Bab 2Siapa Yang Nabilla lihat?"Kamu kenapa? Kok nampaknya gelisah gitu?" tanya Tamam kepada istrinya. Tarfi'ah. Ya, sedari tadi Tarfi'ah memang mondar mandir nggak jelas. Entah sudah berapa kali dia menghampiri pintu. Menunggu. "Emm, nunggu Nabilla. Kok tumben jam segini dia belum pulang, kalau waktunya pulang tapi dia belum sampai rumah, aku kepikiran, Mas," jawab Tarfi'ah. Tamam ikut memandang ke arah Tarfi'ah memandang. "Mungkin masih ada urusan. Anak kita itu sekarang udah dewasa. Bukan anak kecil lagi, jangan terlalu dikhawatirkan seperti itu!" balas Tamam. Tarfi'ah sedikit nyengir mendengarnya. "Justru dia sudah besar, Mas, makanya aku semakin khawatir. Dia itu perempuan, parasnya cantik, pernah tua mana yang tak cemas? Walau aku hanya ibu sambung, tapi tetap saja aku khawatir dengannya," ucap Tarfi'ah. Tamam menghela napas panjang. "Iya, Sayang, tapi jangan khawatir, dia sudah dewasa. Tadi pamit ke aku, katanya mau ke rumah sakit jiwa sama Farhan. Mungkin lama di sana,"
Bab 3Siapa yang menolong Nabilla?"Mas, aku telpon Nabilla, nggak aktif nomornya. Tumben," ucap Tarfi'ah memberitahu suaminya. Dia belum tenang, kalau anak tirinya itu belum sampai rumah. "Iyakah?" tanya balik Tamam. Lebih tepatnya untuk memastikan. Karena dia belum menelpon anak semata wayangnya itu. "Serius, Mas, coba deh telpon kalau nggak percaya, duh ... aku benar-benar khawatir ini," balas Tarfi'ah semakin khawatir. Tamam menarik napasnya kuat-kuat. Melihat istrinya cemas seperti itu, cukup membuatnya ikutan cemas dan khawatir. Tanpa mikir panjang lagi, Tamam segera meraih hapenya. Segera mencari nomor anaknya. Segera dia menghubungi nomor anak perempuannya itu. Berharap nomor anaknya itu aktif. "Nomor yang anda tuju sedang tidak aktif, atau berada di luar jangkauan. Cobalah beberapa saat lagi!" Seperti itu tanggapan operator. "Iya, ya?" ucap Tamam menarik telponnya dari telinganya. Ia buang napas secara kasar. Untuk sedikit melegakan hatinya. "Duh .... nggak punya nomor
Bab 4Saling Memulai"Owh dia yang namanya Nathan. Ganteng juga!" ucap Farhan dalam hati. Mengawasi William dari ujung kaki sampai ujung kepala. Memeriksa lebih tepatnya. Karena selama ini, dia cukup penasaran dengan Nathan. Lelaki yang sering Nabilla ceritakan.William yang mengaku sebagai Nathan, membuang tangan Zahira kasar. Menatap Zahira dengan tajam. Menunjukan ekspresi tak suka dengan perbuatan Zahira itu. Cukup membuat Zahira nyengir sejenak."Jangan kasar!" ucap William tanpa menyebutkan nama. Karena dia tak tahu, siapa Zahira. Tak nama perempuan yang ia pegang tangannya itu."Kamu masih ingat aku?" tanya Zahira. William tetap memberikan ekspresi santai. Agar tak ada yang curiga kalau dirinya bukan Nathan. Apalagi sampai Nabilla yang curiga."Aku Zahira. Kamu masih ingat aku, kan?" ucap Zahira lagi. William mengulas senyum tipis. Seolah mendapatkan jawaban atas keingintahuan dia siapa nama perempuan yang ada di hadapannya ini. Tapi, dia tetap terlihat santai."Owh dia namanya
Bab 5Berlanjut"Alhamdulillah, akhirnya kamu sampai rumah juga," ucap Tarfi'ah, saat melihat anak tirinya itu sudah sampai rumah. Nabilla mengulas senyum manja ke arah bundanya itu. Memainkan bibir manjanya sejenak. Tarfi'ah menyambutnya dengan penuh cinta. Seolah anak kandungnya sendiri. "Kenapa, Bunda? Kangen, ya?" ledek Nabilla kemudian melepas jaketnya."Kayak nggak tahu bundamu saja. Dia itu kalau jam pulang kamu nggak sampai-sampai rumah, mondar-mandir ngelihatin pintu. Sambil ngedumeeell terus," balas Tamam. Nabilla semakin melebarkan bibirnya. Perasaan sayang dan tulus dari bundanya itu memang sangat ia rasakan. Cukup membuatnya sangat amat bersyukur memiliki ibu sambung sebaik Tarfi'ah. "Lah ... namanya juga punya anak gadis. Cantik lagi, siapa yang tak khawatir? Kalau sampai rumah tepat waktu kan, nggak bikin bunda senam jantung," sahut Tarfi'ah. Nabilla kemudian memeluk manja ke bundanya itu."Masya Allah ... bunda memang the best pokoknya. Tapi tenang saja, Nabilla ini
Bab 6Tak Satu Frekuensi"Kamu kenapa, Mas?" tanya Nathan kepada kakaknya. William. Yang ditanya hanya nyengir sejenak. Menoleh ke arah adiknya. Dengan tatapan mata memerah, karena kebanyakan menatap layar pipihnya. "Lihat Youtube," jawab William asal. Nathan mencebikan mulutnya sejenak. Kemudian memilih duduk tak jauh dari kakaknya itu. "Aku perhatikan dari tadi main hape mulu. Nggak kayak biasanya, tumben," ucap Nathan. William mengulas senyum sejenak. "Tadi habis telponan sama pacar, habis itu nonton YouTube," balas William. "Gimana kabar Mbak Siska?" tanya balik Nathan. Siska adalah pacar William. Sudah lumayan lama William dan Siska berpacaran. Nathan tahu itu. Karana William memang selalu mengenalkan perempuan siapa saja yang lagi dekat dengannya. "Kabar dia baik. Dia agak ngambek karena aku nginap di kota," jawab William. Nathan mencebikan mulutnya. "Ribet ya punya pacar," ucap Nathan. William mengulas senyum santai. "Ya, resiko punya pacar, ada enaknya, ada nggaknya," b
Bab 7Nathan dan Nabilla"Kenapa dia ngomong sudah pernah ketemu sama aku? Kayaknya ada yang nggak beres ini! Aku ikuti saja dulu gimana maunya, biar paham!" ucap Nathan dalam hati. Dia akhirnya berusaha untuk santai. Berusaha memainkan ekspresi."Tadikan kita ketemu di rumah makan. Kamu ini gimana sih?" ucap Nabilla. Nathan terus berusaha memainkan ekspresinya. Agar tak terlihat bingung di depan Nabilla. "Owh ... astaga ... maaf ... aku akhir-akhir ini pelupa parah," balas Nathan seraya menepuk pelan jidatnya, pertanda dia pelupa. Nabilla mengerutkan keningnya. Mencerna mengawasi wajah Nathan dengan cermat. Cukup membuat Nathan menjadi tak nyaman."Kenapa? Wajahku ada yang aneh, ya? Atau ada sesuatu yang menempel?" tanya Nathan balik. Nabilla menelan ludahnya sejenak. "Tadi siang perasaan di jidatmu ada jerawat. Kok sekarang mulus aja? Cepat amat itu jerawat kempesnya?" tanya Nabilla. Nathan melipat keningnya sejenak. Kemudian tangan kanannya memegang jidatnya. Mencerna lebih."Yan
Bab 8Semakin Curiga"Kenapa Nabilla tak membalas chat aku, ya? Sok banget dia?" ucap William ngomong sendiri. Melihat pesan singkatnya sudah dibaca, tapi tak ada tanggapan cukup membuatnya kesal sekali. Ya, Nabilla memang tak membalas chat dari William. Karena dia pikir, Nathan lagi ada di depannya saat ini. Jadi dia hanya menyimpan saja. Tidak membalas. Dia asyik melanjutkan untuk ngobrol santai saja. Nathan pun sebenarnya deg-degan jika Nabilla membalas pesan dari kakaknya. Tapi dia terus menerus mengajaknya bicara, sehingga Nabilla memasukan gawainya di dalam dompet hapenya. Hingga Nabilla merasa nyaman seolah tak ada dendam lagi. Itu yang Nabilla rasakan sekarang. Karena tak dapat balasan dari Nabilla, akhirnya William tak chat lagi. Karena dia juga harus menjaga gengsinya. Dia tak mau terlihat ingin mendekati Nabilla. Takut Nabilla curiga dengan apa yang akan dia rencanakan. Seperti itulah pemikiran William. "Sok kecantikan banget ini anak! Dasar! Peraih banget sama mamanya!
Bab 9Sedikit terbongkar"Nathan ke mana?" tanya Dani, teman William."Tadi pamitnya beli pulsa. Sekalian aku titipi rokok, eh, sampai sekarang belum pulang, entah ke mana dia," jawab William dengan ekspresi yang sudah tak enak. Kesal nunggu Nathan tak ada kabar. Dani mencebikan mulutnya. Kemudian hanya geleng-geleng kepala saja. Melihat ekspresi temannya itu, Dani cukup santai. Karena dia tahu betul bagaimana temannya itu. "Mungkin dapat kenalan cewek," balas Dani dengan anda sedikit meledek. Sengaja. William nyengir sejenak."Nathan mana mau kenalan sama cewek. Entah cewek yang kayak gimana yang sedang dia cari!" balas William. Masih dengan nada sengit nggak jelas. Dani semakin nyengir saja melihatnya. "Telpon aja!" pinta Dani. William menggelengkan kepalanya."Malas, nanti juga pulang sendiri!" balas William. "Yaudah kalau malas, kalau gitu ya nggak usah di tungguin. Tinggal tidur saja!" balas Dani. William menghela napas sejenak. Semakin nggak enak hati saja. Itu yang dirasaka