Bab 18Sidang lanjutan dimulai"Nathan, kamu kenapa? Kok bisa kamu tengkar sama Nabilla di sekolah?" tanya Razmi kepada anaknya. Sambil menunggu adzan isya' Razmi berusaha ngobrol berdua dengan anaknya. Ingin bicara dari ke hati dengan anak keduanya itu."Nabilla kok, Ma, yang mulai duluan! Nathan diserang, makanya Nathan ngelawan, nggak mungkin kan, Nathan diam saja?" jawab Nathan dengan ekspresi tak suka. Dia masih kesal dengan Nabilla. Ekspresinya tak bisa dibohongi. Razmi mendengar itu hanya bisa menghela napas panjang. Menatap Nathan dengan tatapan penuh kasih sayang. Dia merasa bersalah. Walau bukan dirinya yang membuat kesalahan, tapi dia tetap merasa bersalah. "Kamu laki-laki, harusnya ngalah sama perempuan. Biar tak tengkar dengan Nabilla. Mama malu kamu ribut seperti ini," ucap Razmi pelan. Karena mamanya ngomong pelan, cukup membuat Nathan jadi merasa bersalah sendiri. Nathan mengerucutkan bibirnya. Pertanda dia sangat kesal. Bukan kesal dengan mamanya, tapi kesal dengan
Bab 19Pemutaran Chat di Hape"Sidang ke dua ini kok aku yang deg-degan parah, ya?" ucap Tarfi'ah. Dia mondar-mandir nggak jelas. Pikirannya bercabang. Pikirannya tak tenang. Dia sadar, kalau masalah sidang itu bukan masalah dia dan bukan urusan dia. Tapi, dia benar-benar kepikiran, cukup membuatnya tak tenang. Nabilla hanya bisa melihat tantenya itu mondar-mandir. Dia mau tanya, tapi dia tak berani. "Tante Fiah kenapa, ya? Nampaknya dia lagi banyak pikiran," tanya Nabilla dalam hati. Mau tanya tapi dia tak berani. Entah sudah berapa kali Tarfi'ah menoleh ke arah jam. Dalam keadaan cemas seperti itu, jarum jam seolah merasa tak berputar baginya. Karena Tarfi'ah terus menoleh ke arah jam, Nabilla pun mengikuti. Melihat tantenya gelisah tak tenang, ia pun juga merasa seperti itu. "Astagfirullah ...." ucap Tarfi'ah begitu saja. Saat matanya menatap ke arah Nabilla. Dia baru sadar kalau dia tak sendirian di rumah. Ada Nabilla yang butuh ia temani. "Nabilla laper nggak?" tanya Tarfi
Bab 20Satu Tamparan"Lagi-lagi menunggu mereka terasa lama," ucap Tarfi'ah ngomong sendiri. Nabilla sudah tidur. Seperti kemarin, Tarfi'ah menunggu tetangganya itu pulang sidang, duduk di teras depan rumahnya.Ia terus scroll sosial media. Tapi dia tak menemukan apa-apa. Karena sidang kali ini sidang tertutup. "Kalau kemarin aku menemukan sesuatu di sosial media, sekarang aku harus cari tahu di mana? Sidangnya berjalan tertutup," ucap Tarfi'ah masih ngomong sendiri. Ia menoleh ke arah jalan. Berharap saat ia menoleh ke arah jalan, matanya melihat Tamam datang. "Kok lama sekali, ya? Semoga sidangnya tidak terjadi huru-hara!" ucap Tarfi'ah. Suasana hatinya memang sangat cemas. Berkali-kali dia menautkan sepuluh jemarinya. Berkali-kali dia meremas jemarinya sendiri. Agar dia bisa sedikit saja merasakan tenangnya hati. "Segininya kah aku mengharapkan Mas Tamam? Atau aku cemas karena hanya rasa simpati saja?" ucap Tarfi'ah dalam hati. Dia sendiri terkadang juga bingung dengan hati d
Bab 21Saling Menyalahkan"Arsilla!"Plak!Satu tamparan mendarat kilat di pipi perempuan yang sedang kalap itu. Arsilla nyaris terjungkal ke lantai karena saking kuatnya Tamam menamparnya."Aow!" ucap Arsilla seraya memegang pipinya, yang terasa panas.Tanpa dikomando, tetangga berdatangan, saat mendengar suara lantang keributan itu. Cukup membuat Tamam bingung sebenarnya. Tapi emosi sudah terlanjur memuncak. Napasnya sudah memburu."Kamu menamparku, Mas?" tanya Arsilla dengan mata menyalang. Nada suaranya terdengar bergetar. Tamam mengedarkan pandang. Orang-orang yang mendengar keributan mereka, sudah saling berdatangan. Bahkan semakin ramai. Semakin banyak yang datang."Maafkan aku Tarfi'ah! Aku nitip Nabilla di sini dulu! Akan aku selesaikan masalahku dengan Arsilla!" ucap Tamam kepada tetangganya itu. Tarfi'ah diam saja. Karena dia masih syok. Tak menanggapi apa pun. Bahkan menganggukkan kepala saja tidak.Karena tetangga pada datang, akhirnya Tamam segera mendekati Arsilla. Mera
Bab 22Bisik-bisik Tetangga"Jadi kamu kena denda potong kambing dan uang?" tanya Teguh untuk lebih memastikan. Anton menganggukkan kepalanya pelan. Anton sudah menceritakan masalah sidang tertutupnya itu pada Teguh. Ya, Anton sekarang ada di rumah Teguh lagi. Karena dia tak tahu mau ke mana. Razmi benar-bener sudah tak mau menerimanya. Sudah mengharamkan Anton jika menginjakkan kaki di rumahnya. Razmi benar-bener sudah tak sudi lagi. Sudah sangat jijik melihat paras lelaki yang telah memberikan dia dua anak itu. "Iya, pusing aku!" balas Anton. Teguh menghela napas panjang. Kemudian mengacak rambutnya kasar. Walau bukan masalah dia, tapi tetap saja ia seolah juga ikut merasakan. Ikut merasa sesaknya masalah temannya itu. "Yaudah, nikmati dan jalani saja!" balas Teguh. Anton menghela napas panjang. Menggigit bibir bawahnya pelan. "Entahlah, engap aku dengan masalah ini," ucap Anton. Teguh mencebikan mulutnya."Aku saja ikutan engap, apalagi kamu! Itulah ... nikmat hanya sesaat, tap
Bab 23Rencana dijalankan"Hemm, Si Fiah langsung masuk ke dalam rumah. Nggak jadi belanja dia. Pasti dia terkejut melihat rambutku yang basah ini! Mampus kamu Tarfi'ah! Nggak akan aku diam saja! Perawan tua nggak tahu malu!" ucap Arsilla dalam hati. Dia sangat puas sekali. "Pagi-pagi udah seger aja Mbak Silla," ledek salah satu ibu-ibu yang ikut belanja. Yang lainnya menyenggol lengan yang bertanya. Nyengir."He he he, iya," balas Arsilla dengan memaniskan senyumnya. Tangannya memilah dan memilih sayuran yang akan dia beli. Sorot mata bahagia yang Arsilla pancarkan. Tetangga yang ikut belanja saling memainkan bibirnya, saling senggol, pertanda mereka risih dengan kelakuan Arsilla. Tapi Arsilla tetap saja santai, seolah dia tak pernah membuat huru-hara."Eh, kapan ini motong kambingnya?""Secepatnya, Bu. Tenang saja. Sebagai warga yang baik, pasti saya akan turuti peraturan desa ini. Walau sebenarnya saya sama sekali tak bersalah. Karena saya difitnah! Saya dijebak!" jawab Arsilla.
Bab 24Perlu Bicara"Dek, kita perlu bicara!" ucap Anton kepada Razmi. Pagi ini Anton memang pergi ke rumah Razmi. Dia tak masuk kerja. Ijin terlebih dahulu. Karena hatinya benar-benar sedang berkemelut hebat. Tak tenang, galau, dilema. Membuat dia tak fokus untuk kerja. "Tak ada yang perlu dibicarakan! Semuanya sudah cukup jelas, bahkan sangat jelas! Jadi apa lagi yang perlu dibicarakan? Sungguh memalukan. Tapi, nampaknya yang melakukan tak punya malu!" balas Razmi. Anton berusaha menarik pergelangan tangan Razmi. Tapi Razmi terus menolaknya. Anton sebenarnya sangat sakit hati dengar ucapan Razmi. Tapi dia harus tetap bersabar demi mendapatkan maaf dan kesempatan lagi dari Razmi. "Razmi, aku mohon, tolong kasih aku kesempatan satu kali lagi. Aku janji akan berubah. Aku janji akan setia sama kamu!" ucap Anton. Razmi menyeringai kecut. Kepalanya geleng-geleng heran dengan sikap kekeuh Anton yang menurut Razmi tak tahu malu itu. "Tapi sayangnya aku sudah tak percaya dengan janjimu!
Bab 25Tamam dan Razmi"Pa, itu mamanya Nathan!" ucap Nabilla seraya menunjuk. Mereka baru saja sampai. Bahkan belum turun dari motor.Tamam menoleh ke arah telunjuk anaknya menunjuk. Kemudian melepas helm pelan."Owh, ternyata Razmi yang datang!" ucap Tamam dalam hati. Ia menelan ludah sejenak."Iya. Turun dulu, ya!" balas dan pinta Tamam kepada anaknya."Iya, Pa," balas Nabilla dengan nada suara yang sangat polos.Nabilla segera turun dari motor. Pun Tamam juga ikut turun dari motor."Ma, itu papanya Nabilla!" Nathan menunjuk ke arah Nabilla dan Tanam. Razmi segera menoleh ke arah anaknya menunjuk."Iya, berarti papanya yang datang," balas Razmi. Nathan manggut-manggut saja."Mungkin Mas Tamam juga sama seperti aku pemikirannya, malu jika istrinya yang datang memenuhi panggilan sekolah. Atau kasihan Nabilla akan jadi tambah malu!" ucap Razmi dalam hati."Yaudah, kamu masuk dulu ya, Mama biar langsung menuju ke kantor saja!" pinta Razmi. Nathan menganggukkan kepalanya pelan."Siap, M