Krisna terdiam mendengar ucapan istrinya itu. Apa lagi yang harus ia lakukan agar mendapat maaf dari menantu yang sudah ia hina layaknya orang miskin yang tak punya apa-apa. Kini, nasib Sagara dulu berbalik padanya. Ia kini sudah tak punya apa-apa. Bahkan, jabatan hanyalah jabatan. Sagara akan memberikannya kepada anaknya setelah anak itu sudah dewasa.
“Kenapa kamu tidak mau membantuku, Sinta?” tanyanya seolah ia tak pernah membuat salah kepada istrinya itu.
Sinta lantas tersenyum campah. “Bagaimana mungkin, aku membantu kamu, Krisna? Sedang, aku sudah menunggu momen ini. Di mana Sagara kembali bangkit dan membuat kamu sadar jika Sagara bisa saja menggulingkan kamu dengan satu tangannya.”
Sinta menatap nyalang wajah Krisna yang terlihat begitu lelah. Namun, keangkuhan yang terdapat dalam diri pria itu masih sangat terlihat.
“Sagara hanya menyayangi Hanna. Bahkan dia tau kalau kamu bukanlah ayah kandung Hanna, bukan mertuanya.
Indra menghela napasnya dengan panjang. "Sebaiknya kita terus terang saja di sini. Karena Pak Krisna juga sudah bukan menjadi pemimpin perusahaan di sini, jadi saya ingin mengeluarkan semua keluh kesah kami sebagai manager keuangan yang harus mengelola keuangan di perusahaan ini. Lebih besar pasak daripada tiang. Itulah yang terjadi pada masalah finansial di sini, Pak Sagara."Indra menatap Pak Krisna kemudian menolehkan kepalanya kepada Sagara lagi. "Saya hanya meminta untuk mengganti rekening perusahaan ini agar keuangan di sini juga stabil kembali."Sagara manggut-manggut. Ia paham dengan apa yang diucapkan oleh Indra kepadanya. Kemudian Sagara mengulas senyumnya kepada pria itu, yang berani berbicara di depan orang yang sudah merugikan perusahaan tersebut."Terima kasih atas masukannya, Pak Indra. Kami akan segera memproses pembuatan rekening baru untuk Lestari Furniture ini. Juga, yang menghandle semua financial di sini adalah Pak David, direktur keuangan A
Nizar menelan salivanya dengan pelan. Ia terdiam.“Tidak usah takut. Saya sedang mensortir orang-orang yang tidak baik yang ada di dalam gedung kantor itu. Menggantinya dengan yang lebih baik dari mereka,” ucapnya meyakinkan pria berusia empat puluh tahun itu.Nizar menghela napasnya dengan panjang. Kemudian menganggukkan kepalanya sembari menatap Sagara penuh kemelasan.“Gaji kami sering kena potongan oleh mereka, Pak.”Sagara tercengang. Pun dengan Yuda dan juga Andra.“Gilak! Berapa persen, Pak?” tanya Andra kemudian.Nizar menolehkan kepalanya. “Hampir dua puluh persen, Pak. Bahkan, gaji overtime kami sering dibuat alasan dipotong untuk amal. Padahal, bukti pemberian kalau uang itu beneran diamalkan, tidak ada. Ada yang pernah complain waktu itu, kepala produksi juga. Dia malah dipecat.“Sebenarnya kami sudah lelah, Pak. Hanya saja, mencari pekerjaan lain di luar sana sangatlah sulit
Riuh tepuk tangan tanda mereka sangat bahagia karena hak mereka akan kembali kepada semua yang sudah dirugikan.“Terima kasih, Pak Sagara. Terima kasih.” Nizar memeluk Sagara sembari menangis haru. Bahagia karena keadilan akhirnya sampai kepada mereka.Sagara menepuk-nepuk punggung pria itu sembari mengulas senyumnya. “Saya hanya meminta kepada seluruh karyawan di sini. Bekerjalah karena kalian senang menjalaninya. Rezeki akan datang pada kalian yang ikhlas menjalaninya.”Semua orang mengangguk dengan semangat. Banyak yang saling berpelukan karena akhirnya mereka tidak perlu mengeluh lagi soal pendapatan yang mereka dapatkan.Setelahnya, Sagara dan juga Andra pulang ke rumah mereka. Sementara Yuda sudah dijemput oleh anaknya.Pria itu menghela napas panjang. “Minta tolong agar Pak David menyelesaikan pembayaran gaji mereka yang sudah terpotong. Uang sebanyak itu, sangat berharga bagi mereka. “Andra mengan
Suara Krisna.Pria itu menghela napasnya dengan pelan. “Sagara. Sebelumnya saya minta maaf karena sudah menghina kamu dan juga mencaci maki kamu saat kamu masih berada di bawah. Saya bahkan tidak percaya kalau kamu anaknya Satya karena Damar mengumumkan kalau kamu sudah meninggal dunia.“Saya sangat menyesal, Sagara. Tapi, penyesalan itu tidak akan membuat kamu luluh. Kamu terlalu sakit karena ucapan pedih yang selalu saya lontarkan pada kamu. Di dalam memori ini, banyak bukti-bukti kalau Hanna hamil oleh pria lain.“Memori ini adalah milik Raffael yang akan diberikan kepada Mikayla, anaknya Pak Ardi yang menginginkan kamu jatuh lagi, Sagara. Sebelum saya mengakhiri hidup saya, saya ingin memberi satu bantuan pada kamu. Bakar memori ini dan juga bukti rekaman serta foto-foto.“Bukti chatingan Hanna kepada Raffael yang meminta tanggung jawab dia. Hapus semuanya. Hilangkan semuanya. Agar rumah tangga kalian tetap aman. Juga, identita
Jelas perempuan itu menganggukan kepalanya sembari mengulas senyumnya. "Of course. Aku sangat bahagia. Kamu selalu bercerita tentang rumah yang sudah kamu beli itu. Dan bikin aku kepikiran, sampai udah nggak sabar pengen lihat rumah itu."Sagara lantas terkekeh dengan pelan. "Aku memang selalu membuat orang tidak bisa tidur. Tapi nggak bisa nyenyak tidur untuk kamu, adalah hal yang tidak akan pernah kamu lupakan seumur hidup kamu. Yaitu kebahagiaan yang akan selalu aku berikan. Semua akan aku berikan apa pun yang kamu inginkan."Bertepatan dengan lampu lalu-lintas berwarna merah. Pria itu menarik wajah Hanna. Menautkan bibirnya dengan bibir manis perempuan itu.Dan Hanna membalas tautan tersebut dengan melingkarkan tangannya di leher jenjang milik suaminya itu.Namun, suara klakson di belakang sana menghentikan semua aktivitas yang sedang mereka lakukan. Sementara Sagara mengatup bibirnya menahan tawa karena harus menghentikan dengan segera akan yang seda
Perempuan itu mengambilnya. Kemudian membuka sertipikat tersebut dan memang benar ... nama Hanna-lah yang tercantum di dalam sertipikat rumah tersebut."Sagara!" ucapnya dengan mulut menganga.Sagara menerbitkan senyumnya. "All for you, Hanna. Ingat, semua janji yang pernah aku ucapkan ke kamu. Satu persatu akan aku wujudkan." Sagara mengusap rambut sang istri. "Jangan merasa aneh seperti itu. Kamu sudah tau, siapa aku kini. Bahkan, hampir seluruh Indonesia bahkan Asia dan juga Eropa tau, siapa aku. Lebih tepatnya sih, desain yang aku buat. Aku dikenal banyak orang karena hobiku. Dan itu semua, mengantarkan aku pada kesuksesan yang luar biasa ini. Namun, tidak akan bisa seperti ini jika bukan karena menginginkan kamu agar tetap menjadi istriku."Berjuang, mempertahankan kamu dari papa kamu yang tidak pernah mau memberi restu untukku. Hanya karena aku jatuh, dia melihatku hanya sebelah mata. Cukup sakit, dan membuat aku rasanya ingin membunuhnya dengan tanganku s
Hanna pun beranjak dari duduknya. Diikuti oleh Sagara yang tidak bisa jauh dari istrinya yang katanya sudah ingin melahirkan. Padahal, usia kandungannya baru menginjak usia sembilan bulan.Ia lantas menghubungi Andra untuk memberi tahu jika dirinya tidak bisa hadir di acara wisudanya."Hanna mau lahiran? Ya udah kalau gitu. Gak usah ke sini. Hanna jauh lebih membutuhkan elo. Lagi pula, udah ada Suster Indah juga di sini. Lagi ngobrol sama bokap nyokap. Berasa lagi lamaran beneran, gue.”“Sukses ya, Ndra. Dan selamat, karena udah jadi Magister desain grafis. Tugas elo sekarang fokus di GM. Setelah Hanna melahirkan dan bayinya udah berusia dua mingguan, gue udah mulai fokus ke pendidikan gue. Walau hanya enam bulan. Gue pengen kejar S-2 gue. Salah satu mimpi yang belum gue capai.”“Iya, Sagara. Sukses juga buat elo. Kalau Hanna beneran udah mau lahiran, kasih kabar ke gue. Atau mungkin setelah acara wisuda, gue ke sana.”
Tak lama setelahnya, Andra dan juga Suster Indah tiba di rumah sakit. Mereka menghampiri Mayang dan juga Sinta yang sudah berada di ruang bersalin, menggantikan Sagara menemani Hanna yang tengah merasakan nyeri karena kontraksi sang bayi.“Kenapa bisa terjadi, lahir sebelum tanggal yang sudah ditentukan?” tanya Andra yang terheran-heran setelah mendengar kabar jika Hanna akan segera melahirkan.“Itu bisa terjadi kepada siapa saja, Mas. Termasuk Mbak Hanna. Mungkin Mbak kecapekan. Makanya mengalami kontraksi dini. Bahkan menyebabkan pecah ketuban dibarengi dengan pendarahan,” kata Suster Indah menjawab pertanyaan Andra.Kemudian memeriksa sang bayi dengan memasukan jarinya di bawah sana. “Sudah bukaan enam.”Andra menganga. “Kok kamu tau, soal begituan? Bukannya kamu perawat umum?”Suster Indah mengulas senyumnya. “Saya banyak belajar dari kakak saya, Mas Andra.”“Oh! Kenapa kamu memilih bekerja di rumah sakit jiwa?”“Bukan saatnya untuk membahas hal itu, Mas Andra. Kita harus melihat
"Kita lakukan tes terlebih dahulu. Susternya sudah saya minta untuk membawakan alat tes kehamilan juga," kata Dokter Azmi menjelaskan.Sagara tampak terkejut. Ia bahkan tak menyangka jika Hanna bisa secepat itu memberinya keturunan, kalau memang alat itu menunjukkan dua garis biru.Tak lama kemudian, Dokter Aris datang dan memberikan tespack kepada Hanna. "Silakan dicek terlebih dahulu, Bu Hanna. Kita periksa setelah hasilnya sudah keluar."Hanna mengangguk kemudian mengambil alat tes kehamilan itu. Lalu, masuk ke dalam toilet untuk segera melakukan tes kehamilan. Semakin cepat, semakin baik. Begitu menurutnya.Lima menit kemudian. Hanna keluar dari toilet. Sagara tengah duduk di samping sang anak yang sedang memakan buah apel yang sudah Sagara potong-potong."Positif, Dok." Hanna memberikan alat itu untuk diperlihatkan kepada Dokter Aris.Dokter Aris manggut-manggut. "Kalau begitu, kita lakukan USG terlebih dahulu. Agar tahu, sudah berapa usianya."Sagara juga ikut ke ruang USG. Pun
Sagara menelan salivanya dengan pelan. Kenangan terburuk yang pernah dia alami begitu menyakitkan hatinya. Di mana nasib buruk itu mengguncang dirinya, datang secara bersamaan.Namun, hasil yang kini dia dapatkan jauh lebih baik dari apa yang pernah dia miliki. Bahkan, orang-orang yang sudah merendahkannya kini bertekuk lutut padanya.Waktu sudah menunjuk angka sepuluh malam. Di mana acara pernikahan itu sudah selesai dilaksanakan. Para tamu yang datang sudah pulang ke rumah masing-masing.Pun dengan Sagara dan juga Hanna. Mereka memilih untuk pulang setelah acaranya selesai.Di dalam kamar hotel. Keduanya terlihat canggung karena tidak tahu harus dimulai dari mana.Andra pun mengirim pesan kepada Sagara untuk menanyakan perihal malam pertama yang harus dia lakukan.Andra: [Udah molor, belum? Apa jangan-jangan mau ngalahin gue!]Pesan terkirim.Sementara Indah masih berada di dalam kamar mandi. Seolah tak tahu, apa yang harus dia lakukan.Ting!Sagara: [Baru pemanasan. Tapi, karena el
“Milla kenapa jadi begitu? Bener-bener sampul nggak bisa menjamin bisa dipercaya,” kata Hanna setelah kembali dari kamar mandi.Sagara mengendikan bahunya. “Lagi suka sama seseorang, kali. Makanya cari perhatian.”Hanna lantas menolehkan kepalanya kepada Sagara. “Kalau sukanya sama kamu, gimana?”Sagara tersenyum miring. “Yaa nggak gimana gimana, Sayang. Mau diganti lagi? Aku sih, terserah kamu aja. Karena aku nggak akan terkena rayuan apa pun kalau dia berani merayuku.”Perempuan itu hanya melirik Sagara yang berbicara dengan santainya. Sebab memang begitu kenyataannya. Tidak tergoda sedikit pun pada orang-orang yang berani menggodanya."Gak akan kelar, kalau diganti lagi dan lagi. Biar aja. Kecuali kamunya oleng."Sagara menatap Hanna kemudian menghela napas kasar. "Nggak akan. Janji, gak akan oleng. Aku gak mau kehilangan kamu. Daripada ladenin orang macam dia, lebih baik aku pindah jabatan aja, kerja di Lestari aja."Hanna terkekeh pelan. "Yaa bagus. Jangan sampai membuang berlian
Waktu sudah menunjuk angka tujuh pagi.Di ruang makan. Sagara, Hanna, Mayang dan juga Suster Indah tengah sarapan bersama.“Jadi gimana, Sus? Tetap mau resign?” tanya Sagara setelah menyelesaikan acara makannya.Suster Indah menganggukkan kepalanya dengan pelan. “Bisa kita bicara, Mas Sagara?”Sagara mengangguk. “Temui saya di ruang kerja!” ucapnya kemudian beranjak dari duduknya. Setelahnya, diikuti oleh Suster Indah setelah pamit kepada Hanna dan juga Mayang.“Jadi gimana, Sus?” tanya Sagara setelah tiba di ruang kerjanya.Suster Indah memberikan catatan yang setiap hari ia tulis mengenai kondisi kesehatan Mayang.“Bu Mayang masih butuh pendamping, Mas Sagara. Dan sepertinya, harus selalu ditemani sampai selamanya. Kondisi kejiwaannya tidak sepenuhnya kembali. Dan memang, banyaknya pasien yang sembuh itu tidak sembuh permanen,” tutur Suster Indah menjelaskan.Sagara melihat catatan tersebut. Kemudian menghela napasnya dengan pelan. “Harusnya cari yang udah tua, janda atau perawan tu
Sampai akhirnya mereka tiba di Indonesia. Setelah berjam-jam lamanya, tanpa ada transit terlebih dahulu. Akhirnya tiba di tanah kelahiran.Waktu sudah menunjuk angka tujuh malam. Waktu yang tepat untuk mereka makan terlebih dahulu sebelum kembali ke rumah. Makan di resto mereka, yang saat itu tidak terlalu ramai. Mereka memilih untuk makan di lantai tiga, ruang privasi sang pemilik resto.“Sayang. Rivano-nya tidurin di tempat tidurnya aja. Bawa ke sini,” teriak Sagara kepada Hanna yang tengah menyusui sang anak.“Iyaaa!” sahut Hanna kemudian.Sagara pun kembali menyesap kopi miliknya yang ia pesan lima menit yang lalu. Sembari menunggu makanan yang mereka pesan tiba.“Gue mau bahas project di Singapura. Kemaren, mereka pengen revisi motif yang ada di ujung deket kaca gitu. Katanya, terlalu rame dan warnanya juga kurang cocok dengan warna tembok kantor mereka.”Sagara manggut-manggut dengan pelan. “Sebenarnya gue lagi males bahas kerjaan. Karena gue masih cuti. Tapi, karena besok udah
Wisnu sudah tak tahan lagi dengan ucapan tak masuk akal Linda. Meminta agar Hanna dimasukkan ke dalam pemilik Lestari. Daripada meladeni ucapan aneh istrinya itu, ia pun memilih untuk pergi dari rumah itu.Linda mendengus kasar. Ia kemudian menghubungi Hanna untuk memarahi anaknya itu karena sudah berani berhenti bekerja.“Ma. Kan, udah Mas Adi yang menghidupi aku. Setiap bulan juga, aku selalu kirim uang ke Mam,” keluh Hanna dalam panggilan tersebut.Kebetulan sekali, perempuan itu sedang berada di rumah Hanna karena diminta untuk datang ke sana. Membantunya membuka semua kado dari para tamu undangan.“Kenapa dia?” tanya Andra yang juga ikut membantu membuka kado.Hanna mengendikan bahunya. “Kayaknya … mamanya Hanna matre, deh. Kedengerannya sih, Hanna ini diminta untuk kerja lagi.”"Ya elaaah! Si Adi gajinya udah puluhan juta juga. Masih aja kudu kerja. Beneran sih, kalau kayak gitu mah. Matre." Andra menepuk jidatnya.Hanna kembali duduk di samping Hanna, kemudian menghela napas pa
Dalam hal ini, mereka memang seperti dunia terbalik. Bukannya Hanna yang meminta Sagara agar mengabulkan permintaannya untuk pergi ke luar negeri. Dan yang terjadi di sana malah Sagara yang terlihat begitu antusias untuk mengajak Hanna pergi ke luar negeri."Sayang. Andra pengen lamar Suster Indah di sana.""Sebenarnya aku masih capek. Tapi, kalau kamu maksa, ya udah. Karena tempat itu memang tempat yang sangat ingin aku kunjungi. Aku pernah punya mimpi, ingin pergi ke sana bersama orang yang aku cinta.""Dan aku akan mewujudkannya. Kamu nggak perlu gendong Rivano, biar aku aja. Karena aku nggak tahu kapan akan bisa punya waktu untuk mewujudkan semua keinginan kamu, untuk pergi ke luar negeri. Termasuk Budapest. Enam bulan yang akan datang, aku akan disibukkan dengan kuliah juga dengan pekerjaan kantor. Sepertinya tidak akan punya waktu banyak untuk kamu dan juga Rivano."Kita manfaatkan waktu ini untuk pergi ke tempat-tempat yang ingin kamu kunjungi. Kita hanya punya waktu weekend sa
Sagara mengulas senyumnya. “I love you more. Kamu sangat mencintaiku, aku lebih lebih mencintai kamu. Don’t leave me. Aku butuh kamu.”“Hanya akan pergi, jika kamu yang menginginkanku pergi. Tidak dibutuhkan lagi untuk mengisi hidupmu.”“Dan itu tidak akan pernah terjadi,” ucapnya kemudian meraup bibir istrinya kembali.Permainan kedua akan dimulai lagi. Kemudian, Hanna menghentikan Sagara yang tengah meraup bibirnya.“Mau, yang lebih dari ini?” tanyanya sembari mengusapi milik Sagara yang semakin mengeras.“Apa itu?” tanyanya kemudian.Tanpa memberi tahu, Hanna menjatuhkan tubuh Sagara kemudian merangkak ke bawah sana. Melahap benda itu dengan gerakan yang membuat Sagara semakin menggila.“Arrgghh! Fuck you, Hanna!” Sagara meremas lengan Hanna seraya menikmati setiap permainan yang tengah dilakukan oleh istrinya itu.“Don’t stop, Honey!” lirih Sagara yang tengah kegirangan akan permainan yang dilakukan oleh Hanna.“Never!” ucapnya kemudian tersenyum menyeringai.**Waktu sudah menunj
“Di tempat ini?” tanya Suster Indah dengan pelan. Deru napas Andra bahkan masih sangat terasa karena jarak yang memisahkan mereka hanya satu helai rambut saja.Andra mengulas senyumnya. “No! Hanya spontan saja. Di tempat ini, terlalu biasa dan aku nggak bawa apa-apa. Di tempat yang lain aja. Kita tunggu waktunya tiba.” Kemudian Andra mengecup kening kekasihnya itu. “Terima kasih, sudah menjadi pembuka hatiku yang dulu tidak pernah bisa dibuka karena hal dan lainnya.”Suster Indah mengangguk. “Terima kasih, sudah menjadi yang pertama dan semoga menjadi yang terakhir.”Andra mengangguk. “Aamiin. Kita berusaha sama-sama. Menjalaninya juga bersama-sama. Apa pun yang terjadi nanti, kita harus bisa menghadapinya.”Perempuan itu kembali menerbitkan senyumnya. “Iya, Mas.”“Aku mau ke dalam lagi. Kamu, masih tetap ingin di sini? Memangnya, Tante Mayang masih belum waras betul, yaa?”“Belum, Mas. Kejiwaan seseorang tidak akan kembali normal seperti dulu. Pasti akan selalu ada yang namanya kambu