Davie memelankan sedikit laju mobilnya saat berbelok ke kiri. Benar kata Ileana, rumah Aldi berada di tepi jalan dan tidak jauh dari pertigaan itu. Davie menghentikan mobilnya di tepi."Ini rumahnya, Sayang?" tanya Davie sambil memperhatikan rumah mewah itu."Iya. Dia adik kandungnya Ayah.""Oh, gitu." Davie manggut-manggut. "Ya udah, yuk kita turun.""Tunggu dulu, Davie."Davie mengernyit heran. "Loh, ada apa, Sayang? Tadi kan kamu yang minta ke sini."Ileana hanya diam sambil menatap rumah mewah dengan halaman yang cukup luas itu. Entah mengapa langkahnya merasa ragu. Jantungnya berdegup kencang sekali."Sayang," panggil Davie.Wanita itu terhenyak. Ia menatap Davie dengan mata yang berkaca-kaca. Seketika Davie terkejut dan merasa bingung saat melihat Ileana mulai bersedih seperti itu."Sayang, kamu kok nangis? Ada apa? Cerita sama aku," ujar Davie sambil menyentuh pipi Ileana."Aku cuma takut, Om nggak mau terima aku. Soalnya, aku udah lama nggak ketemu sama Om Aldi."Davie mengusa
Sudah seminggu berlalu, Nisaka masih tetap menunggu Ileana pulang ke rumah. Setiap hari, Nisaka selalu menangis dan merasa kecewa pada Ikhwan karena telah membiarkan Ileana pergi. Bahkan Ikhwan enggan mencari Ileana.Ikhwan juga membiarkan Nisaka tidak masuk sekolah. Pria tua itu tak peduli dengan aksi protes yang dilakukan Nisaka. Benar-benar keras kepala.Nisaka melirik jam tangannya. Waktu sudah hampir senja dan seseorang yang ditunggu tak kunjung datang. Harus kemana lagi ia mencari Ileana? Bahkan Nisaka tidak bisa menghubungi nomor ponsel Ileana karena tidak aktif."Tante dimana? Nisa kangen sama Tante," lirih Nisaka di sela isak tangisnya."Ngapain kamu tangisi anak nggak tahu diri itu, hah? Dia nggak akan balik ke sini."Ucapan Ikhwan semakin menyayat hati Nisaka. Ia tidak percaya kakeknya akan bersikap seperti itu pada Ileana, anak kandungnya sendiri.Nisaka menghapus air matanya dengan kasar sambil berdiri dan berkata secara lantang, "Kakek jahat! Kakek tega sama anak kandung
Ileana tampak gugup saat memasuki ruang tamu untuk bertemu dengan pria yang beberapa saat lalu telah resmi menjadi suaminya. Davie mengucapkan ijab qabul dengan baik, tanpa perulangan sedikitpun. Ileana begitu bahagia saat mendengar suara Davie dari dalam ruangan lain. Bahkan Ileana sampai menangis bahagia.Kini, Ileana duduk di hadapan Davie, lalu mencium punggung tangan suaminya untuk pertama kali. Setelah itu, Davie mencium mesra kening Ileana. Kemudian, Davie memasangkan cincin pernikahan yang dijadikan sebagai mahar, lalu kalung dan selanjutnya memberikan sebuah kunci mobil pada Ileana."Makasih, Mas," ucap Ileana terharu. Kini, ia harus memanggil suaminya dengan sebutan itu."Sama-sama, Sayang," balas Davie diiringi senyuman penuh kebahagiaan.Selanjutnya, Davie dan Ileana menandatangani beberapa dokumen yang diperlukan, terutama buku nikah mereka. Beberapa saksi yang datang tampak mengabadikan momen bahagia itu dengan kamera ponsel mereka masing-masing. Dua orang photographer d
Tepat pukul 18.00 sore, para tamu undangan sudah pulang ke rumah masing-masing. Hanya tersisa orang-orang yang akan membersihkan piring-piring kotor dan lain sebagainya.Davie dan Ileana masih berada di ruang tamu, mengobrol bersama Aldi, Diana dan Nisaka. Jian sendiri sudah pamit pulang sejak tadi karena ada urusan penting. Kedua pengantin baru itu masih mengenakan busana pengantin. Mereka tampak serasi sekali. Berulang kali Diana memuji kecantikan wajah Ileana yang jarang sekali tampil tanpa make up."Ilea, kamu cantik banget loh hari ini. Tante sampai nggak bisa kedip waktu lihat kamu tadi," ucap Diana."Ah, Tante bisa aja. Aku jadi malu, Tante."Semua yang ada di sana tertawa melihat reaksi Ileana. Yang paling keras tertawa yaitu Nisaka. Ileana sampai salah tingkah karena ditertawakan seperti itu."Dia tuh kalau dipuji emang kayak gitu, Tante," celetuk Davie. "Tadi aku juga puji dia karena dia cantik banget. Eh dianya malu. Kan gemes jadinya.""Mas, udah dong," rengek Ileana.Aldi
Pukul 05.20 pagi, Ileana terbangun dari tidur lelapnya. Ia menggeliat sebentar sambil meraba sisi kanan tempat tidur. Terasa dingin dan tidak ada siapapun di sana. Ileana memaksakan kedua matanya untuk terbuka, meskipun sangat berat sekali. Ileana berusaha untuk duduk sambil bersandar di tempat tidur. Tubuhnya terasa pegal sekali. Ia memijat pundaknya sendiri sambil memperhatikan ke sekitar kamar. Tidak ada siapapun di sana."Mas," panggil Ileana.Namun tidak ada sahutan sama sekali. Ileana mencoba untuk turun dari tempat tidur. Ia merasa heran dengan kepergian suaminya di pagi buta seperti ini. Wanita itu duduk di kursi rias sambil menatap ke cermin. Menyisir rambut panjang yang tergerai itu secara perlahan.Seketika, ia menyadari sesuatu. Ileana menatap pakaiannya saat ini dari pantulan cermin. Seingatnya, malam tadi, ia masih mengenakan handuk kimono dan Davie juga hanya mengenakan handuk yang melilit di pinggangnya. Mereka sudah terlalu lelah hanya untuk sekedar mengganti pakaian.
Saat jam makan siang, Aldi memutuskan untuk berkunjung ke rumah kakak kandungnya yang tak lain ada Ikhwan. Tujuannya berkunjung ke rumah itu hanya untuk menyampaikan perihal pernikahan Ileana dengan Davie. Sekaligus menyadarkan pria tua itu agar berhenti bersikap keras kepala dan segera memberi restu pada Ileana dan Davie.Mobil mewah yang Aldi gunakan pun sampai di pekarangan rumah Ikhwan. Setelah mematikan mesin, Aldi keluar dari mobil lalu mengunci pintunya secara otomatis. Aldi melihat ke sekeliling rumah. Rumah itu adalah rumah peninggalan mendiang orang tuanya dulu. Harusnya rumah dan tanah dibagi dua dengan Aldi, sesuai dengan ketentuan yang tertulis di surat wasiat dari mendiang orang tuanya.Tapi karena keserakahan Ikhwan, akhirnya Aldi harus bisa mengikhlaskan itu semua. Aldi tidak ingin bertengkar hanya karena harta warisan."Assalamu'alaikum."Beberapa detik kemudian, muncullah seseorang dari dalam rumah. "Wa'alaikumsalam."Aldi tersenyum saat Ikhwan menatapnya. Ia mengham
Selesai berkeliling dan makan siang, Davie dan Ileana pun bergegas pulang ke rumah Aldi dan Diana. Namun di tengah perjalanan, mendadak Ileana mengajak Davie untuk pergi ke rumah Ikhwan."Mas, kita ke rumah Ayah dulu yuk," ajak Ileana.Davie terkejut dan sempat menoleh sebentar untuk menatap istrinya. Setelah itu ia berkata, "Buat apa, Sayang? Yang ada kita malah diusir sama Ayah. Kan kita belum dapat restu.""Justru ini saat yang tepat buat minta restu dari Ayah, Mas. Kalau dia lihat kita udah nikah, pasti dia bakal restuin kita," ujar Ileana merasa percaya diri."Sayang, nggak semudah itu loh. Aku nggak yakin Ayah bakal kasih restu secepat itu. Mending kita pulang aja ya. Kasihan Nisa udah ketiduran tuh."Ileana menoleh ke belakang. Ternyata suaminya benar. Nisaka sudah memejamkan mata dengan kepala bersandar di kursi. Keponakannya itu tampak kelelahan karena sejak pagi ikut berjalan-jalan ke pusat perbelanjaan.Ileana pun menatap suaminya kembali. "Sebentar aja, Mas. Aku janji ngga
Davie dan Ikhwan masih terlihat bersitegang. Satu sama lain tidak ingin melepaskan cengkraman masing-masing. Mereka tetap mempertahankan apa yang harus dipertahankan. Ikhwan mempertahankan sang anak agar tidak pergi bersama Davie. Sedangkan Davie mempertahankan sang istri dari rencana busuk ayah mertuanya itu.Masing-masing dari mereka tidak mau mengalah. Davie menatap lekat ke arah manik hitam milik Ikhwan. Begitu juga dengan Ikhwan. Sampai akhirnya, suara Ileana berhasil memecah keheningan."Ayah, udah dong. Lepasin tangan aku. Ini sakit, Yah," pinta Ileana. "Mau sekuat apapun Ayah paksa aku untuk nikah lagi sama yang lain, aku tetap nggak nolak. Aku udah jadi istri sah Mas Davie. Pernikahan kami sah dan tercatat di KUA. Jadi tolong, berhenti bersikap keras kepala kayak gini, Yah.""Alah! Sah apanya? Ayah nggak pernah kasih restu apapun kok. Ini jelas nggak sah."Ileana mendesah kasar. "Yah, aku tuh capek lihat sikap Ayah. Terlalu egois. Semuanya harus dituruti. Apa sih mau Ayah? Ay