Setelah terkejut sejenak, Luther segera kembali menjadi tenang lagi. "Ternyata Nona Misandari, aku sudah lama mendengar tentangmu. Siapa yang sudah mengutus Nona Misandari datang larut malam seperti ini?"Luther tidak mengenal Misandari dan hanya pernah melihat setengah wajahnya di Lukisan Bahari itu, sehingga dia penasaran mengapa Misandari bisa tiba-tiba datang mencarinya."Tuan Gerald akan langsung mengerti setelah baca surat ini." Misandari tidak menjelaskan lebih lanjut. Dia langsung mengeluarkan sebuah surat dari sakunya dan memberikannya kepada Luther dengan kedua tangan."Terima kasih," kata Luther sambil menganggukkan kepala. Setelah menerima surat itu dan membaca isinya, ekspresinya menjadi serius dan detak jantungnya meningkat.Tidak tertulis nama pengirim di surat itu dan tidak ada sapaan apa pun, hanya satu baris kalimat yang sederhana. "Raja Toraba, Edmond, sekarang tinggal di Biara Isikala di Gunung Talaka dengan nama samaran Esmond."Setelah melihat tulisan itu, Luther
"Gerald, kalau kamu bersikeras ingin pergi, aku nggak akan menghalangimu. Tapi, tolong terima ini." Saat mengatakan itu, Misandari tiba-tiba mengeluarkan sebuah jimat berwarna emas dari sakunya dan memberikannya pada Luther.Jimat itu terlihat biasa saja dan tidak terdeteksi adanya energi apa pun. Namun, Luther malah merasakan adanya aura khusus yang sangat samar dan misterius dari jimat itu. Saat dia memeriksanya dengan seksama, dia tidak menemukan apa pun."Ini adalah jimat perlindungan yang aku mohon, mungkin bisa membantumu melewati kesulitan pada saat kritis," jelas Misandari.Luther mengernyitkan alis dan merasa agak penasaran. "Jimat perlindungan? Kenapa kamu ingin membantuku padahal kita nggak pernah bertemu?""Karena kamu nggak boleh mati, setidaknya nggak boleh untuk sekarang," kata Misandari dengan nada serius. Nyawa Gerald sangat berharga dan berhubungan dengan nasib Negara Drago. Jika Gerald mati di Midyar, dunia ini pasti akan kacau. Dia tidak ingin melihat hal itu terjad
Satu malam berlalu dengan cepat. Keesokan paginya, setelah selesai mandi dan berganti pakaian, Luther bersiap untuk pergi."Kak Luther, perjalanan kali ini sangat berbahaya, bagaimana kalau aku ikut denganmu? Setidaknya ada yang bisa menjagamu," kata Jordan yang keluar dari kamar dengan membawa pedang di punggungnya. Meskipun dia tidak kuat, dia masih sanggup jika hanya untuk menjaga Luther.Luther menepuk bahu Jordan. "Nggak perlu. Kamu tetap di rumah saja, melindungi Paman Bahran adalah tugas utamamu. Ingat. Kalau ada sesuatu yang mencurigakan, segera bawa Paman Bahran dan yang lainnya pergi. Jangan ambil risiko."Jordan menganggukkan kepala. "Aku mengerti. Meskipun harus mengorbankan nyawaku, aku akan tetap melindungi Paman Bahran.""Jangan mengatakan hal sial seperti ini. Aku hanya pergi sebentar, nggak akan lama. Kalian hanya perlu tetap waspada saja. Aku pergi dulu." Setelah mengatakan itu, Luther langsung keluar.Gunung Talaka terletak di daerah terpencil dan memerlukan sekitar
Pada saat itu, tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu.Adam perlahan-lahan membuka mata dan bertanya, "Siapa itu?""Ini aku." Seorang pria tua berpakaian putih dengan rambut dan janggut putih membuka pintu dan masuk. Pria tua itu terlihat bersemangat, postur tubuhnya tegap, ekspresinya terlihat berwibawa, dan seluruh tubuhnya memancarkan aura yang sangat misterius. Pria tua ini adalah ketua Organisasi Mondial, Yusril.Setelah tertegun sejenak, Adam segera berdiri. "Guru? Kenapa kamu ke sini?""Aku datang untuk melihatmu."Yusril tersenyum dan bertanya, "Adam, bagaimana perkembanganmu belakangan ini?""Aku sudah mencapai tingkat master tahap sempurna, hanya selangkah lagi mencapai tingkat grandmaster," jawab Adam dengan jujur. Bisa menggunakan Teknik Empat Dewa dengan kekuatannya saat ini, sudah cukup baginya untuk melawan seorang grandmaster biasa."Bagus. Benar-benar nggak mudah bisa mencapai tingkat ini di usia yang masih muda, aku masih kalah darimu," kata Yusril sambil menganggukk
Danau Es di Gunung Sifola. Saat ini, seorang pemuda tampan dengan tubuh bagian atas telanjang sedang duduk di permukaan air, bermeditasi dengan mata tertutup, dan tubuhnya yang ringan bergoyang mengikuti aliran. Ada beberapa ekor burung yang terbang bolak-balik di atas kepalanya sambil membawa jerami kecil di paruh dan bersiap untuk membangun sarang. Sementara itu, ada sekelompok ikan yang terus berenang di air di sekelilingnya. Saat ini, tampaknya dia sedang menyatu dengan alam di sekitarnya."Splash!" Pada saat itu, ada bayangan hitam yang tiba-tiba turun dari langit dan mendarat di permukaan danau dengan stabil. Kedua kakinya membuat riak kecil yang membuat ikan-ikan di air pergi dan burung-burung beterbangan karena terkejut."Dik, saatnya sudah tiba. Guru memerintahkanmu untuk segera turun gunung, nggak boleh ditunda," kata orang berpakaian hitam itu.Mata pemuda itu tetap tertutup dan duduk dengan tenang di permukaan danau. Dia tidak bereaksi, seolah-olah tidak mendengar perkataan
Pada akhirnya, hanya tersisa tumpukan batu dan kayu. Pria tua yang lewat menggeleng sambil berucap, "Bambung, kamu bodoh sekali. Kamu susah payah menangkap ikan, tapi ditipu begitu saja. Oh ya, semalam ada angin kencang. Ubin atapku lepas. Kamu bantu aku beli di kota dan pasangkan, ya?"Bambung tidak berbicara, hanya menyeringai. Pria tua itu melambaikan tangannya sambil menatap Bambung pergi. "Hais, dasar bodoh. Cepat pulang. Istrimu menunggumu untuk makan."Desa Pilis tidak besar. Jika ditotalkan, penduduk di sini hanya 100 orang lebih. Namun, tidak ada yang tahu dari mana asal Bambung. Bambung dikenal sebagai idiot di sini. Dia tidak pernah berbicara dengan baik. Meskipun ditipu atau ditindas, dia selalu tersenyum bodoh.Bambung menuju ke ujung desa, lalu memasuki sebuah rumah petak. Rumah ini tidak luas dan agak bobrok, tetapi masih termasuk bersih dan rapi. Di halaman yang dikelilingi pagar, ada beberapa ekor ayam dan bebek serta seekor anjing tua yang sedang tertidur lelap.Begit
Bambung menyeka Pedang Arkais, lalu menyimpannya kembali. Dia masuk ke rumahnya untuk mencuci peralatan makan dan menyapu. Kemudian, dia memotong kayu bakar, mengambil air dari sungai, dan memberi makan ayam serta bebek.Setelah semuanya beres, Bambung mengganti pakaian dan berdiri di depan pintu untuk sesaat. Pada akhirnya, dia mengangkat pedangnya dan keluar dengan perlahan.Begitu keluar, terlihat seorang anak perempuan yang rambutnya dikepang berlari ke arah Bambung dengan terburu-buru. Usia anak ini sekitar 5 sampai 6 tahun. Wajahnya agak hitam, tetapi cantik.Saat ini, sudut mata anak perempuan itu terlihat agak bengkak. Hidungnya juga terluka, seperti baru berkelahi dengan orang. "Bambung!"Satu tangan anak itu memegang ikan dan tangan lainnya memegang kepiting. Dia berlari ke depan Bambung, lalu berkata dengan bangga, "Lihat, lihat! Aku membantumu merebut barang-barangmu kembali! Gimana? Hebat, 'kan?""Kamu berkelahi lagi?" tanya Bambung sambil berjongkok."Siapa suruh mereka m
Bambung membantu Livia menyeka noda di wajahnya, lalu tersenyum sembari berucap, "Livia, kamu harus makan tepat waktu dan menjaga diri. Aku pergi dulu."Livia mengangguk dan menyaksikan Bambung pergi begitu saja. Bertahun-tahun kemudian, dia baru akan menyadari bahwa buku yang diberikan Bambung adalah harta karun yang tak ternilai harganya.Saat ini, di pinggir sungai. Beberapa wanita sedang mencuci pakaian sambil mengobrol. Tiba-tiba, seorang wanita berpakaian kuning menunjuk ke belakang dan berseru, "Lihat! Ada pria tampan!"Orang-orang sontak menoleh untuk melihat. Mereka tak kuasa termangu. "Bukannya itu Bambung?""Bambung?" Wanita berpakaian kuning itu mengamati dengan saksama, lalu berseru terkejut, "Eh! Kalian benar! Tapi, kenapa dia terlihat berbeda sekali hari ini? Pakaian dan rambutnya rapi, dia juga nggak tersenyum bodoh lagi. Memang tampan."Kemudian, wanita itu berteriak ke kejauhan, "Aprilia! Suamimu datang!"Wanita bernama Aprilia itu tanpa sadar mendongak, lalu melihat