Duk! Kepala Ivan seketika terjatuh bak bola yang bergelinding. Terlihat matanya yang terbelalak lebar serta ekspresinya yang dipenuhi ketidakpercayaan. Hingga mati, dia tidak menduga Hani akan tiba-tiba membunuhnya. Orang yang dianggap sebagai penyelamat justru adalah pembunuhnya!"Eh?" Semua orang tercengang menatap situasi ini. Satu per satu memasang ekspresi seakan-akan mereka telah melihat hantu.Situasi macam apa ini? Sebagai Jenderal Utama Kavaleri Harimau Macan, bukankah Hani seharusnya membela Ivan? Mengapa dia malah membunuh Ivan? Aneh sekali!"Su ... sudah mati?" Juno yang terperangah pun membelalakkan matanya."Kenapa bisa begitu? Kenapa Dewi Perang Hani membunuh Ivan?" tanya Zeona dengan bingung dan tidak percaya."Nggak ... ini nggak mungkin ...." Billy bak orang yang disambar petir. Dia membeku di tempatnya dan tidak bisa menerima kenyataan ini.Billy bahkan curiga bahwa penglihatannya bermasalah. Kalau tidak, mengapa terjadi hal tidak masuk akal seperti ini?Saat ini, ti
"Tangkap semua orang yang membuat keributan hari ini, mereka akan diinterogasi satu per satu," perintah Hani sambil memberi isyarat tangan. Dia menyuruh Kavaleri Harimau Macan mengikat para anggota Keluarga Caonata.Tindakannya ini kembali membuat orang-orang kebingungan. Apa yang telah terjadi? Bukankah yang membuat keributan adalah Faksi Kirin? Mengapa malah anggota Keluarga Caonata yang ditangkap? Bukankah mereka hanya korban?"Jenderal! Kami nggak bersalah!" Setelah termangu sesaat, Juno buru-buru berteriak dengan histeris."Jenderal! Kami nggak melakukan apa pun, kenapa menangkap kami?" tanya Zeona yang terkesiap sekaligus ketakutan."Benar, Jenderal! Kami nggak melakukan kesalahan apa pun, seharusnya Luther yang ditangkap!" seru para anggota Keluarga Caonata dengan panik. Mereka tidak melakukan apa pun, tetapi ditangkap."Aku akan menyelidikinya nanti. Bawa mereka semua pergi!" perintah Hani yang malas berbasa-basi lagi. Dengan demikian, semuanya pun dibawa pergi dengan paksa. Si
Ewan sungguh gelisah sekarang. Jelas, Hani dan Luther sudah lama mengenal, bahkan keduanya memiliki hubungan baik yang sudah melampaui pengetahuannya.Harus diketahui bahwa Hani sudah terjun ke medan perang sejak berusia 18 tahun. Dia terkenal akan ketegasan dan kekejamannya dalam membunuh.Tidak peduli bertemu siapa pun, Hani selalu bersikap dingin. Baik keluarga, teman, ataupun bawahan, pada dasarnya tidak ada yang pernah melihat senyuman Hani.Akan tetapi, Hani bukan hanya tersenyum sekarang, senyumannya bahkan begitu lebar, membuatnya terlihat jauh berbeda dari sosoknya yang biasanya.Ewan sampai curiga bahwa atasannya ini telah kerasukan. Kalau tidak, mengapa wanita ini tiba-tiba tersenyum? Jangan-jangan, pria ini menguasai sihir yang bisa memikat wanita?"Urusan di Midyar sudah beres. Aku membunuh beberapa kambing hitam untuk menakuti yang lain, seharusnya situasi bisa tenang untuk sementara waktu ini," sahut Hani."Baguslah kalau begitu." Luther mengangguk sembari tersenyum, lal
"Karena Juno nggak bisa diharapkan lagi, kita hanya bisa menggunakan cara lain." Harry tampak merenung sesaat, lalu meneruskan, "Cari beberapa kambing hitam untuk menggantikan tugas Juno. Ingat, jangan sampai identitasmu bocor!""Baik!" Bawahan itu mengiakan, lalu segera meninggalkan ruangan."Semoga nggak ada kesalahan lagi kali ini," gumam Harry sambil memicingkan mata.Jika bukan karena takut terhadap kakek Bianca, Harry tidak akan sewaspada ini. Pria tua itu memang agak merepotkan. Kalau tidak, Harry pasti sudah turun tangan sendiri.....Siang hari, di sebuah restoran, Luther dan Hani duduk di kursi samping jendela. Keduanya mengobrol sambil makan."Kak, apa aku perlu membunuh orang-orang yang sudah menyinggungmu itu?" tanya Hani tiba-tiba saat makan. Nada bicaranya bahkan terdengar sangat serius.Mendengar ini, Luther merasa lucu. Dia membalas, "Kesalahan yang mereka perbuat nggak separah itu sampai harus mati. Kurung saja mereka selama beberapa hari, buat mereka menderita sediki
"Jamur Tujuh Warna?" Begitu mendengar kabar ini, Luther sontak bersemangat. Dia pun bertanya dengan suara yang agak melengking, "Di mana?"Akhirnya, obat spiritual yang diinginkannya selama ini ditemukan! Luther akhirnya bisa membuat Pil Penyambung Nyawa!"Di kediaman Keluarga Morgana. Lusa adalah acara ulang tahun Dennis. Seseorang akan memberikan Jamur Tujuh Warna itu kepadanya. Bisa mendapatkannya atau nggak, semua tergantung kemampuan Tuan sendiri," jelas Shafri."Oke. Kalau kabar ini benar, aku akan membayarmu," sahut Luther yang sudah mulai tidak sabar. Dia pasti akan mendapatkan Jamur Tujuh Warna tanpa peduli seberapa besar konsekuensinya."Nggak perlu. Sesuai kesepakatan sebelumnya, kamu berutang budi padaku. Jadi, jika suatu hari aku butuh bantuan, kamu harus membantuku," ujar Shafri sambil tersenyum."Nggak masalah, yang penting nggak melanggar prinsipku," balas Luther yang menyetujui perkataan Shafri."Hehe, kamu memang orang yang lugas. Kalau begitu, semoga beruntung!" ucap
"Oh, aku datang untuk mengunjungi Jenderal Dennis," jawab Luther sambil tersenyum."Huh! Dasar penjilat!" ejek Irish yang berdiri di belakang seraya mencebik dengan ekspresi menghina.Sejak kejadian waktu itu, kebencian Irish terhadap Luther masih belum mereda. Harus diakui, pria ini memang hebat. Setelah diopname karena tertembak, dokter mendiagnosis dirinya mengidap kanker paru-paru. Untungnya, masih belum terlambat sehingga kondisinya sudah stabil sekarang."Kakekku lagi keluar, mungkin sebentar lagi baru pulang. Kamu duduk saja dulu di dalam. Kebetulan, ada beberapa hal yang mau kutanyakan," ujar Lufita. Tanpa memberi kesempatan untuk menolak, dia langsung membawa Luther masuk. Ini kesempatan langka baginya."Lufita, bukannya kita mau berlatih di arena pacuan kuda?" tanya Irish untuk mengingatkan."Oh, benar juga. Aku terlalu bersemangat tadi sampai lupa." Lufita menatap Luther, lalu bertanya, "Kak, ada arena pacuan kuda di belakang kediamanku. Kita main di sana dulu, ya? Setelah K
Semua orang menoleh ke arah sumber suara. Terlihat sekelompok pemuda pemudi menghampiri mereka dengan santai.Yang berdiri di paling depan adalah seorang wanita yang memakai rompi hitam dan sepatu bot hitam. Dia memiliki paras yang cantik dan tubuh yang ramping, tetapi ekspresinya tampak sangat sombong. Ketika masuk, wanita ini menarik seekor kuda yang bulunya hitam mengilap."Cynthia?" Begitu melihat si pendatang, Lufita tak kuasa mengerutkan dahi. Cynthia adalah putri dari paman pertamanya. Wanita ini sangat suka melawannya, terutama setelah ayahnya menjabat sebagai kepala keluarga. Cynthia terus-menerus mencari masalah, benar-benar menyebalkan!"Lufita, aku mendengar kamu membual barusan. Kamu bilang Kaze nggak pernah kalah? Lucu sekali! Kamu bisa menang karena orang-orang mengalah padamu. Kamu kira diri sendiri sudah hebat?" ejek Cynthia tanpa menjaga harga diri Lufita."Sembarangan!" bentak Lufita dengan wajah murung. Jelas, dia merasa kesal dengan tindakan wanita ini."Sembaranga
Kedua wanita itu bertatapan dengan sorot mata penuh permusuhan. Jelas, mereka tidak peduli pada perkataan Osiris.Setelah memasang sadel dan pengaman, kedua ekor kuda itu dibawa ke arena. Yang satu berwarna hitam dan satu lagi berwarna putih, menunjukkan kontras tajam.Teman Lufita dan Cynthia pun terpecah menjadi 2 kubu yang saling bertentangan."Lufita! Semangat! Kamu pasti menang!" sorak Irish untuk memberi Lufita semangat."Kaze adalah seorang pemenang! Nggak ada kuda yang bisa mengalahkannya!" teriak Nowy dengan penuh percaya diri."Benar! Kamu pasti bisa memenangkan kompetisi ini dengan mudah!" seru teman-teman lainnya.Luther tidak mengatakan apa pun, tetapi dia bisa menilai bahwa Kaze lebih kuat daripada Ryu. Akan tetapi, keterampilan si penunggang juga harus diperhatikan. Lufita kaya akan pengalaman. Asalkan tidak membuat kesalahan, peluang kemenangannya akan sangat besar."Kak Ariana, menurutmu kuda mana yang larinya lebih cepat?" tanya Gretel dengan penuh semangat."Aku kura