Sagara menggelengkan kepalanya dengan pelan. “Kakek udah nggak benci lagi kok, sama Mama atau Papa. Dia udah legowo. Semuanya sudah berakhir bahkan dia menyesal karena tidak merestui hubungan kalian waktu itu.”
Mayang mengulas senyum tipis. “Dia bilang begitu karena Mama berhasil melahirkan seorang pria tampan dan cerdas seperti kamu, Nak. Makanya dia bisa berkata seperti itu.”
Sagara terkekeh dengan pelan. “Mama bisa aja. Tidur, Ma. Udah malam. Besok, ngobrol lagi sama Hanna dan juga Suster Indah. Serasa punya dua istri karena ada dua perempuan yang merawat Mama.”
Mayang lantas memukul lengan anaknya itu. “Bisa-bisanya kamu berpikir ke sana, Sagara. Mama tidak akan pernah merestuinya.”
“Santai, Ma. Aku hanya menginginkan Hanna saja. Itu hanya bercanda. Lagi pula, Suster Indah mau dipinang Andra bentar lagi.”
Mayang menerbitkan senyum tipis. “Sagara, Mama ingin bicara sama kamu. Meng
“Rapat diakhiri. Sekian dan terima kasih. Selamat bekerja kembali.” Sagara keluar dari ruangan tersebut dan bergegas masuk ke dalam ruang kerjanya. Menikmati masa liburnya, sebelum nanti harus kembali kuliah dan juga bekerja. Otak dan pikirannya harus bekerja double.“Hanya Pak Sagara yang selalu menayapa dan berterima kasih jika baru menyelesaikan acara meeting. Atittude-nya sangat patut diacungi jempol,” kata seseorang yang memuji sikap sopan yang dimiliki oleh Sagara.“Seorang pemimpin tegas dan berwibawa. Masih muda, tapi sudah memiliki pemikiran dewasa.”“Memangnya usianya Pak Sagara baru berapa tahun?”Aiman menoleh kepada pria yang menanyakan umur Sagara. “Dua puluh empat tahun. Acara ulang tahunnya pun dirayakan cukup meriah di Hotel Dalton. Diberi hadiah berupa mobil Range Rover keluaran baru. Harganya mencapai lima milyar.”Semua orang yang mendengarnya tampak takjub.&ldq
Sagara tertawa dengan pelan. “Jelas lebih cantik istri saya, lah! Usianya pun masih muda istri saya. Beda dua tahun. Ini penting untuk kamu ketahui. Saya sudah punya istri, sebentar lagi punya anak, dia lagi hamil. Satu lagi, saya mencari sekretaris, bukan mencari istri baru.”Hanna menganggukkan kepalanya dengan pelan. “Iya, Pak. Bapak tenang aja. Tugas saya di sini hanya akan bekerja apa yang harus saya kerjakan. Termasuk menyiapkan makan siang untuk Bapak.”“Tidak perlu. Saya lebih memilih untuk bawa bekal aja. Masakan istri saya jauh lebih enak daripada makan di luar.”Hanna kembali menganggukkan kepalanya. “Baik, Pak. Jadi gimana nih keputusannya? Saya diterima atau nggak? Please atuh lah, Pak. Saya pengen nikah. Pacar saya hanya pegawai bank biasa.”Sagara menggaruk telinganya sembari melirik Hanna yang tengah memasang wajah memelasnya. Kemudian menghela napasnya dengan pelan. “Training dulu selama tiga bulan. Setelah itu, saya akan memutuskan lanjut atau tidak.”Hanna menganggu
Kemudian, keduanya keluar dari ruangan tersebut. Baru saja hendak masuk ke dalam lift, Hanna memanggil Sagara sembari berlari ke arahnya.“Tunggu, Pak! Bapak mau ke mana? Biar nanti kalau ada yang tanya, saya bisa menjawabnya,” kata Hanna berbicara ngos-ngosan.“Mau ke apartemen Pak Ardi. Bilang aja ada urusan pribadi.”“Baik, Pak!” Hanna menundukkan kepalanya kemudian pamit dan bekerja kembali.Sementara Sagara dan Andra masuk ke dalam lift. Terlihat wajah Andra kembali datar. Entah apa yang sedang dipikirkan oleh pria itu. Namun, setelah membahas Suster Indah, ekpresi dan suasana hati Andra berubah drastis.“Sebenarnya, apa yang sedang elo pikirkan, Ndra? Suster Indah selingkuh?” tanya Sagara kembali membahas tentang kondisi pria itu. Sangat terlihat jika Andra sedang murung.“Sagara. Gue lagi mau ngambek karena Suster Indah yang nggak mau cerita soal apa yang lagi dia sembunyikan dari
“Jangan terlalu didiemin juga, Andra. Nanti diambil orang, tau rasa! Lebih baik bicarakan baik-baik. Atau backstreet aja dulu, tunggu sampai elo wisuda. Dua bulan lagi. Waktu yang sebentar.” Sagara memberi nasihat.Andra menganggukkan kepalanya. “Iya. Nanti, kalau ada waktu, gue mau ngomong sama dia. Biar dia tau kalau gue nggak suka main petak umpet.”“Sabar, Andra. Sabar. Orang ngebet pengen kawin kek gini nih.”Andra lantas melirik tajam kepada sahabatnya itu. “Diem, lo! Gue nggak ngebet kawin. Cuma pengen tau aja, penyebab dia masih aja nolak gue.”Sagara menepuk-nepuk bahu sahabatnya itu. “Akan datang pelangi setelah badai datang. Selow aja. Hidup emang kayak lagi naik roller coaster, Ndra. Kadang menegangkan, kadang tenang. Nggak lurus aja kayak naik komidi putar. Komidi putar juga bisa bikin pusing, karena hanya muter di sana-sana aja, nggak bisa belok ke arah lain.”Selalu ada filo
“Kek. Apa yang Kakek ucapkan waktu itu ternyata benar. Si Mikayla berulah dan Pak Ardi membantunya. Mereka ngirim video yang sudah diedit. Seolah aku sedang ngobrol berudaan dengan Mikayla. Padahal aku ke sana mau bayar utang ke Pak Ardi. Sekarang udah ketahuan dan videonya sudah dipulihkan kembali.”Terdengar helaan napas di seberang sana. “Lalu, apa yang ingin kamu lakukan pada kedua orang itu? Katakan saja, cucuku. Apa yang kamu inginkan, detik ini juga Kakek akan melakukannya.”Sagara menghela napasnya dengan pelan. “Pak Ardi sudah kembali ke sana. Aku pengen, Kakek tanyakan apa maksudnya jebak aku kayak gitu. Kalau dia masih kerja sama dengan Mikayla untuk menghancurkan rumah tanggaku, dengan terpaksa, desain yang sudah diberikan pada aku hapus dari daftar ISO-nya. Dan Kakek tau apa yang terjadi nanti. Desain itu jadi illegal karena tidak terdaftar di pusat pemeriksaan kelayakan.”Ruki terkekeh mendengarnya. “Sagara
Sagara menghela napasnya dengan pelan. ‘Walau kalian semua tidak tau kalau Krisna bukanlah ayah kandung Hanna,’ ucapnya dalam hati. Sepertinya ia tak bisa memberi tahu jika Hanna bukan anak kandung Krisna dan Sinta.David manggut-manggut. “Lalu, apakah Krisna mau, hanya menjadi pemimpin di sana karena asetnya sudah kamu beli?”“Semoga mau. Demi cucunya juga. Lagian, memang dia mau ke mana? Memangnya, nggak bakalan tua terus mati? Memangnya dia manusia abadi?” Sagara berdecak pelan.David lantas terkekeh mendengarnya. “Kalau begitu, harusnya kamu tidak perlu membeli asset itu, Sagara. Biarkan saja Krisna sendiri yang akan memberikannya pada cucunya kelak.”Sagara menggelengkan kepalanya dengan pelan. “Orang kayak gitu nggak akan mau memberi secara percuma. Dia memang sudah baik padaku, tapi, baiknya itu karena aku sudah bangkit. Sifatnya masih sama seperti dulu. Keliatan dari mimik wajahnya.”
“Andra nunggu di resto aja katanya. Nggak ke sini dulu. Jadi panitia pelaksana pan, dia.”Hanna terkekeh dengan pelan. “Ya udah. Kita ke resto sekarang juga. Sagara! Nggak usah ganjen.”Pria itu lantas mencium pipi sang istri dengan gemas. “Ganjen sama kamu aja, boleh?”Hanna menganggukkan kepalanya. “Iya. Wajib!”Sagara kembali tertawa singkat. Setelahnya, mereka keluar sama-sama. Sementara Mayang dan Suster Indah sudah menunggu mereka di luar.Setelahnya, Sagara melajukan mobilnya menuju YoHanna Resto. Hari ini, secara resmi dibuka. Setelah hampir dua minggu lamanya terbengkalai karena urusan yang jauh lebih penting harus diselesaikan lebih dulu.“Mas Sagara?” panggil Suster Indah kemudian.“Kenapa, Sus?”“Mas Andra … memangnya dia sibuk banget, yaa? Sampai nggak pernah mau balas chat saya.”Sagara terdiam kemudian menoleh kepada
Pertanyaan yang benar-benar menguji emosi, hingga membuat Citra harus tersenyum dengan terpaksa.“Eeumm! Nggak ada yang dikhianati, yaa. Nggak ada. Hanya salah paham saja,” kata Citra yang tak tahu harus jawab apa.“Mbak, Mbak. Katanya Mbak Hanna mantan pacarnya Raffael? Bukannya Raffael mantan suaminya Mbak Citra, yaa? Bagaimana ceritanya ya, Mbak?”‘Hadeeuuh! Tau gini, ngapain gue ke sini. Sialan! Gue ditanya pake pertanyaan yang bikin gue nggak bisa jawab jujur. Bisa dibogem habis-habisan kalau sampai keceplosan.’ Citra menggaruk rambutnya sembari memikirkan jawaban yang logis untuk para media yang ingin tahu tentang hubungannya dengan Raffael.“Jadi begini, para ibu-ibu dan bapak-bapak.”Hanna menggenggam tangan Sagara dengan sangat erat lantaran takut jika Citra akan berbicara dengan jujur mengenai hubungannya dengan Raffael.“Kenapa Hanna dan Sagara bisa menjalin hubungan, sedangkan
"Kita lakukan tes terlebih dahulu. Susternya sudah saya minta untuk membawakan alat tes kehamilan juga," kata Dokter Azmi menjelaskan.Sagara tampak terkejut. Ia bahkan tak menyangka jika Hanna bisa secepat itu memberinya keturunan, kalau memang alat itu menunjukkan dua garis biru.Tak lama kemudian, Dokter Aris datang dan memberikan tespack kepada Hanna. "Silakan dicek terlebih dahulu, Bu Hanna. Kita periksa setelah hasilnya sudah keluar."Hanna mengangguk kemudian mengambil alat tes kehamilan itu. Lalu, masuk ke dalam toilet untuk segera melakukan tes kehamilan. Semakin cepat, semakin baik. Begitu menurutnya.Lima menit kemudian. Hanna keluar dari toilet. Sagara tengah duduk di samping sang anak yang sedang memakan buah apel yang sudah Sagara potong-potong."Positif, Dok." Hanna memberikan alat itu untuk diperlihatkan kepada Dokter Aris.Dokter Aris manggut-manggut. "Kalau begitu, kita lakukan USG terlebih dahulu. Agar tahu, sudah berapa usianya."Sagara juga ikut ke ruang USG. Pun
Sagara menelan salivanya dengan pelan. Kenangan terburuk yang pernah dia alami begitu menyakitkan hatinya. Di mana nasib buruk itu mengguncang dirinya, datang secara bersamaan.Namun, hasil yang kini dia dapatkan jauh lebih baik dari apa yang pernah dia miliki. Bahkan, orang-orang yang sudah merendahkannya kini bertekuk lutut padanya.Waktu sudah menunjuk angka sepuluh malam. Di mana acara pernikahan itu sudah selesai dilaksanakan. Para tamu yang datang sudah pulang ke rumah masing-masing.Pun dengan Sagara dan juga Hanna. Mereka memilih untuk pulang setelah acaranya selesai.Di dalam kamar hotel. Keduanya terlihat canggung karena tidak tahu harus dimulai dari mana.Andra pun mengirim pesan kepada Sagara untuk menanyakan perihal malam pertama yang harus dia lakukan.Andra: [Udah molor, belum? Apa jangan-jangan mau ngalahin gue!]Pesan terkirim.Sementara Indah masih berada di dalam kamar mandi. Seolah tak tahu, apa yang harus dia lakukan.Ting!Sagara: [Baru pemanasan. Tapi, karena el
“Milla kenapa jadi begitu? Bener-bener sampul nggak bisa menjamin bisa dipercaya,” kata Hanna setelah kembali dari kamar mandi.Sagara mengendikan bahunya. “Lagi suka sama seseorang, kali. Makanya cari perhatian.”Hanna lantas menolehkan kepalanya kepada Sagara. “Kalau sukanya sama kamu, gimana?”Sagara tersenyum miring. “Yaa nggak gimana gimana, Sayang. Mau diganti lagi? Aku sih, terserah kamu aja. Karena aku nggak akan terkena rayuan apa pun kalau dia berani merayuku.”Perempuan itu hanya melirik Sagara yang berbicara dengan santainya. Sebab memang begitu kenyataannya. Tidak tergoda sedikit pun pada orang-orang yang berani menggodanya."Gak akan kelar, kalau diganti lagi dan lagi. Biar aja. Kecuali kamunya oleng."Sagara menatap Hanna kemudian menghela napas kasar. "Nggak akan. Janji, gak akan oleng. Aku gak mau kehilangan kamu. Daripada ladenin orang macam dia, lebih baik aku pindah jabatan aja, kerja di Lestari aja."Hanna terkekeh pelan. "Yaa bagus. Jangan sampai membuang berlian
Waktu sudah menunjuk angka tujuh pagi.Di ruang makan. Sagara, Hanna, Mayang dan juga Suster Indah tengah sarapan bersama.“Jadi gimana, Sus? Tetap mau resign?” tanya Sagara setelah menyelesaikan acara makannya.Suster Indah menganggukkan kepalanya dengan pelan. “Bisa kita bicara, Mas Sagara?”Sagara mengangguk. “Temui saya di ruang kerja!” ucapnya kemudian beranjak dari duduknya. Setelahnya, diikuti oleh Suster Indah setelah pamit kepada Hanna dan juga Mayang.“Jadi gimana, Sus?” tanya Sagara setelah tiba di ruang kerjanya.Suster Indah memberikan catatan yang setiap hari ia tulis mengenai kondisi kesehatan Mayang.“Bu Mayang masih butuh pendamping, Mas Sagara. Dan sepertinya, harus selalu ditemani sampai selamanya. Kondisi kejiwaannya tidak sepenuhnya kembali. Dan memang, banyaknya pasien yang sembuh itu tidak sembuh permanen,” tutur Suster Indah menjelaskan.Sagara melihat catatan tersebut. Kemudian menghela napasnya dengan pelan. “Harusnya cari yang udah tua, janda atau perawan tu
Sampai akhirnya mereka tiba di Indonesia. Setelah berjam-jam lamanya, tanpa ada transit terlebih dahulu. Akhirnya tiba di tanah kelahiran.Waktu sudah menunjuk angka tujuh malam. Waktu yang tepat untuk mereka makan terlebih dahulu sebelum kembali ke rumah. Makan di resto mereka, yang saat itu tidak terlalu ramai. Mereka memilih untuk makan di lantai tiga, ruang privasi sang pemilik resto.“Sayang. Rivano-nya tidurin di tempat tidurnya aja. Bawa ke sini,” teriak Sagara kepada Hanna yang tengah menyusui sang anak.“Iyaaa!” sahut Hanna kemudian.Sagara pun kembali menyesap kopi miliknya yang ia pesan lima menit yang lalu. Sembari menunggu makanan yang mereka pesan tiba.“Gue mau bahas project di Singapura. Kemaren, mereka pengen revisi motif yang ada di ujung deket kaca gitu. Katanya, terlalu rame dan warnanya juga kurang cocok dengan warna tembok kantor mereka.”Sagara manggut-manggut dengan pelan. “Sebenarnya gue lagi males bahas kerjaan. Karena gue masih cuti. Tapi, karena besok udah
Wisnu sudah tak tahan lagi dengan ucapan tak masuk akal Linda. Meminta agar Hanna dimasukkan ke dalam pemilik Lestari. Daripada meladeni ucapan aneh istrinya itu, ia pun memilih untuk pergi dari rumah itu.Linda mendengus kasar. Ia kemudian menghubungi Hanna untuk memarahi anaknya itu karena sudah berani berhenti bekerja.“Ma. Kan, udah Mas Adi yang menghidupi aku. Setiap bulan juga, aku selalu kirim uang ke Mam,” keluh Hanna dalam panggilan tersebut.Kebetulan sekali, perempuan itu sedang berada di rumah Hanna karena diminta untuk datang ke sana. Membantunya membuka semua kado dari para tamu undangan.“Kenapa dia?” tanya Andra yang juga ikut membantu membuka kado.Hanna mengendikan bahunya. “Kayaknya … mamanya Hanna matre, deh. Kedengerannya sih, Hanna ini diminta untuk kerja lagi.”"Ya elaaah! Si Adi gajinya udah puluhan juta juga. Masih aja kudu kerja. Beneran sih, kalau kayak gitu mah. Matre." Andra menepuk jidatnya.Hanna kembali duduk di samping Hanna, kemudian menghela napas pa
Dalam hal ini, mereka memang seperti dunia terbalik. Bukannya Hanna yang meminta Sagara agar mengabulkan permintaannya untuk pergi ke luar negeri. Dan yang terjadi di sana malah Sagara yang terlihat begitu antusias untuk mengajak Hanna pergi ke luar negeri."Sayang. Andra pengen lamar Suster Indah di sana.""Sebenarnya aku masih capek. Tapi, kalau kamu maksa, ya udah. Karena tempat itu memang tempat yang sangat ingin aku kunjungi. Aku pernah punya mimpi, ingin pergi ke sana bersama orang yang aku cinta.""Dan aku akan mewujudkannya. Kamu nggak perlu gendong Rivano, biar aku aja. Karena aku nggak tahu kapan akan bisa punya waktu untuk mewujudkan semua keinginan kamu, untuk pergi ke luar negeri. Termasuk Budapest. Enam bulan yang akan datang, aku akan disibukkan dengan kuliah juga dengan pekerjaan kantor. Sepertinya tidak akan punya waktu banyak untuk kamu dan juga Rivano."Kita manfaatkan waktu ini untuk pergi ke tempat-tempat yang ingin kamu kunjungi. Kita hanya punya waktu weekend sa
Sagara mengulas senyumnya. “I love you more. Kamu sangat mencintaiku, aku lebih lebih mencintai kamu. Don’t leave me. Aku butuh kamu.”“Hanya akan pergi, jika kamu yang menginginkanku pergi. Tidak dibutuhkan lagi untuk mengisi hidupmu.”“Dan itu tidak akan pernah terjadi,” ucapnya kemudian meraup bibir istrinya kembali.Permainan kedua akan dimulai lagi. Kemudian, Hanna menghentikan Sagara yang tengah meraup bibirnya.“Mau, yang lebih dari ini?” tanyanya sembari mengusapi milik Sagara yang semakin mengeras.“Apa itu?” tanyanya kemudian.Tanpa memberi tahu, Hanna menjatuhkan tubuh Sagara kemudian merangkak ke bawah sana. Melahap benda itu dengan gerakan yang membuat Sagara semakin menggila.“Arrgghh! Fuck you, Hanna!” Sagara meremas lengan Hanna seraya menikmati setiap permainan yang tengah dilakukan oleh istrinya itu.“Don’t stop, Honey!” lirih Sagara yang tengah kegirangan akan permainan yang dilakukan oleh Hanna.“Never!” ucapnya kemudian tersenyum menyeringai.**Waktu sudah menunj
“Di tempat ini?” tanya Suster Indah dengan pelan. Deru napas Andra bahkan masih sangat terasa karena jarak yang memisahkan mereka hanya satu helai rambut saja.Andra mengulas senyumnya. “No! Hanya spontan saja. Di tempat ini, terlalu biasa dan aku nggak bawa apa-apa. Di tempat yang lain aja. Kita tunggu waktunya tiba.” Kemudian Andra mengecup kening kekasihnya itu. “Terima kasih, sudah menjadi pembuka hatiku yang dulu tidak pernah bisa dibuka karena hal dan lainnya.”Suster Indah mengangguk. “Terima kasih, sudah menjadi yang pertama dan semoga menjadi yang terakhir.”Andra mengangguk. “Aamiin. Kita berusaha sama-sama. Menjalaninya juga bersama-sama. Apa pun yang terjadi nanti, kita harus bisa menghadapinya.”Perempuan itu kembali menerbitkan senyumnya. “Iya, Mas.”“Aku mau ke dalam lagi. Kamu, masih tetap ingin di sini? Memangnya, Tante Mayang masih belum waras betul, yaa?”“Belum, Mas. Kejiwaan seseorang tidak akan kembali normal seperti dulu. Pasti akan selalu ada yang namanya kambu