"Jadi mereka dipastikan sudah pergi dari sini?" Akhirnya tercapai juga keinginan Ian untuk ngopi bareng Rafael. Niatan itu terwujud satu minggu sejak kejadian malam itu.Ian mengangguk sebagai jawaban. Dua pria itu bertemu di sebuah kafe tak jauh dari rumah sakit milik Ian. Rafael ada meeting di sekitar sana, entah kebetulan atau sengaja Ian menghubungi lelaki itu, menagih janji soal kopi."Alterio kami tahan untuk sementara. Dia akan direhap sampai kecanduannya bisa pulih.""Di sini atau di sana?""Di sana, akan sangat mencurigakan kalau dia ditahan di sini. Di sana akan ada Andreas dan Vin yang mengawasi."Rafael mengerutkan dahi mendengar nama asing disebut Ian."Dia dokter dan salah satu teman yang menghandle BC dari sana.""Ah bicara soal klan BC, kami punya sebuah formula dan antidot yang mungkin perlu ruang penyimpanan lebih aman. Aku tidak mau adikku jadi sasaran orang-orang gila di luar sana.""Formula apa?""Kakakku iseng menciptakan sebuah virus dan antidotnya. Virusnya ak
Rey terus memandang gadis yang mengenakan jas putih dengan ID card tergantung di lehernya. "Nakaia Mazaya," gumam Rey.Perempuan itu masih bicara dengan Reva sambil memandang tajam pada sang pria yang baru saja mereka bekuk. "Kalau elu butuh duit, gue bisa minjamin. Malu-maluin aja terima suap dari orang kayak gitu. Sudah tahu endingnya bakal bagaimana, masih juga dilakuin. Sekarang kalau begini kejadiannya, kau bakal dipecat, mikir gak lu!"Reva menenangkan perempuan yang dipanggil Aya itu. Sebab Aya sejak tadi memukuli kepala sang rekan dengan sebuah berkas."Nyebelin tahu, Bu," gerutu Aya. Dia terus mengomel dengan Rey sesekali mengulum senyum, tingkah Aya tampak menggemaskan di matanya."Ehem, gas pol Rey kalau sudah cocok," seloroh Rafael merasa lucu melihat wajah Rey, baru kali ini dia melihat Rey salah tingkah, padahal Aya sama sekali tidak mengajak lelaki itu bicara."Masalahnya Aya sudah punya tunang. Minggu depan nikah."Bahu Rafael melemas mendengar bisikan sang adik. Gaga
Rey cukup terkejut melihat Aya bisa setenang itu melihat tunangnya sedang mendesah nikmat saat seorang perempuan bergerak liar di atas tubuhnya. Dilihat dari siluetnya, dua orang itu sudah polos tanpa pakaian."Oh, beb kamu pinter banget sih nyenengin aku. Ini enak sekali," racau Doni di sela suara seksi yang dia lisankan."Enak mana dibanding tunangmu?" Pertanyaan itu jelas penuh ejekan untuk Aya. Hebatnya Aya tetap fokus pada benda pipih yang sedang dia pegang. Rey pun hanya berdiam diri sambil menyilangkan tangan di depan dada."Aya maksudmu? Dia mah jangan ditanya, digrepe sedikit saja marah, diremas dadanya ngamuk. Aku harus bagaimana coba. Aku perlu pelampiasan. Untungnya kamu datang di saat yang tepat. Uhhh, jepit lagi sayang."Aya mendengus kesal. Dia mengakhiri sesi merekam part dua satu plus itu. Tanpa menyimpan ponselnya, Aya berjalan masuk ke dalam kamar Doni. Rey hanya mengawasi Aya dari luar kamar. Enggan ikut campur.Suara desahan itu masih terdengar bahkan kini makin
"Terus-terus gimana?" Nadine tampak antusias bertanya."Ya aku dukunglah dia buat batalin pernikahan mereka. Enak aja, mokondo kayak gitu diopeni. Mending duite buat foya-foya sendiri. Betul gak?"Nadine mengangguk heboh. "Kasihan si Aya.""Kenapa asistenmu, haloo jagoan," tanya Rafael begitu nama Aya disebut."Ingat pas dia dianterin asistenmu, Rey?"Rafael mengangguk meski atensinya terarah pada Laiv yang sedang berusaha mengejar Rafael sambil tengkurap."Apaan? Mosok gitu ngejarnya. Merangkak dong Iv, jangan kalah sama Maiya."Begitu nama Maira disebut Laiv langsung berceloteh riang. "Bestie bener sama Maiya. Eh, terusannya tadi gimana?""La kamu sibuk sama Laiv, ya ku-pending dulu ceritanya.""Cerita aja, telingaku stand by kok dua-duanya. Ya, Iv?"Reva dan Nadine mengedikkan bahu, melihat Rafael justru rebahan, membiarkan Laiv memanjat tubuhnya untuk ditunggangi. Persis seperti kalau Rion ada."Pas dia nganterin Aya ke apart cowok mokondo itu. Eh, bukan apart-nya nding, wong Aya
Tak pernah terlintas dalam kepala Doni, kalau hidupnya bakal sesial ini. Dia pikir hanya masalah kecil saat Aya marah karena dia selingkuhi. Lelaki itu tak akam menduga kalau sikapnya meremehkan Aya membuatnya kehilangan segalanya.Dia diputuskan oleh Aya, dibatalkan pernikahannya dan kini dipecat oleh perusahaan tempatnya bekerja. Awalnya Doni anggap Rey hanya membual soal dia yang dipecat. Tapi faktanya membikin Doni menganga keesokan paginya."Siapa yang sudah kau singgung, sampai kau dipecat bahkan dalam hitungan detik." Kata atasan Doni yang menyerahkan surat pemecatan pria itu."A-aku tidak merasa menyinggung siapapun. Aku hanya memberi pelajaran laki-laki yang membuat hubunganku dan Aya bubar.""Bukannya itu karena ulahmu sendiri. Lagian siapa pria itu, kau tahu siapa namanya?" Atasan Doni masih bersikap baik. Sebab menurutnya kinerja Doni terhitung bagus, dia hanya menyayangkan Doni yang tergoda untuk menjalin affair dengan Vita, padahal Doni sudah punya tunang dan siap melan
Aya melirik ke arah samping, tak berani terang-terangan. Dia mencuri pandang pada pria yang sedang menjabat tangan ayahnya. Sebuah prosesi yang akan mengubah hidup Aya seratus delapan puluh derajat ke depannya. Dalam waktu tak kurang dari empat jam, Rafael mampu menyingkirkan aki-aki bau tanah yang rencananya akan menggantikan tempat Doni untuk jadi suaminya. Keluarga Aya memang agak gila, bisa-bisanya demi nama baik keluarga yang boleh dibilang seuprit, mereka mencari aki-aki untuk dinikahkan dengan Aya. Mereka bukan keluarga terpandang di kampung mereka, tapi sok-sokan mau menjaga reputasi. Iming-iming uang banyak membuat keluarga Aya bersedia menikahkan keduanya. Aya sempat protes, tapi suaranya tidak didengar sama sekali. Dia dipaksa agar mau menikah, sampai ide Reva membuyarkan rencana tidak masuk orang tua Aya. "Luo Yunxi? Iya juga ya. Lelaki ini mirip dengan aktor itu," batin Sela. Gadis itu berucap syukur ribuan kali dengan ucapan terima kasih tak henti terucap pada R
"Rumahmu?" Aya sejenak tercekat, dia memandang rumah lumayan besar di hadapannya. Tampak mewah dari luar, hunian dua lantai bernuansa abu-abu dan putih."Terima kasih, Pak." Rey mengucapkan terima kasih pada sang supir yang berlalu setelah mengucapkan selamat pada pasangan pengantin baru kilat di hadapannya."Katanya tidak suka apart itu. Ya sudah, kita tinggal di sini saja. Ayo masuk."Rey membimbing Aya ke dalam rumah. Pria itu mengulum senyum melihat Aya menenteng sepatunya. Ternyata perempuan di sekitar Rey punya banyak kesamaan. Nadine dan Tia juga tidak suka pakai heels, apalagi Reva.Perempuan yang suka pakai sepatu jenis itu mungkin hanya Casey, istrinya Adi. Walau sekarang mulai dikurangi mengingat kehamilan perempuan itu makin besar. Akan sangat berbahaya jika memakai benda tersebut."Mau satu kamar atau pisah kamar," Rey menawarkan.Aya sesaat berpikir, dia pikir perlu waktu untuk beradaptasi dengan kehadiran Luo Yunxi versi KW di depannya. "Apa masalah kalau aku minta k
"Pelan, Raf." Nadine menahan tubuh Rafael agar tak terlalu menindih perutnya yang mulai membuncit."Susah, Sayang. Rasamu lebih enak dari sebelumnya." Ingin rasanya Rafael menghentak brutal macam biasa, tapi semua tak bisa dia lakukan, mengingat dua bayi mereka yang masih bersemayam di rahim sang istri.Nadine mendesah kala Rafael meremas dadanya kuat, sebagai ganti hentakannya yang tidak bisa seliar biasanya.Pria itu sedang memacu tubuh sang istri dari samping. Salah satu posisi bercinta yang aman untuk bumil. Tak puas dengan posisi itu, Rafael menarik tubuh Nadine agar duduk di pangkuannya. Dengan poisi ini, Rafael bisa melihat perut buncit sang istri yang terlihat seksi dalam pandangannya. Ditambah buah dada Nadine yang mulai membengkak, agaknya sang istri akan menghasilkan ASI lebih awal dari waktu kelahiran sang anak."Jangan dihisap, nanti keluar," rintih Nadine, nyeri-nyeri nikmat saat lidah Rafael beradu dengan ujung dadanya."Nanti aku yang minum," balas Rafael asal."Heh!"
"Sah?" "Sah!" Ucapan syukur terdengar melaung di ruang luas kediaman Rafael yang kini disulap jadi sebuah tempat berhias penuh bunga. Area di mana Rionald akhirnya bisa menikahi Dewi kembali. Pria itu tak bisa menahan haru kala melihat Dewi muncul diantar Paramita. "Ingat, Bang. Jangan sia-siakan kesempatan kedua yang sudah diberikan. Jangan sampai kamu sakiti dia lagi. Malu sama cucu yang sudah seabrek dan masih mau nambah lagi." Paramita memperingatkan Rionald yang langsung mengangguk. Diraihnya tangan Dewi, dipandanginya paras perempuan yang kini kembali jadi istrinya. Dalam pandangan Rionald, wajah Dewi masih sama cantiknya seperti tiga puluh tahun lalu. "Ingatkan aku jika aku berbuat salah, pukul kalau perlu." Rionald sungguh ingin memperbaiki semua. Dia hanya ingin menghabiskan sisa hidup bersama Dewi sambil merawat cucu kandung mereka yang lima bulan lagi akan lahir. Dewi mengangguk, dia sangat terharu juga tersentuh, setelah melihat kesungguhan Rionald yang ingin ber
"Cedric Laurent De Angelo dan Celine Laura De Angelo. Intinya mereka adalah sumber kebahagiaan, bukankah surga itu tempat di mana semua orang merasa bahagia. Nama mereka juga bermakna pemenang. Walau perjalanan mereka sejujurnya baru saja dimulai." Nadine tak bisa berhenti tersenyum, menatap dua buah hatinya yang sedang tidur pulas, setelah tadi menjerit karena lapar. Seperti kata Rafael, ASI Nadine memang keluar lebih awal, hingga perempuan itu tak kesusahan pasal ASI. Anugerah lain yang tidak semua perempuan dapatkan. Sita contohnya, ASI-nya baru keluar di hari keempat, dan mulai lancar setelah satu minggu. Nadine sendiri langsung bisa duduk dan berjalan ke kamar mandi, persalinan normal memang lebih cepat pulih. Terlebih perempuan itu melahirkan tanpa jahitan sama sekali. Yang Nadine rasakan tinggal rasa perut yang masih tidak nyaman dan kesulitan jika akan ke kamar mandi. Langkahnya juga masih pelan, belum secepat keadaan normal. Karenanya dia masih memakai kursi roda jika
"Bayinya tidak menangis," gumam seorang staf tanpa sadar. Dirinya baru menyadari kesalahannya saat sang rekan menyenggol lengannya, dan reflek menutup mulutnya.Sementara Reva serta sang dokter langsung memeriksa, dan wajah keduanya seketika berubah pucat berbalut panik. Leher bayi laki-laki Nadine terlilit tali pusat. Bagaimana bisa, padahal USG terakhir tidak menunjukkan hal tersebut.Pertolongan lekas dilakukan . Tali pusat dipotong dengan oksigen segera diberikan. Namun bayi mungil itu tak jua memberi respon, sedangkan saudarinya terus menjerit melengking.Suaranya terdengar sampai ke ruang tunggu di mana hampir semua anggota keluarga De Angelo plus Hermawan dan Heni ada di sana."Pak, kenapa cuma satu yang menangis?" Heni bertanya dengan kecemasan level tinggi pada sang suami. "Berdoa ya, Bu. Semua mohon doanya. Semoga Nadine dan bayinya diberi keselamatan."Semua orang lantas menundukkan, berdoa dalam hati masing-masing. Bahkan David, orang yang tak kenal kata doa ikut trenyuh
"La? Malah sudah pecah. Bukaan baru empat.""Kita masih bisa tunggu, Dok." Reva mengangguk paham, sebagai dokter dia tahu kalau mereka punya waktu dua puluh empat jam setelah ketuban pecah untuk melahirkan bayi, tanpa ada efek samping yang membahayakan bayinya.Meski kehamilan Nadine lemah di awal tapi semakin ke sini, kandungan Nadine menunjukkan kekuatannya. Hingga tidak ada masalah jika mereka harus menunggu lagi, tanpa perlu tindakan sesar."Sabar ya, aku tahu rasanya sakit. Tapi percaya deh, yang sedang kamu perjuangkan melalui rasa sakit ini adalah hal yang tak ternilai harganya."Nadine mengangguk mendengar ucapan Reva. Selang oksigen dan infus sudah terpasang, sebab tadi Nadine mengeluh sesak. Saat itulah ponsel Reva berdering. Perempuan itu melihat siapa penelponnya. Hingga dia menjawabnya di situ, tanpa berpindah tempat."Kenapa, Re?" Tanya Rafael dari ujung sana."Abang cepet ke rumah dah, anakmu tidak sabar ingin segera melihat dunia," balas Reva bersamaan dengan Nadine
"Kok makin kenceng, Re. Aduh sorry." Sita melotot melihat tangannya diremas reflek oleh sang kakak. Suasana mobil berubah panik. Reva yang menyetir bak orang gila turut menambah atmosfer Too Fast Too Furious di dalamnya."Re, slow, Re! Banyak nyawa di dalam sini." Paramita memperingatkan. Perempuan itu mendekap erat dua cucunya. Takut kalau Reva membuat kesalahan fatal."Tenang Ma, Reva punya lisensi balapan F1," Reva menjawab asal. Sebuah wireless blue tooth terpasang di telinganya. Perempuan itu tengah berkoordinasi dengan dokter di rumah sakit."Jangan ngaco kamu. F1 cuma buat kamu doang penumpangnya, ini se-erte penumpangnya." Paramita masih bisa berteriak di sela desis kesakitan Nadine. Perempuan itu dengan cepat kehilangan rona merah di parasnya."Santai Ma. Santai Nad. Jangan jejeritan. Nanti tenaganya habis. Kalau betul kontraksi mungkin itu baru satu atau dua. Aku bisa periksa tapi gak mungkin kan aku lakukan di sini, depan anak-anak pula. Jadi tahan ya, kita cus ke rumah s
Meski bahasanya masih belepotan, belum jelas pengucapannya, tapi Maira yang tadinya ditindih Laiv sampai menjerit melengking, bisa paham apa yang Nadine perintahkan. Bocah yang masih memakai baju tidur itu lekas berlari ke arah dapur, di mana Paramita tadi berada. Tak berapa lama perempuan itu datang dengam seorang ART mengikuti. "Bukan kontraksi kan?" Tanya Paramita. Dia dan sang ART memapah Nadine untuk duduk di sofa."Kayaknya bukan, Nadine cuma kaget, Maira di-smack down Laiv."Paramita melotot pada sang cucu sementara yang dimarah malah pasang muka innocent, tidak bersalah. Laiv kadang bisa kalem, kadang bisa ikutan tantrum macam Maira yang memang hobi ngereog."Maira, bisa tolong panggilkan Tante Reva di kamar. Bilang Tante Nadine perutnya sakit. Laiv tunggu di sini.""Peyut atit," kutip Maira sambil melangkah pergi seraya melompat kegirangan.Sepeninggal Maira, giliran Laiv yang ditatar Paramita. "Laiv, Sayang. Lain kali gak boleh kayak gitu lagi. Maira nanti bisa terluka. Bi
Seminggu sejak kasus Dewi masuk ke ranah pengadilan, persoalan itu justru merembet ke pihak berwajib. Ternyata si Jojo ini spesialias menikahi wanita untuk dikuras hartanya.Modusnya sama, pria itu akan menjerat janda yang dia nilai kaya, lalu istrinya akan menuntut si perempuan karena sudah mengganggu rumah tangganya. Jelas-jelas di sini Jonathan adalah seorang penipu, tapi para korbannya tidak mau melaporkan kejadian ini pada aparat keamanan. Dengan alasan malu. Mereka lebih suka menyerahkan harta bendanya, menanggung rugi dari pada aibnya tersebar luas.Sepertinya petualangan Jonathan bakal berakhir ketika dia berusaha menjerat Dewi. Bukannya untung, dia malah buntung. Jangan sangka jika Rafael akan diam saja, melihat tantenya ditipu mentah-mentah oleh lelaki yang tampang saja tak lebih baik dari satpam dirumahnya."Aku heran deh, dia pakai pelet apa waktu menipu, Tante."Itu komen Rafael yang masih tak habis pikir. Bagaimana bisa Dewi terjerat lelaki macam Jonathan."Tante pikir
"Siapa Jonathan?""Rivalnya Om," timpal Rafael cepat atas pertanyaan sang paman.Rionald lekas berdiri untuk mengintip sosok pria yang disebut Rafael sebagai saingannya. Tampak seorang lelaki mengenakan pakaian yang lumayan mahal, melongok dari luar gerbang. Terlihat kepo sekali dengan kediaman Rafael."B aja. Ganas siapa antara aku sama dia?" Selidik Rionald yang seketika membuat Dewi merona. Kenapa juga mantan suaminya malah menyinggung urusan ranjang. Dewi akui, Jonathan tak selihai Rionald, maklumlah, Rionald mantan player, pengalamannya menyenangkan wanita jangan ditanya lagi. Namun ketika membahasnya langsung dihadapan banyak orang, tentu saja Dewi malu setengah mati."Om, itu kan privasi. Tanyanya waktu di kamarlah, jangan di forum terbuka begini. Bikin malu aja," tandas Rafael seolah tahu apa yang Dewi pikirkan."Oke deh, nanti aku tanya kalau kita sudah sekamar lagi. Jadi, apa ni rencana kita?""Kita samperinlah, kita cari tahu apa maunya si Jojo ini."Tak berapa lama, Rafae
Ha? Suami baru? Kapan Dewi menikah lagi? Mereka tidak ada yang tahu. Dan kini mendadak wanita ayu yang masih diuber Rionald ini muncul di pintu kediaman Rafael. Minta bantuan untuk disembunyikan dari suami barunya. Kenapa?"Emang Tante kapan nikahnya?" Ceplos Nadine sambil menyuapi Rafael."Emm, dua bulan lalu," balas Dewi malu-malu."Terus kenapa kamu lari ke sini? Maaf, bukannya kami tidak menerimamu. Tapi akan jadi runyam urusannya kalau kamu sudah punya suami." Atma berujar pelan, penuh kehati-hatian agar tidak menyinggung perasaan perempuan yang bagaimanapun adalah ibu dari cucunya. Bahkan Rionald masih tergila-gila pada Dewi sampai detik ini. Rionald tidak mau menerima perempuan lain selain mama David."Maaf, Yah. Tapi aku sudah bingung harus cari perlindungan ke mana." Dewi mulai menangis dengan Paramita lekas mendekat untuk menenangkan."Jangan menangis, cerita dulu. Nanti kita lihat kami bisa bantu atau tidak."Paramita membimbing Dewi duduk di sebuah sofa, Arya mengulurkan