Audrey memelototi Zayden dengan galak. Zayden juga tidak menduga masalah akan menjadi seperti ini. Dia pun perlahan-lahan melepaskan tangannya.Begitu pisau terjatuh ke tanah, noda darah di atasnya seketika berceceran ke tanah, memperlihatkan warna yang menyilaukan.Melihat ini, kontraktor itu memberanikan diri untuk maju. Setelah menendang pisau itu, dia menatap Zayden dan bertanya, "Tuan, kamu baik-baik saja? Apa perlu aku lapor polisi?"Zayden agak mengernyit mendengarnya. Kemudian, dia membalas, "Tidak perlu, ini masalah antaraku dan istriku. Orang luar tidak usah ikut campur."Begitu mendengarnya, Audrey langsung naik pitam. Siapa pula istrinya? Jelas, mereka sudah bercerai sejak bertahun-tahun lalu.Kontraktor itu tertegun sejenak saat mengetahui bahwa pria dan wanita ini adalah suami istri. Apakah ini bumbu-bumbu cinta dalam suatu rumah tangga? Orang kampungan seperti dia benar-benar tidak memahaminya.Setelah melirik Zayden dan Audrey sekilas, kontraktor itu akhirnya memutuskan
Audrey tidak menyadari begitu banyak hal karena fokus berjalan ke depan. Area kuburan tidak jauh dari desa, tetapi ada jalan pegunungan terjal yang harus dilewati. Audrey hanya bisa memperlambat langkah kakinya dan berjalan dengan hati-hati."Hati-hati, jalanan ini agak bahaya," ujar Audrey untuk memperingatkan. Namun, setelah melontarkan kalimat itu, dia tiba-tiba merasa menyesal. Jelas-jelas pria ini yang mencari mati sendiri, untuk apa dia mengkhawatirkannya?"Kalau kamu jatuh, aku juga akan jatuh," lanjut Audrey segera, tetapi telinganya berangsur memerah. Mendengar ini, Zayden pun menyunggingkan senyuman. Audrey masih sama seperti dulu, telinganya akan memerah setiap kali dia berbohong. Benar-benar mudah untuk dibaca."Tenang saja. Kalau jatuh, aku akan membiarkanmu mendarat di tubuhku dan melindungimu," timpal Zayden. Audrey seketika mendongak, lalu mendapati pria ini menatapnya dengan serius.Entah mengapa, jantung Audrey berdebar-debar. Kemudian, dia mengalihkan pandangannya de
Audrey berdiri di samping sambil menyaksikan dokter menangani luka Zayden. Setelah memeriksa, dokter mendapati bahwa luka itu terlihat menakutkan, tetapi tidak termasuk dalam. Jadi, hanya perlu dibalut dan diobati beberapa hari, tidak perlu perawatan yang rumit.Sesudah membersihkan bekas darah di sekeliling luka, dokter menggunakan alkohol untuk mendisinfeksi lukanya. Ketika hendak membalut luka, dokter itu melirik Zayden sekilas. Dia mendapati bahwa sorot mata pria ini terus tertuju pada Audrey, seolah-olah yang terluka bukan dirinya.Ketika teringat pada penampilan lesu Zayden saat baru tiba, dokter itu merasa agak kasihan padanya. Dia bertanya dengan lirih, "Dik, apa hubunganmu dengan wanita itu? Apa dia yang melukaimu?"Dokter ini telah melihat berbagai hal di dunia. Instingnya pun mengatakan bahwa ada yang tidak beres. Mendengar ini, Zayden tersenyum getir seraya membalas, "Aku sudah membuat kesalahan, aku pantas mendapatkannya."Ketika melihat ekspresi Zayden, dokter itu pun men
Audrey adalah wanita yang gampang luluh. Dengan karakter Zayden, Audrey awalnya mengira pria ini akan melawannya. Tanpa diduga, dia malah langsung meminta maaf. Untuk sesaat, Audrey merasa dia tidak memiliki tempat untuk melampiaskan kekesalannya."Aku nggak akan senang hanya karena hal nggak penting seperti ini. Zayden, berhenti menyia-nyiakan usahamu." Audrey berjeda, lalu merasa masih harus memperjelas situasi ini. Dia meneruskan, "Tanpa kehadiranku, kamu juga bisa hidup dengan baik selama ini. Masih ada Shania yang menemanimu. Jadi, hiduplah dengan baik dan jangan saling mengganggu."Selesai mengatakan itu, Audrey mundur dua langkah dan langsung pergi. Zayden tiba-tiba menyadari sesuatu. Shania? Jangan-jangan, wanita ini melihat Shania menjemputnya di bandara waktu itu? Jadi, itu bukan ilusinya? Audrey benar-benar ada di sana waktu itu? Audrey pasti sudah salah paham dengan hubungan mereka!Zayden buru-buru meraih tangan Audrey untuk menjelaskan, "Audrey, aku tidak punya hubungan a
Setelah keluar, Audrey menenangkan dirinya sejenak dan bersiap untuk pergi mencari kerabatnya. Namun, dia takut akan mengagetkan orang karena tubuhnya masih penuh dengan noda darah. Dia hanya bisa mencari seorang gadis dan berusaha meyakinkannya untuk meminjamkan setelan pakaian yang bersih. Setelah berganti pakaian dan membersihkan wajahnya dengan cermat, dia baru pulang ke rumah kerabatnya.Melihat Audrey sudah kembali, kerabatnya bertanya, "Bagaimana, Audrey? Apa semuanya berjalan lancar?"Begitu mengungkit masalah itu, Audrey tidak bisa berkata apa-apa. Awalnya, dia seharusnya menyerahkan gambar desainnya kepada kontraktor agar mereka bisa mulai bekerja. Tak disangka malah akan terjadi kejadian seperti itu yang membuat kontraktor itu berlari ketakutan. Jika mereka bertemu lagi, situasinya juga akan menjadi canggung. Bagaimanapun juga, bagi kontraktor itu, dia sudah menjadi wanita gila yang melukai orang dengan pisau.Ekspresi Audrey terlihat canggung. Setelah merenung sejenak, dia
Informasi yang ada di dokumen itu tidak lain adalah hasil penyelidikan Caleb tentang Audrey di perusahaan barunya sesuai perintah Zayden.Saat melihat data itu terkait dengan Audrey, Shania terkejut. Tanpa sadar, dia mengepalkan tinjunya dengan erat dan berpikir lagi-lagi tentang Audrey. Mengapa Zayden tidak bisa melepaskannya padahal Audrey sudah mati?Selama bertahun-tahun, alasan Zayden tidak mau menikahi Shania karena Audrey. Dia tetap bersikeras untuk menjadikan Audrey sebagai satu-satunya istrinya. Tidak peduli bagaimana anggota Keluarga Moore mendesak, dia juga tidak bersedia menikahi Shania.Shania menghibur dirinya sendiri berkata tidak apa-apa. Meskipun Audrey mendapatkan semua cinta Zayden, itu juga tidak berguna karena Audrey sudah mati.Zayden tidak suka orang lain menyentuh meja di kantornya, sehingga Shania buru-buru merapikan dokumennya dan hendak meletakkannya kembali ke meja. Saat merapikan dokumen, dia melihat isi dokumennya sebentar.Awalnya, Shania mengira isi doku
Di desa, Audrey menginstruksikan dengan jelas apa yang harus dilakukan tim konstruksi itu. Kali ini, semuanya berjalan dengan sangat lancar tanpa gangguan Zayden. Setelah selesai, dia memberikan nomor kontaknya agar mereka datang untuk pemeliharaan setiap tahun dan dia akan mentransfer uangnya secara teratur. Setelah semua itu, dia baru bisa meninggalkan tempat itu dengan tenang.Saat duduk di mobil, Audrey melihat ke luar jendela. Tempat ini adalah pedesaan yang tidak sejahtera seperti kota. Namun, pepohonan hijau yang mengelilingi dan juga pemandangannya memiliki keunikannya sendiri. Saat melihat pegunungan di kejauhan dan tanaman di dekatnya, hatinya perlahan-lahan menjadi tenang. Namun pada saat itu, terdengar teleponnya berdering menghancurkan keheningan suasananya. Saat melihat panggilan itu dari perusahaannya, Audrey menerima panggilan itu."Ini Audrey, ya? Ini dari departemen personalia. Kamu segera kembali ke perusahaan sekarang."Audrey mengernyitkan alisnya. Saat melapor ke
Kepala departemen itu pergi terlalu cepat hingga Audrey tidak sempat meresponsnya. Dia merasa bingung dengan perlakuan perusahaan yang berbeda dengan sebelumnya. Apakah mungkin orang-orang di cabang merasa tidak puas karena dia dipindahkan dari kantor pusat?Sebelumnya, Audrey juga pernah menghadapi situasi seperti ini di perusahaan karena usianya yang terlalu muda. Namun, dia akhirnya mengubah penilaian orang-orang itu dengan kemampuan profesionalnya.Setelah berpikir sejenak, Audrey memutuskan untuk menerjemahkan dokumen-dokumen itu dengan baik. Dia ingin lihat apakah orang-orang ini akan mengubah penilaian mereka setelah melihat kemampuan profesionalnya. Jika berubah, berarti dia masih bisa bekerja sama dengan mereka. Jika mereka terus mempersulitnya, Audrey juga tidak akan diam begitu saja.Setelah membereskan mejanya sebentar, Audrey membuka dan melihat isi dokumennya. Tugas itu memang tidak begitu sulit bagi seseorang sepertinya yang sudah tinggal di luar negeri beberapa tahun. N