"Halo."Mega menghela napas waktu melihat siapa yang duduk di hadapannya. Alterio Inzaghi, lelaki itu telah menempatkan diri di depan Mega, walau perempuan tersebut belum mengizinkannya."Maaf, saya masih menunggu suami saya.""Ini di tempat ramai. Kamu tidak perlu teman untuk menemanimu."Rio benar-benar nekad dengan menemui Mega yang sedang me time setelah bertemu pengacaranya. Perempuan itu meminta sang pengacara untuk memberi tunjangan pada mama Eva.Bagaimanapun perempuan itu masih keturunan Hanyokrokusuma, sangat tidak adil jika semua harta jatuh padanya. Pun dengan Eva. Setelah tahu dia punya saudara, Mega juga memberikan sepuluh persen bagiannya pada Eva. Tentu saja semua keputusan itu diambil setelah berdiskusi dengan Rafael dan Atma. Dua orang itu tak keberatan. Toh tugas mereka hanya mengawasi pengelolaan aset Mega. Urusan harta itu mau diapakan, terserah Mega."Tetap saja ini tidak elok dipandang mata. Terlebih saya sedang menunggu suami saya."Mega nyaris berdiri ketika
Untuk kali pertama Rafael bersua dengan seorang pria yang secara mengejutkan sudi menemuinya. "Wow, ini sebuah kejutan untuk saya." Rafael tak pernah menyangka pria yang kini tersenyum padanya adalah seorang pemimpin mafia. Parasnya tampan, dengan garis wajah satu rumpun dengan Rafael. Pria yang Rafael kenal sebagai pemilik salah satu jaringan rumah sakit besar di negeri ini.Bahkan rumah sakit milik Reva setahu Rafael pernah beberapa kali bekerja sama dengan rumah sakit pria yang mengenakan kaca mata di depannya."K?""No, Johannes Arka Kian Rivaldy. Itu namaku di ... sini."Pria itu menjawab lagi-lagi sembari tersenyum."Tuan Rivaldy?""Anda bisa memanggilku Ian, seperti mereka."Rafael mengangguk. Keduanya lantas mengambil duduk saling berhadapan. Kali ini pertemuan benar-benar private, hanya mereka berdua. Bahkan Rama dan asisten Ian berada di luar ruangan."Jadi apa yang sudah mereka lakukan?" Ian bertanya to the poin."Sebenarnya ini hanya masalah rumah tangga sepupu saya, tap
Sementara itu di tempat David, pria itu terkejut ketika Mega didorong hingga jatuh di hadapannya. "Apa yang kalian inginkan?" David bertanya dengan tangan segera memeluk Mega. Ini di luar rencana bagaimana bisa Mega bisa ikut dibawa ke sini. Bukannya ada Rama dan anak buahnya yang berjaga di depan rumah."Suruh dia berikan aset keluarganya!" Astaga! Belum kelar urusan harta. Dan kenapa juga orang dari negeri jauh ikut mengincar harta Mega. Sangat tidak masuk akal."Kasih saja, Dave. Takut aku," bisik Mega dari arah belakang. "Gak bisa gitu, Ga. Masalahnya tidak sesimple itu. Mereka dapat hartanya, mereka bakal bunuh kita. Kamu pikir dia itu murni mau dapatin kamu karena cinta. Omong kosong!""Aku juga bilang begitu. Lagian yang mau sama dia siapa, astaghfirullah. Tembak lagi, abis ini rumah sakit lagi. Ya Allah, bisa gak sih hidup damai. Gak kaya tidak apa-apa. Yang penting bisa makan."Makin ngelantur bicara Mega yang ketakutan. Sementara orang-orang di depan mereka kian banyak ya
"Bawa dia!" Ian menyuruh anak buahnya membawa Alterio pergi. "Kau sengaja menjeratnya dengan obat-obatan untuk kau manfaatkan. Kau nodai adiknya, kau tiduri sepupunya. Kau keterlaluan!""Bukankah dunia kita begitu?" Balas Fabrizio, masih punya nyali rupanya dia untuk melawan Ian."Semua ada aturannya. Kau bahkan dilarang beraksi di wilayah orang. Kau dilarang memaksa perempuan di bawah umur untuk kau tiduri!""Tapi dia mau! Ayolah, Ian. Kau bukannya pria baik sebelum ini. Aku tahu kau meniduri wanita berbeda tiap malam. Lalu kau membunuh mereka. Aku tahu kau berniat merebut ratumu. Kau pengecut, Ian."Satu tembakan membuat Fabrizio bungkam. Pria itu melotot saat pahanya ditembak oleh Max, pria dingin yang dilihat Rafael tak pernah tersenyum."Berisik! Memangnya apa pedulimu?!" Bentak lelaki itu garang. Rafael sejak tadi hanya jadi penonton. Bukan ranahnya untuk ikut campur. Biarkan saja mereka bertikai, yang penting David dan Mega selamat pun dengan Rama yang sempat membuatnya cemas
"Kalian tidak mau bangun, sudah siang ini."Atma memandang ruang tengah yang berubah jadi tempat tidur dadakan. Duo bayi yang tidur tumpang tindih di bagian tengah. Keduanya dikelilingi oleh orang dewasa yang tidur asal-asalan.Tidak peduli tempat, mereka merebahkan tubuh di mana saja. Ada Rion yang tidur tepat di pantat Maira, sementara Sandy memegang kaki Laiv yang dengan santai meletakkan kaki tepat di wajah Sandy. Paramita tidur berdesakan dengan Reva dan Sita. Arya tidur bersandar punggung sofa. Yang paling epik tentu saja Rafael yang tidur memeluk sang istri tepat di kaki Rion.Betu-betul pemandangan yang membuat seorang Atma ingin menangis bahagia. "Lah, belum pada bangun?" David bertanya dari arah belakang. "Lihat saja, sudah kayak ikan teri dijemur." Atma menunjuk keadaan di depan dengan dagunya."Astaga, bener Kek, tinggal diangkat terus digoreng," seloroh David."Memangnya mereka tidur jam berapa?""Enggak tahu, wong tu bocah sudah pada anteng eh si Rafael bikin gara-gar
"Jadi mereka dipastikan sudah pergi dari sini?" Akhirnya tercapai juga keinginan Ian untuk ngopi bareng Rafael. Niatan itu terwujud satu minggu sejak kejadian malam itu.Ian mengangguk sebagai jawaban. Dua pria itu bertemu di sebuah kafe tak jauh dari rumah sakit milik Ian. Rafael ada meeting di sekitar sana, entah kebetulan atau sengaja Ian menghubungi lelaki itu, menagih janji soal kopi."Alterio kami tahan untuk sementara. Dia akan direhap sampai kecanduannya bisa pulih.""Di sini atau di sana?""Di sana, akan sangat mencurigakan kalau dia ditahan di sini. Di sana akan ada Andreas dan Vin yang mengawasi."Rafael mengerutkan dahi mendengar nama asing disebut Ian."Dia dokter dan salah satu teman yang menghandle BC dari sana.""Ah bicara soal klan BC, kami punya sebuah formula dan antidot yang mungkin perlu ruang penyimpanan lebih aman. Aku tidak mau adikku jadi sasaran orang-orang gila di luar sana.""Formula apa?""Kakakku iseng menciptakan sebuah virus dan antidotnya. Virusnya ak
Rey terus memandang gadis yang mengenakan jas putih dengan ID card tergantung di lehernya. "Nakaia Mazaya," gumam Rey.Perempuan itu masih bicara dengan Reva sambil memandang tajam pada sang pria yang baru saja mereka bekuk. "Kalau elu butuh duit, gue bisa minjamin. Malu-maluin aja terima suap dari orang kayak gitu. Sudah tahu endingnya bakal bagaimana, masih juga dilakuin. Sekarang kalau begini kejadiannya, kau bakal dipecat, mikir gak lu!"Reva menenangkan perempuan yang dipanggil Aya itu. Sebab Aya sejak tadi memukuli kepala sang rekan dengan sebuah berkas."Nyebelin tahu, Bu," gerutu Aya. Dia terus mengomel dengan Rey sesekali mengulum senyum, tingkah Aya tampak menggemaskan di matanya."Ehem, gas pol Rey kalau sudah cocok," seloroh Rafael merasa lucu melihat wajah Rey, baru kali ini dia melihat Rey salah tingkah, padahal Aya sama sekali tidak mengajak lelaki itu bicara."Masalahnya Aya sudah punya tunang. Minggu depan nikah."Bahu Rafael melemas mendengar bisikan sang adik. Gaga
Rey cukup terkejut melihat Aya bisa setenang itu melihat tunangnya sedang mendesah nikmat saat seorang perempuan bergerak liar di atas tubuhnya. Dilihat dari siluetnya, dua orang itu sudah polos tanpa pakaian."Oh, beb kamu pinter banget sih nyenengin aku. Ini enak sekali," racau Doni di sela suara seksi yang dia lisankan."Enak mana dibanding tunangmu?" Pertanyaan itu jelas penuh ejekan untuk Aya. Hebatnya Aya tetap fokus pada benda pipih yang sedang dia pegang. Rey pun hanya berdiam diri sambil menyilangkan tangan di depan dada."Aya maksudmu? Dia mah jangan ditanya, digrepe sedikit saja marah, diremas dadanya ngamuk. Aku harus bagaimana coba. Aku perlu pelampiasan. Untungnya kamu datang di saat yang tepat. Uhhh, jepit lagi sayang."Aya mendengus kesal. Dia mengakhiri sesi merekam part dua satu plus itu. Tanpa menyimpan ponselnya, Aya berjalan masuk ke dalam kamar Doni. Rey hanya mengawasi Aya dari luar kamar. Enggan ikut campur.Suara desahan itu masih terdengar bahkan kini makin
"Sah?" "Sah!" Ucapan syukur terdengar melaung di ruang luas kediaman Rafael yang kini disulap jadi sebuah tempat berhias penuh bunga. Area di mana Rionald akhirnya bisa menikahi Dewi kembali. Pria itu tak bisa menahan haru kala melihat Dewi muncul diantar Paramita. "Ingat, Bang. Jangan sia-siakan kesempatan kedua yang sudah diberikan. Jangan sampai kamu sakiti dia lagi. Malu sama cucu yang sudah seabrek dan masih mau nambah lagi." Paramita memperingatkan Rionald yang langsung mengangguk. Diraihnya tangan Dewi, dipandanginya paras perempuan yang kini kembali jadi istrinya. Dalam pandangan Rionald, wajah Dewi masih sama cantiknya seperti tiga puluh tahun lalu. "Ingatkan aku jika aku berbuat salah, pukul kalau perlu." Rionald sungguh ingin memperbaiki semua. Dia hanya ingin menghabiskan sisa hidup bersama Dewi sambil merawat cucu kandung mereka yang lima bulan lagi akan lahir. Dewi mengangguk, dia sangat terharu juga tersentuh, setelah melihat kesungguhan Rionald yang ingin ber
"Cedric Laurent De Angelo dan Celine Laura De Angelo. Intinya mereka adalah sumber kebahagiaan, bukankah surga itu tempat di mana semua orang merasa bahagia. Nama mereka juga bermakna pemenang. Walau perjalanan mereka sejujurnya baru saja dimulai." Nadine tak bisa berhenti tersenyum, menatap dua buah hatinya yang sedang tidur pulas, setelah tadi menjerit karena lapar. Seperti kata Rafael, ASI Nadine memang keluar lebih awal, hingga perempuan itu tak kesusahan pasal ASI. Anugerah lain yang tidak semua perempuan dapatkan. Sita contohnya, ASI-nya baru keluar di hari keempat, dan mulai lancar setelah satu minggu. Nadine sendiri langsung bisa duduk dan berjalan ke kamar mandi, persalinan normal memang lebih cepat pulih. Terlebih perempuan itu melahirkan tanpa jahitan sama sekali. Yang Nadine rasakan tinggal rasa perut yang masih tidak nyaman dan kesulitan jika akan ke kamar mandi. Langkahnya juga masih pelan, belum secepat keadaan normal. Karenanya dia masih memakai kursi roda jika
"Bayinya tidak menangis," gumam seorang staf tanpa sadar. Dirinya baru menyadari kesalahannya saat sang rekan menyenggol lengannya, dan reflek menutup mulutnya.Sementara Reva serta sang dokter langsung memeriksa, dan wajah keduanya seketika berubah pucat berbalut panik. Leher bayi laki-laki Nadine terlilit tali pusat. Bagaimana bisa, padahal USG terakhir tidak menunjukkan hal tersebut.Pertolongan lekas dilakukan . Tali pusat dipotong dengan oksigen segera diberikan. Namun bayi mungil itu tak jua memberi respon, sedangkan saudarinya terus menjerit melengking.Suaranya terdengar sampai ke ruang tunggu di mana hampir semua anggota keluarga De Angelo plus Hermawan dan Heni ada di sana."Pak, kenapa cuma satu yang menangis?" Heni bertanya dengan kecemasan level tinggi pada sang suami. "Berdoa ya, Bu. Semua mohon doanya. Semoga Nadine dan bayinya diberi keselamatan."Semua orang lantas menundukkan, berdoa dalam hati masing-masing. Bahkan David, orang yang tak kenal kata doa ikut trenyuh
"La? Malah sudah pecah. Bukaan baru empat.""Kita masih bisa tunggu, Dok." Reva mengangguk paham, sebagai dokter dia tahu kalau mereka punya waktu dua puluh empat jam setelah ketuban pecah untuk melahirkan bayi, tanpa ada efek samping yang membahayakan bayinya.Meski kehamilan Nadine lemah di awal tapi semakin ke sini, kandungan Nadine menunjukkan kekuatannya. Hingga tidak ada masalah jika mereka harus menunggu lagi, tanpa perlu tindakan sesar."Sabar ya, aku tahu rasanya sakit. Tapi percaya deh, yang sedang kamu perjuangkan melalui rasa sakit ini adalah hal yang tak ternilai harganya."Nadine mengangguk mendengar ucapan Reva. Selang oksigen dan infus sudah terpasang, sebab tadi Nadine mengeluh sesak. Saat itulah ponsel Reva berdering. Perempuan itu melihat siapa penelponnya. Hingga dia menjawabnya di situ, tanpa berpindah tempat."Kenapa, Re?" Tanya Rafael dari ujung sana."Abang cepet ke rumah dah, anakmu tidak sabar ingin segera melihat dunia," balas Reva bersamaan dengan Nadine
"Kok makin kenceng, Re. Aduh sorry." Sita melotot melihat tangannya diremas reflek oleh sang kakak. Suasana mobil berubah panik. Reva yang menyetir bak orang gila turut menambah atmosfer Too Fast Too Furious di dalamnya."Re, slow, Re! Banyak nyawa di dalam sini." Paramita memperingatkan. Perempuan itu mendekap erat dua cucunya. Takut kalau Reva membuat kesalahan fatal."Tenang Ma, Reva punya lisensi balapan F1," Reva menjawab asal. Sebuah wireless blue tooth terpasang di telinganya. Perempuan itu tengah berkoordinasi dengan dokter di rumah sakit."Jangan ngaco kamu. F1 cuma buat kamu doang penumpangnya, ini se-erte penumpangnya." Paramita masih bisa berteriak di sela desis kesakitan Nadine. Perempuan itu dengan cepat kehilangan rona merah di parasnya."Santai Ma. Santai Nad. Jangan jejeritan. Nanti tenaganya habis. Kalau betul kontraksi mungkin itu baru satu atau dua. Aku bisa periksa tapi gak mungkin kan aku lakukan di sini, depan anak-anak pula. Jadi tahan ya, kita cus ke rumah s
Meski bahasanya masih belepotan, belum jelas pengucapannya, tapi Maira yang tadinya ditindih Laiv sampai menjerit melengking, bisa paham apa yang Nadine perintahkan. Bocah yang masih memakai baju tidur itu lekas berlari ke arah dapur, di mana Paramita tadi berada. Tak berapa lama perempuan itu datang dengam seorang ART mengikuti. "Bukan kontraksi kan?" Tanya Paramita. Dia dan sang ART memapah Nadine untuk duduk di sofa."Kayaknya bukan, Nadine cuma kaget, Maira di-smack down Laiv."Paramita melotot pada sang cucu sementara yang dimarah malah pasang muka innocent, tidak bersalah. Laiv kadang bisa kalem, kadang bisa ikutan tantrum macam Maira yang memang hobi ngereog."Maira, bisa tolong panggilkan Tante Reva di kamar. Bilang Tante Nadine perutnya sakit. Laiv tunggu di sini.""Peyut atit," kutip Maira sambil melangkah pergi seraya melompat kegirangan.Sepeninggal Maira, giliran Laiv yang ditatar Paramita. "Laiv, Sayang. Lain kali gak boleh kayak gitu lagi. Maira nanti bisa terluka. Bi
Seminggu sejak kasus Dewi masuk ke ranah pengadilan, persoalan itu justru merembet ke pihak berwajib. Ternyata si Jojo ini spesialias menikahi wanita untuk dikuras hartanya.Modusnya sama, pria itu akan menjerat janda yang dia nilai kaya, lalu istrinya akan menuntut si perempuan karena sudah mengganggu rumah tangganya. Jelas-jelas di sini Jonathan adalah seorang penipu, tapi para korbannya tidak mau melaporkan kejadian ini pada aparat keamanan. Dengan alasan malu. Mereka lebih suka menyerahkan harta bendanya, menanggung rugi dari pada aibnya tersebar luas.Sepertinya petualangan Jonathan bakal berakhir ketika dia berusaha menjerat Dewi. Bukannya untung, dia malah buntung. Jangan sangka jika Rafael akan diam saja, melihat tantenya ditipu mentah-mentah oleh lelaki yang tampang saja tak lebih baik dari satpam dirumahnya."Aku heran deh, dia pakai pelet apa waktu menipu, Tante."Itu komen Rafael yang masih tak habis pikir. Bagaimana bisa Dewi terjerat lelaki macam Jonathan."Tante pikir
"Siapa Jonathan?""Rivalnya Om," timpal Rafael cepat atas pertanyaan sang paman.Rionald lekas berdiri untuk mengintip sosok pria yang disebut Rafael sebagai saingannya. Tampak seorang lelaki mengenakan pakaian yang lumayan mahal, melongok dari luar gerbang. Terlihat kepo sekali dengan kediaman Rafael."B aja. Ganas siapa antara aku sama dia?" Selidik Rionald yang seketika membuat Dewi merona. Kenapa juga mantan suaminya malah menyinggung urusan ranjang. Dewi akui, Jonathan tak selihai Rionald, maklumlah, Rionald mantan player, pengalamannya menyenangkan wanita jangan ditanya lagi. Namun ketika membahasnya langsung dihadapan banyak orang, tentu saja Dewi malu setengah mati."Om, itu kan privasi. Tanyanya waktu di kamarlah, jangan di forum terbuka begini. Bikin malu aja," tandas Rafael seolah tahu apa yang Dewi pikirkan."Oke deh, nanti aku tanya kalau kita sudah sekamar lagi. Jadi, apa ni rencana kita?""Kita samperinlah, kita cari tahu apa maunya si Jojo ini."Tak berapa lama, Rafae
Ha? Suami baru? Kapan Dewi menikah lagi? Mereka tidak ada yang tahu. Dan kini mendadak wanita ayu yang masih diuber Rionald ini muncul di pintu kediaman Rafael. Minta bantuan untuk disembunyikan dari suami barunya. Kenapa?"Emang Tante kapan nikahnya?" Ceplos Nadine sambil menyuapi Rafael."Emm, dua bulan lalu," balas Dewi malu-malu."Terus kenapa kamu lari ke sini? Maaf, bukannya kami tidak menerimamu. Tapi akan jadi runyam urusannya kalau kamu sudah punya suami." Atma berujar pelan, penuh kehati-hatian agar tidak menyinggung perasaan perempuan yang bagaimanapun adalah ibu dari cucunya. Bahkan Rionald masih tergila-gila pada Dewi sampai detik ini. Rionald tidak mau menerima perempuan lain selain mama David."Maaf, Yah. Tapi aku sudah bingung harus cari perlindungan ke mana." Dewi mulai menangis dengan Paramita lekas mendekat untuk menenangkan."Jangan menangis, cerita dulu. Nanti kita lihat kami bisa bantu atau tidak."Paramita membimbing Dewi duduk di sebuah sofa, Arya mengulurkan