Emilia tidak berbicara lagi. Setelah keduanya selesai makan, Audrey kembali ke kamarnya. Dia jelas-jelas sudah lelah karena perjalanan hari ini, tetapi sama sekali tidak mengantuk saat berbaring. Entah melamun berapa lama kemudian, dia baru memejamkan mata untuk tidur. Hanya saja, tidurnya kurang nyenyak.....Keesokan hari, Audrey bangun pagi-pagi sekali. Dia melihat ponselnya, lalu merenungkan sesuatu dan segera bangkit.Kemarin, Zayden menyuruhnya datang ke perusahaan. Demi menunjukkan ketulusannya, dia bertekad untuk datang lebih awal.Audrey merapikan diri, lalu membuat sarapan sederhana untuk dirinya dan Emilia. Sesudah memakan beberapa gigitan, dia langsung keluar dan naik mobil ke Grup Moore.Setibanya di sana, Audrey merasa agak gugup karena diusir kemarin. Akan tetapi, kali ini satpam tidak bereaksi apa pun dan membiarkannya masuk begitu saja.Audrey pun menghela napas lega. Dia menaiki lift ke ruang kantor Zayden yang terletak di lantai paling atas. Sambil menatap angka di l
Jika itu dulu, Shania pasti akan panik saat mendengarnya. Namun, kali ini dia hanya tersenyum dan berkata, "Audrey, kamu benar-benar naif. Kamu kira aku nggak melakukan apa-apa setelah kamu pergi bertahun-tahun?""Aku bisa berada di sisi Zayden memang awalnya karena dia salah mengenali orang. Tapi, mereka bisa menerimaku karena kehebatanku sendiri. Audrey, kalaupun kamu ingin kembali, apa Keluarga Moore bisa menerima wanita yang terus menggoda paman dan keponakannya? Apa kamu lupa saat dimarahi orang-orang sampai nggak berani keluar rumah?" lanjut Shania.Begitu membahas tentang hal ini, wajah Audrey seketika memerah. Ketika dia ingin berbicara, tatapan Shania yang suram tiba-tiba tertuju pada posisi di tangga.Saat berikutnya, Shania mendekati telinga Audrey dan mencengkeram pergelangan tangannya sambil mengancam, "Jadi, cepat pergi selagi aku belum berniat membunuhmu. Kalau nggak, mungkin anakmu akan mengalami kecelakaan seperti hari itu lagi."Tubuh Audrey pun menegang mendengarnya.
"Bukan aku! Aku nggak mendorongnya!" jelas Audrey buru-buru. Shania yang menjatuhkan dirinya sendiri.Akan tetapi, Zayden sama sekali tidak menatapnya. Tatapannya tertuju pada wanita yang tergeletak di atas genangan darah. Dia memanggil, "Shania! Shania!"Shania membuka mata sambil mengulurkan tangannya untuk meraih pakaian Zayden. Kini, tangannya berlumuran darah sehingga membuat jas Zayden kotor. Dia berkata, "Zayden, jangan salahkan Audrey. Aku sendiri yang nggak berhati-hati."Shania memaksakan diri untuk tersenyum. Namun, bekas tamparan di wajahnya seakan-akan sedang menceritakan semuanya.Audrey mengepalkan tangannya dengan erat. Dia sontak menyadari bahwa dirinya telah dijebak! Jadi, dia buru-buru menjelaskan lagi, "Aku benar-benar nggak mendorongnya!"Sayangnya, Zayden hanya meliriknya dengan dingin. Dia tidak berniat memedulikan Audrey lagi, hanya menunduk menatap Shania sambil berucap, "Bertahanlah, aku akan panggil ambulans."Zayden tidak berani menyentuh Shania karena takut
Shania sudah dibawa ke ambulans. Mobil melaju ke rumah sakit. Zayden duduk di samping sembari menatap tubuh Shania yang bersimbah darah dan bekas tamparan di wajahnya. Begitu teringat pada penjelasan Audrey barusan, tatapan Zayden seketika menjadi suram.Setibanya di rumah sakit, para staf medis segera mendorong Shania ke ruang gawat darurat. Melihat ini, Zayden hanya menunggu di luar. Sinar lampu yang dingin membuatnya terlihat makin mengerikan.Tidak lama kemudian, Felya tiba di rumah sakit dengan membawa ibu Shania. "Kenapa kalian datang?" tanya Zayden yang cukup terkejut.Felya sontak memelototi Zayden, lalu menimpali, "Ada kekacauan begitu besar di perusahaan. Shania mengalami kecelakaan, mana mungkin kami nggak datang?""Gimana kondisi Shania?" tanya Mia sembari menatap ruang gawat darurat dengan gelisah. Jelas-jelas hari pertunangan sudah dekat, tetapi putrinya malah mengalami kecelakaan seperti ini. Dia tentu panik.Sebelum Zayden sempat menjawab, pintu akhirnya dibuka. Dokter
Mia segera menggenggam tangan Shania, lalu berkata dengan emosional hingga air matanya hampir berlinang, "Shania, kamu sudah bangun? Gimana? Apa ada yang sakit?"Shania mengernyit sembari membalas, "Aku ... baik-baik saja."Felya juga buru-buru menghampiri saat melihat Shania siuman. Dia berkata, "Shania, tenang saja. Beri tahu Bibi, apa yang sebenarnya terjadi?"Shania tidak langsung menjawab, melainkan melirik Zayden sekilas. Kemudian, dia menggeleng sambil menyahut, "Bibi, nggak ada masalah. Aku nggak sengaja terjatuh, aku juga salah."Shania pun menyunggingkan senyuman getir, tetapi sontak menarik napas dalam-dalam karena tidak sengaja menarik lukanya.Hal ini membuat Mia dan Felya merasa geram. Mia berucap dengan sedih, "Shania, jangan bodoh. Kali ini dia berani mendorongmu ke tangga, berarti dia berani melakukan hal yang lebih kelewatan lagi. Aku saja nggak berani membayangkannya. Masa kamu nggak takut mati?"Zayden mengernyit mendengarnya. Ada banyak kecurigaan dalam kejadian in
Felya langsung menyuruh seseorang melaporkan kejadian ini kepada polisi. Tidak lama kemudian, polisi akhirnya tiba.Seperti biasa, polisi menanyakan beberapa hal kepada Shania, juga memeriksa luka di tubuhnya untuk mencatat kesaksian.Karena yang terluka adalah calon istri Zayden sekaligus calon Nyonya Muda Keluarga Moore, polisi pun sangat mementingkan kasus ini."Kami akan menyelidiki kasus ini secepatnya dan memberi kalian jawaban yang memuaskan," ucap si polisi.Kemudian, Zayden berniat mengikuti polisi yang hendak pergi ke Grup Moore untuk mengambil bukti, tetapi Felya malah menghentikannya. "Zayden, kamu temani Shania di sini. Waktu kamu demam, dia juga menemanimu 3 hari 3 malam. Sekarang saatnya kamu merawat dia dengan baik."Langkah kaki Zayden seketika terhenti. Felya menambahkan dengan tegas, "Aku takut kamu bertindak bodoh. Kita sudah sepakat masalah ini diserahkan kepada polisi, jadi jangan ikut campur lagi."Felya khawatir Zayden akan memikirkan cara supaya Audrey bisa ter
Audrey tidak bisa membantah mendengarnya. Dengan demikian, dia didorong masuk dengan agak kasar. Masih ada beberapa wanita di sel ini. Ketika melihat Audrey masuk, tidak ada yang peduli.Sesudah itu, Audrey mencari ranjang kosong dan duduk di atasnya. Ranjang yang dingin dan keras ini sungguh tidak nyaman saat diduduki. Namun, dia tidak sempat memedulikan hal ini lagi.Audrey pulang demi kesembuhan Dash. Dia ingin mencari sumsum tulang yang cocok untuk putranya. Dia seharusnya berpacu dengan waktu untuk menyelesaikan masalah ini, tetapi malah dikurung di sel, bahkan tidak tahu kapan bisa bebas.Audrey merasa dirinya sungguh menyedihkan. Dia perlahan-lahan meringkukkan badannya. Air mata yang hangat tanpa sadar berlinang di wajahnya.....Di dalam bangsal, Zayden duduk di kursi untuk menemani Shania. Meskipun raganya di sini, matanya terus tertuju ke arah lain, seolah-olah pikirannya entah melayang ke mana-mana.Shania tentu tahu pria ini sedang memikirkan hal lain. Setiap kali Zayden m
Audrey mematung di tempat. Bahkan sebelum sempat melawan, Audrey telah terjatuh. "Kalian mau apa?" Audrey tiba-tiba tersadar dan hendak berdiri untuk mempertanyakan mengapa kedua orang ini tiba-tiba menyerangnya. Namun sebelum dia sempat bangkit, kedua orang itu telah menghajar dan menendang Audrey. Audrey kesakitan hingga tidak bisa bersuara."Cepat berlutut dan minta maaf, mungkin kami masih bisa mengampunimu."Audrey ditekan dan dipaksa untuk berlutut, tetapi dia berusaha melawannya. Dia tidak mengerti mengapa kedua orang ini memperlakukannya seperti ini. Namun, Audrey pasti tidak akan berlutut jika tidak melakukan kesalahan. Perlawanan Audrey membuat kedua orang itu menjadi semakin kejam. Mereka memukulinya dengan semakin keras.Audrey dipukul hingga hampir kehilangan kesadaran. Setiap bagian di tubuhnya terasa begitu sakit. Kini dia tampak sangat mengenaskan dan tidak ada harga diri sama sekali. Bahkan, Audrey merasa dirinya akan mati sekarang juga. Namun, wajah Dash langsung tebe
Sesudah menimbang pro dan kontranya, Dash segera membuat keputusan. Lara yang sudah selesai mengobrol pun kembali, lalu melihat Dash melamun di atas ranjangnya.Dash berinisiatif untuk berkata, "Nenek, aku sudah mengerti maksudmu. Mulai hari ini, aku akan jaga jarak dengan Paman Zayden. Mama sudah memilih untuk pergi, jadi aku nggak boleh menyusahkannya. Aku ingin Mama bahagia."Ketika melihat cucunya begitu pengertian, Lara mengecup pipinya dan membalas, "Kalau begitu, kamu harus membantu Papa Chris saat dia melamar mamamu nanti. Oke?""Oke," sahut Dash sambil memberi isyarat tangan. Setelah mendapatkan jawaban dari Dash, Lara pun mengabari Christian tentang hal ini. Christian sangat terharu saat mengetahui Dash lebih memilihnya daripada ayah kandungnya sendiri.Christian segera pergi ke toko perhiasan untuk mengambil cincin berlian yang telah lama disiapkannya. Sebenarnya dia sudah lama ingin melamar Audrey, tetapi tidak menemukan momen yang pas. Dia pun khawatir Audrey akan menjauhi
Sesudah Zayden pergi, Lara memasuki bangsal. Dia tak kuasa menghela napas saat melihat cucunya memegang mainan Transformers baru yang dibawakan oleh Zayden. Bagaimanapun, Dash masih kecil. Dia pasti senang dengan orang yang memberinya mainan baru."Dash, jangan main lagi, Nenek mau bicara," ujar Lara.Begitu mendengar suara Lara, Dash meletakkan mainannya. Sejak dulu, dia memang selalu menuruti perkataan neneknya. "Nenek mau bilang apa?""Dash, Nenek mau tanya. Kamu sangat menyukai Paman Zayden, ya?" tanya Lara langsung.Dash ragu-ragu sejenak sebelum mengangguk. Beberapa hari ini, Zayden selalu datang menemaninya. Selain menemaninya bermain game dan catur, Zayden juga membeli banyak mainan, bahkan memasak untuknya.Dash bukanlah anak yang keras kepala. Dengan berbagai perlakuan ini, dia tentu mulai memiliki kesan baik terhadap Zayden."Kalau harus memilih di antara Papa Chris dan Paman Zayden, kamu lebih suka siapa?" tanya Lara lagi.Dash tertegun sejenak, tidak menduga dirinya akan d
Ketika melihat putranya meraba-raba kepala sendiri, Audrey mengira Dash sakit kepala. Dia segera menghampiri, lalu bertanya, "Dash, kenapa? Sakit kepala, ya? Atau bagian mana yang sakit?""Mama, aku nggak apa-apa," jawab Dash sembari menggeleng. Kemudian, dia teringat pada sesuatu sehingga bertanya lagi, "Bibi tadi teman Mama, ya?""Bukan, anaknya juga sakit. Dia hanya mengobrol denganku tadi," timpal Audrey dengan jujur.Dash pun tampak bingung, merasa ada yang tidak beres. Akan tetapi, dia tidak terlalu memikirkannya karena mereka mungkin tidak akan bertemu lagi.....Sementara itu, wanita yang mengobrol dengan Audrey barusan buru-buru mencari tempat yang tidak diperhatikan siapa pun. Dia memasukkan beberapa helai rambut Dash ke sebuah kantong kecil dengan hati-hati.Kemudian, wanita itu mengamati sekelilingnya. Setelah memastikan tidak ada siapa pun, dia bergegas keluar dari rumah sakit dan mendekati sebuah mobil yang terparkir di sana.Begitu jendela mobil diturunkan, si wanita men
Apakah hubungannya dengan Zayden akan retak karena wanita itu? Felya duduk sendirian di ruang kantor, merasa sangat kesepian.Beberapa saat kemudian, Felya bangkit dan menyuruh orang memesan tiket ke luar negeri. Dia harus memastikan bahwa anak itu memang darah daging Zayden. Mengingat obsesi Zayden terhadap wanita itu, putranya mungkin saja tertipu.Kalau Dash memang cucunya, Felya pun harus mencari cara untuk membawanya pulang. Dia tidak bisa membiarkan cucunya tinggal di luar negeri bersama orang lain. Setelah bertekad, Felya berkemas dan menaiki penerbangan terdekat untuk ke luar negeri.....Selesai memasak beberapa lauk, Audrey ingin membawanya ke rumah sakit. Sejak tadi, Zayden terus menunggunya di ruang tamu. Dia tahu Audrey tidak akan mengajaknya pergi, jadi hanya bisa duduk di sini karena takut ditinggal.Ketika melihat Audrey hendak keluar, Zayden segera bangkit dan berucap, "Aku ikut." Dengan begitu, keduanya sama-sama menuruni tangga dan berangkat ke rumah sakit.Di dalam
Setelah Zayden membalut lukanya, dia mencari tisu untuk menyeka noda darah di lantai. Dia tahu Audrey adalah wanita berhati lembut. Kalau bukan karena membenci seseorang, Audrey pasti selalu bertanya untuk sekadar memberi perhatian.Kini, Zayden pun mengerti. Begitu seorang wanita berhati lembut membulatkan tekadnya, tidak akan ada yang bisa membuatnya goyah.Namun, Zayden tidak berhak untuk mengeluh karena semua ini terjadi gara-gara dirinya. Kebodohan dan kesombongannya yang membuat hubungan mereka menjadi begitu buruk.Tidak peduli secuek apa Audrey padanya, Zayden harus bisa menerima dan bertahan. Dia yakin, suatu hari nanti dirinya akan memiliki posisi lagi di hati Audrey.Sesudah memikirkan semua ini, Zayden tidak terlihat murung lagi. Dia membereskan semua barang, lalu berdiri di depan dapur sambil menatap Audrey yang sibuk memasak. Kali ini, dia tidak masuk dan mengganggu lagi, melainkan hanya memperhatikan Audrey.Sementara itu, Audrey merasa sangat tidak nyaman ditatap oleh Z
Zayden tidak memperhatikan keraguan Audrey. Dia meletakkan barang-barangnya di samping, lalu membawa bahan makanan ke dapur.Audrey mengira Zayden ingin memasukkan bahan makanan ke kulkas, tetapi pria ini malah memakai celemek seperti ingin masak.Audrey tidak pernah melihat Zayden masak sehingga menghampiri untuk bertanya, "Kamu ngapain?"Zayden menoleh meliriknya sekilas, lalu menjawab, "Dash bilang ingin makan beberapa masakan, jadi aku mau masak untuknya."Audrey mengernyit dengan makin kuat mendengarnya. Dia melirik sekilas resep yang ditulis khusus oleh Zayden, lalu mendapati semua itu memang makanan favorit Dash. Namun, sejak kapan keduanya menjadi begitu akrab?Audrey seketika menjadi berwaspada. Dash tidak tahu motif Zayden, tetapi Audrey tahu jelas. Pria ini hanya ingin menggunakan trik kecil untuk membuat Dash menyukainya. Dengan begitu, dia mungkin bisa balikan dengan Audrey. Huh! Jangan mimpi!"Tuan Zayden yang terhormat, kamu sudah terbiasa hidup bergelimang harta sejak k
Audrey melihat senyuman di wajah Zayden, lalu berkata dengan agak jengkel, "Biar kuperjelas dulu, aku membiarkanmu tinggal di sini hanya untuk memastikan transplantasi sumsum tulang berlangsung dengan lancar. Jangan pikir macam-macam atau aku akan mengusirmu dengan sapu!"Zayden tidak mengatakan apa pun, hanya mengangguk dengan tenang. Sikapnya yang tampak pasrah ini pun membuat Audrey sangat kesal karena amarahnya tidak dapat terlampiaskan.Audrey berusaha untuk menahan emosinya dan kembali ke kamar. Untuk menunjukkan kekesalannya, dia sengaja membanting pintu dengan kuat.Zayden pun tidak bisa apa-apa saat melihat tingkah Audrey. Setelah berpikir sesaat, dia mengeluarkan ponsel untuk mengirim pesan kepada Dash. Pagi ini, Zayden bermain dengan Dash, lalu mendapatkan WhatsApp-nya karena menang.[ Mau makan apa sore ini? Aku akan membawakannya untukmu. ][ Aku nggak boleh makan makanan di luar. ][ Aku akan memasaknya untukmu. ]Dash terkejut membacanya. Zayden bisa memasak? Apakah pria
"Masalah ini nggak bisa dicegah hanya karena kamu nggak mau," ujar Lara dengan tenang. Demi kebahagiaan putrinya, Lara memutuskan untuk bersikap kejam. Dia tidak akan membiarkan siapa pun punya kesempatan untuk melukai putri dan cucunya."Kalaupun kamu mau bersama Audrey, aku nggak percaya ibumu itu akan setuju. Jangan bilang kamu nggak tahu apa saja yang diperbuatnya. Kalau kamu berada di posisiku, apa kamu akan merelakan putrimu disiksa oleh mertua seperti itu?""Aku ...." Zayden terdiam. Perbuatan ibunya memang sangat keterlaluan, Zayden tidak berani mengelak untuk hal ini.Melihat Zayden yang terdiam mendengar perkataannya, Lara berdiri sambil berkata, "Aku sudah bicara sampai seperti ini, aku harap kamu bisa pertimbangkan hubunganmu dengan Audrey. Kalau kamu tetap bersikeras, aku akan mempertaruhkan nyawaku untuk melindungi keluargaku."Usai bicara, Lara langsung bangkit dan berdiri. Sebelum meninggalkan restoran, dia sudah membayar semua tagihannya terlebih dahulu. Zayden menatap
"Nggak kok! Kalau kamu nggak percaya, kita janji jari kelingking saja," ujar Zayden seraya mengulurkan jari kelingkingnya. Dash langsung menyambut dengan gembira, "Nggak boleh ingkar janji."Setelah itu, Dash baru melepaskan tangannya dengan gembira. Melihat Dash yang begitu senang, Audrey mengernyit dan merasa gusar dalam hatinya. Saat dia sedang berusaha memikirkan bagaimana caranya untuk mengusir Zayden, Lara telah masuk ke ruangan sambil membawa sarapan.Begitu masuk, Lara melihat Zayden yang sedang duduk di samping Dash dan Audrey yang berdiri diam. Dia langsung memahami situasi saat ini, tetapi tidak mengungkapkannya secara langsung."Nenek datang!" sambut Dash dengan gembira saat melihat Lara. Dia tahu bahwa ini adalah saatnya sarapan, sehingga dia langsung berlari ke arah Lara dengan gembira.Berhubung Dash harus selalu rutin suntik dan minum obat beberapa hari ini, selera makannya jadi berkurang. Maka dari itu, Lara harus turun tangan sendiri untuk memasakkan hidangan yang dis