Raline melirik Eddriz yang memancarkan kebahagian sejati. Tidak ingin membuat suami menjadi khwatir gara-gara kabar dari sang mantan istri. Ponsel langsung di matikan dan diletakkan di samping bantal begitu saja.Raline ingin bertemu dengan Asisten Wibi. Pasti asisten itu sudah datang dan akan melaporkan kepada Eddriz tentang keadaan sang mantan pagi ini. Lebih memilih ingin menunda kabar itu sampai jelas beritanya.Hanya dengan ke luar kamar dan sarapan bisa bertemu dengan Asisten Wibi, "Bang, Ra mau sarapan buah.""Tentu, ayo kita ke luar!""Ada kelengkeng dan anggur tidak di kulkas, Bang?""Seharusnya ada, sih. Nanti Abang tanyakan dulu pada Basri."Saat Raline duduk di kursi meja makan, belum ada Asisten Wibi di mana pun. Eddriz memanggil Pak Basri dan mendekati kulkas yang ada di samping dapur. Baru kali ini laki-laki tua yang sebentar lagi akan memiliki bayi itu membuka kulkas, biasanya jika menginginkan sesuatu hanya berteriak memerintah saja.Bersamaan Eddriz di depan kulkas b
Eddriz terdiam saat Raline bertanya dengan suara jutek. Wajah istri kecil itu terlihat sangat marah dan cemburu, "Sayang Abang hanya ingin bersimpati dan berkunjung saja, tidak lebih.""Tidak perlu beralasan, silakan Abang ke rumah sakit, Ra juga akan ke luar dari sini!" teriak Raline meninggalkan tempat dan berlari menuju kamar."Ra ...!" Eddriz tidak melanjutkan ucapannya karena Aisisten Wibi mengusap pundaknya."Tuan.""Ada apa?""Seharusnya Anda tidak usah berangkat, akan banyak anggapan Anda masih mencintai Nyonya Arum. Apalagi saat wartawan mengetahui Anda ke sana.""Oya, mengapa tanpa sadar aku ingin ke sana, ya?" Eddriz baru sadar apa yang dilakukan.Asisten Wibi tersenyum simpul, teringat saat Eddriz ingin membuka dokumen di ponsel. Sayangnya, yang dilihat tentang berita Arum yang sedang berada di ruang operasi. Tanpa sadar langsung mengenakan baju stelan jas yang ada di kantor kerja dan bergegas ke luar berniat berkunjung ke rumah sakit.Eddriz langsung menepuk dahi sendiri,
Tiba-tiba Raline merasa tertantang, antara cemburu dan emosi menjadi adrenalin semakin meningkat. Tanpa ragu Raline bergerilya di bibir Edrriz baik luar atau pun dalam. Mengabsen seluruh rongga yang ada dengan penuh gair*ah. Yang dulu sering merasa canggung dan gengsi, kini Raline memiliki semangat lebih. Tidak tahu dari mana rasa dan semangat itu. Seolah ada dorongan hati untuk membuktikan cinta di hati.Tidak menyangka dengan ucapan ketus tuntutan itu menjadi semangat sang istri. Yang awalnya takut tersinggung, kini menjadi tersenyum. Ikut membuktikan jika hati juga mendamba dengan sepenuh hati. Eddriz tidak kalah semangat, kerinduan menunggu selama satu bulan tidak disia-siakan. Berberilya mengimbangi aksi Raline. Saling berganti memberi dan menerima tanpa menyia-nyiakan kesempatan.Eddriz mengangkat Raline ke tempat tidur tanpa melepaskan tautan bibir. Sengaja di dudukkan di pinggir tempat tidur. Tautan terlepas, kemudian Eddriz berjongkok dan mengusap bibir yang basah karena ul
Eddriz selalu tersenyum memandang wajah Raline yang sedang menikmati buah. Rasa bahagia itu sangat sulit dilukiskan kini. Rasa cinta itu semakin terpupuk dan semakin membesar.Rasa hati yang sangat istimewa terpupuk di dada. Edrriz seolah seperti anak yang baru merasakan cinta. Tersenyum sendiri saat melihat wajah yang terlihat teduh. Tidak menyangka gadis belia itu bisa membolak-balikkan perasaan hati.Wajah Raline terlihat bersinar saat terus dipandang dengan penuh cinta. Hati seolah kini dipenuhi dengan bunga-bunga cinta. Bahagia semakin sempurna setelah bisa beraksi yang kedua pagi ini."Ngapain sih, Bang. Senyum sendiri sambil melihat Ra begitu?""Ra cantik.""Dari sejak lahir, Abang baru tahu?""Ra terlihat seperti bidadari, dengan rambut basah begitu Abang semakin kesengsem.""Gombal." Raline terus menikmati manisnya buah manggis dan mangga."Apa boleh minta tambah lagi?""Apanya yang tambah?""Bukti cinta Ra."Raline mengerutkan keningnya, sedari tadi rasa itu masih membekas d
Raline belum sempat berselancar di dunia maya mencari informasi tentang wajah bayi Arum. Hanya dalam waktu sepuluh menit, Jenny kembali masuk kamar dan memberikan kabar tentang bayi itu."Nya, ini foto bayi itu!""Dari mana Jenny mendapatkan foto ini?""Ada teman Jenny yang bekerja di rumah sakit."Raline melihat foto bayi mungil yang terlihat bersih. Bayi itu terlelap diruang inkubator. Di dada dipasang alat khusus monitor untuk mengetahui kondisi bayi.Raline memperhatikan wajah bayi itu dengan seksama. Tidak ada kemiripan sama sekali wajah bayi itu dengan Eddriz seperti perkiraan Jenny. wajah bayi itu terlihat bulat sedangkan Wajah Eddriz lonjong."Tidak mirip sama sekali, Nya.""Iya, bayi ini labih mirip wanita tua itu dahinya.""Bibir dan matanya seperti ayah kandung dari suami Nyonya Arum, Nya.""Dari mana Jenny tahu?"Jenny membuka akun pribadi milik Evan. Ada foto Evan bertiga dengan kedua orang tua. Jika diperhatikan dengan seksama sorot mata dan bibir itu hampir sama.Mata t
Pagi ini Hanna semangat empat lima menunggu jemputan di pinggir jalan. Diminta oleh Asisten Wibi untuk tidak terlambat. Asisten beranak satu itu sangat displin jika mengenai waktu."Mana sih lama sekali si asisten?" monolog Hanna tidak sabaran padahal waktu kurang lima menit lagi janji bertemu.Setiap mobil hitam yang lewat dilihat nomor kendaraan. Setiap ada yang berhenti di sekitar tempat berdiri diintip sopirnya. Menggerutu sendiri jika mobil bukan yang dimaksud yang datang.Tepat waktu yang dijanjikan ada mobil yang berhenti tiba-tiba di depan Hanna berdiri. Kaca mobil pintu depan terbuka perlahan, "Ayo masuklah, di belakang saja!" perintah Asisten Wibi."Iya, terima kasih."Hanna membuka pintu dan masuk mobil, ada gadis kecil yang terlihat cantik memakai seragam, "Hai cantik!" sapa Hanna."Hai, Kakak. ApakahTasya cantik?""Iya cantik dan lucu. Namanya Tasya?"Tasya melihat Asisten Wibi sambil mendongak, "Papa, apakah Kakak ini bukan termasuk orang asing. Dia tanya nama Tasya?""T
Asisten Wibi awalnya tercengang dengan permintaan Hanna. Gadis belia itu tipenya hampir sama seperti Raline. Sikap dan fifatnya sangat lugu dan ceplas-ceplos serta jujur."Silakan saja, kalau itu membuatmu nyaman.""Terima kasih, Mas."Dalam perjalanan Hanna banyak bercerita tentang persahabatan dengan Raline dan Shafea. Sampai tiba di resort milik Eddriz asisten itu hanya mendengarkan dan sedikit bertanya. Terkadang tersenyum tanpa menjawab ocehah Hanna.Bersamaan Asisten Wibi menjemput Hanna tadi. Shafea dijemput oleh Bang Jack dari depan rumah sahabat Raline. Hanya bedannya ketua bodyguard Edrriz itu mengendarai motor sport bukan mengendarsi mobil."Ayo, naik!" perintah Bang Jack sambil menyerahkan helm.Laki-laki yang seumuran Asisten Wibi dan masih bujang itu langsung melajukan motor sport dengan kecepatan tinggi. Dengan terpaksa Shafea harus memeluk pinggang Banng Jack dengan erat. Bahkan, pipi Shafea ditempelkan di punggung Bang Jack."Bang, pelan-pelan. Fea takut!" teriaknya.
Setelah luka lutut Shafea dioles obat luka oleh orang yang tidak sengaja melukai. Jalan raya dekat lampu merah mulai terurai karena kesigapan petugas. Ternyata ada mobil pic-up pengangkut pasir mogok di tengah jalan, dan didorong beramai-ramai oleh pengguna jalan.Motor Bang Jack masuk halaman resort milik Eddiz, hampir bersamaan datang mobil Asisten Wibi di parkiran. Keceriaan Hanna saat turun dari mobil menular pada Shafea yang turun perlahan dari motor. Mereka langsung berbincang tanpa memperdulikan laki-laki yang menjemput."Mengapa lutut Fea luka begitu?" tanya Hanna."Gara-gara kucing kaw*in," jawab Shafea asal."Apa hubungannya sama lutut?""Motor menghindari kucing kaw*in lutut Fea tergores aspal""Ooo."Bang Jack tiba-tiba tersenyum simpul mendengar jawaban Shafea. Diikuti Asisten Wibi yang melangkah menyusul. Keduanya berbincang berbisik tanpa terdengar.Jenny yang menyambut Hanna dan Shafea saat keduanya melangkah masuk pintu utama, "Nona-Nona cantik, silakan ikut Jenny!" J