"Mau kemana Neng 47 detik," goda salah satu pemuda yang kemudian mendekati Elrima dengan seringai liciknya.
"Lu deket-deket. Lu mampus!" ancam perempuan itu dengan gestur tubuh di tenang-tenangkan. Padahal hatinya tengah ketar-ketir.
Elrima sengaja mengulur waktu. Berharap ada motor atau mobil yang lewat, yang bisa dimintai bantuan. Sekuat apapun perempuan, tentu dua lawan satu tetap kalah tenaga.
"Aih! Cantik-cantik kok, galak Neng? Giliran di grepe-grepe di toilet aja, malah pasrah." Lelaki dengan jaket denim berwarna pudar itu terpingkal, diikuti temannya.
Elrima menelan saliva. Ia menebak jika dua pemuda di hadapan sudah menonton videonya di tok tak. Segera perempuan itu meraih masker di tas selempang, lalu memakainya dengan tergesa.
"Rima Jang ... Anak bapak sekarat," lirih Pak Hamid sembari menyeka air matanya."Innalillahi, kok bisa Pak?" Malik mengusap wajah kasar. Tak menyangka Elrima benar-benar celaka seperti dalam pikirannya."Dia mau dilecehkan, Jang. Pas Rima kabur, mereka gak terima dan menikam anak bapak dari belakang," cicit Pak Hamid tersendat-sendat di sela tangis."Allahu Rabbi. Sekarang Rima di mana Pak?""Ini lagi di mobil mau dirujuk ke rumah sakit sayang. Soalnya pihak puskesmas gak kuat menangani si Neng yang terluka parah."Hati Malik semakin ketar-ketir mendengar kondisi sang istri. Jantungnya berdegup dua kali lebih kencang dari biasanya."Malik juga masih di rumah sakit, Pak. Kabari lagi kalau udah nyampe ya. Bapak gak usah khawatir. Rima nanti di rawat di ruangan kelas I, semua biaya biar Malik yang tanggung," jelas Malik panjang leb
"Kang gimana kabar Javana Group? Katanya saham turun gara-gara ada video syur ya?" ucap Zain tiba-tiba.Kening Malik berkerut."Gak usah gitu juga reaksinya kali, Kang. Sekarang info saham atau apapun bisa dilihat di internet." Zain menyemburkan tawa, saat melihat keterkejutan di wajah suami Elrima.Malik lupa jika dirinya belum mengecek pekerjaan apapun selepas pulang kampung bersama Rina. Semua tugas sudah ia delegasikan kepada Ridwan---sepupu sekaligus wakilnya."Kang Zain emang ngerti saham?" tanya Malik meremehkan."Emang zaman kiwari siapa yang gak tau saham, Kang. Kecuali emang orangnya kudet." Lelaki itu berkata dengan nada ramah."Wah, berarti bapak kudet dong. Soalnya gak ngerti-ngerti masalah kaya gitu. HP juga masih cinitnit, Jang. Asal bisa nelpon sama SMS aja udah bersyukur," ucap Pak Hamid merendah.
"Neng gak mau terus dikasihani, Pak. Lagian Kang Malik juga punya kehidupan sendiri yang gak bisa dibagi sama Rima," lirih perempuan itu. Meski dadanya sesak ia mencoba untuk rela.Sebab tak mungkin menggenggam sesuatu yang memang bukan miliknya. Di saat ada perempuan lain yang memiliki Malik seutuhnya, baik raga maupun hatinya.Lebih baik mundur sebelum perasaan itu kian mengakar. Daripada harus dicabut saat sudah menjadi pohon yang menjulang. Tentu akan lebih sakit dan menyesakkan.Zain diam menyaksikan drama yang menciptakan dua kubu di hatinya. Satu sisi bahagia melihat Elrima ingin meninggalkan suaminya. Satu lagi terluka, sebab ia melihat sorot cinta saat perempuan itu menatap Malik."Neng, minta cerai sama suami itu dosa. Istighfar Neng." Pak Hamid mengingatkan.Walau hatinya juga bimbang antara merestui kelanjutan pernikahan putrinya. Atau me
"Akang lagi ngapain di sini?" tanya Rina yang langsung membuat suaminya terlonjak kaget."Eh, Neng sejak kapan ada di sini?" Malik balik bertanya demi menutupi kegugupannya."Baru aja, Kang. Akang abis jenguk siapa sih?" Rina penasaran."Eh, ruangan ini kosong, Neng. Akang rencananya mau pindahin Neng ke sini, makannya akang cekin dulu barusan," dusta Malik sembari menggaruk belakang kepala yang tak gatal."Akang aneh deh." Rina mencebik."Aneh gimana, Neng?" Perasaan Malik mulai tak enak. Keringat dingin membanjiri kaos biru tua yang saat ini ia kenakan."Ya aneh aja, tiba-tiba nyuruh neng pindah kamar. Padahal hari ini juga udah bisa pulang kata suster." Rina terus menyelidiki gelagat Malik.Lelaki itu bersyukur Rina sudah dibolehkan pulang. Itu artinya, kemungkinan perempuan itu bertemu Elrima, sangatlah kecil."Ga
"N-Neng tau apa?" gugup Malik."Neng tahu Akang mau nikah lagi kan?" tuduh Rina masih dengan posisi memunggungi sang suami."Akang gak mau nikah lagi, Neng." Malik berkata jujur karena dari dulu ia tak pernah menikah lagi. Walau takdir yang ternyata mengantar sendiri Elrima padanya."Banyak banget gelagat Akang yang mencurigakan sejak kemarin-kemarin, Kang. Mulai pelecehan itu, terus tadi minta jatah padahal neng masih nifas, belum lagi sengaja mau ngasih tahu Rina pas udah pulang ke rumah. Biar Rina cepet mati kan, Kang!" cerocos Rina yang tiba-tiba membuka cup oksigen dari wajahnya.Bu Santi dan Malik tak sadar karena hanya mampu menatap punggung Rina yang bergetar hebat."Astaghfirullah! Istighfar, Neng. Kamu jangan ngomong sembarangan atuh. Pamali omongan istri takut jadi do'a," nasihat Bu Santi sambil mengelus punggung putrinya. Ia paham Rina ba
Kotak hati itu ternyata berisi sebuah cincin emas dengan setitik baru permata. Melambangkan perempuan sederhana yang sangat Zain cintai.Netra bening Elrima membulat tak percaya melihat sesuatu yang sahabatnya suguhkan di depan mata. Lelaki itu mengangkat sedagu kotak beludru yang sudah dibuka itu, memperlihatkan cicin yang sederhana nan elegan.Bagai mimpi indah di tengah hari. Elrima berharap saat bangun ia tak berstatus seorang istri. Namun, mimpi buruk tentang bayangan pembunuh yang bisa mencelakai Zain kapan saja, merusak angan-angan menyenangkan antara Elrima dan cinta pertamanya."Gue curhat boleh dong?" tanya Zain sambil terkekeh melihat sahabatnya berkaca-kaca."Curhat sono sama Mamah Dedeh," cibir Elrima seraya melengos menyembunyikan matanya yang basah penuh haru."Gue cuma mau curhat sama perempuan cantik yang lagi mewek," goda Za
"Jang Malik tunggu!" teriak Pak Hamid dengan perasaan tak karuan karena menangkap kepalan tangan sang menantu, juga rahang tegas dengan cambang tipis itu mengeras sebelum berbalik menuju ruangan Elrima.Malik berjalan tergesa menuju ruangan paling ujung. Ia menyaksikan dengan mata kepala sendiri, istrinya tengah dibelai pipinya oleh laki-laki lain yang sangat Malik benci.Bugh!Sebuah pukulan tepat mengenai wajah Zain yang langsung meringis kesakitan. Sudut bibirnya mengeluarkan darah segar. Elrima menjerit kaget saat suaminya tiba-tiba menyeret jaket yang dikenakan sahabatnya."Berani-beraninya kamu menyentuh istri saya," teriak Malik tepat di depan wajah Zain. Pemuda itu diseret hingga lorong rumah sakit.Sengaja pertengkaran dilakukan di luar ruangan, karena lelaki itu khawatir pada kondisi Elrima."Istri Elu kan ada dua
"Pak, perasaan Neng tiba-tiba gak enak," lirih Elrima sembari menatap sayu wajah bapaknya yang juga terlihat keruh."Bapak ngomongnya keterlaluan ya, Neng?" tanya Pak Hamid memastikan. Ia takut secara sengaja melukai hati Zain, padahal tak pernah ada niat dihatinya membuat sesak dada pemuda yang baru saja pergi."Bapak gak salah. Keadaannya emang kaya gini, bikin kita jadi serba salah. Neng cuma khawatir si Zain nekat. Bapak tahu sendiri kan, dia orangnya kalau udah marah kaya gimana?" Elrima menghela napas dalam, lantas menghembuskannya perlahan."Sudahlah, mau gimana lagi. Kamu banyakin istirahat biar cepet sembuh. Nanti kita ngomong lagi baik-baik sama dia," hibur lelaki paruh baya yang mengenakan kemeja kotak-kotak gaya klasik itu."Gimana kalau dia pergi lagi terus gak pulang-pulang seperti sepuluh tahun yang lalu, Pak?" Membayangkannya saja dada Elrima dibuat sesak.