Beranda / Romansa / Dikejar Lagi Oleh Suamiku / Bab 122 Kebimbangan Birendra Mengambil Keputusan

Share

Bab 122 Kebimbangan Birendra Mengambil Keputusan

last update Terakhir Diperbarui: 2024-12-17 23:18:39

Birendra memacu mobilnya dengan kecepatan tinggi menuju rumah sakit. Wajahnya tegang dengan kedua tangannya mencengkeram erat setir. Sesekali dia melirik ke arah Mahira yang terbaring tak sadarkan diri di kursi penumpang. Wajah Mahira pucat dan tetesan darah yang sudah mengering di bawah hidungnya.

"Mahira, bangun," gumamnya pelan, seakan berharap ucapannya bisa membangunkannya. Namun Mahira tetap diam, itu membuat dada Birendra semakin sesak.

"Maafkan aku, Mahira," gumamnya lagi sembari mengangkat ponselnya.

["Mas, aku antar anakmu ke rumah. Biar Maya dan Bik Sum yang jaga."]

Birendra terpaksa menitipkan Abisatya di apartemen Wisnu yang kebetulan bersebelahan dengan Mahira. Setelah menjawab singkat, Birendra kembali fokus menyetir dan berharap segera sampai.

Setibanya di rumah sakit, Birendra segera menggendong tubuh Mahira yang lemas dan berlari masuk ke ruang gawat darurat. Beberapa perawat menyambut mereka, termasuk dokter Arya yang langsung mengenali sosok Mahira.

"Tolong istri s
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terkait

  • Dikejar Lagi Oleh Suamiku   Bab 123 Kemantapan Hati Mahira

    Berada di rumah sakit meski hanya semalam dengan aroma obat dan antiseptik yang menjadi temanku kini mulai membuatku muak. Pandanganku masih buram, tetapi aku tahu pasti bahwa ini bukan tempat yang kuinginkan di sini.Kejadian semalam melintas dalam pikiranku—suara Mas Birendra yang tinggi, tangannya yang mencengkeramku terlalu keras dan rasa tak berdaya yang membelenggu. Aku menggigit bibir bawah menahan gelombang emosi yang tiba-tiba menghantam."Lebih baik aku pulang saja daripada di sini," gumamku.Aku ingin segera bangun, tetapi sesuatu menghentikanku atau lebih tepatnya ... seseorang. Di samping tempat tidurku, seorang pria duduk tertidur dengan kepala bersandar di kursi. Kemeja putihnya sedikit kusut dan lengan jas dokternya terlipat rapi di meja kecil."Dokter Arya?" gumamku lagi dengan pelan dan suara yang parau. Hatiku penuh tanya. Bukankah seharusnya Mas Birendra berada di sini? Aku menggigit bibir mencoba memahami apa yang sebenarnya terjadi.Aku menggerakkan tanganku menc

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-18
  • Dikejar Lagi Oleh Suamiku   Bab 124 Mahira Dalam Ancaman

    “Berhenti di situ, Mahira!" Suara Fatma, mantan ibu mertua Birendra, menggema di halaman luar yang baru saja turun dari mobil. Wanita tua itu berdiri lalu menghampiri Mahira , wajahnya dingin seperti es.Mahira pikir dia bisa cepat pergi dari rumah ini, sayangnya ada dua orang yang menghadang langkahnya sedangkan sang ayah bersama Wisnu pergi sebentar untuk membeli sesuatu.Dalam dekapannya,Abisatya tertidur pulas, tangannya mungil memegang erat baju Mahira. Di belakangnya ada Sanur yang juga ikut-ikutan menghalangi kepergiannya. Tak ada celah untuk Mahira melangkah.“Kamu pikir kau bisa membawa Abisatya pergi begitu saja, Mahira?” Sanur berdiri dengan tatapan penuh kemenangan.Mahira menahan napas, mencoba tetap tenang. “Abisatya adalah tanggung jawabku. Aku punya surat dari almarhumah Sarayu yang menjadikan aku wali sahnya,” ujarnya dengan nada suara yang tegas dan berani.Fatma tertawa sinis, langkahnya mendekat. “Surat? Kamu pikir selembar kertas itu berarti apa? Kamu bukan ibu ka

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-19
  • Dikejar Lagi Oleh Suamiku   Bab 125 Fatma Berulah

    Rahmat Hasan duduk tegap di kursi kafe bersama Fatma Rahangnya mengeras, kedua tangannya bertaut erat di atas lutut. Dia menatap langsung ke arah Fatma yang duduk dengan tangan menyilang di depan dada dan wajahnya penuh keangkuhan.Tadi Hasan tak sengaja bertemu Fatma di jalan saat membeli kopi dan dia pun langsung mengajak wanita itu yang pernah menjadi istrinya berbicara. Hanya mereka berdua di ruangan yang tertutup."Jadi ..." suara Hasan terdengar tegas, "Kamu masih berkeras ingin merebut Abisatya dari Mahira?"Fatma tersenyum miring lalu tangannya terulur ke meja, menyesap teh di cangkir porselen. "Tentu saja. Mahira itu siapa? Hanya dokter biasa yang kebetulan menikah dengan Birendra. Aku yang lebih pantas mengurus cucuku.""Sejak dulu kamu tak pernah berubah, Fatma. Bagimu menyakiti seseorang adalah menyenangkan setelah kamu merebut semuanya," kata Hasan menatap datar ke arah Fatma."Aku memang begitu, Hasan. Tak ada yang bisa mengalahkan aku bahkan putrimu sendiri."Hasan meng

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-20
  • Dikejar Lagi Oleh Suamiku   Bab 126 Ingatan Mahira

    Mahira berdiri di dekat jendela ruang istirahat dokter. Matanya menatap kosong ke taman kecil di luar, tetapi pikirannya jauh melayang ke hari kecelakaan yang mengubah hidupnya setahun lalu.Tangan kanannya menyentuh luka bekas operasi di kepalanya, sentuhan ringan itu membawanya kembali ke kilasan memori yang baru-baru ini kembali—mobil melaju kencang, suara rem yang memekik, dan rasa sakit luar biasa."Ingatanku semakin jelas dan aku tahu ada sesuatu hal yang belum aku ketahui.""Aku harus mencari tahu penyebab kecelakaan tersebut."Di saat Mahira dengan lamunannya terdengar langkah berat menghentak lantai di belakangnya. Arya datang dengan dua cangkir kopi. Diam-diam sejak keluar dari ruang operasi, Mahira yang saat itu membantunya tampak terdiam saja dan tak mendengar saat disapa."Kamu kelihatan seperti baru saja lihat hantu," katanya, meletakkan salah satu cangkir di meja. "Ada hal yang kamu mau cerita, Dokter Mahira?"Mahira menoleh perlahan dan wajahnya tampak lelah. Dia menar

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-21
  • Dikejar Lagi Oleh Suamiku   Bab 127 Awas Kamu, Mahira

    Hari yang melelahkan bagi dirinya setelah mengurus pemakaman almh istri pertamanya Sarayu yang dirusak oleh seseorang. Batu nisannya dilepas dan rumput tercabut dari tanah. Birendra tidak tahu apa sebab seseorang itu berbuat jahat pada Sarayu.Birendra membuka pintu rumah dengan wajah letih sembari menghela napas panjangnya. Sepatunya hampir terinjak tumpukan mainan berserakan di ruang tamu. Sofa penuh dengan remah-remah makanan dan sebuah vas bunga tergeletak pecah di lantai."Alya bereskan mainanmu!" seru Birendra setengah berteriak memanggil anak sambungnya."Pada ke mana semua sih mereka ini?" Birendra kesal lalu melempar tasnya ke sembarang tempat.Rumah yang dulunya rapi dan bersih saat Mahira ada di sini kini layaknya gelas pecah. Semua barang ada di manapun hingga membuat Birendra harus berjalan pelan agar tidak terinjak mainan Alya."Alya ...""Sanur ..."Dari dalam kamar Birendra bisa mendengar suara tawa Alya dan Sanur muncul dari arah dapur dengan perut membuncit, membawa

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-22
  • Dikejar Lagi Oleh Suamiku   Bab 128 Geramnya Birendra

    Setelah selesai memberikan keterangan kepada polisi tentang insiden tabrakan yang baru saja dialaminya bersama Dokter Arya, Mahira keluar menemui Birendra yang sedang menunggunya di lobi.Birendra berdiri dengan ponsel di tangan, pandangannya kosong menatap lantai marmer. Ketika Mahira menghampirinya, dia mendongak dengan raut wajahnya tegang, tetapi mencoba terlihat tenang."Jadi apa kamu ingin cerita sekarang tentang yang kamu katakan di rumah sakit tadi, Mahira?"Mahira berhenti beberapa langkah darinya. “Mas Bi, aku ingin bicara denganmu sebelum kita pergi dari sini,” ucap Mahira tegas seraya matanya tajam menatap pria itu."Baiklah. Kita bicara di sana saja." Birendra mengajak Mahira ke sudut ruangan tempat menunggu.Mahira mengikuti langkah Birendra. Salah satu kursi ditarik Birendra agar Mahira bisa leluasa duduk lalu sebelum berbicara serius, dia mengambil koin dan membeli lemon tea di mesin pembelian yang disediakan di kantor polisi."Minumlah dulu," kata Birendra membuka kal

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-25
  • Dikejar Lagi Oleh Suamiku   Bab 129 Menceraikan Sanur

    "Akhirnya kau memiliki semua yang kau inginkan, Fatma.""Setelah bercerai dari ayah, kau memilih menikahi adik ayah."Arya tersenyum tipis memandang rumah alm sang kakek yang diwariskan pada sang paman. Rumah penuh kenangan sebelum Fatma datang menghancurkan kebahagiaan semua keluarganya."Wanita cantik berhati iblis," gumam Arya berusaha menahan emosinya.Kini Arya sedang duduk di ruang tamu rumah Fatma, menunggu dengan sabar. Tangannya menggenggam erat amplop cokelat yang berisi bukti yang baru saja dia dapatkan. Pandangannya tajam dan meskipun wajahnya tenang, ada ketegangan yang jelas dalam sorot matanya.Fatma akhirnya muncul mengenakan gaun rapi dengan rambut yang disanggul sempurna. Wanita itu duduk di hadapannya dengan anggun, tetapi ada sedikit kekakuan dalam gerakannya.“Ada apa kau ingin menemuiku, Dokter Arya?” tanya Fatma dengan suara dingin dan mata menyelidik.“Saya ingin bicara soal kecelakaan kemarin. Juga soal kecelakaan yang terjadi satu tahun lalu," kata Arya melet

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-26
  • Dikejar Lagi Oleh Suamiku   Bab 130 Jaket Biru Di Kamar Maya

    "Bibi harus membantuku. Aku tidak mau diceraikan oleh Birendra." Sanur memecah keheningan dengan suara tinggi, hampir seperti jeritan. Mata bulatnya memerah karena emosi bercampur putus asa.Sanur mengadu pada Fatma dan berharap sang bibi bisa memecahkan masalahnya. Dia tak mau sama sekali bercerai. Hidupnya sudah terlalu nyaman dengan fasilitas yang diberikan Birendra."Jika dengan bibi, dia akan menurut. Bantu aku! Aku tidak mau bercerai darinya."Sanur duduk di kursi ruang tamu dengan tubuhnya yang tegang. Jari-jarinya menggenggam erat tepi rok panjangnya, bibirnya bergetar menahan amarah yang dipendamnya sejak kemarin.Fatma berdiri di dekat jendela, pandangannya melayang jauh ke luar enggan mendengar perkataan Sanur. Wajahnya dingin, tetapi jemarinya terlihat mengepal kuat pertanda ada sesuatu yang mengganggu pikirannya.“Sanur, aku tidak mau diganggu soal perceraianmu. Masalahmu, selesaikan sendiri sekarang,” katanya dengan nada tajam, tetapi matanya tidak benar-benar menatap Sa

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-27

Bab terbaru

  • Dikejar Lagi Oleh Suamiku   Bab 171 Perpisahan Yang Bahagia

    "Takdir itu tak bisa diubah dan akan menghampiri setiap insan manusia.""Ini sudah takdir ayahmu. Jangan merasa bersalah.""Allah menempatkan ayahmu di sisi-Nya."Kerabat ayah dan teman-teman sesama TKI datang ke pemakaman ayah. Mereka menguatkan aku di hari yang paling menyedihkan. Andai mereka tahu, aku tak bisa kuat seperti yang mereka katakan.Saat kabar itu datang—bahwa Ayahku dan Ayah Dani meninggal bersamaan dalam kecelakaan itu, rasanya seperti seseorang mencabut seluruh napas dari paru-paruku. Dan seakan belum cukup, Ibu Tari... koma. Antara hidup dan mati layaknya menggantungkan harapan kami di benang yang nyaris putus.Aku mengunci diri di kamar. Dua hari. Dua malam. Aku tidak bicara. Tidak makan. Bahkan air mataku pun seakan berhenti mengalir. Yang tersisa hanya kebisuan dan rasa marah—pada dunia, pada semesta dan juga pada takdir."Kenapa Ayah harus semobil dengan mereka?""Sebenarnya Ayah mau ke mana?"Aku tak menyangka jika ayah semobil dengan kedua orang tua Mas Birend

  • Dikejar Lagi Oleh Suamiku   Bab 170 Inilah Takdir Yang Harus Aku Terima

    ["Mahira, kamu bisa ke rumah sore ini? Ada yang mau aku bicarakan denganmu."]"Rumah ayah Dani atau ke rumahnya Mas di jalan Cempaka?"["Datanglah ke jalan Cempaka."]Pagi ini aku mendapat notif pesan dari Mas Birendra. Dia menyuruhku untuk datang ke rumahnya. Katanya ada yang sesuatu yang hendak dia bicarakan. Aku langsung membalas pesannya dan mengiyakan permintaannya.Setelah menyelesaikan tugasku, aku segera melangkah pergi menemui Mas Birendra di rumahnya. Aku mengambil kunci mobil. Sudah dua bulan ini aku belajar lagi menyetir setelah pernah mengalami trauma."Selamat sore, Mbak Hira. Lama tidak ke sini.""Senang bisa melihat Mbak Hira lagi."Sesampainya di depan pintu gerbang rumah Mas Birendra, aku disambut hangat para pekerja di sini. Dulu sebelum Mas Birendra menikah dengan Sarayu, aku sering ke sini bersama ibu Tari hanya untuk beberes dan menyetok makanan, karena tempat kerja Mas Birendra lebih dekat daripada di rumah utama."Ah iya Pak. Hira juga kangen sama kalian," sapa

  • Dikejar Lagi Oleh Suamiku   Bab 169 Takdir Yang Berbeda

    Aku berdiri di depan lift dengan jantung berdegup kencang. Wanita itu tersenyum, tetapi bukan ditujukan padaku melainkan pada dua sosok di belakangku. Aku menoleh dan melihat seorang pria bersama gadis remaja.Dia dengan langkah anggun. Tubuh ini menegang karena orang yang aku kenal ada di hadapanku sekarang. Ibu Fatma mengangkat tangan, melambai dengan semangat pada dua sosok yang juga membalas lambaian tangannya."Ibu Fatma!" seruku disertai langkah maju dengan penuh harap.Wanita itu berhenti dan alisnya berkerut. Tatapannya kosong seolah aku hanyalah orang asing di matanya dan menatapku dengan penuh kebingungan."Maaf, apakah kita saling mengenal?" tanyanya dengan suara tenang, tapi ada kehati-hatian di matanya.Dadaku seketika terasa sesak. Aku mengerjap dan mencari jawaban di wajahnya lalu berharap ada secercah pengakuan. Namun tidak ada dan ku tersenyum kaku, berharap dia sedang bercanda."Ibu tidak ingat aku?" suaraku terdengar ragu.Wanita itu menghela napas, menggigit bibirn

  • Dikejar Lagi Oleh Suamiku   Bab 168 Apa Yang Terjadi Di Tahun Ini

    Aku melangkah masuk ke ruang lobi rumah sakit dengan sedikit rasa gugup. Saat kakiku berjalan lebih jauh, aku merasa ada sesuatu yang aneh. Dua kali aku dihidupkan kembali oleh semesta.Semua yang ada di gedung rumah sakit ini terlihat sama. Tak ada perubahan sama sekali. Aku menghela napas sembari terus berjalan menuju ruang UGD, tempat aku akan bertugas.Mataku menyapu ruangan yang penuh dengan staf dan dokter. Beberapa dari mereka tersenyum ramah, sementara yang lain sibuk dengan tugas masing-masing. Dua perawat senior mendekat, wajahnya lembut, menyodorkan tangan untuk berjabat. Aku kenal dengan mereka."Selamat datang di rumah sakit ini, Dokter Mahira.""Senang rasanya bisa berkenalan dengan anak dokter Dani.""Terima kasih Sus Mariani dan Sus Siska," sahutku seraya berjabat tangan dan mengetahui nama mereka dari name tag.Satu per satu staf memperkenalkan diri. Beberapa bersalaman dengan tatapan penasaran, mungkin mendengar kabar tentang aku dan pemilik rumah sakit ini. Namun ti

  • Dikejar Lagi Oleh Suamiku   Bab 167 Mesin Waktu

    Aku menggeliat di atas kasur dan tubuhku masih enggan untuk bangun. Matahari pagi menerobos melalui celah jendela hingga menyilaukan pandanganku yang masih setengah terpejam. Saat aku hendak menarik selimut kembali ada suara ketukan dari luar kamar terdengar, diiringi panggilan namaku."Mahira, ayo bangun Nak." Terdengar suara dari luar pintu, memanggilku dengan nada tegas. Aku tak memerhatikan siapa yang berada di luar pintu kamarku.“Iya... sebentar lagi.” Aku mendesah pelan dan menjawab dengan suara serak.Namun suara dari luar kembali terdengar, kali ini dengan nada yang lebih mendesak seperti ada sesuatu yang serius karena aku mendengar namaku dipanggil lagi."Mahira ... kamu baik-baik saja, bukan?""Bangunlah ... kita ditunggu ayah Dani dan ibu Tari di rumahnya."Mataku terbuka lebar. Jantungku berdegup lebih cepat. Ada sesuatu dalam nada suara itu yang membuatku terkejut. Aku bangkit dengan enggan lalu menyibak selimut dan turun dari tempat tidur. Begitu aku membuka pintu kamar

  • Dikejar Lagi Oleh Suamiku   Bab 166 Selamat Jalan Mahira

    "Biar Abisatya bersama kami, Pak. Bapak ke ruang rawat dokter Mahira saja."Setelah mendapat telepon dari Agustin dan menitipkan Abisatya bersama dokter anak yang dikenalnya Birendra segera berlari menembus koridor rumah sakit yang panjang dan sunyi. Nafasnya tersengal disertai wajahnya dipenuhi kegelisahan. Sesekali dia menyeka keringat di dahinya dengan punggung tangan."Aku mohon Mahira, bertahanlah."Pandangannya lurus ke depan dan penuh tekad. Sesampainya di depan ruangan rawat inap, Birendra berhenti sejenak, menunduk dan menahan napas mencoba menenangkan degup jantungnya yang tak terkendali.Begitu Birendra membuka pintu, dia melihat Mahira dikelilingi para dokter yang sibuk dengan wajah mereka dipenuhi ketegangan. Di balik tirai yang setengah terbuka, tubuh Mahira terlihat lemah dan tak berdaya. Matanya terpejam dan wajahnya pucat, sementara mesin-mesin medis di sekelilingnya berdengung cepat. Birendra mengepalkan kedua tangannya berusaha menahan diri agar tidak panik."Berik

  • Dikejar Lagi Oleh Suamiku   Bab 165 Bertahanlah, Mahira

    "Sebentar lagi kita akan sampai menemui ibu, Nak.""Ayah berharap ibumu segera sadar."Birendra memegang erat tubuh kecil Abisatya yang sedang tertidur dalam gendongannya. Balita berusia dua tahun itu tampak damai, wajahnya bersandar di dada Birendra. Setiap harinya Birendra membawa Abisatya ke rumah sakit untuk mengunjungi Mahira. Harapan akan keajaiban tidak pernah surut dari hati Birendra, meski waktu terus berlalu dan kondisi Mahira tak juga menunjukkan perubahan."Selamat pagi, Pak Birendra," sapa satpam melihat Birendra berjalan menuju lobby."Selamat pagi juga, Pak," balas Birendra menyunggingkan senyum.Sejak Mahira dinyatakan koma, mau tak mau Birendra mengambil alih urusan rumah sakit dibantu oleh sahabat ayahnya sementara pekerjaan yang dibangunnya sendiri ditangani oleh Rudi.Setiap hari Birendra mengambil alih tugas Mahira sebagai direktur pelaksana rumah sakit dan mengerjakan semuanya di ruang rawat inap hingga rumah sakit menjadi rumah kedua bagi Birendra."Pak Hasan ti

  • Dikejar Lagi Oleh Suamiku   Bab 164 Memilih Jalan Yang Tepat

    "Selamat pagi dunia.""Terima kasih untuk berkat-Mu hari ini, Allah."Cahaya pagi menyelinap masuk melalui jendela rumah sakit, menerangi lorong-lorong yang mulai sibuk dengan aktivitas para dokter dan perawat. Di antara mereka, seorang pria dengan jas dokter yang baru saja dikenakan kembali setelah sekian lama berjalan dengan langkah penuh harapan sembari bergumam sendiri.Wajahnya masih sedikit pucat, tetapi terlihat di matanya berbinar. Dia menarik napas dalam-dalam seolah ingin meresapi udara rumah sakit yang begitu familiar, tempat yang pernah menjadi bagian besar dalam hidupnya sebelum semuanya berubah."Dokter Arya, senang berjumpa dengan anda lagi," kata seorang perawat yang kebetulan berpapasan dengannya."Saya juga senang berjumpa dengan kalian lagi," balas Arya seraya tersenyum."Selamat bertugas kembali, Dok," ucap salah satu perawat wanita."Terima kasih suster Wina."Arya melanjutkan kembali langkah kakinya menuju ruang berkumpulnya para dokter sebelum bertugas di pagi i

  • Dikejar Lagi Oleh Suamiku   Bab 163 Kapan Kamu Bangun, Mahira?

    "Ayo Mahira ....""Kamu pasti bisa melewati ini semuanya. Berjuanglah."Di ruang operasi yang dipenuhi suara mesin pemantau detak jantung dan alat-alat medis, Dokter Gatot berkeringat di balik masker bedahnya. Tangannya yang bersarung tangan lateks bergerak cepat, berusaha menghentikan pendarahan hebat di otak Mahira. Para perawat dan petugas anestesi bekerja dengan cekatan, saling bertukar pandang setiap kali tekanan darah pasien turun drastis.“Tekanan darahnya anjlok lagi, Dok!” seru seorang perawat, suaranya tegang.Dokter Gatot mengatupkan rahangnya dengan napasnya yang tertahan. “Tambahkan satu ampul epinefrin. Kita harus stabilkan dia dulu.”"Baik, Dok."Jarum jam terus berdetak, tapi keadaan Mahira tak juga membaik. Sudah tiga jam lamanya Dokter Gatot yang menggantikan Arya mengoperasi Mahira, keadaan di ruang operasi sungguh mendebarkan."Dokter Mahira, jangan menyerah. Anda harus berjuang demi dokter Arya!" seru perawat Raka mendampingi dokter Gatot.Para dokter dan perawat

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status