan lega."Aku nggak tahu berapa banyak informasi yang telah mereka dapatkan. Tapi, aku rasa Walter sudah tahu tentang lokasi markas ini," kata Yusuf."Walter sudah tahu? Kalau begitu, apa kita harus mundur?" tanya Jayden sambil mengangkat alis."Mundur?" Yusuf terkekeh-kekeh sebelum meneruskan, "Jangan panik. Meskip