Beranda / Thriller / Digoda Suami Gaib / Bab 92: Keberhasilan Rayuan Prajurit

Share

Bab 92: Keberhasilan Rayuan Prajurit

Penulis: Ardianda K
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

“Sssh...” aku mendesis kala jemari dan bibir Gantara—yang mana menggunakan tubuh Dokter Rizal itu menelusuri tengkuk leherku, kemudian ke samping leherku, dan akhirnya lidah lelaki kekar dan gagah ini bertamasya di sekitar daun telingaku. “Ah... geli, Gantaraaah...ah...”

Bersama itu pula, tangannya mulai mendekap tubuhku. Jemarinya melata di sekitar bukit kembarku yang perlahan kurasakan membusung. Ukurannya jadi tambah besar secara magis. Dan putingku menyembul keras dari balik dasterku.

“Kau begitu memesona, Tuan Putri...”

“Jangan panggil aku begitu...”

“Maafkan aku... izinkan...” katanya terpotong sendiri oleh resah dan gemuruh napas yang makin memburu.

“Ya... Gantara... apakah kau menggunakan sihir hingga membuat tubuhku menggelinjang kegelian, kegerahan, dan begitu menggebu menginginkan tubuh lelaki...”

“Apakah Tuan Putri yakin?”

“Yaaah...sssh...”

Tanpa sadar, aku menyonggengkan bokongku hingga membuat gestur lekukan tubuh yang memikat mata lelaki. Dan sungguh bukan lagi
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Digoda Suami Gaib   Bab 93: Nada Sedih Gantara

    Kami terus berpacu hingga tubuh kami basah oleh peluh. Gerah. Kami telah telanjang dan tak peduli dengan segala suara yang muncul dari balik pintu kamar. Kami tak peduli badai sedang mengamuk di luar. Tak peduli dengan hujan petir menyambar-sambar di luar sana. Yang kami pedulikan adalah, kami bisa memuaskan nafsu yang menggelegak, juga memuncak. Dokter Rizal pun tampak menyadari hal yang sama pula denganku. Lelaki itu terus mengguncang tubuhku, dan tanpa sadar pinggulku pun bergoyang mengikuti irama yang diciptakan oleh Dokter Rizal alias Gantara. “Ah! Ah! Ah!” “Kau suka?” “Yaaah! Aku suka! Aku suka barangmu, Dokter! Hhaaaah! Ahhh! Barangmu gede! Ah! Ah!” “Aku akan memacu lebih cepat... menungginglah, sayang...” Aku menuruti kemauannya. Kusodorkan bokongku yang kurasa semakin seksi. Aku kenal tubuhku. Selain bukit kembarku yang ukurannya biasa-biasa saja, bokongku pun kurasa tidak istimewa. Aku tidak begitu sering merawat tubuh dengan pergi ke pusat kebugaran. Tapi, hari ini, k

  • Digoda Suami Gaib   Bab 94: Mas Budi Datang

    Hujan besar bercampur petir masih membentak-bentak di luar jendela. Kilat dan geluduk terakhir bahkan membuat jendela kamar yang kubiarkan terbuka—hingga gordennya bergelebaran itu—bergetar. Aku sempat melirik sesaat ke arah jendela; ke arah langit kelabu yang basah. Sebasah liang senggamaku yang terus merasa lapar dan haus akan hantaman batang perkasa Dokter Rizal atau Gantara. Posisi kami telah kembali dalam posisi klasik, di mana aku rebah di bawah tubuh kekar lelaki perkasa ini, dan kedua kakiku mengangkang menerima genjotan penuh gairah yang pula berhasil membuatku menggelinjang berkali-kali. Membuatku muncrat—orgasme dalam klimaks yang menenangkan. “Uuuh...” Orgasme itu kembali berbarengan dengan suara petir yang menyambar-sambar di luar sana. Di saat itulah aku kemudian menyadari. Sudah berapa lama aku bermain asmara dan melakukan hubungan berisiko ini? Batinku bergemuruh. Tapi, aku tak sudi mengakhirinya begitu saja. Aku ingin tubuh Dokter Rizal yang dikendalikan oleh Gant

  • Digoda Suami Gaib   Bab 95: Tatapan yang Semakin Tajam

    Rizal segera tersadar dan ia tampak linglung apalagi mengingat kini ia sama sekali tidak mengenakan sehelai benang pun. Saat menatapku pun, lelaki itu seperti ingin terus berpaling karena ia merasa bingung sekali: tentu saja itu semua karena tubuhnya dikendalikan oleh Gantara, dan kini entah berada di mana jin itu. Yang pasti, kini Rizal buru-buru mengenakan pakaiannya yang berserakan di bawah ranjang, sementara Mas Budi begitu berangnya pada kami. “Aku bisa menjelaskan ini semua, Bud...” katanya sembari berusaha merebut tangan suamiku agar lelaki itu bisa tenang dan Rizal hendak menyampaikan kenyataan yang menurutku akan sulit dijelaskan, karena ia sama sekali tidak tahu apa-apa perihal kejadian mengejutkan ini. Ia dikendalikan. Pasif. Dan pastilah pada akhirnya hanya akan mencapai kesimpulan yang buntu. Hubungan mereka pun akan kaca setelah ini, aku sudah menduganya. Semuanya nampak jelas dari paras suamiku yang kini menatapku nanar. “Lepaskan tanganmu! Rizal! Aku tak menyangka!”

  • Digoda Suami Gaib   Bab 96: Mengajak ke Suatu Tempat

    Budiman Malam itu, seusai seminggu aku dalam keterguncangan akan penglihatanku yang mungkin telah kuanggap salah, dan juga telah membuatku setengah gila, aku berkendara sendirian mengelilingi Yogyakarta yang masih ramai. Aku ingin mencobanya lagi. Pulang telat, dan ketika pulang melihat keadaan istriku. Apakah dia kembali berlaku di luar dugaanku? Mencoba mencari tahu, apakah istriku benar-benar melupakannya atau memang seperti katanya: penglihatanku-lah yang salah. Apakah aku sedang berdelusi melihat istriku digenjot oleh kawan lamaku? “Kau tidak sedang berdelusi saat itu,” ujar Kinanti yang kembali muncul secara tiba-tiba di jok belakang mobilku. “Cukuplah... jangan menceramahiku. Kau terlalu jauh ikut campur urusan rumah tanggaku.” “Dia benar-benar telah bercinta dengan lelaki lain. Dia secara terang-terangan mengkhianatimu, Budiman.” “Sudah, cukup. Aku sudah lelah mendengar kau terus mengomporiku. Seolah-olah kau ingin aku membenci Wirda. Dengan begitu, aku akan lepas kendal

  • Digoda Suami Gaib   Bab 97: Dokter Forensik

    Bab 63 Wajah Kinanti di jok belakang mobilku tampak kusam dan menakutkan. Dia jauh lebih mengerikan daripada sebelumnya. Apakah dia sengaja menjunjukkannya karena kini aku berada di mobil bersama Sekar. Sosok yang bisa melihat Kinanti selain diriku. Bahkan, mungkin dialah perempuan yang pertama kali melihat sosok peri ini di sekitarku, sebelum aku bisa melihatnya. Aku sudah menduganya, karena pertemuan pertamaku dengan rekan kerja kantorku ini, dia terlihat agak memberi jarak dan seolah kumerasa Sekar kerap memberikan tatapan jijik padaku, seperti yang sekarang sering kuterima dari istriku. “Kita ke mana?” “Terus saja ke utara... kita akan menemui seseorang.” “Jangan dengarkan dia, Budiman. Sebaiknya kau pulang,” kata Kinanti di belakang mereka. Perempuan itu masih berusaha mencegah Sekar membawa Budiman ke tempat yang belum juga diberitahukan oleh Sekar meski mereka sudah hampir setengah jam berkendara di jalanan yang sebenarnya lengang saja. Akan tetapi, barangkali karena sihi

  • Digoda Suami Gaib   Bab 98: Dokter Cenayang

    Lelaki itu tentu saja sudah sepuh. Rambutnya sudah sepenuhnya memutih. Kacamatanya tampak bulat tebal. Agaknya, kacamata tersebut sudah dipakainya sejak zaman revolusi, atau bahkan jauh sebelum itu. Kupikir, masa mudanya pastilah saat perang masih berkecamuk di segala tempat di negeri ini. Kini, lelaki itu sedang berdiri membelakangi kami. Ia tampak mencuci kedua tangannya seusai melakukan pekerjaan membersihkan buku-buku dalam lemari ruang kantornya. “Apa Kakek mendapatkan pekerjaan baru lagi?” tanya Sekar secara tiba-tiba. Sejak kami datang ke kantornya, ia memang lantas berbisik padaku dan berkata bahwa ia ingin mengejutkan kakeknya. “Sekar!” katanya seraya terkekeh-kekeh. “Kenapa tidak telepon dulu kalau mau datang?” “Nggak sempat Kek. Kebetulan aku lewat sini, jadinya aku mampir,” jelas perempuan itu sedikit berdusta. Ia bahkan mengerlingkan satu matanya padaku. Tak lama dari itu, Sekar lantas mengenalkan aku pada kakeknya—yang tampak berwibawa itu. Tak hanya fisiknya menuru

  • Digoda Suami Gaib   Bab 99: Rencana Liburan Untuk Istriku

    Beberapa hari setelah aku bertemu dengan kakek Sekar, aku mulai rutin pergi mengunjunginya sekadar mengetahui apa saja yang mesti kulakukan demi memperbaiki hubungan rumah tanggaku. “Katakan padaku, apa kau pernah melakukan sesuatu sehingga jin peri itu terus mengikutimu?” kata dokter itu tampak serius. Hari itu kami bertiga pergi ke sebuah rumah makan lawas di kawasan Gunung Kidul. Lelaki paruh baya ini tampak santai sekali dalam melontarkan pertanyaan tersebut. Ia terlihat menikmati makanan yang dihidangkan para pelayan beberapa menit lalu. “I-Iya...” jawabku tampak gugup. “Kau pernah melakukan apa?” “Itu dulu sekali, Dok... tepatnya saat usiaku masih amat muda... kira-kira kejadiannya saat aku lulus SMA. Aku dan kawan-kawan pergi mendaki Gunung Lawu,” jelasku. Agaknya lelaki paruh baya ini lantas mengerti duduk perkaranya tanpa perlu aku melanjutkan ceritaku. Pasalnya, aku sudah sangat mengetahui bahwa ceritaku ini amatlah klise. Bahkan kini kulihat Dokter Barata tersenyum l

  • Digoda Suami Gaib   Bab 100: Keterasingan yang Menjerat

    Seusai kami melakukan perjalanan panjang menuju villa di kawasan Puncak itu, akhirnya kami tiba. Setelah meletakkan semua barang-barang di kamar masing-masing, kami hanya bersih-bersih sebentar, lalu menonton film dan beristirahat. Aku dan Wirda mendapatkan sebuah kamar yang cukup besar di dekat dapur. Wirda sendirilah yang memilih tempat itu, aku sempat curiga istriku mendapatkan penglihatan gaib lagi, seperti misalnya ia melihat sosok mahluk mengerikan itu. Pada malam pertama di villa, Wirda terlihat normal-normal saja, meski kuakui sikapnya terus dingin kepadaku. Mungkin ia sudah terlalu dalam membenciku. Tapi, aku sendiri bingung, apa salahku hingga dia sebegitu dalamnya membenciku. Apa aku pernah membuatnya menderita—amat menderita? Aku selalu memenuhi keinginannya. Apa dia tidak sadar dengan pengkhianatannya padaku? Bersenggama dengan kawan lamaku?! Ini benar-benar tidak masuk akal. Sebegitu parahkan sihir genderuwo itu tertanam dalam diri istriku. Mungkin itu pula yang menjad

Bab terbaru

  • Digoda Suami Gaib   Bab 150: Akhir yang Nestapa

    “Kau membunuh Sekar?” desakku. Diam. Meski sinyal telepati kami masih saling terhubung. “Jawab,” desakku lagi. “Kalau seandainya iya, kenapa? Lagipula, kau tidak ada urusan lagi dengannya.” “Ada. Bila ia masih hidup, aku punya kesempatan besar untuk mengembalikan kehidupanku. Mengubahnya, dan ...” “Aku membunuhnya tepat setelah kami memulai kehidupan kami... ya, di masa awal-awal, bahkan dalam duniamu, kau masih dalam persiapan pernikahan dengan Gandarakala jelek itu. Aku sudah menyusun rencana dengan memanfaatkan Budiman untuk membunuhnya.” Aku menganga. “B-Bagaimana b-bisa?!” “Mungkin aku tak bisa membunuhnya dengan kekuatanku karena itu hanya akan membunuhku. Tapi, Sekar memiliki banyak celah di hadapan manusia. Dan Budiman yang membunuhnya.” “Tidak!” “Budiman membunuhnya saat ia dan Sekar berencana melaporkan kehidupan kami kepada dokter forensik itu. Sebelum tiba di perjalanan, ia mencekiknya, memukul kepalanya dengan palu yang telah ia siapkan dari rumah.” “B-Bagaiman

  • Digoda Suami Gaib   Bab 149: Kepastian Sekar

    “Memang ada suatu hal yang mesti kau lakukan ketika memilih jalan hidupmu. Sama seperti Anakku Athania, pada akhirnya ia memilih jalan keikhlasan, karena di masa mudanya, sama sepertimu... ia memilih jalan hidupnya di sini. Bersama ayah dari Raja Gandarakala. Raja sebelumnya. Dan kini ia bisa menerima kehidupannya sendiri. Ia bisa hidup damai...” kata Ki Subadra terdengar bijak dan cukup menyesatkan. Namun, aku menggeleng, dan masih tetap berusaha mengangkat tubuhku dari atas sebuah meja altar besar di mana kitab tersebut berada di sana. Tanpa sengaja, di saat aku sedang mengendalikan tubuhku, aku menjatuhkan lilin dan api segera tersunut membakar kain yang melapisi meja altar tersebut. Dengan sigap, Ki Subadra lantas menghisap api tersebut seolah sedang menyeruput minuman saja. Sekejap, api pun hilang. Kini, jelaslah seperti apa kesaktian lelaki ini. Mataku membelalak. “Pulanglah ke kamarmu, Anakku. Ini adalah pilihanmu. Dan semua penderitaanmu merupakan akibat dari pilihanmu send

  • Digoda Suami Gaib   Bab 148: Kenapa Hanya Aku Yang Menderita

    Apa yang tak pernah terpikir olehku adalah ketika aku menemukan namaku di sebuah kitab khusus di sebuah ruangan yang hanya bisa dimasukkan oleh anggota dewan kerajaan, yang mana sekumpulan orang-orang penting pembuat keputusan, dan raja menyakralkan keputusan tersebut. Semua ini berawal dari mimpi burukku suatu malam, yang kemudian mengantarkanku pada penyelundupanku ke sebuah ruangan, usai mengelabui beberapa penjaga dengan menyuap mereka dengan emas-emas juga tubuhku. Ya, aku tidak bohong. Juga dengan tubuhku. Aku seperti wanita malam di dunia manusia. Kupikir bayaran itu setimpal untuknya, karena ruangan itu memang amatlah rahasia bahkan bagi para istri raja sebelumnya—hanya akulah yang pertama kali memasuki ruangan itu. Sebelum mimpi buruk itu datang, sehari sebelumnya aku masih mengingat kata-kata Ibu Athania yang dengan tegas—untuk ke sekian kalinya memberitahunya untuk menghapus namaku. “Sebaiknya kau tidak perlu melakukannya... sudah kubilang. Ini sangatlah berbahaya.” “Ap

  • Digoda Suami Gaib   Bab 147: Aku Sudah Tahu

    Ada rasa sepi yang tak bisa ditahan lagi. Seolah tak ada yang bisa menjelaskan padaku arti cinta itu lagi. Dan artinya semakin jauh kurasa. Apa harus begini. Harus bagaimana lagi aku menghadapi semua ini. Gandarakala agaknya belum mengetahui betapa dirinya telah menghilangkan hasratnya melalui mantera penangkal gendam dari peri itu. Setiap ia datang menghampiriku, dan menggodaku sembari menelusupkan mantera gendam tersebut. Tangannya merayap di sekujur tubuhku, dan bersama itu pula hawa dingin mengepungku. Sementara mulutku terus menggumamkan dusta. Desah dusta, lenguh dusta, erang dusta, juga desisan manja yang tersusun dari kata dusta, Dan mahluk ini masih belum bisa menyadarinya, kendati ia telah menyetubuhi istrinya hampir dua jam lamanya dalam kehidupan manusia. Sampai kakiku mengangkang, dan membiarkan batang panjangnya menghunjam keluar-masuk di selangkanganku, aku tetap berdusta. Hingga ia berkata. “Kau kering... tumben sekali?” “Entah..sssh...” Ya, tak biasanya aku banj

  • Digoda Suami Gaib   Bab 146: Seorang Peri Pertama Kali Menangis

    “Dia sama sekali tidak menujukkannya.. Dan entah kenapa kesadaran itu muncul dalam diriku, Kinanti,” kataku pada peri itu dalam telepati yang sudah jarang kami lakukan. Namun, entah apa yang terjadi, suatu hari Kinanti mengabariku, dan di saat itu pula aku menceritakan keadaanku dengan Gantarra. “Lalu, bagaimana selanjutnya?” “Buruk.” “Buruk bagaimana?” “Dia agaknya makin memberi jarak padaku, dan dia sudah dikirim bertugas ke tempat yang lebih jauh lagi,” kataku dengan nada yang lemah. Dan hawa kefrustasian kembali melingkupiku lagi. Seolah kesepian sudah menjadi takdir hidupku. Seolah tak boleh ada yang benar-benar bisa kupercaya bahwa ada orang yang mencintaiku sungguh-sungguh, tanpa embel-embel gendam dan perangkat curang yang membuatku termanipulasi pada sosok siapapun. Tapi, benarkah? Benarkah kalau Gantarra mengirimkan gendam pula padaku. Kenapa aku tidak merasakannya? Sebagaimana aku merasakan setiap mantera gendam yang berusaha dikirim oleh para demit. Tidak hanya Gandara

  • Digoda Suami Gaib   Bab 145: Gantarra Juga!

    Desahan itu terus bergulir sepanjang waktu dalam sebuah kamar kecil dan sempit—jika dibandingkan dengan kamar istana—yang selama ini menjadi tempat tinggalku, sekaligus sangkar emas yang membelengguku. Gantarra pun begitu melampiaskan rasa rindu yang sama padaku. Tubuhnya yang kekar terus melingkupiku, yang polos tanpa sehelai benangpun. Peluh kami sudah berjatuhan, membasahi ranjang, bersama itu pula ranjang kami terus berderak tanpa bosan. Bahkan ketika seorang pengurus bangsal kamar yang kerap memeriksa kamar dan membersihkan ruangan dengan seizin penyewa, kami sama sekali tidak membukakan jin itu, dan membiarkan kami terus tenggelam dalam balutan berahi rindu yang tak terahankan. Aku tahu, bila seseorang melihat dan mendengarku pastilah mereka akan melaporkannya kepada raja, itulah menjadi sebab mengapa aku tak membukakan kamar. Gantarra pun setuju akan hal itu. “Ah! Ah! Ah! Uuuh! Uuh! OOOOH!” Tubuh menggeliat dan terangkat. Desahan terus meliar. Sedangkan Gantarra terus meng

  • Digoda Suami Gaib   Bab 144: Tak Mengerti Cinta Lagi

    Para prajurit itu terus menahan gerakanku yang terus memberontak, hingga akhirnya mau tak mau mereka memasangkan borgol di kedua tanganku. “Mau tidak mau, Permaisuri... Anda mesti diborgol. Ini merupakan bagian dari tugas saya menyelamatkan dan menjaga Permaisuri. Kami tidak ingin ambil risiko dengan membiarkan Tuan Permaisuri pergi sendirian lagi,” katanya tegas sembari menahan kedua tanganku di belakang dan membergol pergelangan tanganku. Di saat kami hendak melewati jalan utama di sanalah aku melihat Gantarra berdiri dengan pakaian resminya. Zirahnya tampak berkilauan dan secara otomatis, semua prajurit itu lantas berlutut seraya menghaturkan sembah kepada sang panglima perang. Itu perlu dilakukan bagi siapapun yang memiliki gelar tinggi—terlebih bukan hanya berupa gelar, Gantarra memang wajib diberikan penghormatan atas jasanya karena ia masih memiliki darah raja gandarawa terdahulu. Kalau tidak menjadi seorang panglima perang, sudah pasti gelarnya adalah pangeran. Namun, Gant

  • Digoda Suami Gaib   Bab 143: Nama Yang Ingin Dihapus

    Aku merasa aneh ketika mendengar suara desahku sendiri, apalagi suara lenguh sendiri tatkala Kinanti berhasil mengendalikan tubuhku dan berhasil pula membuat Mas Budi terjebak dalam khayalan gila tentang sosok peri yang selama ini—menurut pemikiran suamiku itu—sudah ditinggalkannya bertahun-tahun.Ya, mereka kini sudah memiliki dua anak yang sama-sama sudah masuk sekolah. Dan seiring berjalannya waktu, anak-anak itu akan membesar. Di saat itu pula keadaan Mas Budi akan nampak. Apakah dia akan bertahan dengan khayalan gilanya, dan lebih gila lagi, aku sungguh tak heran dengan apa yang sedang dipikirkan Kinanti. Bisa-bisanya peri perempuan itu ingin membuat Mas Budi tersuruk kembali dalam jurang kefrustasian—seperti di saat aku masih menghuni jasadku sendiri. “Kau benar-benar gila,” kataku masih dalam sinyal telepati.“Itulah yang harus dilakukan. Bukankah begitu cara manusia menutup suatu kasus dengan kasus lainnya yang lebih rasional. Menurutku itu sangat masuk akal.”“Bagaimana bil

  • Digoda Suami Gaib   Bab 142: Telepati Berahi

    “Apa yang terjadi, Wirda?” tanyanya. “Kau jadi atau tidak... aku sudah menggoda suamimu dan dia tampaknya berniat untuk menyetubuhiku.”“Ya... aku tidak apa-apa,” kataku sembari menyeka air mataku dan segera menutup jendela. “Aku mau... aku tidak apa-apa.”“Apa yang terjadi? Apa Gandarakala pulang dan mengetahui...”“Tidak. Bukan itu.”“Lalu apa?”“Entah... aku hanya terbawa suasana ketika mendengar cerita Bu Athania. Ia menceritakan soal kebenaran tentang jiwa yang terjebak di dimensi ini. Tentang kontrak yang secara tidak langsung harus kujalankan...dan...”“Ya, ya... mereka memang menerapkan sistem seperti itu. Macam kutukan yang tercipta dalam kontrak.”“Tepatnya saat aku memilih hidup di sini... apa itu terjadi juga di dunia peri?”“Sebagian besar dunia demit seperti itu,” kata Kinanti, bersama itu pula, kudengar suara Mas Budi mulai memasuki kamar dan sempat kudengar pula Kinanti berbicara mesra kepada suamiku. Atau mantan suami? “Kecuali...” lanjut Kinanti. “Kecuali apa?”“K

DMCA.com Protection Status