Bab 7Nathan dan Nabilla"Kenapa dia ngomong sudah pernah ketemu sama aku? Kayaknya ada yang nggak beres ini! Aku ikuti saja dulu gimana maunya, biar paham!" ucap Nathan dalam hati. Dia akhirnya berusaha untuk santai. Berusaha memainkan ekspresi."Tadikan kita ketemu di rumah makan. Kamu ini gimana sih?" ucap Nabilla. Nathan terus berusaha memainkan ekspresinya. Agar tak terlihat bingung di depan Nabilla. "Owh ... astaga ... maaf ... aku akhir-akhir ini pelupa parah," balas Nathan seraya menepuk pelan jidatnya, pertanda dia pelupa. Nabilla mengerutkan keningnya. Mencerna mengawasi wajah Nathan dengan cermat. Cukup membuat Nathan menjadi tak nyaman."Kenapa? Wajahku ada yang aneh, ya? Atau ada sesuatu yang menempel?" tanya Nathan balik. Nabilla menelan ludahnya sejenak. "Tadi siang perasaan di jidatmu ada jerawat. Kok sekarang mulus aja? Cepat amat itu jerawat kempesnya?" tanya Nabilla. Nathan melipat keningnya sejenak. Kemudian tangan kanannya memegang jidatnya. Mencerna lebih."Yan
Bab 8Semakin Curiga"Kenapa Nabilla tak membalas chat aku, ya? Sok banget dia?" ucap William ngomong sendiri. Melihat pesan singkatnya sudah dibaca, tapi tak ada tanggapan cukup membuatnya kesal sekali. Ya, Nabilla memang tak membalas chat dari William. Karena dia pikir, Nathan lagi ada di depannya saat ini. Jadi dia hanya menyimpan saja. Tidak membalas. Dia asyik melanjutkan untuk ngobrol santai saja. Nathan pun sebenarnya deg-degan jika Nabilla membalas pesan dari kakaknya. Tapi dia terus menerus mengajaknya bicara, sehingga Nabilla memasukan gawainya di dalam dompet hapenya. Hingga Nabilla merasa nyaman seolah tak ada dendam lagi. Itu yang Nabilla rasakan sekarang. Karena tak dapat balasan dari Nabilla, akhirnya William tak chat lagi. Karena dia juga harus menjaga gengsinya. Dia tak mau terlihat ingin mendekati Nabilla. Takut Nabilla curiga dengan apa yang akan dia rencanakan. Seperti itulah pemikiran William. "Sok kecantikan banget ini anak! Dasar! Peraih banget sama mamanya!
Bab 9Sedikit terbongkar"Nathan ke mana?" tanya Dani, teman William."Tadi pamitnya beli pulsa. Sekalian aku titipi rokok, eh, sampai sekarang belum pulang, entah ke mana dia," jawab William dengan ekspresi yang sudah tak enak. Kesal nunggu Nathan tak ada kabar. Dani mencebikan mulutnya. Kemudian hanya geleng-geleng kepala saja. Melihat ekspresi temannya itu, Dani cukup santai. Karena dia tahu betul bagaimana temannya itu. "Mungkin dapat kenalan cewek," balas Dani dengan anda sedikit meledek. Sengaja. William nyengir sejenak."Nathan mana mau kenalan sama cewek. Entah cewek yang kayak gimana yang sedang dia cari!" balas William. Masih dengan nada sengit nggak jelas. Dani semakin nyengir saja melihatnya. "Telpon aja!" pinta Dani. William menggelengkan kepalanya."Malas, nanti juga pulang sendiri!" balas William. "Yaudah kalau malas, kalau gitu ya nggak usah di tungguin. Tinggal tidur saja!" balas Dani. William menghela napas sejenak. Semakin nggak enak hati saja. Itu yang dirasaka
Bab 10William dan NathanNathan dalam perjalan pulang. Hatinya tetap nggak enak. Kepikiran dengan rencana apa yang akan kakaknya lakukan. Cukup membuatnya kepikiran. "Kenapa Mas William melakukan itu? Kenapa dia harus ngaku aku? Nabilla jelas percaya aja kalau kak William itu aku, secara mirip dan udah lama banget nggak ketemu," tanya Nathan pada diri sendiri. Ngomong sendiri. Rasanya Nathan sudah tak sabar ingin sampai di mana mereka tinggal di kota saat ini. Ingin segera ketemu dengan kakaknya. Ingin cari Informasi lebih lanjut. Agar rasa penasaran bisa sedikit terobati. Malam memang semakin larut. Tapi keadaan kota juga masih ramai. Masih banyak orang-orang yang berlalu lalang. Masih banyak kendaraan yang melintas. Jadi tak membuat takut. Karena keadaan jalanan masih ramai. Mata Nathan tetap fokus ke jalanan. Walau hati dan pikiran ke mana-mana, tapi matanya tetap fokus. Agar tetap selamat sampai tujuan. "Mas William, semoga kamu tidak merencanakan apa pun kepada Nabilla. Kar
Bab 11Sedikit pertengkaran"Kenapa?" tanya Teguh kepada istrinya. Razmi. Razmi memang terlihat mondar-mandir nggak jelas. Dia terlihat khawatir di mata Teguh. Mereka sudah puas cerita. Terutama menceritakan masa lalu. Masa lalu tentang Anton yang sangat lama di dalam penjara. Termasuk kisah sejatinya kenapa Anton lama dalam penjara. "Aku kok jadi kepikiran anak-anak, ya?" jawab Razmi. Teguh melipat kening sejenak mendengar itu. Mencerna lebih dalam. "Kenapa? Mereka baik-baik saja kan?" tanya balik Teguh. Penasaran dengan ekspresi istrinya itu. Ekspresi yang memang terlihat khawatir dalam pengelihatan Teguh. Khawatir akan keadaan anaknya yang sekarang sedang ada di kota."Insyallah mereka baik-baik saja. Tapi nggak tahu kenapa tiba-tiba kepikiran," jawab Razmi. Teguh menghela napas sejenak. Mencoba memahami perasaan istrinya. "Tenang, jangan terlalu di pikirkan. Mereka udah dewasa. Mereka selama ini juga saling menjaga dan menyayangi, mereka pasti baik-baik saja!" balas Teguh. Raz
Bab 12Hati yang masih ragu"Kamu belum tidur, Bil?" tanya Tarfi'ah kepada anak tirinya. Seketika Nabilla menoleh ke asal suara yang bertanya. Walau dia tahu itu suara bundanya. "Eh, Bund ...." ucap Nabilla. Seketika Tarfi'ah mendekat ke arah anak tirinya itu. Jam sudah lepas tengah malam. Tarfi'ah kebangun, dia haus. Jadi dia keluar dari kamar untuk menuju ke dapur. Belum sampai dapur, matanya melihat anaknya belum tidur. "Jam segini kenapa belum tidur? Belum tidur atau kebangun?" tanya Tarfi'ah setelah dekat, untuk lebih memastikan. Nabilla menelan ludahnya sejenak. Mereka ada di ruang TV atau ruang keluarga. Bersebelahan dengan dapur. "Memang belum tidur, Bun," jawab Nabilla jujur. Karena dia memang belum tidur. Tak bisa tidur lebih tepatnya. Matanya tak bisa ia pejamkan walau sudah mencoba berkali-kali. Rasanya sesak dan kepikiran dengan apa yang telah terjadi hari ini. "Kenapa? Apa kamu tadi minum kopi? Makanya susah tidur?" tanya Tarfi'ah untuk lebih memastikan. Nabilla men
Bab 13Memasang Telinga"Han, aku semalaman nggak bisa tidur!" ucap Nabilla kepada sahabatnya itu. Lewat sambungan telpon. "Kenapa? Kamu sakit?" tanya balik Farhan. Semacam sudah mejadi rutinitas, kalau pagi selalu telpon. Entah siapa saja yang duluan telpon, suka-suka. Kali ini, Nabilla yang menelpon Farhan. "Nggak, sih. Aku nggak sakit!" jawab Nabilla. "Lalu kenapa nggak bisa tidur?" tanya Farhan untuk lebih memastikan keadaan sahabatnya itu. "Kepikiran dengan Nathan," jawab Nabilla apa adanya. Farhan seketika melipat keningnya. Hatinya sedikit tak enak, saat pendengarannya mendengar secara langsung, Nabilla ngomong seperti itu. "Kenapa? Kamu kepikiran dia, karena hatimu sedang bermain-main dengan dia, ya?" terka Farhan. Gantian Nabilla yang melipat keningnya."Ngomong apa kamu ini. Cuma aku heran aja sama dia!" balas Nabilla. Farhan menghela napas sejenak. Malas membahas Nathan, tapi dia sangat menghargai perasaan sahabatnya itu. "Heran kenapa? Dia memang ganteng. Wajar kalau
Bab 14Aksi Selanjutnya"Maaf, Than, nanti Mama telpon lagi, ya! Itu mamang belanja lagi lewat. Mama mau belanja dulu!" potong Razmi saat telinganya mendengar ada Mamang sayur langganannya lewat. Nathan hanya bisa menelan ludah saja. "Owh, iya, Ma," balas Nathan. Harus bersabar dulu, saat ingin bercerita ke mamanya. "Yaudah, Mama matikan dulu, ya! Assalamualaikum!" "Waalaikum salam!"Tit! Komunikasi terputus. Razmi yang memutuskan. Dia segera meletakkan gawainya itu di atas meja. Dia segera berlalu begitu saja. Segera keluar dari rumahnya, untuk segera berbelanja kebutuhan dapur. Nathan menghela napas panjang. Dia mengacak pinggang dengan kepala mendongak dan menatap langit-langit. Menghembuskan napas dengan sangat kasar. "Aku harus ketemu Nabilla lagi hari ini. Aku benar-benar kepikir sama keadaannya. Karena aku tahu, bagaimana Mas William, kalau sedang ingin balas dendam!" ucap Nathan, ngomong sendiri. Kemudian dia segera keluar dari kamarnya. Ingin segera beraksi. *********