Azka sudah tewas. Dia tewas di hutan belantara. Bau darah yang amis dari tubuhnya seketika menarik perhatian anjing liar di sekitar. Tanpa disangka, ahli bela diri kedua Peringkat Nirwana sekaligus penguasa Paviliun Lingga akan dimakan oleh anjing, bahkan tidak ada tulang yang tersisa.Saat ini, di Paviliun Lingga. Pertemuan darurat tengah diadakan. Semua petinggi hadir. Sudah 4 jam berlalu sejak Deska meninggalkan Paviliun Lingga, tetapi belum ada kabar apa pun.Biasanya, mereka tidak akan cemas. Namun, lawan Deska kali ini adalah Azka. Keduanya sama-sama ahli bela diri tak tertandingi. Jika berduel, Deska memiliki peluang kemenangan yang lebih tinggi. Namun, takutnya ada perangkap di sana."Gimana? Sudah ada kabar dari Master?" tanya seorang tetua berjanggut sambil memasuki ruang rapat dengan panik.Di ruang rapat yang luas itu, terlihat 30 orang berkumpul. Mereka semua adalah petinggi Paviliun Lingga yang berkuasa. Di mata mereka, keluarga kekaisaran hanyalah bidak catur, sedangkan
Terlihat Token Giok Kehidupan yang berada di paling atas Aula Pahlawan telah retak dan terbelah menjadi dua bagian. Asal tahu saja, token ini terbuat dari bahan khusus sehingga tidak mudah rusak. Bahkan, token ini tidak mungkin rusak hanya dengan dibanting. Token ini hanya bisa hancur jika pemiliknya meninggal.Meskipun sulit untuk dipercaya, fakta sudah terpampang di depan mata. Deska memang sudah meninggalkan dunia ini untuk selamanya."Master! Master!" Tetua berjanggut putih itu sontak terduduk lemas di lantai dan berderai air mata. Dia dan Deska memiliki hubungan yang sangat dekat. Dia sulit untuk menerima kenyataan ini."Siapa? Siapa yang membunuh Master? Hari ini, aku pasti akan membalaskan dendam Master. Semuanya, dengarkan perintahku. Kita akan berangkat ke Gunung Talaka dan membunuh orang itu!" seru tetua itu.Setelah hening sejenak, seluruh Paviliun Lingga menjadi gempar. Semua orang berkumpul untuk menyusun rencana.Sesaat kemudian, sebuah energi yang dahsyat tiba-tiba menek
Dengan demikian, Paviliun Lingga dan nadi naga hancur karena serangan Azka. Kekuatan yang mencengangkan itu sampai membuat seluruh Kota Terlarang bergetar.Saat ini, di Departemen Astronomi. Seorang pria tua beruban dan bertubuh kurus sedang duduk di depan kompas sambil memejamkan mata untuk beristirahat. Mulutnya menggumamkan sesuatu seperti sedang berdoa.Tiba-tiba, tanah bergetar seolah-olah terjadi gempa bumi. Saat berikutnya, bagian tengah kompas retak seperti diserang sesuatu.Sementara itu, si pria tua gemetaran dan memuntahkan darah. Penampilannya yang terlihat lemas jelas menunjukkan bahwa dirinya menderita cedera parah."Guru, apa yang terjadi?" Misandari yang baru masuk sontak terkejut melihatnya. Dia buru-buru menghampiri untuk memapah pria tua itu."Takdir memang nggak bisa diubah! Ini sudah kehendak Tuhan!" ujar pria tua itu sambil mendesah. Kemudian, dia terbatuk lagi."Guru, ada apa?" tanya Misandari lagi."Nadi naga ... sudah hancur! Ramalanku benar. Nadi naga ditebas
"Guru, nggak peduli sesulit apa, aku tetap akan mencobanya," ujar Misandari dengan penuh keyakinan.Misandari tidak punya pilihan lain lagi. Ayahnya terbaring tak berdaya di ranjang, sedangkan para saudaranya tidak bisa diharapkan. Dia hanya bisa memikul tanggung jawab besar ini supaya Negara Drago bisa pulih kembali."Pergilah. Kamu satu-satunya orang yang berkesempatan untuk menyelesaikan misi ini," ujar si pria tua dengan sungguh-sungguh."Guru, jaga dirimu baik-baik. Aku akan mengunjungimu lagi kalau ada waktu." Misandari memberi hormat, lalu berpamitan. Kehancuran nadi naga bukan masalah sepele sehingga dia tidak boleh menunda waktu."Zaman terus berubah. Sudah saatnya aku pamit dari dunia ini." Pria tua itu mengembuskan napas panjang. Dia bangkit dengan sempoyongan, lalu pergi mandi dan berganti pakaian.Setelah membereskan semuanya, pria tua itu duduk kembali di kursinya dan perlahan-lahan memejamkan mata. Entah berapa lama kemudian, angin sepoi-sepoi berembus dan lampu gantung
"Paman? Paman Azka!" seru Luther dengan suara nyaring dan mata yang merah. Karena terluka parah dan terlalu emosional, Luther sontak memuntahkan darah dan terjatuh di tanah.Kesadarannya melemah. Demi mengungkap kebenaran tahun itu, demi membalas dendam, Luther kehilangan banyak hal kali ini.Sekarang, salah satu kerabatnya meninggalkan dunia ini lagi. Luther tidak bisa menilai apakah perbuatannya ini benar atau salah. Kalau bukan karena dendamnya, orang-orang ini tidak akan mati, 'kan?"Bagi seorang pendekar pedang, akhir seperti ini adalah yang terbaik." Hasta menatap Pedang Arkais yang bergetar itu sambil melanjutkan, "Dewa Pedang memang hebat. Meskipun sudah di ambang kematian, dia tetap berhasil membunuh Deska dan menghancurkan Paviliun Lingga dengan kekuatan sendiri. Dia telah menyelamatkan dunia ini. Ini baru pendekar yang sesungguhnya."Hasta selalu bersikap sombong selama ini. Dia tidak pernah menghormati siapa pun, sekalipun itu gurunya sendiri. Namun, setelah pertarungan har
Bagaimanapun, mereka adalah sepupu. Selain itu, Hasta akhirnya bertemu musuh yang kuat sehingga tidak ingin melihat Luther patah semangat."Gerald, kamu hanya bisa mengandalkan dirimu sendiri sekarang. Aku pamit dulu, kita akan ketemu lagi nanti," ujar Hasta. Kemudian, dia langsung terbang ke kejauhan.Tugas yang diberikan Sekte Pedang adalah membunuh Gerald, tetapi Hasta malah menentang dan membantu Gerald. Dia harus segera memberi laporan. Tentunya, siapa pun yang merasa tidak puas dengan laporannya hanya akan mati."Paman, gimana cederamu?" tanya Charlotte dengan penuh perhatian."Aku baik-baik saja." Luther menggeleng, lalu melirik medan tempur yang penuh jasad dan berujar, "Jangan berlama-lama di tempat ini, kita pergi."Meskipun Deska telah meninggal, Paviliun Lingga belum termasuk hancur sepenuhnya. Jika ada ahli bela diri yang datang, Luther tidak akan sanggup melawan dengan kondisi yang sekarang. Jadi, dia hanya bisa mundur.Setelah turun ke jalan raya, keduanya masuk ke mobil
"Kak Gerald, kenapa kamu terluka hingga seperti ini? Siapa yang melakukannya? Aku pasti akan membunuhnya," kata Hani sambil bergegas berlari mendekat.Setelah melihat tubuh Luther yang penuh dengan darah dan ekspresi lesu, Hani menjadi makin marah dan tatapannya penuh dengan niat membunuh. Sejak tahu Luther dalam bahaya, dia langsung memimpin pasukannya untuk bergegas datang. Meskipun dia juga dihalangi di perjalanan menuju di sini dan tertunda sebentar, dia berhasil mengalahkan orang-orang itu dengan mudah. Dia sudah siap untuk membasmi semua orang yang berani melukai Luther, meskipun akan berhadapan dengan negara."Aku baik-baik saja, jangan khawatir. Lagi pula, orang yang melukaiku sudah mati," kata Luther sambil memaksakan senyumannya."Kak Gerald, kamu berbaring dan beristirahatlah dulu. Aku akan segera membawamu ke rumah sakit," kata Hani yang tetap merasa khawatir."Gadis kecil, nggak perlu repot, lukaku masih nggak parah. Sebenarnya, ada hal yang lebih penting yang perlu kamu b
"Justru karena hebat, pengaruhnya akan sangat besar setelah Paviliun Lingga hancur. Apa yang akan terjadi, nggak ada yang bisa memastikannya. Aku hanya berharap kalian jangan terlibat ke dalam masalah ini," kata Luther memperingatkan."Sebagai penghuni Midyar dan juga salah satu dari Empat Keluarga Kerajaan, bagaimana mungkin kita bisa tetap netral? Sepertinya kita nggak akan bisa menghindari badai ini," kata Yogi sambil menggelengkan kepala. Paviliun Lingga memegang kekuasaan sebesar itu, pasti akan membuat kekacauan di seluruh negeri begitu hancur. Tanpa pemimpin yang jelas, kemungkinan besar ada berbagai kekuatan dan panglima perang akan mengambil alih dan membuat kekacauan. Pada saat itu, Keluarga Devano yang sebagai keluarga kerajaan tentu saja tidak bisa tinggal diam."Apa pun yang berpisah lama pasti akan bersatu, sedangkan apa pun yang bersatu lama pasti akan berpisah. Setelah berkuasa selama bertahun-tahun, Paviliun Lingga sudah merugikan banyak penjabat dan pahlawan setia. Si