Serangan pedang Sutomo sangat cepat hingga hampir tak terlihat, sedangkan gaya bertarungnya sangat brutal dan dominan. Ilmu bela diri khas militer yang tidak memiliki gerakan unik dan sia-sia. Setiap serangannya hanya untuk membunuh dengan cepat dan ganas.Formasi dari empat pelindung Paviliun Lingga memang rumit, tetapi tetap tidak berguna dalam menghadapi serangan Sutomo yang cepat. Setiap kali mereka ingin mengubah formasinya, Sutomo sudah langsung menemukan celah dan menyerang dengan cepat. Mereka ditekan sepenuhnya oleh Sutomo dalam pertarungan intens itu dan tidak bisa melawan."Nggak disangka, Jenderal Sutomo ini ternyata adalah seorang ahli tingkat master," kata Bahran dengan terkejut."Bisa menjadi pengawal pribadi Jenderal Walter dan memimpin sekelompok pasukan mata-mata, dia tentu saja bukan orang biasa," kata Luther dengan ekspresi tenang. Sejak bertemu dengan Sutomo, dia sudah bisa melihat kehebatan Sutomo. Walter bisa memberikan tanggung jawab besar pada Sutomo untuk data
"Aku nggak punya waktu untuk bermain-main denganmu lagi, minggir!" teriak pembunuh berpakaian merah dengan marah, lalu langsung menyerang dengan liar. Dia tidak takut untuk terluka lagi, sehingga serangannya menjadi makin ganas. Sutomo yang awalnya masih bisa mengimbanginya, sekarang mulai terdesak.Kekuatan keduanya pada akhirnya memang agak berbeda. Sebelumnya, Sutomo masih tahan melawan pembunuh berpakaian merah dengan keberaniannya. Sekarang, pembunuh berpakaian merah itu sudah mulai bertarung habis-habisan, sehingga situasinya tidak unggul lagi. Pertarungan selanjutnya ditentukan berdasarkan kekuatan murni."Mati! Mati kamu!" teriak pembunuh berpakaian merah sambil terus menyerang dengan makin ganas.Sutomo terdesak hingga terus mundur dan hanya mampu bertahan tanpa bisa membalas. Jika terus begini, dia akan kalah total hanya dalam waktu tiga menit."Nggak boleh menunggu lagi!" Melihat adegan itu, Luther menyipitkan matanya. Saat hendak turun tangan untuk membantu Sutomo, dia tiba
Serangan pembunuh berpakaian merah ini cepat, tepat, dan ganas. Dia mengerahkan semua energi astral tubuhnya dan menyerang mendadak dari belakang, sehingga sulit untuk dihindari. Yang paling pentingnya, Luther masih sedang mengobati Bahran dan tidak bisa memperhatikan serangan ini. Melihat pedang panjang mendekat, dia hanya bisa mengerahkan energi sejati pelindungnya untuk membentuk perisai di permukaan tubuhnya."Klang!"Pedang panjang pembunuh berpakaian merah itu menghantam energi sejati pelindung Luther dengan keras, sehingga membuat gelombang yang samar-samar. Pedangnya langsung terpental karena benturan yang keras itu dan seluruh tubuhnya terlempar ke belakang."Bagaimana mungkin?" kata pembunuh berpakaian merah itu sambil menyipitkan mata dan ekspresinya terkejut. Serangannya tadi sudah menggunakan seluruh energinya tanpa menyisakan sedikit pun dan bahkan secara mendadak. Secara logika, meskipun tidak mati, Luther juga akan terluka parah. Namun, Luther tetap duduk tanpa bergerak
Terdengar suara ledakan saat kedua telapak tangan itu bertabrakan.Tubuh Luther hanya bergetar sedikit saja sudah berhasil mengatasi semua kekuatan yang diterimanya. Sementara itu, pembunuh berpakaian merah itu langsung terlempar puluhan meter karena pukulan Luther. Dia akhirnya terjatuh ke lantai dengan keras hingga darah mengalir dari mulut dan hidungnya, serta sebagian besar pembuluh darahnya hancur."Kenapa ... kamu begitu kuat?" kata pembunuh berpakaian merah sambil memegang dadanya dan ekspresinya ketakutan. Gerald jelas-jelas sudah terkena racun dan terluka parah, mengapa masih bisa mengalahkannya dengan mudah hanya dengan satu pukulan? Apakah perbedaan kekuatan di antara mereka benar-benar begitu besar?"Sebelum menyerangku, apa kalian nggak menyelidiki kekuatanku dulu?" kata Luther dengan dingin dan masih ada bekas darah hitam di sudut bibirnya. Racun di tubuh Bahran sudah dikeluarkan sepenuhnya dan tidak dalam bahaya lagi untuk sementara ini. Dia sendiri sudah terluka karena
Luther bingung dan tidak tahu harus bagaimana bereaksi saat melihat Bahran yang tiba-tiba menyerangnya. Dia tahu ada pengkhianat dan juga mencurigai banyak orang, termasuk Jordan, Ghufran, dan yang lainnya. Namun, Bahran adalah satu-satunya orang yang tidak dicurigainya karena Bahran pernah mempertaruhkan nyawa untuknya dan banyak berkorban untuk kediaman Raja Atlandia juga.Dia selalu merasa berutang budi pada Bahran, sehingga tadi dia memilih untuk menyembuhkan Bahran dengan tanpa ragu-ragu. Meskipun harus keracunan dan terluka, dia juga tetap akan menyelamatkan Bahran. Namun, dia tidak menyangka Bahran yang pernah menjadi prajurit rela mati kediaman Raja Atlandia dan sudah dianggap seperti keluarga sendiri ini akan menusuknya dari belakang. Apa yang sebenarnya telah terjadi? Mengapa bisa seperti ini?"Paman Bahran, apa ... yang sedang kamu lakukan?" tanya Luther dengan suara yang bergetar. Sampai sekarang pun, dia masih tidak percaya dengan apa yang telah dilihatnya.Ekspresi Bahran
Sekarang yang bisa dilakukan Luther adalah berusaha membawa Bahran mati bersamanya."Eh?" Menghadapi tinju besi Luther yang cepat, Bahran menyipitkan matanya dan secara refleks mengangkat lengannya untuk menangkis."Bang!" Terdengar suara ledakan.Kedua lengan Bahran langsung patah dan tubuhnya terlempar hingga sepuluh meter, lalu terjatuh ke tanah dengan keras dan memuntahkan darah."Pengkhianat!" kata Luther dengan tatapan penuh amarah dan bersiap untuk lanjut menyerang lagi.Melihat situasinya buruk, Bahran membuat segel dengan kedua tangannya dan mengentakkan kakinya dengan kuat. Dia langsung menghilang dan hanya meninggalkan setumpuk pakaian. Itu adalah teknik melarikan diri yang misterius."Hoek!" Begitu Bahran melarikan diri, Luther mulai memuntahkan banyak darah dan tubuhnya terhuyung-huyung. Luka lamanya masih belum pulih, sekarang dia malah keracunan dan dadanya ditusuk dengan pisau. Saat ini, dia sudah berada di ambang kematian dan tenaganya habis."Pangeran!" teriak Sutomo
Tiga menit kemudian. Semua pembunuh dari Paviliun Lingga sudah tergeletak di genangan darah. Sementara itu, Luther yang seluruh tubuhnya penuh dengan darah juga sudah terhuyung-huyung dan sulit untuk tetap berdiri. Tanda-tanda kehidupannya makin melemah dan energi sejati di seluruh tubuhnya sudah habis, seluruh tubuhnya sudah sekarat. Pemandangan di depannya sudah menjadi makin kabur dan jantungnya hampir berhenti berdetak."Nggak disangka. Setelah mengalami begitu banyak badai, pada akhirnya mati di tangan rekan sendiri. Sungguh konyol!" kata Luther sambil tersenyum mengejek diri sendiri. Setelah itu, dia menundukkan kepala untuk melihat pisau di dadanya, lalu memegangnya dengan kedua tangan dan tiba-tiba mencabutnya. Dalam sekejap, darah menyembur ke segala arah. Dia sudah akan mati, tidak enak dilihat jika pisau itu terus menancap di dadanya.Setelah mencabut pisau itu, Luther merasa pemandangan di depannya berputar-putar, lalu terjatuh ke tanah dengan keras. Kesadarannya menghilang
Orang itu ternyata adalah Bahran yang terluka parah karena Luther."Tetua Bahran, kamu terluka ya?" kata pria bertopeng di kursi naga itu tiba-tiba dengan suara yang rendah dan serak."Hanya luka kecil saja, nggak akan mati," kata Bahran dengan napas yang terengah-engah dan memuntahkan darah."Sepertinya lukamu cukup parah. Makanlah obat ini." Pria bertopeng itu tiba-tiba mengayunkan tangannya dan mengeluarkan sebuah pil hitam."Terima kasih." Bahran langsung mengambil pil itu dan menelannya tanpa ragu-ragu. Pil ajaib dari Paviliun Lingga sangat langka dan berharga, sehingga luka parah pun bisa segera sembuh. Pil ini tentu saja hanya bisa dinikmati oleh para eksekutif paviliun itu."Tuan Kenji ...."Saat Bahran hendak mengatakan sesuatu, pria bertopeng itu mengangkat tangannya untuk menghentikan Bahran. "Sekarang namaku adalah Yusuf, kamu boleh memanggilku Tuan Wiyasa atau Tuan Kenji. Jangan menyebut identitas yang lama lagi.""Baik, Tuan Yusuf," kata Bahran sambil membungkuk dan menga