***"Kris, jawab mbak! Benarkah wanita itu hamil anakmu?" cecarku pada Krisna yang sejak tadi terdiam.Krisna mendesah, dan berjalan mendekati Reina yang kini menangis di pelukan Bu Hajjah Aminah."Kamu sengaja mau merusak namaku, bukan? Kalaupun kamu memang hamil, itu tentu bukan anakku!" elak Krisna."Jangan berkilah! Kamu lupa kalau kita pernah ngelakuin itu?" Aku menutup mulutku, merasa tidak percaya dengan apa yang sudah Reina ucapkan. Benarkah Krisna ...? Bu Hajjah Aminah tersenyum tipis ke arahku, kasak-kusuk para ibu-ibu yang lain mulai terdengar. Mereka memaklumi sikap Reina yang terkesan tidak ingin diputuskan oleh Krisna, karena wanita itu sedang hamil, entah hamil anak siapa. "Jangan mengada-ada Reina! Bahkan menciummu saja aku tidak pernah!" bentak Krisna nyalang.Reina menangis tersedu-sedu, memukul-mukul perutnya yang terlihat masih rata. Seketika rasa perih menjalari ulu hatiku, jika benar dia hamil, tentu janin di dalam rahimnya tidak bersalah, calon bayi itu berha
****Aku melangkah mendekati Pak Ferdinan yang sudah duduk di kursi ruangan milikku. Percaya diri sekali pria ini, dia pikir aku akan takut dengan ancamannya. Apalagi, bukti tentang siapa ayah dari calon anak Reina sudah kuketahui kebenarannya.Kutarik sudut bibir hingga membentuk senyuman tipis. Menghadapi laki-laki rakus seperti Pak Ferdinan memang tidak perlu pakai otot, cukup mengandalkan orang-orang kepercayaan ayah, maka semuanya beres. "Apa anda pikir saya takut dengan ancaman itu? Bagaimana jika saya balik keadaan yang sebenarnya?" Aku menaikkan satu alis, mencoba memprovokasi emosi Pak Ferdinan. Aku yakin, akan ada sedikit banyak kebenaran yang akan keluar dari mulutnya saat emosinya terpancing."Memang seperti apa keadaan yang sebenarnya? Bu Endang pikir saya percaya dengan sikap sok tenang anda itu?" cibir Pak Ferdinan.Aku menyilangkan tangan di dada, "Silahkan saja sebar foto syur Reina dan Krisna, saya tidak takut!"Pak Ferdinan menatap nyalang ke arahku, dadanya terlih
***"Bagaimana, Jo?" Aku menelpon Jonathan, sepanjang bekerja, pikiranku tidak bisa fokus mengingat keberanian Reina mengekspos foto-foto syurnya bersama Krisna."Aman, Bu! Saya sudah menghubungi pihak media, tapi kita tidak bisa menghambat kecepatan sosial media jika ada salah satu netizen yang berhasil menscreenshoot dan kembali mempublikasikan nantinya." Benar juga, tidak mungkin media hanya bisa terfokus pada kasus ini, apalagi harus memblokir semua yang berkaitan dengan Krisna.Lagi, kepalaku terasa pening. Sepertinya aku butuh bantuan Mas Danu, aku percaya dia pasti punya jalan keluar nanti.Tring!Tring!Tring!Pucuk dicinta ulam pun tiba, apa ini yang dinamakan kekuatan batin?"Assalamualaikum, Mas.""Waalaikumsalam, pulang jam berapa? Ada yang ingin mas bahas terkait Krisna, langsung ke rumah ibu, ya!"Aku menggigit bibir bawah, jangan-jangan mas Danu sudah mengetahui berita ini?"OTW!" sahutku cepat dan menyambar tas di atas meja. Sengaja, beberapa hari ke depan aku tidak meng
***Plak!Plak!Bu Hajjah Aminah menampar pipi Reina kanan dan kiri. Wanita cantik itu meringis dengan memegangi kedua pipinya yang terlihat memerah."Kakak nggak nyangka kamu ternyata semurah ini, Rei!" desis Bu Hajjah Aminah. Aku yakin, hatinya tengah diliputi rasa marah, sampai menghardik Reina pun tidak bisa dia tunda hingga pulang nanti. Wajar sih, jika aku jadi Bu Hajjah Aminah, tentu hatiku akan sangat hancur, adik kandung telah hamil dengan suami kakaknya. Bukankah tidak ada yang lebih memalukan dari pada ini?Dia datang dan berkoar-koar meminta pertanggungjawaban pada Krisna, tapi apa yang didapat, rasa malu akibat keganjenan Reina hingga menyebabkan Pak Ferdinan tergoda. Ah, entahlah. Aku tidak berhak menghakimi masalah mereka, yang jelas Krisna sudah bisa lepas dari jerat Reina sekarang."Bukan aku yang murahan, Kak! Tapi kakak yang ngga bisa urus suami dengan becus, sampai-sampai dia harus mendatangi kamarku malam-malam dan merenggut kesucianku kala itu!" teriak Reina tid
***"Ada apa, Dan?" tanya ibu mendekat ke arah kami."Mang Kosim dan ayah mengalami kecelakaan, Bu. Barusan adalah pihak kepolisian yang menelpon, sekarang mereka sudah di larikan ke Rumah Sakit Bhakti Medis, tapi--"Aku meremas jemari Mas Danu, takut kesehatan ibu terganggu jika harus mendengar kabar buruk apalagi tentang ayah."Tapi apa, Dan? Jangan bikin ibu khawatir!" desak ibu, membuat Mas Danu melirik ragu ke arahku."Kris, lebih baik kamu sama Mas Danu berangkat sekarang, aku dan ibu akan bersiap-siap dulu." Aku menyela ucapan, sebelum Mas Danu meluncurkan kalimatnya di depan ibu.Krisna mengangguk dan berjalan keluar rumah, Mas Danu mengikuti adik lelakiku untuk menuju ke Rumah Sakit yang dimaksud."Maaf, ibu-ibu, kami ada urusan mendesak. Bisa tinggalkan rumah saya, sekarang?" usirku, entah apa sebutan yang pas, tapi aku rasa memang aku sudah mengusir mereka, mau bagaimana lagi, lagipula Bu Hajjah juga sudah sadar dari pingsannya."Ah, maaf, Bu Endang, kalau begitu kami semua
***Keluarga Mang Kosim sudah datang, beruntung mereka tidak menyalahkan kami atas semua yang sudah terjadi."Kami ikhlas, Neng. Mungkin memang umur suami saya sampai di sinj, maaf, jika selama bekerja suami saya banyak melakukan kesalahan," ucap Bu Tuti, ibu semakin mengencangkan tangisnya. "Kami meminta maaf, Bu, insyaallah saya yang akan menanggung semua biaya sekolah dan kuliah anak-anak." Bu Tuti meneteskan air matanya, beliau memeluk anak perempuan sulungnya yang kutahu kini tengah menempuh pendidikan Strata 1 di sebuah Universitas di Yogyakarta, Mang Kosim pernah bercerita padaku saat itu, setelah urusan Ayah beres, aku akan membantu gadis itu untuk membiayai studinya hingga selesai dan mendapatkan pekerjaan yang tepat."Ini terlalu berlebihan, Neng. Kematian adalah kuasa Allah, Neng Endang tidak perlu merasa bersalah sampai harus menanggung biaya anak-anak kami." Tulus sekali hatinya, ucapan yang Bu Tuti lontarkan membuatku semakin merasa ingin membantu keluarga mereka, apala
***"Siapa anda?" Kutatap wanita paruh baya dengan dandanan modis di depanku. Dia menarik sudut bibirnya dan membuka kacamata hitam yang melekat di ujung hidungnya yang mancung. Sepertinya aku tidak asing dengan wanita ini, tapi siapa? Aku mengerutkan kening, mencoba mengingat-ingat barangkali aku dan dia pernah bertemu, tapi nihil! Ingatanku benar-benar kosong tentang wajah wanita di depanku."Apa kamu lupa, Endang? Coba ingat-ingat lagi, belum terlalu lama kita harus saling melupakan." Astaga, Tante Cecil? Ibu dari wanita yang sempat dijodohkan dengan Krisna. Tapi kenapa tampilannya sungguh modis sekarang?Flashback on."Kami harap, perjodohan ini bisa berjalan dengan lancar. Kita sudah bersahabat sejak kecil, semoga persahabatan kita semakin erat dengan menikahkan Krisna dan Adelia." Tante Cecil berbicara dengan penuh harap ketika kami sekeluarga bertandang ke rumahnya.Ibu dan Tante Cecil adalah sahabat karib, kurang lebih seperti itulah yang kudengar dari cerita ibu. Sayangnya,
****Aku mengubungi Krisna dan meminta dia bersiap-siap untuk membawa Ayah dan Ibu ke kantor polisi. Jo bilang, pelaku yang sudah sengaja membuat Ayah celaka sudah ditemukan, melalui rekaman CCTV, meskipun aku sudah tahu, jika Tante Cecil lah dalang di balik semuanya. Aku ingin lihat, siapa saja kacung yang sudah rela mengorbankan hidupnya demi utusan Tante Cecil.Mas Danu terlihat menahan amarahnya setelah aku bercerita tentang pertemuanku dengan Tante Cecil barusan. Selain ingin mengungkap siapa di balik kecelakaan Ayah dan Mang Kosim, aku juga ingin melihat perkembangan kasus Pak Ferdinan dan kawan-kawannya.Sesampainya di rumah ibu, Krisna sudah siap dengan mobil kesayangannya. Ayah dan ibu duduk di belakang sedangkan Krisna yang menyetir, karena kami belum menemukan pengganti Mang Kosim. Sengaja aku membawa mobil sendiri dengan Mas Danu, karena setelah dari kantor polisi nanti, kami ada keperluan yang mendesak.____________________"Beruntung rekaman CCTV di salah satu sudut jala
PoV Endang *** Tidak terasa, waktu cepat sekali berlalu. Hari ini, hari dimana Krisna akan melepas masa lajangnya bersama Hana. Kentara sekali raut bahagia Krisna, begitupun Ibu dan Ayah. Pihak keluarga Hana pun demikian. Aku menyesal sekali karena tidak mencegah kepergian Bu Andin waktu itu. Siapa yang menyangka jika Kenan, lelaki yang ambisius dengan Hana malah membunuh Bu Andin dengan menjatuhkannya ke dalam jurang. Sehari setelah proses pertunangan Krisna dan Hana, kami sekeluarga kelelahan dan menonton acara berita bersama. Bagai dihantam godam yang besar, saat aku mendengarkan sebuah siaran tentang seorang wanita yang dibuang di kawasan puncak. Penyiar televisi mengatakan nama Bu Andin karena kebetulan dompet korban memang masih berada di saku celana. Mataku membeliak lebar kala itu, benar saja, setelah tayangan pengangkutan jenazah, tidak lama, orang tua korban turut diwawancarai, tidak salah lagi. Itu orang tua Bu Andin. Aku berteriak memanggil Mas Danu yang kebetulan seda
PoV Author***Acara pertunangan Krisna dan Hana berjalan dengan lancar. Banyak sekali pose foto yang berhasil dibidik untuk mendokumentasikan hari bahagia mereka. Sengaja, beberapa tetangga dari kampung Endang, mereka undang, termasuk Hanin, Fifi, dan Bu Hajjah Halimah, juga Pak RT beserta istrinya. Dan masih banyak lagi.Memang, acara pertunangan ini dimeriahkan, mengingat Krisna adalah putra bungsu keluarga Bastian. Mereka sudah lama tidak mengadakan acara semewah ini setelah pernikahan Endang beberapa tahun yang lalu.Beruntung rumah Tini memiliki halaman yang luas. Sehingga nuansa alam menjadi pilihan utama mereka dalam menyelenggarakan acara penting ini. Tak lupa pula, Hartini datang anak-anaknya, Endang yang mengundang mereka."Masya Allah, ini baru acara lamaran udah meriah kayak gini ya," celetuk Hanin, menatap takjub pada dekorasi pertunangan Krisna dan Hana."Horang kaya mah bebas, Mbak Han!" sahut Fifi cekikikan. Endang menonjok pelan lengan Fifi, membuat wanita itu mering
PoV Author *** Para tetangga yang masih termasuk sanak saudara Fatma, membopong tubuh Halimah untuk dibaringkan di kamar. Kasak-kusuk tetangga mulai terdengar, mereka mengasihani nasib Halimah yang tragis. Menurut para tetangga, Halimah adalah sosok wanita pekerja keras. Siapa sangka, justru Halimah adalah perusak rumah tangga orang lain. Jika mereka tahu, mungkin mereka akan mengimani bahwa apa yang sudah Halimah terima kini adalah karma dari perbuatannya sendiri. Halimah merusak rumah tangga Hartini demi mendapatkan uang. Bukan kehidupan yang terjamin untuk Ibu dan anaknya, justru kematian putranya yang dia dapatkan. Suaminya bermain api dengan wanita lain. Sama persis dengan apa yang sudah Halimah perbuat. Rumah Fatma bahkan belum sempat di renovasi karena semua uang kiriman dari Halimah harus dikelola lagi oleh Rusdi-- suami sah Halimah. Rusdi sengaja membangun rumah di kampung sebelah, di atas tanah peninggalan orang tua Cantika, selingkuhannya. Mereka sengaja mengeruk uang ki
PoV Author***Halimah berjalan gontai menuju ke jalan raya. Dia merutuki kebodohannya yang belum sempat mengamankan semua aset Suryono selama ini. Memang, kebutuhan Halimah dan keluarganya di kampung terpenuhi dengan baik, tapi tetap saja, dia merasa rugi karena pergi meninggalkan rumah Suryono tanpa membawa satu pun harta. Hanya perhiasan yang masih melekat di tubuhnya."Sialan! An-jing! Bisa-bisanya Hartini dan Endang mempermalukan diriku seperti ini!" dengkus Halimah kesal. Meskipun secara sadar dia tahu jika Endang tidak ada hubungannya dengan pengusiran warga terhadap dirinya, tetap saja, nama Endang selalu terlihat buruk di mata Halimah."Lihat saja, aku akan kembali untuk menuntut harta gono-gini!" gumam Halimah dengan menggerakkan giginya.Beruntung dompetnya berada
***PoV HalimahDua hari lagi acara lamaran Krisna dan Hana akan dilangsungkan. Aku bersyukur, Hana mau menerima Krisna sebagai pendamping hidupnya, mengingat keluarga kami yang sudah menyebabkan Mang Kosim meninggal.Hana gadis yang baik, aku percaya dia bisa menjadi istri yang baik pula untuk Krisna. Apalagi adik manjaku itu selalu melalaikan kewajibannya sebagai seorang muslim. Semoga Hana bisa membawa Krisna ke jalan yang Allah ridhoi.Kasus Pak Ferdinan berjalan dengan lancar. Dia dan para anak buahnya kini mendekam di penjara. Begitu juga dengan Reina, entah bagaimana nasibnya nanti ketika akan melahirkan. Membayangkan saja sudah bikin perutku mulas.Bu Hajjah Aminah sudah berubah menjadi pribadi yang lebih baik. Setidaknya itulah yang aku tangkap dari perilakunya kepada keluargaku se
PoV Author***"Katakan, Ma. Apa kamu selama ini tidak mengirimkan uang pendidikan untuk anak-anakku?!" bentak Suryono sengit. Halimah meneguk ludahnya kasar, belum pernah Suryono berkata dengan nada tinggi sebelumnya.Halimah melirik ke arah para tetangganya yang sudah berkerumun di depan rumahnya. Sudah kepalang malu, sekalian saja dia tunjukkan dirinya yang sebenarnya."Memang kenapa? Anak kamu udah ada ibunya, jangan manjain mereka dengan mengirimkan uang. Bukannya dibuat biaya pendidikan, malah dibuat foya-foya sama Emaknya!" sindir Halimah, membuat Hartini semakin meradang. Pasalnya, sejak Suryono meninggalkan dirinya dan juga anak-anaknya, Hartini banting tulang untuk menghidupi kebutuhan sehari-hari, karena memang biaya pendidikan ketiga anaknya sudah ditopang oleh Suryono selaku Ayah mereka."Gi-la nggak sih, udah merebut seorang Ayah dari anaknya, eh, uang untuk biaya pendidikan pun ikut diembat juga!" seloroh tetangga Halimah."Nggak nyangka banget deh, ternyata Bu Halimah
PoV Author***"Kamu dan Hana pergi saja, Kris. Cari seserahan sekalian cincin untuk pertunangan besok lusa." Endang melirik ke arah Krisna yang nampak malu-malu tapi mau. Sementara Hana hanya tersenyum dan mengangguk menanggapi usulan dari Endang."Betul itu! Jangan apa-apa kamu serahin ke Mbak-mu! Bisa cepet tua dia nanti!" seloroh Mas Danu, Endang mendelik ke arah suaminya yang malah cekikikan.Hana ikut tertawa melihat Danu yang menggoda Endang, begitupun Tini dan Bastian, mereka merasa bahagia sebentar lagi anak bungsunya akan bertunangan."Ibu sudah membicarakan semuanya dengan Ibu Hana, Kris. Jadi persiapan sudah kami siapkan dengan matang. Tinggal kamu dan Hana aja, buruan cari cincin nikah. Atau kalau mau cari seserahan yang Hana mau, belikan! Jangan pelit sama calon mantu ibu!" hardik Tini pada Krisna, pipi Hana bersemu merah mendapat kasih sayang yang tulus dari keluarga Krisna. Apalagi Hana adalah anak dari lelaki yang sudah mengorbankan nyawanya demi keluarga Bastian.Kri
PoV Author***Jdor!Jdor!Jdor!"Halimah, keluar kamu!" teriak seorang wanita dengan menggedor pintu rumah Halimah."Dasar pelakor, keluar kamu dari rumah ini. Ini rumah suamiku!" Mendengar keributan, para tetangga bergegas keluar dan mencoba menenangkan seseibu yang sedang marah-marah di depan rumah Halimah. Pak RT dan istrinya mendekati wanita tersebut dan meminta untuk tenang."Bagaimana saya bisa sabar, Halimah itu pelakor! Dia sudah merebut suami saya!" ujar wanita itu lantang.Halimah tidak kunjung keluar, dia bersembunyi di dalam kamar karena takut kedoknya selama ini terbongkar."Tapi Bu Halimah sudah memiliki suami, mana mungkin dia merebut suami ibu," sela tetangga baik Halimah.Wanita yang memperkenalkan dirinya dengan nama Hartini itu melotot ke arah tetangga baik Halimah."Suami yang mana maksut kamu, hah?!"Hartini berkacak pinggang di hadapan para tetangga Halimah. Pasalnya, semua tetangga memang tidak tahu, jika suami Halimah yang tak lain adalah Suryono adalah suam
PoV Author.***"Maaf, Bu. Saya menemukan kejanggalan pada gangguan yang Bu Andin alami," ujar seorang psikiater pada kedua orang tua Andin.Jamilah dan Husni saling berpandangan. Masih mencoba mencerna apa maksut dari ucapan dokter cantik di depannya."Maksut saya, Bu Andin tidak mengalami gangguan jiwa seperti yang Ibu dan bapak keluhkan.Saya bisa menilai dari cara dia menjawab semua pertanyaan saya dengan detail. Tatapan matanya bukan tatapan mata kosong seperti orang dengan gangguan jiwa pada umumnya. Juga, dia tidak sibuk dengan dunianya seperti pasien ODGJ lainnya. Saya rasa, Bu Andin hanya sedang menyembunyikan sesuatu dari kalian selaku orang tuanya.Saran saya, Bapak dan Ibu bicarakan ini baik-baik dengan Bu Andin. Karena ketika laporan saya nanti ma