Hari berganti dengan keadaan Nadine dan Mega mulai membaik. Jika kebahagiaan menyambut Nadine waktu dia membuka mata. Maka hal sebaliknya dialami Mega. Seolah sudah tahu, Mega tak perlu banyak bertanya. Dia sendiri yang meminta kepastian dari sang dokter.Keterangan dari dokter membuat Mega seketika kehilangan semangat hidup. Wanita itu jadi lebih pendiam. Mega bahkan tak merespon saat David mengajaknya bicara, sekaligus minta maaf."Ga, bicaralah. Jangan diam saja." Ini sudah kesekian kalinya David membuka percakapan dengan sang istri. Tatapan mata Mega kosong dengan bulir bening terus mengalir dari sudut matanya.Bagi Mega, sudah tak ada alasan baginya untuk hidup. Kemarin dia bertahan karena tahu ada nyawa lain dalam rahimnya yang sedang menumpang hidup padanya.Tapi sekarang dia sudah kembali pada Rabb-nya. "Rupanya takdir yang harus dia jalani sangat berat, hingga dia memilih urung lahir ke dunia. Kenapa aku dulu tidak mati saja saat melihat garis hidupku sangat menyedihkan," gu
"Maaf jika akan merepotkan Anda." Rafael berucap pada seorang wanita yang mengenakan pakaian dan hijab persis Mega. Dialah yang akan menjadi umpan untuk memancing Nurman Razan. "Tidak masalah, ini sudah tugas saya. Senang bisa membantu," perempuan berlesung pipi seperti Mega itu menyahut.Dia salah satu rekan Rama, beda divisi. Perempuan dengan teknik bertarung setara Rafael dan Pras.Perempuan itu masuk ke dalam mobil di mana ada David, Adi dan Rama di dalamnya. Sementara Rafael mengikuti dengan mobil lain di belakang dengan jarak cukup jauh tapi masih bisa dipantau."Semoga sukses operasinya, kita sudahi semua malam ini. Bismillah." Ucap semua sebelum mobil melaju menuju rumah sakit milik DA Grup. Perempuan yang menggantikan Mega bernama Rani, dia duduk tenang dengan masker menutupi hidung. Satu lagi kamuflase untuk menyamarkan keadaannya.Lima belas menit kemudian, mobil lain menyusul keluar dari sisi lain rumah sakit. Ada Nadine dan Mega di dalamnya. Tujuannya sama, rumah sakit
"Nurman Razan," gumam Mega dan Nadine bersamaan.Tak berapa lama semua orang dibuat syok karena mendadak mobil mereka dihujani dengan peluru. Seluruh kaca jendela hancur berkeping-keping. Tembakan tadi meluluhlantakkan kaca dari semua sisi. Pecahannya terlempar ke mana-mana.Nadine dan yang lainnya, merunduk melindungi kepala masing-masing dari hujan serpihan kaca. Lantas setelahnya pintu mobil dibuka diikuti suara Mega yang menggeram marah.Perempuan itu meronta meski tangannya ditarik paksa ke arah Nurman yang berdiri dengan tongkat tak jauh darinya.Nadine, Pras dan si perawat turut di seret keluar dari dari mobil. Begitu berada di luar mobil, ketiganya langsung ditodong dengan senjata di pelipis masing-masing."Langsung saja, kau dulu atau mereka?"Mega menatap nyalang pada Nurman Razan. "Bahkan ketika Anda sudah diberi teguran sedemikian rupa, Anda masih belum sadar juga," cibir Mega yang langsung dihadiahi tembakan yang mengenai lengan istri David."Sialan! Lawan aku jangan saki
Banyak brankar didorong masuk ke ruang perawatan darurat rumah sakit milik DA Grup. Yang jadi prioritas jelas tiga brankar yang langsung mendapat penanganan. Nadine segera berurusan dengan dokter kandungan, sementara Mega bertemu pindai sinar X-ray. Dan tentu saja, Pras yang sepertinya langsung booking ruang operasi lebih dulu. Setengah jam berlalu dengan lampu operasi langsung menyala. Pras harus menjalani dua operasi sekaligus. Reva yang terlihat melintas langsung dihadang oleh Rafael yang sedang cemas menunggu Nadine. "Pras bagaimana?" "Pelurunya melukai limpa. Kita harus mengeluarkan peluru sekaligus mengobati luka itu," Reva menjawab cepat. "Apa bisa selamat? Darahnya banyak sekali, Re," kata Rafael panik. "Dia langsung dapat donor darah, semoga aman. Sudah dulu, dia operasi dua tempat. Hati-hati saat memberitahu istrinya. Semoga Nadine dan Mega juga baik-baik saja." Reva menghilang di balik pintu, meninggalkan keheningan yang mencekam bagi Rafael. Kapan dia akan k
Sinar mentari sudah muncul di ufuk timur saat Rafael kembali ke ruangan Nadine. Kali ini dia sudah diizinkan masuk. Pun dengan David dan Meta yang sudah tidak tampak di ruang tunggu. Mungkin David sudah menemani Mega di ruang perawatan. Dan Meta pasti stand by di depan ruang ICU.Waktu Rafael memeriksa Nadine, perempuan itu masih terlelap. Rafael masuk ke kamar mandi, membersihkan diri dari sisa-sisa kejadian semalam. Dia sempat mampir ke mobilnya di mana selalu ada set pakaian ganti di sana. Jadi lelaki itu bisa bertukar baju. Saat dia keluar kamar mandi, tampak Nadine yang sudah membuka mata. Tangannya menggapai sisi tempat tidur, ingin minum"Biar kuambilkan." Rafael bergerak cepat membantu. Satu gelas air Nadine habiskan, perempuan itu kehausan. "Bagaimana? Ada yang sakit?"Nadine menggeleng sebagai jawaban. Aneh, meski tubuhnya lemas, dia tidak merasa sakit macam semalam."Bayi kita bagaimana?" Nadine nyaris menangis, teringat mungkinkah dia tidak merasa kesakitan karena calo
Hembusan napas lega terdengar saat kateter yang terpasang sebagai alat bantu buang air kecil Nadine dilepas. Tiga hari dia pakai itu rasanya sangat tidak nyaman. Tapi hari ini benda itu sudah bisa dipisahkan darinya. Plus dia juga diperbolehkan bangun dari tempat tidur. Boleh jalan-jalan meski harus pakai kursi roda. Oke, semua tidak masalah dibandingkan kabar yang menyebut kandungan Nadine menguat tiga hari terakhir. Meski ya itu Nadine tetap akan dipantau sampai kandungan perempuan itu dinyatakan betul-betul kuat."Sudah belum Nad?" Tanya Rafael dari luar kamar mandi."Eh, diam kamu. Ganggu orang makaryo aja."Hal pertama yang dilakukan Nadine setelah dipisah dari kateter adalah memenuhi panggilan alam yang sengaja dipending menggunakan obat. Nadine memang dihindarkan dari acara mengejang yang bisa saja memicu dorongan yang dikhawatirkan akan sangat berbahaya untuk calon bayi mereka."Siapa tahu perlu bantuan," balas Rafael sambil tertawa.Dia ingat bagaimana Nadine misuh-misuh d
"Jangan tunjukkan emosimu saat menghadapinya! Dia sengaja membuatmu kesal agar kau terlihat buruk. Jadilah kalem tapi mematikan, macam dia."Rafael memberi advice alias saran yang masuk telinga kiri keluar telinga kanan, aka tidak David dengar."Dave, dengarkan saran Rafael," Atma ikut bicara."Tidak bisa, Kek. Aku langsung emosi kalau ingat dia terang-terangan ingin menjadi pebinor. Memangnya tidak ada perempuan lain yang memikat pandangannya apa," gerutu David masih ditambah wajah manyun."Asal kau tahu ya, istrimu terlihat B aja di matamu. Tapi bagi pria di luar sana, bisa saja dia terlihat sangat mempesona.""Tapi aku setuju dengan pendapat Dave, kenapa harus Mega? Kalau ada Eleanor dari Spanyol yang calon ratu," Atma turut menambahkan teka teki ruwet ke dalam otak Rafael."Weh, Eleanor umur berapa? Jauh kalau dibanding Rio. Lagi pula Eleanor punya cem-ceman," tandas Rafael."Halah itu hanya gosip, pada akhirnya semua akan kandas oleh peraturan yang tidak boleh begini, tidak boleh
Mega sejak tadi hanya menundukkan pandangan, tak berani mengangkat wajahnya. Beda dengan pria yang ada di hadapannya. Pria bernetra kelabu dengan hidung mancung, wajah sedikit tirus, selaras dengan tubuhnya yang jangkung.Tampak dua kali lipat dibanding Mega, padahal perempuan itu tidak pendek-pendek amat. Lelaki itu sejak tadi tak berhenti memandang Mega. Membuat istri David merasa tidak nyaman. "Tuan, maaf. Tapi bisakan Anda tidak bertindak demikian. Anda membuatnya tidak nyaman.""Oh, maaf. Sorry. You're too beautifull, indeed," sahut sang pria menanggapi peringatan dari Nadine.Sesuai aturan Mega bersedia bertemu Alterio Inzaghi tapi dengan syarat ada yang menemani Mega. Dan di sinilah Nadine jadi obat nyamuk untuk suasana yang Rio harapkan ... mesra.Ha? Dalam pikiran lelaki itu Mega akan mudah dia takhlukkan macam perempuan lain yang pernah dia jumpai.Namun dugaannya meleset jaut. Mega tidak mau berdekatan dengannya, apalagi bersentuhan. Perempuan tersebut terus membentang jar
"Sah?" "Sah!" Ucapan syukur terdengar melaung di ruang luas kediaman Rafael yang kini disulap jadi sebuah tempat berhias penuh bunga. Area di mana Rionald akhirnya bisa menikahi Dewi kembali. Pria itu tak bisa menahan haru kala melihat Dewi muncul diantar Paramita. "Ingat, Bang. Jangan sia-siakan kesempatan kedua yang sudah diberikan. Jangan sampai kamu sakiti dia lagi. Malu sama cucu yang sudah seabrek dan masih mau nambah lagi." Paramita memperingatkan Rionald yang langsung mengangguk. Diraihnya tangan Dewi, dipandanginya paras perempuan yang kini kembali jadi istrinya. Dalam pandangan Rionald, wajah Dewi masih sama cantiknya seperti tiga puluh tahun lalu. "Ingatkan aku jika aku berbuat salah, pukul kalau perlu." Rionald sungguh ingin memperbaiki semua. Dia hanya ingin menghabiskan sisa hidup bersama Dewi sambil merawat cucu kandung mereka yang lima bulan lagi akan lahir. Dewi mengangguk, dia sangat terharu juga tersentuh, setelah melihat kesungguhan Rionald yang ingin ber
"Cedric Laurent De Angelo dan Celine Laura De Angelo. Intinya mereka adalah sumber kebahagiaan, bukankah surga itu tempat di mana semua orang merasa bahagia. Nama mereka juga bermakna pemenang. Walau perjalanan mereka sejujurnya baru saja dimulai." Nadine tak bisa berhenti tersenyum, menatap dua buah hatinya yang sedang tidur pulas, setelah tadi menjerit karena lapar. Seperti kata Rafael, ASI Nadine memang keluar lebih awal, hingga perempuan itu tak kesusahan pasal ASI. Anugerah lain yang tidak semua perempuan dapatkan. Sita contohnya, ASI-nya baru keluar di hari keempat, dan mulai lancar setelah satu minggu. Nadine sendiri langsung bisa duduk dan berjalan ke kamar mandi, persalinan normal memang lebih cepat pulih. Terlebih perempuan itu melahirkan tanpa jahitan sama sekali. Yang Nadine rasakan tinggal rasa perut yang masih tidak nyaman dan kesulitan jika akan ke kamar mandi. Langkahnya juga masih pelan, belum secepat keadaan normal. Karenanya dia masih memakai kursi roda jika
"Bayinya tidak menangis," gumam seorang staf tanpa sadar. Dirinya baru menyadari kesalahannya saat sang rekan menyenggol lengannya, dan reflek menutup mulutnya.Sementara Reva serta sang dokter langsung memeriksa, dan wajah keduanya seketika berubah pucat berbalut panik. Leher bayi laki-laki Nadine terlilit tali pusat. Bagaimana bisa, padahal USG terakhir tidak menunjukkan hal tersebut.Pertolongan lekas dilakukan . Tali pusat dipotong dengan oksigen segera diberikan. Namun bayi mungil itu tak jua memberi respon, sedangkan saudarinya terus menjerit melengking.Suaranya terdengar sampai ke ruang tunggu di mana hampir semua anggota keluarga De Angelo plus Hermawan dan Heni ada di sana."Pak, kenapa cuma satu yang menangis?" Heni bertanya dengan kecemasan level tinggi pada sang suami. "Berdoa ya, Bu. Semua mohon doanya. Semoga Nadine dan bayinya diberi keselamatan."Semua orang lantas menundukkan, berdoa dalam hati masing-masing. Bahkan David, orang yang tak kenal kata doa ikut trenyuh
"La? Malah sudah pecah. Bukaan baru empat.""Kita masih bisa tunggu, Dok." Reva mengangguk paham, sebagai dokter dia tahu kalau mereka punya waktu dua puluh empat jam setelah ketuban pecah untuk melahirkan bayi, tanpa ada efek samping yang membahayakan bayinya.Meski kehamilan Nadine lemah di awal tapi semakin ke sini, kandungan Nadine menunjukkan kekuatannya. Hingga tidak ada masalah jika mereka harus menunggu lagi, tanpa perlu tindakan sesar."Sabar ya, aku tahu rasanya sakit. Tapi percaya deh, yang sedang kamu perjuangkan melalui rasa sakit ini adalah hal yang tak ternilai harganya."Nadine mengangguk mendengar ucapan Reva. Selang oksigen dan infus sudah terpasang, sebab tadi Nadine mengeluh sesak. Saat itulah ponsel Reva berdering. Perempuan itu melihat siapa penelponnya. Hingga dia menjawabnya di situ, tanpa berpindah tempat."Kenapa, Re?" Tanya Rafael dari ujung sana."Abang cepet ke rumah dah, anakmu tidak sabar ingin segera melihat dunia," balas Reva bersamaan dengan Nadine
"Kok makin kenceng, Re. Aduh sorry." Sita melotot melihat tangannya diremas reflek oleh sang kakak. Suasana mobil berubah panik. Reva yang menyetir bak orang gila turut menambah atmosfer Too Fast Too Furious di dalamnya."Re, slow, Re! Banyak nyawa di dalam sini." Paramita memperingatkan. Perempuan itu mendekap erat dua cucunya. Takut kalau Reva membuat kesalahan fatal."Tenang Ma, Reva punya lisensi balapan F1," Reva menjawab asal. Sebuah wireless blue tooth terpasang di telinganya. Perempuan itu tengah berkoordinasi dengan dokter di rumah sakit."Jangan ngaco kamu. F1 cuma buat kamu doang penumpangnya, ini se-erte penumpangnya." Paramita masih bisa berteriak di sela desis kesakitan Nadine. Perempuan itu dengan cepat kehilangan rona merah di parasnya."Santai Ma. Santai Nad. Jangan jejeritan. Nanti tenaganya habis. Kalau betul kontraksi mungkin itu baru satu atau dua. Aku bisa periksa tapi gak mungkin kan aku lakukan di sini, depan anak-anak pula. Jadi tahan ya, kita cus ke rumah s
Meski bahasanya masih belepotan, belum jelas pengucapannya, tapi Maira yang tadinya ditindih Laiv sampai menjerit melengking, bisa paham apa yang Nadine perintahkan. Bocah yang masih memakai baju tidur itu lekas berlari ke arah dapur, di mana Paramita tadi berada. Tak berapa lama perempuan itu datang dengam seorang ART mengikuti. "Bukan kontraksi kan?" Tanya Paramita. Dia dan sang ART memapah Nadine untuk duduk di sofa."Kayaknya bukan, Nadine cuma kaget, Maira di-smack down Laiv."Paramita melotot pada sang cucu sementara yang dimarah malah pasang muka innocent, tidak bersalah. Laiv kadang bisa kalem, kadang bisa ikutan tantrum macam Maira yang memang hobi ngereog."Maira, bisa tolong panggilkan Tante Reva di kamar. Bilang Tante Nadine perutnya sakit. Laiv tunggu di sini.""Peyut atit," kutip Maira sambil melangkah pergi seraya melompat kegirangan.Sepeninggal Maira, giliran Laiv yang ditatar Paramita. "Laiv, Sayang. Lain kali gak boleh kayak gitu lagi. Maira nanti bisa terluka. Bi
Seminggu sejak kasus Dewi masuk ke ranah pengadilan, persoalan itu justru merembet ke pihak berwajib. Ternyata si Jojo ini spesialias menikahi wanita untuk dikuras hartanya.Modusnya sama, pria itu akan menjerat janda yang dia nilai kaya, lalu istrinya akan menuntut si perempuan karena sudah mengganggu rumah tangganya. Jelas-jelas di sini Jonathan adalah seorang penipu, tapi para korbannya tidak mau melaporkan kejadian ini pada aparat keamanan. Dengan alasan malu. Mereka lebih suka menyerahkan harta bendanya, menanggung rugi dari pada aibnya tersebar luas.Sepertinya petualangan Jonathan bakal berakhir ketika dia berusaha menjerat Dewi. Bukannya untung, dia malah buntung. Jangan sangka jika Rafael akan diam saja, melihat tantenya ditipu mentah-mentah oleh lelaki yang tampang saja tak lebih baik dari satpam dirumahnya."Aku heran deh, dia pakai pelet apa waktu menipu, Tante."Itu komen Rafael yang masih tak habis pikir. Bagaimana bisa Dewi terjerat lelaki macam Jonathan."Tante pikir
"Siapa Jonathan?""Rivalnya Om," timpal Rafael cepat atas pertanyaan sang paman.Rionald lekas berdiri untuk mengintip sosok pria yang disebut Rafael sebagai saingannya. Tampak seorang lelaki mengenakan pakaian yang lumayan mahal, melongok dari luar gerbang. Terlihat kepo sekali dengan kediaman Rafael."B aja. Ganas siapa antara aku sama dia?" Selidik Rionald yang seketika membuat Dewi merona. Kenapa juga mantan suaminya malah menyinggung urusan ranjang. Dewi akui, Jonathan tak selihai Rionald, maklumlah, Rionald mantan player, pengalamannya menyenangkan wanita jangan ditanya lagi. Namun ketika membahasnya langsung dihadapan banyak orang, tentu saja Dewi malu setengah mati."Om, itu kan privasi. Tanyanya waktu di kamarlah, jangan di forum terbuka begini. Bikin malu aja," tandas Rafael seolah tahu apa yang Dewi pikirkan."Oke deh, nanti aku tanya kalau kita sudah sekamar lagi. Jadi, apa ni rencana kita?""Kita samperinlah, kita cari tahu apa maunya si Jojo ini."Tak berapa lama, Rafae
Ha? Suami baru? Kapan Dewi menikah lagi? Mereka tidak ada yang tahu. Dan kini mendadak wanita ayu yang masih diuber Rionald ini muncul di pintu kediaman Rafael. Minta bantuan untuk disembunyikan dari suami barunya. Kenapa?"Emang Tante kapan nikahnya?" Ceplos Nadine sambil menyuapi Rafael."Emm, dua bulan lalu," balas Dewi malu-malu."Terus kenapa kamu lari ke sini? Maaf, bukannya kami tidak menerimamu. Tapi akan jadi runyam urusannya kalau kamu sudah punya suami." Atma berujar pelan, penuh kehati-hatian agar tidak menyinggung perasaan perempuan yang bagaimanapun adalah ibu dari cucunya. Bahkan Rionald masih tergila-gila pada Dewi sampai detik ini. Rionald tidak mau menerima perempuan lain selain mama David."Maaf, Yah. Tapi aku sudah bingung harus cari perlindungan ke mana." Dewi mulai menangis dengan Paramita lekas mendekat untuk menenangkan."Jangan menangis, cerita dulu. Nanti kita lihat kami bisa bantu atau tidak."Paramita membimbing Dewi duduk di sebuah sofa, Arya mengulurkan