"Jangan pergi! Kamu salah paham! Aku akan jelaskan semuanya," tahan Erland sambil menahan tangan Aida yang akan membuka pintu taksi. Aida terkejut dengan kedatangan pria itu tiba-tiba.
"Maaf, aku terburu-buru. Permisi," jawabnya sambil menepis tangan Erland yang memegang tangannya. "Aku yang akan antar, kamu mau ke mana?" tanyanya sambil sedikit menarik tangan itu supaya tidak sampai masuk ke taksi itu."Maaf, aku bisa pergi sendiri, " tolaknya kekeh."Tidak ... kamu pasti marah padaku karena apa yang kamu lihat tadi. Yang kamu lihat tadi tidak benar aku akan menjelaskannya.""Aku tidak peduli. Itu bukan urusanku, aku juga tidak punya hak untuk marah. Permisi," ujarnya sambil meninggalkan Erland menuju taksi."Pak silakan pergi! Maaf, tidak jadi naik. Ini uang ganti ruginya karena sudah menunggu," ujar Erland sambil memberikan uang pada sopir taksi itu. Aida terlihat kesal dengan apa yangSetelah memandikan baby Rendra dan mengganti pakaiannya. Aida segera membereskan barang-barangnya yang ada di kamar tamu rumah orang tua Erland.Semua sudah siap, barang-barang Rendra juga sudah di masukkan ke dalam koper."Sudah siap?" tanya Erland lembut sambil memasukkan koper-koper itu ke dalam bagasi mobil.Aida mengangguk sambil tersenyum.Erland mencium sang putra yang berada di gendongan Bik Wawa. Setelah pamit pada Arumi dan Bagas, Aida masuk ke dalam mobil itu.Erland melajukan mobilnya menuju rumahnya.Saat ini mobil itu sudah masuk ke dalam halaman rumah yang luas itu. Anton menyambut mereka.Ada perasaan canggung di hati Aida. Mengingat pertemuan pertamanya dengan Erland dulu di depan gerbang rumah itu.Erland dan Anton sibuk dengan koper-koper yang ada di bagasi
Aida menjalankan aktivitasnya seperti biasanya. Sudah 4 hari dirinya bergabung di rumah sakit pusat. Pasien yang dirinya tangani semakin bertambah. Mereka banyak yang meminta ditangani dokter cantik dan baik hati itu secara langsung. Mayoritas mereka adalah lansia, meskipun ada beberapa pasien paruh baya dan muda seumurannya.Waktunya untuk Rendra pun terpaksa harus berkurang. Niatnya makan siang di rumah sambil melihat sang putra tidak pernah bisa ia lakukan. Beruntung Bik Wawa tidak sendirian. Arumi selalu ke sana setelah mengunjungi butiknya.Wanita itu sangat menyayangi cucunya. Ia selalu meluangkan waktunya untuk sang cucu. Mengajaknya bermain, bahkan Arumi tidak pernah mengeluh capek bila menemani Rendra berjalan di taman rumah Erland.Saat ini Erland ikut ke sana bersama Arumi, kebetulan in hari Sabtu, kantornya memang libur Sabtu minggu. Kecuali ada meeting di hari Sabtu baru ia berang
Aida terkejut sekaligus bahagia melihat kedatangan sang kakak.Ia tidak menyangka sang kakak datang di acara pertunangannya bersama Rafa, sang suami. Sesuai keinginan Aida, ia tidak mau acara ini diliput dan menjadi viral seperti kemarin. Ia tidak mau sang kakak semakin membencinya hanya karena beritanya viral dan membuat Aida terekspose.Terlihat jelas di wajah Aruna yang tidak suka melihat mewahnya acara pertunangan sang adik meskipun hanya diadakan di rumah."Selamat atas pertunangan kalian," ucap Rafa sambil menjabat tangan E5land. Sedangkan Aida menangkupkan tangannya di dada."Terima kasih karena sudah mau datang.""Tentu aku akan datang karena aku pingin lihat bagaimana prosesi pertunangan kalian ini. Aku pikir diadakan di hotel sama seperti saat aku bertunangan dulu dengan Mas Rafa. Ternyata hanya di rumah dan tidak begitu meriah. Apa uangmu sudah habis, Er. Atau apa kamu sudah bangkrut sehingga tidak mampu m
***Aida tersenyum melihat interaksi Erland dengan Rendra."Kak, terima kasih," ucapnya."Untuk ...?""Semua yang Kakak lakukan padaku dan Rendra.""Itu adalah bentuk tanggung jawabku padamu dan Rendra jadi itu sudah seharusnya aku lakukan," ungkapnya."Aku akan melakukan apa pun untuk kalian berdua orang yang penting dalam hidupku. Orang yang yang aku cintai," ungkapnya lagi."Terima kasih," lirihnya sambil tersenyum. Erland mengangguk sambil tersenyum tulus.Setelah makan mereka kembali ke rumah sakit.Aruna sudah bangun dan terlihat berbincang dengan Arumi dan Bagas. Aida dan Erland mendekat ke arah mereka. Aida melihat Aruna sudah sedikit tenang. Ia sangat bahagia melihatnya."Kak," sapanya.Aruna mencoba menerbitkan senyumnya. Ia malu pada Erland juga Aida. Kesalahannya pada A
***Aida tersenyum melihat interaksi Erland dengan Rendra."Kak, terima kasih," ucapnya."Untuk ...?""Semua yang Kakak lakukan padaku dan Rendra.""Itu adalah bentuk tanggung jawabku padamu dan Rendra jadi itu sudah seharusnya aku lakukan," ungkapnya."Aku akan melakukan apa pun untuk kalian berdua orang yang penting dalam hidupku. Orang yang yang aku cintai," ungkapnya lagi."Terima kasih," lirihnya sambil tersenyum. Erland mengangguk sambil tersenyum tulus.Setelah makan mereka kembali ke rumah sakit.Aruna sudah bangun dan terlihat berbincang dengan Arumi dan Bagas. Aida dan Erland mendekat ke arah mereka. Aida melihat Aruna sudah sedikit tenang. Ia sangat bahagia melihatnya.
Aida meminta Erland supaya segera mengantarnya pulang setelah selesai makan. Ia sudah tidak sabar untuk melihat Rendra, karena seharian dirinya harus meninggalkan sang putra."Kamu tenang ya, kita akan pulang kok.""Kak. Maaf sebelumnya aku selalu merepotkan Kakak. Makasih sudah mau mengantarku bolak-balik ke Bandung untuk menemani Kak Aruna. Meskipun aku tahu Kak Erland belum bisa memaafkan kesalahan Kakakku sepenuhnya, tapi Kakak tetap berusaha menahan kemarahan dan ketidaksukaan Kakak padanya.""Aku melakukan untukmu, hanya untukmu. Kalau kamu senang aku juga ikut senang dan sebaliknya kalau kamu sedih aku juga ikut sedih." Tulus Erland mengatakan itu. Aida tersenyum melihatnya.Dua jam lebih berkendara dari arah Bandung ke Jakarta. Kebetulan kafe milik Fino terletak diantara jalan Bandung ke Jakarta. Kafe itu cabang ketiga yang dimiliki Fino. Dan pada hari tertentu Fino berada di sana, kebetulan Erland mengingat jadwal sahabatnya itu jadi dirinya tadi sengaja mengajak Aida makan d
***"Syarat ... syarat apa, Pak? Kalau pihak saya bisa mewujudkan syarat itu mengapa tidak?""Mohon maaf, Pak Erland. Syarat ini bersifat pribadi menyangkut Anda.""Maksud Anda? Mohon maaf saya belum mengerti!""Saya menginginkan Anda sebagai menantu di keluarga saya, saya ingin Anda menikahi keponakan saya, Erina," ungkapnya.Deg ... Erland tercenung. Ia tidak bisa berucap apa-apa lagi, begitu juga Anton. Proyek ini sangat penting baginya, tapi untuk menikahi Erina. Apakah dirinya bisa? Sedangkan ada Aida Dan Rendra yang tak kalah penting dalam hidupnya. Benar-benar pilihan yang sulit."Mohon maaf, saya belum bisa menjawabnya sekarang untuk syarat yang Bapak ajukan, saya meminta waktu untuk mempertimbangkannya," jawabnya sopan, tapi tidak dengan hatinya. Bahkan sejak tadi tangannya sudah mengepal. Ia sangat paham kalau ini hanya permainan Erina yang menginginkannya. Dirinya tidak boleh terlihat lemah."Baiklah, saya akan memberi waktu pada Pak Erland satu minggu. Karena ini proyek b
Satu minggu berlalu. Aruna sudah mulai membaik, tapi Rafa masih belum sadarkan diri pasca operasi dan dinyatakan koma. Entah sampai kapan pria itu tergolek lemah di atas brankar dengan berbagai alat medis yang menancap di sana. Aruna meminta Aida dan Erland untuk memindahkan Rafa ke rumah sakit pusat di Jakarta, sehingga dirinya selain menjaga Rafa juga bisa mengurus perusahaannya. Aruna juga bisa meminta bantuan adik Rafa, Rafika yang saat ini sedang hamil untuk menjaga Rafa di pagi hari saat dirinya bekerja."Terima kasih, Er. Kamu sudah banyak membantuku dan Mas Rafa. Aku sudah banyak menyusahkan kalian, sekali lagi terima kasih, saya tidak tahu bagaimana caraku untuk membalas kebaikan kalian," ucap Aruna pada Erland dan Aida."Cukup jangan pernah sakiti Aida lagi. Kalau sampai Aida tersakiti gara-gara kamu, aku tidak akan memaafkanmu dan tidak akan membuat hidupmu tenang," ucapnya penuh dengan penekanan. "Iya aku mengerti dan aku tahu sekali kamu sulit mempercayaiku, tapi perlu