Suasana rumah mewah Lukman terasa sejuk seiring dengan hari yang semakin gelap dan bulan mulai datang memberi terang. Lukman dan Andin masih berada di ruang tengah, berbincang ke sana ke mari mengenai rencana mereka untuk mulai peduli pada anak-anak terlantar.Dengan ide suaminya itu, kepercayaan diri Andin seakan kembali. Benar kata Lukman, kalau mereka tidak bisa menjadi orang tua bagi anak mereka sendiri, maka mereka bisa menjadi orang tua, panutan, dan juga sandaran bagi para anak yang justru malah dibuang oleh orang tua mereka yang dengan berbagai masalah serta alasan tidak menginginkan anak-anak tersebut.Dengan mengobrol seperti ini, Andin jadi sadar kalau kekurangannya hanya sedikit dari penderitaan anak-anak di luar sana. Jika dia hanya memikirkan ketakutannya, takut ditinggalkan dan merasa tidak berguna, maka anak-anak di luar sana justru merasakan hal yang lebih besar.Mereka kesepian, kelaparan, dan memang seharusnya wanita-wanita seperti Andin lah yang mengulurkan tangan
Suasana pagi Lukman terasa berbeda, kopi yang asapnya masih mengepul dan biasanya menjadi hidangan paling didamba oleh lelaki itu kini seperti kehilangan daya tariknya. Lukman merana, dia merasa hidupnya tak berguna karena belum kunjung bisa mengobati hati Andin yang masih saja merasa tak percaya atas keadaan dirinya sendiri.Malam tadi, Andin bahkan tak mau melayaninya dengan dalih percuma karena dia takkan bisa memberikan Lukman keturunan. Namun meski begitu, bukan berarti Andin akan selamanya mengabaikan suaminya, Andin hanya butuh waktu. Dia butuh merenungi rumah tangganya yang mungkin akan terasa timpang.Pada akhirnya, Lukman merasa bimbang. Dia takut kalau kondisi psikis Andin akan terpengaruh lebih jauh gara-gara keadaan ini. Seharusnya, Lukman mengetahui semuanya dari awal dan ikut merahasiakannya sampai Andin mau dan siap mengatakannya sendiri.Tapi nyatanya Lukman yang dibelakangi. Semua orang termasuk dokter pribadinya tahu perihal kondisi Andin, kecuali dirinya. Kini, Luk
Puncak dari mencintai adalah merelakan, mengikhlaskan. Itu yang kini sedang Andin rasakan. Dua malam dia merenung, berdiam diri di kamar, mengabaikan suaminya. Banyak yang Andin pikirkan semenjak Lukman tahu keadaannya, banyak yang harus dia pertimbangkan.Meskipun ribuan kata cinta dan pemafhuman sudah Lukman lontarkan setiap saat, akan tetapi Andin tak bisa percaya begitu saja. Andin berpikir kalau semua yang dikatakan Lukman hanya sebuah bentuk rasa kasihan yang membuat Andin malah semakin merasa bersalah.Dengan begitu, Andin tidak ingin dikasihani. Biarlah nasib ini membuka jalan bagi Lukman kalau seandainya dia ingin menikah lagi. Namun, Lukman sendiri sungguh-sungguh dalam mencintai, dia tak mau kehilangan Andin apalagi dalam keadaan terpuruk seperti ini."Andin ...." Suara seseorang yang sedari tadi menguasai pikirannya menyapa. Lukman telah pulang dengan membawa bucket bunga mawar merah berukuran besar yang saat mendekat, wanginya semerbak memenuhi indera penciuman.Andin te
Hari ini, Andin melepas keberangkatan suaminya yang akan berangkat bekerja sampai teras rumah. Seperti biasa, Andin memberi lelaki itu senyuman sementara Lukman memberinya kecupan. Semua aktifitas dilakukan layaknya biasa, seperti tidak ada apa-apa. Padahal, dalam hati keduanya sedang ada pergolakan batin yang sama-sama mereka rasakan. Baik Andin maupun Lukman, hati mereka masih merasa berat. Andin dengan rasa bersalah dan rasa insecure-nya, dan Lukman dengan kesulitannya menghadapi Andin yang sulit sekali dia taklukkan. "Nanti mau oleh-oleh apa?" tanya Lukman tetap perhatian. "Hmmm, sepertinya tidak perlu. Aku-" "Coklat saja, ya," potong Lukman. "Coklat katanya bisa memperbaiki mood, aku akan membawakannya untukmu nanti," tukasnya tanpa menunggu jawaban dari sang istri. Andin hanya diam, mengangguk perlahan. Dia tidak akan banyak meminta apalagi membuat banyak penawaran. Sebagai istri yang tidak memiliki rahim, Andin sadar diri, dia hanya menjadi beban di rumah ini. "Aku b
Cinta ... bisa membuat ego menjadi luruh dan tiada guna. Meski dalam hati ada sesuatu yang mengganjal dan belum puas diutarakan, tapi jika cinta sudah mendominasi, semua itu akan hilang, berubah menjadi kata pengertian.Seperti yang dirasakan Andin dan Lukman yang kini telah mendapatkan kesepakatan untuk rumah tangga mereka, kesepakatan tak tertulis juga tak terucap pasca kemarahan Lukman pada Andin yang membuat wanita itu akhirnya yakin, kalau Lukman memang sungguh-sungguh dengan ucapannya.Demi terjaganya keharmonisan rumah tangga mereka, Andin mulai membiasakan diri dengan keadaannya dan kembali melayani suaminya dengan baik. Semenjak kemarahan Lukman hari itu, Andin tidak pernah lagi membahas mengenai keadaan dirinya yang tidak bisa memiliki anak terlebih Lukman juga tidak pernah menyinggung hal tersebut.Keduanya mulai merangkai kemesraan lagi, mencoba mengembalikan gairah cinta mereka yang selalu bergelora pada saat-saat hal itu pertama dilakukan, supaya ikatan rumah tangga yang
"Jadi, kamu benar-benar tidak tahu atau lupa, sih?" tanya Lukman lagi.Andin mendesah, meniup poninya karena kesal mendengar sang suami terus saja menanyakan hal yang sama sejak tadi. Selama ini, Andin sudah mengubur pertanyaan itu dalam-dalam karena semakin dia bertanya, semakin dia penasaran, semakin gelap juga pengetahuannya mengenai pria itu."Aku sungguh tidak tahu, entah pernah bertemu atau tidak, aku lupa. Tapi sepertinya tidak karena kalau pernah aku pasti ingat walau setitik saja," tegas Andin."Jadi, intinya kamu tidak tahu, begitu?" ulang Lukman dan Andin hanya menggeleng tanpa bicara apa-apa lagi.Lukman hanya bisa terdiam melihat gelengan Andin yang sudah dia tanya berkali-kali mengenai pria setengah baya--yang kalau sekarang mungkin sudah tua renta karena foto itu adalah foto lawas yang masih Andin simpan sebagai kenang-kenangan.Namun, dari foto itu Lukman bisa mengambil banyak kesimpulan yang sangat menentukan arah masa depan Andin sebagai seseorang yang sebenarnya mas
Lukman sampai di kantornya lebih pagi karena dia sudah melakulan janji temu bersama seseorang yang akan membantunya kembali menguak tentang Bambang Sukseno, lelaki yang diduga merupakan kakek dari istrinya.Seseorang itu adalah Hasan, detektif yang pernah membantu Lukman dalam berbagai penyelidikan terutama tentang salah satu orang terkaya di Indonesia itu. Lukman menantikan Hasan datang hingga lelaki itu muncul dengan topi yang selalu menjadi ciri khasnya saat melakukan pekerjaan."Selamat pagi, Pak Lukman. Cukup lama kita tidak bertemu." Hasan menjabat tangan Lukman yang bangun dari duduknya saat Hasan datang.Supaya lebih santai, Lukman mengajak Hasan untuk duduk di sofa yang berada di sudut ruangan setelah Lukman meminta OB untuk mengantar dua cangkir kopi ke ruangannya melalui sambungan interkom yang terhubung ke bagian pantry.Hasan menatap seisi ruangan Lukman yang mengalami cukup banyak perubahan pasca beberapa bulan mereka tidak berjumpa. Warna cat yang lebih cerah, penyimpan
Dari berbagai sumber internet yang menjadi salah satu sumber informasi bagi Hasan mencari tahu tentang Bambang Sukseno, yang dia temukan hanyalah seluruh kebaikan dan kesuksesan lelaki itu dalam usahanya. Bambang bagaikan lelaki yang tidak memiliki celah, dia tampil paripurna di muka public.Secara kasat mata, Bambang adalah sosok suami idaman yang sangat menyayangi keluarga, dia juga memanjakan anak-anaknya—terlebih dari istri pertamanya Bambang dikaruniai dua anak laki-laki yang akan menjadi penerusnya dalam dunia bisnis yang sudah berhasil melambungkan nama serta kekayaannya.Bambang juga terkenal selalu memamerkan kekayaannya dengan menunjukkan berbagai kemewahan hasil kerja kerasnya, anak-anaknya juga memiliki koleksi mobil mewah yang dibelikan ayah mereka. Bisa dikatakan kalau Bambang memang sangat royal kepada anak-anak dan istrinya.“Luas biasa. Bagaimana bisa mereka bersenang-senang sementara ada cucunya yang tidak mendapatkan pengakuan apa-apa,” gumam Hasan memikirkan nasib
Andin yang malu atas sikap suaminya hanya bisa merona sembari memalingkan wajahnya. Bahkan, pertanyaan Lukman barusan tidak dia jawab karena rasanya malu sekali menjawabnya. Lukman yang sudah tak tahan langsung mencium bibir sang istri, akan tetapi Andin malah kembali memalingkan wajahnya membuat Lukman semakin penasaran dibuatnya."Kamu sengaja menggodaku ya, Andin?" tanya Lukman mencium leher sang istri yang seketika melenguh, menikmati sensasi yang sudah beberapa hari ini tidak dia rasakan karena banyaknya kesibukan."Kamu suka, 'kan?" bisik Lukman dengan suara lirih.Andin hanya mengangguk. "Maaf karena akhir-akhir ini aku belum sempat melayanimu, kamu tahu kalau si kembar ingin selalu tidur dengan kita, jadi sulit sekali mencuri waktu untuk kita bersama," ucap Andin."Ya ... itulah mengapa aku ingin meminta jatahku har ini selagi Daniel dan Dania menginap di rumah kakekmu, aku mau kita melewati malam bersama, sepuasnya," kata Lukman."Namun, sesungguhnya tak ada kata puas untuk b
Berbeda dengan dulu, kini Andin dan Lukman harus mempersiapkan segala keperluan bayi jika hendak jalan-jalan meskipun hanya jalan-jalan ke komplek dekat rumah. Selain membawa beberapa botol susu, Andin juga membawa dua stroller untuk membuat Daniel dan Dania.Kebetulan cuaca sore ini sangat bagus, tidak panas dan tidak mendung sehingga sangat cocok untuk membawa bayi keluar rumah. Sebab, bayi juga perlu keluar rumah untuk menstimulasi penglihatan dan pendengarannya, dan yang paling penting adalah untuk mengusir rasa bosan ibunya.Keduanya berjalan beriringan, masing-masing mendorong satu stroller dengan wajah yang tak luput memberi senyuman bahagia. Hingga sampai di taman, Lukman membawa istrinya duduk sementara si kembar dibiarkan melihat indahnya langit yang biru cerah nan memesona."Mereka kelihatan senang," ujar Lukman mengamati raut wajah Daniel dan Dania yang sumeringah."Iya, aku juga senang karena sudah lama ga keluar rumah. Rasanya nikmat bisa menghirup udara segar, apalagi c
Andin dan Lukman berada di Swiss selama lima hari. Mereka berjalan-jalan dan membeli berbagai benda-benda khas di negara tersebut untuk dibawa pulang sebagai oleh-oleh seperti keju, cokelat susu, lonceng, kotak musik, dan masih banyak lagi.Setelah puas berbelanja dan jalan-jalan, mereka akhirnya pulang karena masa cuti Lukman juga sudah habis hingga esok. Kalau ditambah, dia merasa kasihan kepada sekretaris dan asistennya yang menghandle semua pekerjaan Lukman sebagain pimpinan perusahaan.Keesokan harinya, mereka sudah sampai di Indonesia dan pulang ke rumah Bambang untuk membuka semua yang telah mereka beli. Andin memberikan semuanya kepada sang nenek dan juga paman-pamannya yang menyambut Andin dengan suka cita dan penuh kerinduan setelah satu minggu mereka tidak berjumpa"Kamu senang liburan di sana?" tanya sang nenek kepada Andin."Senang sekali, kalau ada kesempatan liburan lagi aku ingin ke sana lagi, di sana suasananya tenang dan sejuk, aku suka sekali. Lain kali kita pergi k
Hubungan Andin dan kakeknya, Bambang serta keluarganya semakin membaik. Mereka sudah tidak sungkan lagi dan menganggap Andin adalah anak kecil yang sangat dimanja. Semua keinginan Andin dipenuhi, bahkan paman-pamannya datang setiap hari untuk memberikan hadiah apa saja kepadanya.Tak jarang, Andin diajak keluar untuk makan siang bahkan bermain di timezone karena Bambang pernah mengatakan kalau Andin masih suka bermain di wahana permainan seperti itu meskipun usianya sudah dewasa. Andin sangat bahagia, dia tidak bisa memiliki anak, dan kini dialah yang menjadi seorang anak bagi kakek dan paman-pamannya.Hubungan yang membaik itu juga berimbas pada perusahaan Lukman, Bambang menggelontorkan banyak dana untuk memperbesar perusahaan itu sebagai wujud rasa terima kasih atas karena Lukman telah tulus menerima Andin dengan segala masa lalu dan juga kekurangannya.Lukman menerimanya dengan senang hati, sebab dengan kemajuan perusahaan, itu berarti dia juga bisa membahagiakan Andin lebih dari
"Mau sarapan apa?" Suara Andin membuat Lukman terperangah ketika lelaki itu duduk di meja makan untuk sarapan sebelum berangkat ke kantor.Suasana rumah Andin mulai mengalami sedikit perubahan karena Andin sudah kembali berbicara kepada suaminya setelah beberapa hari mogok bicara. Lukman merasa lega, dia bisa berangkat ke kantor dengan tenang. Namun meski begitu, masalah yang sebenarnya belumlah selesai dan Lukman tidak tahu harus bagaimana menyelesaikannya."Apa saja asalkan dimasak oleh istriku," jawab Lukman.Andin dengan cekatan memanggang roti tawar di dalam pemanggang lalu menggoreng telur setengah matang. Sambil menunggu telur yang berada di dalam penggorengan, wanita itu mengiris bawang bombai yang dia masak sebentar di samping telur, lalu mengiris beberapa sayuran mentah untuk dibuat sandwich.Andin sendiri tidak membicarakan masalah yang tengah dia hadapi, bahkan setelah melihat konferensi pers kemarin, Andin sama sekali tidak membicarakan kakeknya seolah konferensi pers itu
Bambang Sukseno adalah pengusaha paling sukses hingga dinobatkan menjadi salah satu orang terkaya di Indonesia. Dia memiliki banyak relasi dan jangkauan yang luas naik di dalam maupun luar negeri, sehingga namanya sangat tersohor dan dikenal semua lapisan masyarakat di Indonesia.Bahkan, Bambang seringkali masuk pemberitaan acara atau akun gossip yang suka sekali meliput kegiatan keluarganya, baik di rumah maupun saat liburan bersama, sebab keluarga Bambang adalah keluarga yang harmonis, keluarga cemara yang sempurna. Lelaki itu bahkan dijuluki family man karena dianggap sangat romantis tanpa adanya pemberitaan miring yang menimpa keluarganya.Namun, konferensi pers yang dilakukannya di hadapan awak media hari ini seakan mematahkan semua persepsi tersebut. Bambang mengakui semua dosa-dosanya, dia mengumumkannya kepada dunia bahwa dia bukanlah manusia yang sempurna. Bambang tidak sebaik yang oranng-orang kira.“Saya melakukan konferesni pers ini untuk mengatakan bahwa saya memiliki ist
"Andin, Sayang ... sudah, ya, maafkan aku. Ayo kita pulang!" ajak Lukman.Lukman merangkul Andin dengan penuh kesabaran, lalu memeluknya berharap wanita itu bisa lebih tenang. Dengan wajah cemas sekaligus panik, lelaki itu mengajak Andin pulang sebab kalau sudah begini, nasehat, saran, dan penjelasan apa pun takkan bisa masuk ke dalam perenungan.Lukman sendiri tidak menyangka kalau reaksi Andin akan seperti ini. Pikirannya hanya membayangkan kalau Andin akan bahagia karena ternyata masih memiliki kakek yang masih hidup dan memiliki ikatan darah yang kuat, sebab Bambang adalah ayah kandung dari Rendi Irawan.Namun, ternyata reaksi Andin sungguh tak terduga. Andin marah, tidak terima, bahkan menangis histeris menyalahkan Bambang."Pak Bambang, saya sangat terkejut dengan apa yang telah terjadi, mohon maaf atas kekacauan ini. Saya akan mencoba membicarakan ini kepada istri di rumah ketika dia sudah tenang. Kami pamit ya, Pak!" ucap Lukman masih sambil memeluk Andin yang kini menangis da
"Jadi, kamu adalah anak Rendi? Kamu adalah cucuku ...." ucap Bambang dengan suara lirih.Pertanyaan sekaligus ungkapan itu membuat Andin tercengang, antara percaya dan tidak percaya, semua itu sulit untuk dipercaya. Bambang sendiri terisak sementara Andin merasakan tubuhnya seperti membeku, tidak bisa bergerak sama sekali. Wanita itu syok atas apa yang telah didengarnya barusan."Pantas kamu mirip sekali dengan anakku, bahkan aku sampai mengira kalau kalian adalah orang yang sama meskipun tidak mungkin juga rasanya. Aku ... aku minta maaf, cucuku, aku sudah menelantarkanmu hingga kamu mengalami banyak hal yang berat semasa kamu ditinggalkan ayah dan ibumu," papar Bambang masih terisak.Dada Andin kini kembang kempis, tangannya mengepal kuat dengan tatapan mata yang tertuju pada sosok lelaki tua yang mengaku sebagai kakeknya. "Selama ini, saya hidup sebatang kara. Jadi, saya tidak bisa percaya begitu saja atas apa yang Bapak katakan," sahut Andin tegas dengan tatapan tajam.Sahutan it
Andin, Lukman, Bambang, dan juga sekretarisnya telah selesai dengan hidangan utama mereka dan mulai menikmati dessert berupa puding serta buah yang segar, lalu ditutup kembali dengan teh yang kembali diisi oleh pelayan karena Bambang mengatakan bahwa mereka akan di sana untuk beberapa lama lagi.Ya, Andin baru ingat kalau Bambang tadi berkata ingin mengobrol dengannya dan juga Lukman sehingga dia tidak bisa pergi cepat-cepat dari sana. Entah apa yang akan Bambang bicarakan, yang pasti Andin hanya berpikir kalau lelaki tua itu mungkin ingin membicarakan masalah kerja samanya bersama Lukman.Andin tidak banyak bicara apalagi membantah, dia manut dan duduk mendampingi suaminya. Ada secercah senang dalam hatinya, juga perasaan dihargai karena dilibatkan dalam pekerjaan sang suami.Dan benar saja, sekretaris Bambang mengeluarkan sebuah berkas yang harus Lukman tandatangani. Dia menyimpannya di atas meja yang sudah dibereskan dan dibersihkan oleh pelayan beberapa saat yang lalu, setelah itu