Entah berapa lama kemudian, Zayden merasa kulitnya menjadi mati rasa saking dinginnya. Sesudah itu, dia baru mematikan keran air.Zayden mengambil handuk, lalu menyeka rambutnya dan berganti pakaian sebelum keluar dari kamar mandi. Ekspresinya masih terlihat datar.Zayden tidak peduli dengan permainan yang dimainkan Audrey. Dia tidak peduli jika Dash benar-benar sakit atau Audrey hanya merasa tidak rela karena dirinya akan menikahi wanita lain.Keputusan yang telah dibuat Zayden tidak akan berubah karena siapa pun, sekalipun orang itu adalah Audrey.....Emilia membawa Audrey pulang. Sesudah membawanya duduk ke sofa, Emilia pergi mengambil kotak obat. "Mungkin agak sakit," ucap Emilia yang memegang alkohol sembari membersihkan luka Audrey dengan perlahan.Begitu alkohol mengenai lukanya, Audrey merasa sangat perih. Namun, dia sama sekali tidak bereaksi, seolah-olah tidak merasakan apa pun.Kini, Audrey tidak peduli pada rasa sakit apa pun. Dia hanya ingin segera menemukan sumsum tulang
Shania tampak gembira. Dia ingin Zayden mencobanya supaya dia bisa melihat. Akan tetapi, Zayden tidak tertarik sehingga hanya membalas, "Letakkan saja di lemari."Selesai mengatakan itu, Zayden langsung menuruni tangga duluan. Shania yang ditolak pun menggigit bibirnya dengan kesal. Sejak mengusulkan pertunangan, sikap Zayden menjadi begitu dingin padanya. Dia tidak seperti calon istri Zayden, melainkan orang asing.Tidak mungkin jika mengatakan Shania tidak keberatan. Shania menarik napas dalam-dalam, berusaha untuk menahan perasaan enggan ini.Sudahlah, pokoknya Zayden akan segera menjadi miliknya. Kenapa kalau pria ini tidak mencintainya? Sesudah mereka memiliki anak, Zayden tidak mungkin tega mencampakkan dirinya dan anak mereka. Dengan begitu, Shania pun memiliki pijakan kuat di Keluarga Moore.Setelah memikirkan betapa indahnya masa depan, amarah Shania mereda. Dia mengangkat jas mahal itu, lalu berniat untuk menggantungkannya. Saat ini, dia mendengar nada dering yang singkat sek
Setelah ditegur Timothy, Zayden tidak berbicara lagi dan hanya menyantap makanannya. Di sisi lain, Shania sudah terbiasa dengan sikap Zayden ini. Dia tidak berniat mencari masalah, jadi hanya makan sambil mengobrol dengan Timothy.Shania tahu Zayden bersedia menikahinya bukan hanya karena pernah menyelamatkannya, tetapi juga karena dia memiliki hubungan baik dengan Timothy. Ini adalah kartu as Shania sehingga dia tidak akan mengacaukannya.Meskipun Zayden tidak berbicara selama makan malam, Shania berusaha keras untuk menghidupkan suasana sehingga makan malam ini tidak terkesan suram.Seusai makan, Zayden kembali ke kamarnya. Dia melirik ponselnya sekilas, lalu berbaring dan menutup matanya dengan kedua tangan.....Emilia memasak beberapa lauk sederhana di dapur. Setelah menyajikannya, dia melihat Audrey duduk di sofa sambil memegang ponsel dengan terbengong. "Kenapa, Audrey? Lagi pikir apa?" tanya Emilia.Audrey baru tersadar kembali dan membalas, "Aku mengirim pesan kepada Zayden de
Emilia tidak berbicara lagi. Setelah keduanya selesai makan, Audrey kembali ke kamarnya. Dia jelas-jelas sudah lelah karena perjalanan hari ini, tetapi sama sekali tidak mengantuk saat berbaring. Entah melamun berapa lama kemudian, dia baru memejamkan mata untuk tidur. Hanya saja, tidurnya kurang nyenyak.....Keesokan hari, Audrey bangun pagi-pagi sekali. Dia melihat ponselnya, lalu merenungkan sesuatu dan segera bangkit.Kemarin, Zayden menyuruhnya datang ke perusahaan. Demi menunjukkan ketulusannya, dia bertekad untuk datang lebih awal.Audrey merapikan diri, lalu membuat sarapan sederhana untuk dirinya dan Emilia. Sesudah memakan beberapa gigitan, dia langsung keluar dan naik mobil ke Grup Moore.Setibanya di sana, Audrey merasa agak gugup karena diusir kemarin. Akan tetapi, kali ini satpam tidak bereaksi apa pun dan membiarkannya masuk begitu saja.Audrey pun menghela napas lega. Dia menaiki lift ke ruang kantor Zayden yang terletak di lantai paling atas. Sambil menatap angka di l
Jika itu dulu, Shania pasti akan panik saat mendengarnya. Namun, kali ini dia hanya tersenyum dan berkata, "Audrey, kamu benar-benar naif. Kamu kira aku nggak melakukan apa-apa setelah kamu pergi bertahun-tahun?""Aku bisa berada di sisi Zayden memang awalnya karena dia salah mengenali orang. Tapi, mereka bisa menerimaku karena kehebatanku sendiri. Audrey, kalaupun kamu ingin kembali, apa Keluarga Moore bisa menerima wanita yang terus menggoda paman dan keponakannya? Apa kamu lupa saat dimarahi orang-orang sampai nggak berani keluar rumah?" lanjut Shania.Begitu membahas tentang hal ini, wajah Audrey seketika memerah. Ketika dia ingin berbicara, tatapan Shania yang suram tiba-tiba tertuju pada posisi di tangga.Saat berikutnya, Shania mendekati telinga Audrey dan mencengkeram pergelangan tangannya sambil mengancam, "Jadi, cepat pergi selagi aku belum berniat membunuhmu. Kalau nggak, mungkin anakmu akan mengalami kecelakaan seperti hari itu lagi."Tubuh Audrey pun menegang mendengarnya.
"Bukan aku! Aku nggak mendorongnya!" jelas Audrey buru-buru. Shania yang menjatuhkan dirinya sendiri.Akan tetapi, Zayden sama sekali tidak menatapnya. Tatapannya tertuju pada wanita yang tergeletak di atas genangan darah. Dia memanggil, "Shania! Shania!"Shania membuka mata sambil mengulurkan tangannya untuk meraih pakaian Zayden. Kini, tangannya berlumuran darah sehingga membuat jas Zayden kotor. Dia berkata, "Zayden, jangan salahkan Audrey. Aku sendiri yang nggak berhati-hati."Shania memaksakan diri untuk tersenyum. Namun, bekas tamparan di wajahnya seakan-akan sedang menceritakan semuanya.Audrey mengepalkan tangannya dengan erat. Dia sontak menyadari bahwa dirinya telah dijebak! Jadi, dia buru-buru menjelaskan lagi, "Aku benar-benar nggak mendorongnya!"Sayangnya, Zayden hanya meliriknya dengan dingin. Dia tidak berniat memedulikan Audrey lagi, hanya menunduk menatap Shania sambil berucap, "Bertahanlah, aku akan panggil ambulans."Zayden tidak berani menyentuh Shania karena takut
Shania sudah dibawa ke ambulans. Mobil melaju ke rumah sakit. Zayden duduk di samping sembari menatap tubuh Shania yang bersimbah darah dan bekas tamparan di wajahnya. Begitu teringat pada penjelasan Audrey barusan, tatapan Zayden seketika menjadi suram.Setibanya di rumah sakit, para staf medis segera mendorong Shania ke ruang gawat darurat. Melihat ini, Zayden hanya menunggu di luar. Sinar lampu yang dingin membuatnya terlihat makin mengerikan.Tidak lama kemudian, Felya tiba di rumah sakit dengan membawa ibu Shania. "Kenapa kalian datang?" tanya Zayden yang cukup terkejut.Felya sontak memelototi Zayden, lalu menimpali, "Ada kekacauan begitu besar di perusahaan. Shania mengalami kecelakaan, mana mungkin kami nggak datang?""Gimana kondisi Shania?" tanya Mia sembari menatap ruang gawat darurat dengan gelisah. Jelas-jelas hari pertunangan sudah dekat, tetapi putrinya malah mengalami kecelakaan seperti ini. Dia tentu panik.Sebelum Zayden sempat menjawab, pintu akhirnya dibuka. Dokter
Mia segera menggenggam tangan Shania, lalu berkata dengan emosional hingga air matanya hampir berlinang, "Shania, kamu sudah bangun? Gimana? Apa ada yang sakit?"Shania mengernyit sembari membalas, "Aku ... baik-baik saja."Felya juga buru-buru menghampiri saat melihat Shania siuman. Dia berkata, "Shania, tenang saja. Beri tahu Bibi, apa yang sebenarnya terjadi?"Shania tidak langsung menjawab, melainkan melirik Zayden sekilas. Kemudian, dia menggeleng sambil menyahut, "Bibi, nggak ada masalah. Aku nggak sengaja terjatuh, aku juga salah."Shania pun menyunggingkan senyuman getir, tetapi sontak menarik napas dalam-dalam karena tidak sengaja menarik lukanya.Hal ini membuat Mia dan Felya merasa geram. Mia berucap dengan sedih, "Shania, jangan bodoh. Kali ini dia berani mendorongmu ke tangga, berarti dia berani melakukan hal yang lebih kelewatan lagi. Aku saja nggak berani membayangkannya. Masa kamu nggak takut mati?"Zayden mengernyit mendengarnya. Ada banyak kecurigaan dalam kejadian in
Sesudah menimbang pro dan kontranya, Dash segera membuat keputusan. Lara yang sudah selesai mengobrol pun kembali, lalu melihat Dash melamun di atas ranjangnya.Dash berinisiatif untuk berkata, "Nenek, aku sudah mengerti maksudmu. Mulai hari ini, aku akan jaga jarak dengan Paman Zayden. Mama sudah memilih untuk pergi, jadi aku nggak boleh menyusahkannya. Aku ingin Mama bahagia."Ketika melihat cucunya begitu pengertian, Lara mengecup pipinya dan membalas, "Kalau begitu, kamu harus membantu Papa Chris saat dia melamar mamamu nanti. Oke?""Oke," sahut Dash sambil memberi isyarat tangan. Setelah mendapatkan jawaban dari Dash, Lara pun mengabari Christian tentang hal ini. Christian sangat terharu saat mengetahui Dash lebih memilihnya daripada ayah kandungnya sendiri.Christian segera pergi ke toko perhiasan untuk mengambil cincin berlian yang telah lama disiapkannya. Sebenarnya dia sudah lama ingin melamar Audrey, tetapi tidak menemukan momen yang pas. Dia pun khawatir Audrey akan menjauhi
Sesudah Zayden pergi, Lara memasuki bangsal. Dia tak kuasa menghela napas saat melihat cucunya memegang mainan Transformers baru yang dibawakan oleh Zayden. Bagaimanapun, Dash masih kecil. Dia pasti senang dengan orang yang memberinya mainan baru."Dash, jangan main lagi, Nenek mau bicara," ujar Lara.Begitu mendengar suara Lara, Dash meletakkan mainannya. Sejak dulu, dia memang selalu menuruti perkataan neneknya. "Nenek mau bilang apa?""Dash, Nenek mau tanya. Kamu sangat menyukai Paman Zayden, ya?" tanya Lara langsung.Dash ragu-ragu sejenak sebelum mengangguk. Beberapa hari ini, Zayden selalu datang menemaninya. Selain menemaninya bermain game dan catur, Zayden juga membeli banyak mainan, bahkan memasak untuknya.Dash bukanlah anak yang keras kepala. Dengan berbagai perlakuan ini, dia tentu mulai memiliki kesan baik terhadap Zayden."Kalau harus memilih di antara Papa Chris dan Paman Zayden, kamu lebih suka siapa?" tanya Lara lagi.Dash tertegun sejenak, tidak menduga dirinya akan d
Ketika melihat putranya meraba-raba kepala sendiri, Audrey mengira Dash sakit kepala. Dia segera menghampiri, lalu bertanya, "Dash, kenapa? Sakit kepala, ya? Atau bagian mana yang sakit?""Mama, aku nggak apa-apa," jawab Dash sembari menggeleng. Kemudian, dia teringat pada sesuatu sehingga bertanya lagi, "Bibi tadi teman Mama, ya?""Bukan, anaknya juga sakit. Dia hanya mengobrol denganku tadi," timpal Audrey dengan jujur.Dash pun tampak bingung, merasa ada yang tidak beres. Akan tetapi, dia tidak terlalu memikirkannya karena mereka mungkin tidak akan bertemu lagi.....Sementara itu, wanita yang mengobrol dengan Audrey barusan buru-buru mencari tempat yang tidak diperhatikan siapa pun. Dia memasukkan beberapa helai rambut Dash ke sebuah kantong kecil dengan hati-hati.Kemudian, wanita itu mengamati sekelilingnya. Setelah memastikan tidak ada siapa pun, dia bergegas keluar dari rumah sakit dan mendekati sebuah mobil yang terparkir di sana.Begitu jendela mobil diturunkan, si wanita men
Apakah hubungannya dengan Zayden akan retak karena wanita itu? Felya duduk sendirian di ruang kantor, merasa sangat kesepian.Beberapa saat kemudian, Felya bangkit dan menyuruh orang memesan tiket ke luar negeri. Dia harus memastikan bahwa anak itu memang darah daging Zayden. Mengingat obsesi Zayden terhadap wanita itu, putranya mungkin saja tertipu.Kalau Dash memang cucunya, Felya pun harus mencari cara untuk membawanya pulang. Dia tidak bisa membiarkan cucunya tinggal di luar negeri bersama orang lain. Setelah bertekad, Felya berkemas dan menaiki penerbangan terdekat untuk ke luar negeri.....Selesai memasak beberapa lauk, Audrey ingin membawanya ke rumah sakit. Sejak tadi, Zayden terus menunggunya di ruang tamu. Dia tahu Audrey tidak akan mengajaknya pergi, jadi hanya bisa duduk di sini karena takut ditinggal.Ketika melihat Audrey hendak keluar, Zayden segera bangkit dan berucap, "Aku ikut." Dengan begitu, keduanya sama-sama menuruni tangga dan berangkat ke rumah sakit.Di dalam
Setelah Zayden membalut lukanya, dia mencari tisu untuk menyeka noda darah di lantai. Dia tahu Audrey adalah wanita berhati lembut. Kalau bukan karena membenci seseorang, Audrey pasti selalu bertanya untuk sekadar memberi perhatian.Kini, Zayden pun mengerti. Begitu seorang wanita berhati lembut membulatkan tekadnya, tidak akan ada yang bisa membuatnya goyah.Namun, Zayden tidak berhak untuk mengeluh karena semua ini terjadi gara-gara dirinya. Kebodohan dan kesombongannya yang membuat hubungan mereka menjadi begitu buruk.Tidak peduli secuek apa Audrey padanya, Zayden harus bisa menerima dan bertahan. Dia yakin, suatu hari nanti dirinya akan memiliki posisi lagi di hati Audrey.Sesudah memikirkan semua ini, Zayden tidak terlihat murung lagi. Dia membereskan semua barang, lalu berdiri di depan dapur sambil menatap Audrey yang sibuk memasak. Kali ini, dia tidak masuk dan mengganggu lagi, melainkan hanya memperhatikan Audrey.Sementara itu, Audrey merasa sangat tidak nyaman ditatap oleh Z
Zayden tidak memperhatikan keraguan Audrey. Dia meletakkan barang-barangnya di samping, lalu membawa bahan makanan ke dapur.Audrey mengira Zayden ingin memasukkan bahan makanan ke kulkas, tetapi pria ini malah memakai celemek seperti ingin masak.Audrey tidak pernah melihat Zayden masak sehingga menghampiri untuk bertanya, "Kamu ngapain?"Zayden menoleh meliriknya sekilas, lalu menjawab, "Dash bilang ingin makan beberapa masakan, jadi aku mau masak untuknya."Audrey mengernyit dengan makin kuat mendengarnya. Dia melirik sekilas resep yang ditulis khusus oleh Zayden, lalu mendapati semua itu memang makanan favorit Dash. Namun, sejak kapan keduanya menjadi begitu akrab?Audrey seketika menjadi berwaspada. Dash tidak tahu motif Zayden, tetapi Audrey tahu jelas. Pria ini hanya ingin menggunakan trik kecil untuk membuat Dash menyukainya. Dengan begitu, dia mungkin bisa balikan dengan Audrey. Huh! Jangan mimpi!"Tuan Zayden yang terhormat, kamu sudah terbiasa hidup bergelimang harta sejak k
Audrey melihat senyuman di wajah Zayden, lalu berkata dengan agak jengkel, "Biar kuperjelas dulu, aku membiarkanmu tinggal di sini hanya untuk memastikan transplantasi sumsum tulang berlangsung dengan lancar. Jangan pikir macam-macam atau aku akan mengusirmu dengan sapu!"Zayden tidak mengatakan apa pun, hanya mengangguk dengan tenang. Sikapnya yang tampak pasrah ini pun membuat Audrey sangat kesal karena amarahnya tidak dapat terlampiaskan.Audrey berusaha untuk menahan emosinya dan kembali ke kamar. Untuk menunjukkan kekesalannya, dia sengaja membanting pintu dengan kuat.Zayden pun tidak bisa apa-apa saat melihat tingkah Audrey. Setelah berpikir sesaat, dia mengeluarkan ponsel untuk mengirim pesan kepada Dash. Pagi ini, Zayden bermain dengan Dash, lalu mendapatkan WhatsApp-nya karena menang.[ Mau makan apa sore ini? Aku akan membawakannya untukmu. ][ Aku nggak boleh makan makanan di luar. ][ Aku akan memasaknya untukmu. ]Dash terkejut membacanya. Zayden bisa memasak? Apakah pria
"Masalah ini nggak bisa dicegah hanya karena kamu nggak mau," ujar Lara dengan tenang. Demi kebahagiaan putrinya, Lara memutuskan untuk bersikap kejam. Dia tidak akan membiarkan siapa pun punya kesempatan untuk melukai putri dan cucunya."Kalaupun kamu mau bersama Audrey, aku nggak percaya ibumu itu akan setuju. Jangan bilang kamu nggak tahu apa saja yang diperbuatnya. Kalau kamu berada di posisiku, apa kamu akan merelakan putrimu disiksa oleh mertua seperti itu?""Aku ...." Zayden terdiam. Perbuatan ibunya memang sangat keterlaluan, Zayden tidak berani mengelak untuk hal ini.Melihat Zayden yang terdiam mendengar perkataannya, Lara berdiri sambil berkata, "Aku sudah bicara sampai seperti ini, aku harap kamu bisa pertimbangkan hubunganmu dengan Audrey. Kalau kamu tetap bersikeras, aku akan mempertaruhkan nyawaku untuk melindungi keluargaku."Usai bicara, Lara langsung bangkit dan berdiri. Sebelum meninggalkan restoran, dia sudah membayar semua tagihannya terlebih dahulu. Zayden menatap
"Nggak kok! Kalau kamu nggak percaya, kita janji jari kelingking saja," ujar Zayden seraya mengulurkan jari kelingkingnya. Dash langsung menyambut dengan gembira, "Nggak boleh ingkar janji."Setelah itu, Dash baru melepaskan tangannya dengan gembira. Melihat Dash yang begitu senang, Audrey mengernyit dan merasa gusar dalam hatinya. Saat dia sedang berusaha memikirkan bagaimana caranya untuk mengusir Zayden, Lara telah masuk ke ruangan sambil membawa sarapan.Begitu masuk, Lara melihat Zayden yang sedang duduk di samping Dash dan Audrey yang berdiri diam. Dia langsung memahami situasi saat ini, tetapi tidak mengungkapkannya secara langsung."Nenek datang!" sambut Dash dengan gembira saat melihat Lara. Dia tahu bahwa ini adalah saatnya sarapan, sehingga dia langsung berlari ke arah Lara dengan gembira.Berhubung Dash harus selalu rutin suntik dan minum obat beberapa hari ini, selera makannya jadi berkurang. Maka dari itu, Lara harus turun tangan sendiri untuk memasakkan hidangan yang dis