Bab 16Sedikit Terbongkar"Loh, kok udah pulang, Mas?" tanya Razmi saat tahu suaminya sudah pulang. Hanya berjarak setengah jam dia selesai telponan tadi. Wajar jika dia terkejut melihat suaminya pulang. Karena janjinya nanti malam berangkat ke kota. "Iya, aku memutuskan untuk pulang. Nggak tahu kenapa saat tahu anak-anak ketemu mereka, aku pun jadi ingin ketemu mereka. Ingin tahu keadaan mereka. Jadi aku putuskan pulang dan kita berangkat sekarang saja ke kotanya," jelas Teguh. Razmi seketika menganga sejenak. Masih sedikit tak percaya kalau suaminya sudah sampai rumah. Secepat itu. Kemudian setelah paham, barulah dia menganggukan kepalanya. "Owh ... aku masih siap-siap, bentar lagi selesai. Jadi kita bisa berangkat," balas Razmi. Ya, tadi dia memang langsung gerak cepat untuk siap-siap. "Ok, aku tetap mau mandi dulu. Rasanya nggak enak saja kalau tak mandi, gerah," ucap Teguh. Razmi segera menganggukan kepalanya. "Ok, mandilah! Mas mandi aku lanjut siap-siap. Gantian!" balas Ra
Bab 17Hilang Rasa Sabar"Sabar! Jangan dekati dulu! Perhatikan aja dulu! Kalau terjadi yang tak diinginkan baru dekati mereka! Kalau sampai sedikit saja lecet pada badan Nabilla, awas saja!" ucap Farhan dalam hati. Menenangkan dirinya sendiri. Matanya fokus kepada dua arah. Fokus ke arah Nabilla William, fokus juga me arah Nathan. Seketika langkahnya berhenti. Ya awalnya ada keinginan ingin mendekati, antara mendekati Nabila dan William. Tapi juga ingin mendekati Nathan asli. Tapi masih dia urungkan niatnya. Tak ada yang ia dekati lebih dulu. Memilih untuk mengamati dari jauh. Farhan terus memperhatikan Nabilla dan William, juga memerhatikan Nathan. Bergantian. Dia tak mau sampai lengah. Karena dia tak mau sahabatnya itu kenapa-kenapa.Jika sampai Nabilla kenapa-kenapa, dia tak akan memaafkan dirinya sendiri. Itu yang Farhan rasakan sekarang. Itu yang ia pikirkan sekarang. "Sejauh ini masih aman. Sebenarnya apa yang akan mereka rencanakan? Kata Nabilla Nathan tak punya saudara kem
Bab 18Adu Mulut"Jangan ke sana!" pinta Farhan kepada Nathan, seraya menekan pundaknyanya. Tentu saja membuat Nathan segera menoleh ke asal suara. Melihat pundaknya yang terlihat ada tangan laki-laki. Ya, akhirnya Farhan mendekati Nathan asli. Walau Farhan sendiri belum tahu, mana yang Nathan asli. Yang dia inginkan, dia ingin tau lebih dulu, apa yang akan terjadi selanjutnya. Karena Farhan yakin, lelaki yang bersama Nabilla tak akan mungkin berani macam-macam, karena banyak orang di sekitarnya. Melihat Nathan ingin melangkah mendekati Nabilla dan William, Farhan dengan cepat melangkah untuk menghentikan langkah Nathan. Karena dia tak mau gegabah."Kamu siapa?" tanya Nathan. Farhan menelan ludah sejenak. "Kita sudah pernah ketemu bukan di halaman rumah makan dulu itu?" tanya balik Farhan. Seketika Nathan melipat kening. Mencerna. "Mungkin bukan ketemu denganku, tapi ketemu dengan kakakku. Aku Nathan!" jelas Nathan. Farhan hanya bisa menganga sejenak. "Jadi itu?" tanya Farhan ser
Bab 19Tak Perlu PercayaPrank ...."Astagfirullah ...."Tiba-tiba gelas yang dipegang oleh Tarfi'ah jatuh begitu saja. Cukup membuat Tarfi'ah terkejut tentunya. Hingga membuatnya terdiam sejenak. Mengatur jantung yang seolah berhenti berdetak. Kaget. Setelah itu, Tarfi'ah menekan dadanya sejenak. Berkali-kali mengucapkan istighfar. Berkali-kali mengatur napas."Astagfirullah ... kok tiba-tiba perasaanku nggak enak gini, ya?" ucap Tarfi'ah ngomong sendiri. Tarfi'ah menarik napasnya sejenak, kemudian matanya menatap ke arah pecahan gelas itu di lantai. Ia menelan ludahnya sejenak. Masih berusaha untuk menenangkan hatinya. Masih berusaha untuk menenangkan pikirannya. Setelah hatinya sudah bisa ia kendalikan, akhirnya Tarfi'ah beranjak. Segera melangkah menuju dapur untuk mengambil sapu. Ingin membersihkan lantai yang berserak pecahan kaca gelas itu. "Ada apa ini? Semoga tak terjadi apa-apa!" ucap Tarfi'ah masih dengan perasaan yang sangat tak enak. "Tapi kok aku jadi kepikiran denga
Bab 20Perkara DendamNabilla terdiam, masih terpaku di tempatnya. Dia belum beranjak, dia masih mengatur napasnya yang terasa sesak. Berkali-kali Nabilla membuang kasar napasnya. Berkali-kali juga, Nabilla menekan kuat dadanya. Agar dia bisa terus mengendalikan dirinya. Agar dia bisa terus mengontrol emosinya. "Kenapa hatiku sesesak ini saat mendengar ucapannya?" tanya Nabilla dalam hati. Yang dia maksud adalah ucapan Nathan. Ya, ucapan Nathan barusan, memang sangat mengena di dalam hatinya. Karena rasa sesak hati yang ia rasakan, area mata terasa memanas. Itu yang di rasakan oleh Nabilla sekarang. Ingin sekali berteriak sekencang-kencangnya, tapi dia sadar jika dirinya ada di mana sekarang. Farhan pun masih terdiam di tempatnya. Dia masih mengamati Nabilla dari tempatnya itu. Belum berani mendekat. Yang ada di hatinya kini adalah rasa cemburu dan kasihan.Cemburu? Ya, Farhan sangat cemburu dengan Nathan. Dia pun merasakan ucapan Nathan sangat lah tulus. Sangat tulus, hingga samp
Bab 21Curhatan Hati"Kamu baik-baik saja, kan?" tanya Tarfi'ah kepada Nabilla. Ya, Nabilla baru saja sampai rumahnya. Walau hatinya masih kusut, tapi dia berusaha memperlihatkan kalau dirinya baik-baik saja di depan Mama tirinya itu.Nabilla pulang pulang diantar oleh Farhan. Tapi, Farhan sudah pulang duluan."Baik, Bunda ... baiiiikk banget!" jawab Nabilla dengan nada yang seolah sangat meyakinkan Tarfi'ah, kalau dirinya memang baik-baik saja. Tapi tidak cukup membuat hati Tarfi'ah lega mendengarnya. Masih terasa ada ganjalan di dalam hatinya. Tarfi'ah menarik napasnya sejenak. Memandangi anak tirinya itu lekat. Hingga bola mata mereka saling beradu pandang. Cukup membuat Nabilla nyengir merasa tak enak hati."Kamu nggak bohong sama Bunda kan?" tanya Tarfi'ah lagi, untuk lebih memastikan. Tentu saja cukup membuat Nabilla melipat kening sejenak. Mencerna lebih dalam. Menelan ludah sejenak."Kok kayaknya Bunda curiga gitu, ya? Kenapa? Apa dia tahu apa yang sebenernya terjadi?" tanya
Bab 22Kemelut Suanasa Hati"Sebelum ke rumah Nabilla, kita makan dulu, ya! Kasihan adik kamu!" ucap Razmi. Nathan mengembangkan senyum. Kemudian menganggukkan kepalanya pelan. Kepalanya melongok sejenak ke dalam mobil. Melihat adiknya. "Iya, Ma. Kebetulan Nathan juga lapar," balas Nathan. Razmi melempar senyum khas keibuan. "Telpon kakakmu, ajak dia makan bareng sama kita!" pinta Razmi. Nathan tanpa mikir panjang lagi, seketika menganggukkan kepalanya. "Baik, Ma!" Langsung Nathan mengeluarkan gawainya dari dalam saku bajunya. Segera mencari nomor kakaknya. "Nomor yang anda tuju sedang tidak aktif, atau berada di luar jangkauan, cobalah beberapa saat lagi!" Seperti itulah jawaban dari operator. Kemudian Nathan segera mematikan gawainya. Menatap ke arah mamanya lagi. "Nomor Mas William nggak aktif, Ma!" ucap Nathan. Seketika Razmi melipat keningnya. "Tumben?" jawab Razmi lirih. Nathan mengangkat kedua bahunya sejenak. Pertanda dia tak tahu, kenapa nomor kakaknya nggak aktif. "Mu
Bab 23Akhirnya"Hapemu bunyi terus, kenapa nggak diangkat?" tanya Tarfi'ah kepada anak tirinya. Ya, mendengar dering panggilan masuk hape anaknya, dia keluar dari kamarnya. Penasaran kenapa Nabilla tak mengangkat hapenya. Dia tertidur kah, atau bagaimana. Seperti itu pemimiran Tarfi'ah. "Malas, Bun," jawab Nabilla asal. Tarfi'ah melipat keningnya sejenak. Kemudian menatap ke arah gawai anaknya itu. Melihat siapa yang memanggilnya, kok sampai anaknya itu tak mau mengangkat telponnya."Telpon dari Nathan. Kenapa nggak diangkat?" tanya Tarfi'ah lagi. Nabilla menghela napas sejenak. Tentu saja Tarfi'ah semakin ingin tahu lebih. "Nggak tahu itu nomor Nathan beneran atau bukan. Bisa jadi itu nomor Mas William, atau ... entahlah mana yang punya dendam juga kita nggak tahu," jawab Nabilla. Tarfi'ah gantian menghela napasnya. Kemudian dia duduk di sebelah anaknya. "Apa perlu Bunda yang angkat?" tanya balik Tarfi'ah. Nabilla dengan cepat menggelengkan kepalanya. "Nggak usah, Bund! Biarkan
Bab 40Ektra Part 2Lamaran berjalan dengan lancar. Selain lamaran, pembahasan pernikahan sekalian sudah di rundingkan. Semuanya setuju, semuanya merestui. Karena mereka sama-sama tahu betul bagaimana perjuangan cinta anak mereka. Dua keluarga sepakat, acara pernikahan akan digelar semeriah mungkin. Kalau Nabilla sendiri, dia menginginkan pernikahan yang sederhana saja. Begitu juga dengan Nando. Tapi, mereka juga tak bisa menolak keinginan keluarga besar. Nabilla anak pertama dan tunggal. Jadi Nathan menginginkan yang terbaik tentunya. Begitu juga dengan Marlina dan Farhan, Nando juga anak tunggal mereka. Tentu saja tak lega, jika pernikahan anak mereka digelar sederhana. Nabilla dan Nando akhirnya nurut saja. Bagi mereka yang penting semuanya merestui. Itu udah lebih dari cukup.*************************"Kamu deg-degan nggak?" tanya Nando lewat sambungan telpon. Mereka sudah tak diijinkan untuk bertemu. Istilah ngomongnya mereka sedang dipingit."Iya. Kamu sendiri gimana? Deg-deg
Bab 39Ekstra Part 1"Kalian masih muda. Yakin mau menikah muda?" tanya Nathan kepada anaknya. Cukup terkejut mendengar pengakuan Nabilla. Ya, Nabilla sudah menceritakan semuanya kepada ayahnya. Nathan tentu saja tercengang mendengar itu. Karena dia pikir, masih banyak yang harus Nabilla kejar. Apalagi, Nabilla termasuk siswa berprestasi. Tapi cinta dia kepada satu laki-laki memang tidak main-main. Itu yang Nathan lihat. "Nabilla yakin ayah, tapi ... kalau Ayah tak mengijinkan, maka Nabilla juga nggak akan mungkin melawan Ayah. Karena bagi Nabilla, ayah segalanya! Tak akan mungkin Nabilla temukan, cinta tulus dari laki-laki selain ayah!" jawab Nabilla. Cukup menyentuh hati yang mendengarnya. Nathan menarik napasnya sejenak. Dia tak menyangka kalau anaknya akan berkata seperti itu. Hatinya terenyuh, saat anaknya bicara seperti itu. Meyakinkan kalau anaknya sangat mencintainya, sangat menghormati dan menghargai keputusannya. Walau keputusannya nanti, mungkin bisa dibilang tak sejala
Bab 38Ending"Seperti itulah ceritanya, kenapa mamamu Amelia sampai sekarang, masih di penjara sampai detik ini! Dia merasa bersalah dan dia menyerahkan diri!" ucap Marlina. Dia menjelaskan semuanya. Di situ juga ada Nathan dan William. Tapi tidak ada Nabilla. Ya, kejadian kecelakaan yang dibuat Amelia di masa lalu, membuat ingatan Nando hilang. Vonis dokter mengatakan memori ingatan Nando hilang. Penyembuhan otak tidak mudah, membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk pulih. Walau tidak pulih seutuhnya, seperti sedia kala. Amelia menyerahkan diri, karena terus menerus dihantui rasa bersalah. Apalagi, kalau melihat Nando kesakitan, jika dia ingin mengingat sesuatu. Bukan hanya Amelia yang masuk penjara, tapi Jambrong juga. Polisi berhasil menangkapnya. Amelia sendiri yang melaporkannya. "Jadi Mama kandungku, Mama Marlina?" tanya balik Nando. Marlina menganggukkan kepalanya. Kemudian refleks Nando memeluk perempuan yang telah melahirkannya. "Maafkan aku, jika selama ini aku tak meng
Bab 37Akhirnya."Marlina!" sapa Amelia setelah dia tiba di ruang Nabilla. Tentu saja semua yang ada di ruangan itu menoleh ke arah suara. "Amelia?" balas Marlina. Terkejut dan tak percaya, jika Amelia datang menemuinya.Amelia terkejut melihat Nabilla yang sama dengan Nando. Lemah tak berdaya di pembaringan. "Astaga ... apa yang aku lakukan? Mungkin Nathan perasaannya juga sama yang aku rasakan saat ini. Khawatir dengan keadaan putrinya! Kenapa aku jahat sekali!?" Maki Amelia dalam hati. Ya, dia memaki dirinya sendiri. Dengan langkah pelan dan badan gemetar, Amelia masuk ke ruangan Nabilla. Matanya tak lepas memandang ke arah gadis itu. Gadis yang selama ini dia benci. Gadis yang selama ini, ia inginkan celaka. Nathan dan Marlina bingung melihat tingkah Amelia. Ada rasa was-was juga. Was-was jika Amelia menyerang Nabilla. Ya, pikirkan mereka masih negatif thinking dengannya. "Ada apa, Amelia?" tanya Marlina. Ditanya seperti itu, Amelia terkejut. Dia baru sadar kalau dia datang k
Bab 36Detik-detik Akhir"Sejak kapan kamu di sini?" tanya Amelia kepada Marlina. Yang ditanya masih terus mengontrol emosinya."Tak penting kamu tahu sejak kapan aku di sini. Kenapa kamu menghilang?" jawab dan tanya balik Marlina. Amelia membuang muka begitu saja. Tak langsung menjawabnya."Bukan urusanmu!" balas Amelia ketus. Cukup membuat Marlina terkejut tentunya."Bukan urusanku kamu bilang? Kamu pergi membawa anakku! Dan kamu bilang itu bukan urusanku? Ternyata kamu tega sekali. Bukan hanya tega tapi juga kejam!" sungut Marlina. Amelia masih membuang muka. Dia tak berani menatap wajah Marlina. "Dia sekarang anakku! Bahkan secara negara dia sudah sah menjadi anakku! Kamu tak ada hak atas dia!" balas Amelia. Mendengar itu tentu saja membuat Marlina sakit hati. "Dia tetap batal jika menyentuhmu Amelia! Karena secara agama dia putraku! Kamu sangat jahat!" Marlina mengingatkan akan takdir yang sesungguhnya. "Persetan! Nando anakku, sampai kapan pun dia anakku! Jangan harap kamu bi
Bab 35Keadaan"Nak, bangun! Nabilla bangun! Ayah mohon!" ucap Nathan. Dia sudah sampai di rumah sakit. Nabilla tak sadarkan diri. Air mata terus berjatuhan. Dadanya sangat sesak. Napasnya seolah tersumbat. Yang ia pikirkan hanyalah keselamatan Nabilla. Hanya itu. Tak ada yang lain lagi.Panggilan telpon dari segala penjuru tak ia respon. Sekarang fokusnya hanya ke Nabilla. Nabilla segalanya baginya. Marlina sudah sampai di rumah sakit. Dia saat ini ada di ruangan Nabilla. Dia baru saja dari ruangan Nando. Nando masih sama keadaannya. Belum sadarkan diri juga. Amelia belum sampai di rumah sakit. Dia masih syok di rumahnya. Syok mendengar Nando kecelakaan. Padahal dia berharap, kabar seperti ini, tidak untuknya. Tapi untuk Nathan dan William. "Nak, bangun!" ucap Marlina lirih di dekat telinga Nabilla. Nathan menoleh ke arah Marlina. Melihat Nabilla melakukan itu, hatinya terasa terenyuh. "Bagaimana keadaan Nando?" tanya Nathan. Yang ditanya menoleh ke arah Nathan. Dia menarik napa
Bab 34Hanya Rencana?"Astagfirullah ...." ucap Nathan saat dia kepleset. Nggak tahu kenapa, tiba-tiba Nathan terpleset. Cukup membuat rasa nyeri di kaki ia rasakan. Dengan perlahan Nathan bangkit. Seketika degub jantungnya berdegub kencang sekali. "Kok, perasaan aku jadi nggak enak gini, ya?" tanya Nathan pada diri sendiri. Ya, dia merasa hatinya sedang tidak baik-baik saja. "Nabilla dan Nando sudah sampai rumah Bu Marlina belum, ya?" tanya Nathan, dia jadi kepikiran dengan mereka. Nathan segera melangkah menuju ke ruang TV dengan sangat pelan-pelan, karena kakinya masih nyeri, belum nyaman. Dia duduk di sana terlebih dahulu. Menenangkan hatinya sejenak, sambil sedikit menekan-nekan kaki yang terasa nyeri itu. "Aku telpon Bu Marlina saja. Tanya mereka sudah sampai apa belum. Kalau aku telpon Nabilla itu terlalu berbahaya. Dia sedang di jalan," gumam Nathan ngomong sendiri. Setelah hatinya sedikit bisa dia kendalikan, Nathan meraih gawainya. Dia segera mencari nomor Bu Marlina.
Bab 33Lanjutan Rencana"Ayah, hari ini Nabilla mau ke rumah Bu Marlina. Ibu yang menolong Nabilla itu. Boleh?" tanya Nabilla kepada ayahnya. Nathan sendiri baru saja selesai bertemu dengan Marlina. Kisah hidupnya cukup membuatnya sesak saat mendengarnya. Ya, Marlina sudah menceritakan semuanya kepada Nathan, masalah Nando hingga jatuh ke tangan Amelia. Cukup menyakitkan dan tentunya cukup bodoh. Itulah yang Nathan pikir, karena dia tak habis pikir, dengan jalan pikir Marlina kala itu. "Mau ayah antar?" tanya Nathan. Nabilla mengulas senyum tipis. Kemudian dia menggelengkan kepalanya. Nathan melipat keningnya sejenak."Nggak usah, Ayah! Nabilla nanti dijemput Nando. Boleh, kan?" jawab dan tanya lagi Nabilla. Nada tanya yang ia katakan, cukup membuat Nathan tak kuasa untuk menolaknya. Tak tega lebih tepatnya. Nada suara Nabilla terdengar sangat berharap. Berharap untuk diijinkan. Nathan menarik napasnya sejenak. Sebenarnya dia sangat berat untuk melepas Nabilla pergi tanpa dirinya.
Bab 32Menjalankan Rencana"Kamu bodoh sekali Jambrong! Bisa-bisanya kamu gagal culik anak kecil!" Maki Amelia. Sorot mata menyalang, ia lemparkan ke arah lelaki berbadan kekar itu. Dia sudah bersama Jambrong hari ini. Sengaja dia meminta Jambrong untuk datang menemuinya. Semalaman dia tak bisa tidur, gara-gara ucapan Nando, yang telah mengetahui nama Nando Perkasa. Cukup menyita perhatiannya. "Anak itu tak selugu yang kita lihat. Dia itu licik!" balas Jambrong. Amelia nyengir begitu saja. "Halah ... alasan!" sungut Amelia, dengan mata menyalang murka dan memerah. Jambrong menundukan kepalanya. Dia menyadari kalau dia salah. Wajar jika Amelia marah, dia sudah memberikan uang banyak kepada lelaki berbadan kekar itu. Tapi hasilnya tak sesuai dengan apa yang diinginkannya. Cukup membuat rasa kecewa dan sesak menjadi satu."Selicik-liciknya dia, dia itu anak kecil ... harusnya malu bisa kalah sama anak kecil? Percuma badan gede, tapi kalah sama anak kecil!" Maki Amelia lagi. Rasanya me