"Maaf, Oma. Bisakah kita bicara sebentar?"Bisma segera menemui Oma Nora setelah tadi sempat berbincang dengan Adelia dan mengantarkan wanita itu ke dalam kamarnya sesaat. Meski semua anak buahnya sudah kembali membereskan semua keperluan acara lamaran yang akhirnya berujung gagal tadi, tetapi ia belum juga kembali pulang untuk menyelesaikan semua masalah yang masih sangat menggangu pikirannya."Bella sudah kembali ke kamarnya. Jangan khawatir, dia pasti tidak tahu tentang perbincangan kita." Oma Nora berbicara lebih dulu, saat melihat gerak-gerik pria muda di hadapannya yang penuh was-was ke arah sekitar."Apa yang ingin kau bicarakan padaku? Ini pasti tentang Adelia bukan?"Dengan sedikit menunduk, Bisma akhirnya mengangguk. Sekali lagi ia menarik napasnya untuk memikirkan ulang semua kata-katanya. Hingga setelah benar-benar yakin, barulah dirinya kembali menatap wanita yang sangat dihormatinya dengan tatapan yang sangat serius."Maaf, Oma. Sepertinya aku tidak bisa menutupi semua i
Mata Adelia seketika membulat saat berhasil membaca jelas beberapa potong kata yang tertera di belakang bungkus potongan obat tersebut. Kata-kata itu tentu sangat familiar di benaknya. Sekali lagi ia membaca dan meneliti tiap huruf yang ada di sana, hingga membuat jantungnya kembali berdetak dengan sedikit lebih cepat."Terakhir kali aku mengonsumsi obat ini seminggu yang lalu. Jadi tidak mungkin kalau sampai sekarang bungkusnya masih ada dan bahkan sekarang ada di depan kamar Tante Bella!" Adelia kembali bergumam sebelum akhirnya segera bergerak menyingkir dari sana.Adelia tak ingin dipergoki kembali oleh tantenya. Potongan bungkus obat yang telah tak sengaja ditemukannya harus diteliti lebih jauh lagi, apalagi jika salah satu dugaan yang ada dipikirannya saat ini terbukti benar adanya."Sepertinya aku harus benar-benar memastikannya lebih dulu! Ini pasti sangat berkaitan dengan keterangan pembantu Oma tadi! Tidak mungkin Tante Bella tiba-tiba mengonsumsi obat ini kalau dia tidak ha
Bisma lebih dulu bertanya saat tak sengaja menangkap nama itu di ponsel Adelia. Wajahnya seketika terlihat menegang. Rahang tegasnya mendadak mengeras, seiiring dengan hawa panas yang mulai merayap rongga hatinya."Aku ... Aku tidak tahu kenapa dia tiba-tiba menghubungi di pagi hari seperti ini, Bisma. Mungkin dia ingin membahas masalah pekerjaan?" Adelia berusaha langsung bersuara demi menghindari kecurigaan yang sangat ditakutinya."Sepertinya aku harus menjawabnya dulu Bisma. Kalau dia ingin berbicara denganmu nanti akan aku—""Biar aku yang langsung menjawabnya!"Adelia tiba-tiba terhentak saat mendengar perkataan Bisma yang sangat tak ditebak olehnya. Napasnya mendadak tertahan di tenggorokan dengan kedua telapak tangan yang semakin terasa dingin. Adelia harap, nanti Agler tak langsung berbicara macam-macam karena Bisma yang menjawab panggilan telepon tersebut lebih dulu."Bisma, sepertinya ....""Ssttt!"Pria yang kali ini memakai jas abu-abu tua mengkilap itu sedikit mengangkat
Citra terdiam menunggu jawaban pria di sampingnya. Kedua matanya mengerjap cepat. Rasa penasarannya mendadak membuncah, meski sebenarnya pertanyaannya itu sudah muncul dibenaknya saat Ardi datang kembali."Kau tidak salah bertanya seperti itu padaku?" Ardi balik bertanya membuat Citra sedikit menurunkan bahunya."Iya, Mas. Apa kau tidak penasaran atau curiga? Kalau Adelia hanyalah orang biasa, kenapa yang menyuruh kita sampai rela mengeluarkan uang banyak bahkan rela mengeluarkanmu dari dalam penjara?" "Semua yang dilakukannya sama sekali tidak seimbang, Mas!" Citra kembali menekankan kata-katanya hingga membuat Ardi terdiam.Untuk sesaat, pria yang baru saja kabur dari dalam penjara tersebut hanya memandangi mobil yang sempat ditumpangi Adelia dari kejauhan. Salah satu tangannya nampak menggenggam erat setir kemudi dengan jari yang sesekali mengetuk, seolah mencoba kembali mengingat-ingat semua yang sempat dilaluinya di masa lalu."Wanita bodoh itu hanya orang biasa, Sayang. Selama
Brukk!"Astaga ...."Beberapa map yang tak sengaja terjatuh karena tersenggol akhirnya membuat Bisma sedikit menunduk dan segera mengambil dan merapikannya di atas meja.Adelia yang belum kembali sejak beberapa menit yang lalu dari toilet, membuat hatinya sedikit tak tenang. Ia mendadak merasa cemas, apalagi jika kembali mengingat panggilan telepon yang tadi sempat dilakukan oleh Agler.Sejak kapan pria itu secara terang-terangan mendekati Adelia seperti ini? Bisma kembali bertanya-tanya di dalam hati. Ia merasa was-was, apalagi Adelia sama sekali tak pernah bercerita tentang kelakuan pria itu yang sebenarnya padanya.Jujur, ada rasa kecewa karena Adelia sempat menyembunyikan semua ini darinya. Namun di sisi lain, ia juga paham dengan kekhawatiran wanita itu apalagi saat ini perusahaan milik omanya sedang mulai bangkit dari keterpurukan."Pria itu benar-benar sudah sangat lancang! Padahal sebelumnya aku sudah menekankan padanya kalau aku akan segera menikahi Adelia di akhir tahun ini!
"Adelia!"Belum selesai dengan rasa keterkejutannya, tiba-tiba Adelia sudah dikejutkan dengan hal lain yang membuat jantungnya lebih berdebar dengan kencang.Suara khas Bisma yang terdengar selalu halus saat berbicara dengannya menggema dari ujung lorong. Pria itu pasti sudah melihat ke arahnya detik ini, yang mana hal itu kian membuatnya menyadari kesalahannya."Kau ... Huh!"Dengan segera Adelia berusaha menjauh dari pria yang sedang membopongnya saat ini, tetapi sayang pria itu malah semakin menahannya dan membawa tubuhnya kian mendekat dengan seringai miring nan licik di wajahnya."Mau ke mana kau, Sayang? Bukannya kau harus berterima kasih padaku lebih dulu? Setidaknya kau membalas kecupanku tadi saat ini!""Sialan! Jadi kau benar-benar memanfaatkan ketidaktahuanku?!"Adelia mencoba menahan geram seraya kembali berusaha mendorong tubuh pria yang sedang membawanya saat ini melewati lorong. Suara derap langkah Bisma yang semakin mendekat membuatnya bulir-bulir keringat dingin di tu
"Bisma ... Bisma! Tunggu!"Selepas jam pulang kerja kantor Adelia segera mengejar kepergian Bisma yang ternyata sudah lebih turun untuk menghindar darinya. Perubahan sikap pria itu semakin membuatnya merasa bersalah dan menyesal, apalagi sepanjang hari tadi Bisma benar-benar sedikit berbicara padanya dan itu pun hanya membicarakan hal penting yang terkait dengan pekerjaan saja."Bisma, tunggu! Aku ingin berbicara denganmu!" ujar Adelia sekali lagi memanggil seraya memegangi sebagian perutnya saat baru mengingat kondisinya yang sebenarnya.Ah, Adelia tadi hampir lupa kalau ia tak boleh sembarangan berlari. Karena rasa takutnya yang terlampau memupuk tinggi dengan perubahan sikap Bisma, dirinya sampai lupa kalau hal itu dapat membahayakan kondisi kesehatan serta janinnya sendiri."Aku hanya ingin menemui Pak Manager saja. Ada sesuatu yang belum sempat aku sampaikan padanya tadi." Bisma berbicara setelah mengamati napas wanita yang nampak terengah di hadapannya ini."Aku pikir kau mau pu
Deghh!Jantung dan napas Adelia rasanya seperti tertahan detik ini. Adelia tak tahu harus merespons seperti apa, apalagi setelahnya Bisma nampak menanti tanggapan yang akan keluar dari bibirnya."Tapi ini semua pada akhirnya tetap tergantung dengan keputusanmu. Jika kau belum siap atau pun tidak bersedia, kau bisa bebas mengutarakannya langsung padaku!" Tambahan kalimat itu terdengar begitu dingin, seolah menawarkan pilihan yang sama beratnya dengan ancaman. Adelia kembali tertegun. Kata-kata Bisma sangat menusuknya dengan dalam, membuat hati dan pikirannya semakin terasa kacau."Aku belum bilang tentang hal ini ke Oma Nora. Aku menanti kesediaanmu saja terlebih dahulu, dan setelah itu kau bisa langsung membicarakannya padanya." Bisma kembali berbicara yang membuat Adelia semakin tak sadar meremas ujung pakaiannya sendiri.Dengan gemuruh yang mati-matian Adelia sembunyikan di dalam dadanya. Adelia berusaha menarik napas untuk menenangkan diri. Adelia mencoba sebisa mungkin bersikap t
"Harapannya kecil, Ayah. Kata dokter, untuk saat ini kita hanya bisa berharap dan berdoa untuk kebaikan Adelia dan anaknya."Sosok wanita bertubuh tinggi di belakang Oma Nora yang akhirnya menjawab pertanyaan Tuan Brata alias mertuanya sendiri. Setelahnya hening, tak ada lagi percakapan yang terdengar hingga tiba-tiba Oma Nora tak sadarkan diri di atas kursi roda yang ditempatinya."Biar aku yang membawanya ke ruang perawatan, Bella. Kamu dan yang lainnya di sini saja untuk memantau keadaan Adelia," tutur Bunda Alice berusaha tenang di tengah kegentingan suasana ini."Terima kasih, Kak. Tolong kabari aku jika ada sesuatu yang penting."Mengangguk, ibu kandungnya Bisma tersebut segera berjalan ke ruangan lain. Keadaan sekarang benar-benar terasa mendebarkan. Tak ada satu orang pun yang bisa bernapas lega, terlebih saat ini Adelia sedang berada di tengah ambang hidup dan mati.Seperti yang dikatakan oleh Bella tadi, sekarang semuanya hanya bisa terus berdoa dan berharap tentang keselama
"Bagaimana keadaannya, Dok?"Di sisi lain, ada seorang pria yang sedang sangat cemas menunggu kabar baik dari wanita yang kini tengah terbaring lemah di atas ranjang rumah sakit. Napasnya masih tak beraturan setelah tadi sempat berlari sekencang mungkin ke tempat ini, begitu pula dengan tangannya yang masih terasa dingin karena rasa panik yang sempat menyerangnya.Bagaimana bisa Agler tak merasakan semua sensasi menegangkan ini? Adelia yang tiba-tiba tak sadarkan diri dengan sesuatu yang mengalir deras di kedua kakinya membuatnya tak bisa banyak berpikir. Tujuannya saat itu hanya satu, yaitu membawa wanita tersebut ke rumah sakit agar bisa segera ditangani oleh dokter."Maaf, Pak. Apa Anda suaminya?" Sang dokter malah balik bertanya hingga membuat cucunya Tuan Brata itu sedikit mengembuskan napasnya dengan berat."Saya ... Kebetulan saya hanya temannya saja, Dok. Dia dan suaminya sudah lama berpisah," ucapnya sedikit terbata-bata mengingat dirinya yang sebenarnya tak tahu apa-apa tent
"Sial! Kenapa jadi semakin rumit seperti ini?!"Tak bisa melakukan apa pun, Bella hanya bisa sesekali berteriak memaki dari dalam kamarnya. Salah satu tangannya kini mencengkram kuat ponselnya. Beberapa saat lalu jari-jemari yang ada di tangan itu sudah mengetikkan cukup banyak kata untuk mencoba menghubungi pria yang baru saja menjadi suaminya selama beberapa Minggu ini, tetapi sayang semua upayanya tersebut sama sekali tak membuahkan hasil."Ken ... Jika kali ini kau benar-benar bermain dengan Adelia, aku tentu tidak akan membiarkanmu pergi ke ujung dunia sekalipun!"Sekali lagi Bella mendengkus seraya menatap sekilas isi kamarnya. Ia mencoba mencari petunjuk yang mungkin saja ditinggalkan oleh suaminya, hingga kedua netranya memicing saat tak sengaja menemukan sesuatu yang memantulkan cahaya dari atas meja riasnya."Flashdisk? Hmm, baiklah. Mari kita lihat apa yang sudah kau simpan di dalam benda kecil ini, Ken. Kau sudah melakukan kesalahan yang sangat fatal dan sudah melanggar ke
Kedua netra Agler membulat saat menyadari tubuh Adelia yang sudah jatuh tersungkur di atas tanah. Dengan segera ia berusaha menjuhkan Citra dari wanita yang sebenarnya tadi sudah berada di sampingnya itu dan tak ragu lagi untuk mendorongnya dengan kencang, sampai beberapa saat kemudian kedua netranya membulat saat menyadari sesuatu yang kini tengah mengarah kepadanya."Ck! Wanita ini benar-benar gila!" gumamnya mendengkus kesal sebelum akhirnya kembali membantu Adelia untuk berdiri tegak di sampingnya."Dia tidak akan pernah berhenti selagi masih melihatku sadar, Agler. Aku mohon, tolong aku! Aku sebenarnya tak peduli dia menghabisiku saat ini, tetapi aku ingin anak ini selamat!" Adelia berucap dengan terengah dan tubuh yang kembali bergetar saat lagi-lagi Citra menggunakan sebuah benda yang sangat ditakuti olehnya."Kau mau berjalan sendiri ke arahku atau aku yang akan menarikmu, Adelia? Cepatlah pilih karena aku tidak mau membuang-buang waktu lagi!"Citra nampak tak main-main dengan
Suara teriakan dari kejauhan lantas membuat seorang pria yang baru saja mengeluh tersebut mempertajam indra pendengarannya. Dengan perlahan langkahnya kembali maju menelusuri jalan setapak yang entah akan membawa dirinya ke mana. Hingga beberapa menit kemudian, kedua netra kembali membulat saat melihat sebuah mobil hitam yang terparkir di lahan kosong dengan bayangan dua orang perempuan yang sedikit terlihat di sampingnya."Tidak mungkin! Apa salah satu dari wanita di sana adalah Citra? Kalau memang benar Citra, itu berarti wanita yang sedang disiksa olehnya adalah ....""Sial! Tidak mungkin! Apa iya dia berani segila itu pada Adelia?!"Pria itu mengusap wajahnya dengan gusar sambil perlahan kembali bergerak mendekat. Rencananya yang ingin menemui Citra secara langsung akhirnya ia urungkan, karena kini dirinya berpikir akan jauh lebih aman jika wanita itu tak mengetahui keberadaannya lebih dulu.Keputusannya ini sebenarnya bukan untuk mengamankan dirinya. Pria yang sudah semakin jauh
"Bisma! Bisma! Tunggu! Ke mana saja kau ini! Aku sampai pusing mencarimu karena ibuku terus bertanya tentang keberadaanmu dan Adelia!"Tanpa diduga-duga Tante Bella kini berjalan mendekat ke arah Bisma yang baru saja keluar dari area belakang villa. Wajahnya seketika menegang melihat tantenya Adelia tersebut, apalagi wanita itu memasang ekspresi tak ramah yang mana juga terlihat dengan jelas aura kemarahan di sana."Maaf, Tante. Tadi aku—""Tadi aku sudah mencarimu di kamar Adelia! Ternyata sampai lelah tanganku mengetuk pintu, tidak ada satu orang pun yang menyahut dari dalam sana. Katamu tadi Adelia ingin beristirahat di kamarnya bukan? Kenapa sekarang dia tidak ada di sana?" Tante Bella yang belum selesai dengan emosinya kembali berbicara mencecar, hingga tak sadar memotong pembicaraan pria di hadapannya.Dengan berpikir keras, Bisma berusaha mencari cara yang tepat untuk membicarakan keadaan Adelia saat ini. Ia tahu walau sikap sehari-hari Tante Bella pada Adelia terkesan cuek, wa
"Kenapa? Kenapa harus berpura-pura terkejut? Bukankah kau sudah mengetahui kenyataan itu sebelumnya, Mas?"Masih dalam suasana menegangkan, kini Citra dan Ardi saling menatap dalam diam. Sementara Adelia, wanita itu tak bisa berkutik lagi setelah Citra mengucapkan sesuatu yang selama ini sudah dicobanya untuk ditutupi. Napasnya semakin terasa tercekat seiiring dengan kuatnya cengkraman Citra di lehernya, apalagi sesekali wanita itu mengguncangkan tubuhnya saat berbicara dengan emosinya yang kembali meledak.Ya, semuanya akhirnya terbongkar sudah. Adelia sama sekali tak menyangka kalau selama ini Citra sudah diam-diam memata-matainya, hingga akhirnya mengetahui siapa ayah dari anak yang ada di dalam kandungannya ini yang sebenarnya.Sungguh, sebenarnya Adelia tak bisa menerka apa saja yang ada di dalam pikiran wanita itu. Menurutnya, bukankah seharusnya Citra lebih baik menutupi semua ini Ardi? Bagaimana kalau setelah ini pria itu malah menjalankan rencana lain yang sama sekali tak did
"Apa yang kau lakukan, Citra?! Turunkan benda itu!"Suara yang cukup menggelegar terdengar menghentak setelahnya. Bagi Adelia, situasi saat ini benar-benar terasa sangat mencekam. Kedua lututnya rasanya sangat lemas sampai saat ini, seolah ia tak akan mampu lagi berdiri dengan tegap lagi dalam beberapa detik ke depan nanti."Hmm, kau tidak salah mengarahkan itu ke arahku? Bukankah seharusnya kamu menargetkan mantan istrimu tersayang ini?" Citra menyeringai saat menyadari situasi todong menodong yang tengah dirasakannya."Apa yang telah kau katakan, Citra? Jangan berbuat gila! Sekali saja kau menggunakan itu orang lain akan tahu keberadaan kita di sini!" Ardi berbicara menyentak untuk memperingati."Oh, ya? Bukankah itu akan menjadi tontonan yang menarik?"Ardi mendengkus setelah mendengar tanggapan dari kekasihnya. Ia berkali-kali melirik ke arah Adelia yang wajahnya semakin terlihat pucat dan lemas, serta berganti tatapan ke arah Citra yang tengah berusaha memainkan kendali dengan uc
Kedua netra Citra saat ini sudah semakin terlihat menyalang ke arah Adelia. Andai saja di belakang kepalanya bisa mengeluarkan asap, mungkin sekarang asap tersebut sudah membumbung tinggi ke atas membuat udara di sekitar semakin panas seiiring dengan terbakarnya amarah yang ada di dalam dada.Kedua tangannya semakin terkepal erat di masing-masing sisi tubuhnya, seiiring dengan derap langkah yang semakin terdengar. Citra kembali maju henda menyerang Adelia dengan menarik rambut panjangnya lebih dulu. Namun sebelum itu semua terjadi, Adelia tentu tak hanya diam saja. Dengan secepat mungkin wanita yang tengah berbadan dua tersebut membenturkan ujung kepalanya tepat di wajah Citra, hingga tak sampai beberapa detik kemudian wanita itu terdengar mengaduh kesakitan sembari memegangi hidungnya yang sedikit mengeluarkan noda merah."Aku tidak tahu hal apa yang membuatmu sampai nekat melakukan penculikan ini padaku, Citra. Seharusnya kalau kau sudah tahu siapa diriku sebenarnya, kau harus lebih