part 100"Daddy, cepat sembuh daddy! Varo sama mommy nunggu daddy di sini."Hana termangu sendiri di tempatnya duduk, seraya memangku Alvaro yang mulai kelelahan dan mengantuk. Hana mengirimkan pesan pada Derry kalau dia sudah berada di Puskesmas. Dia juga mengirim share lokasinya saat ini. Ya, untuk saat ini hanya Pak Derry, satu-satunya orang kepercayaannya, di kala keluarga sang suaminya tak peduli. Ia tak ingin ambil pusing untuk hal itu. "Apa aku perlu menghubungi Ayah? Apa tidak apa-apa kalau ayah mendengar berita ini? Aku takut kondisi ayah, tapi kalau tidak diberi tahu, beliau pasti akan marah." Hana bermonolog sendiri. Wanita itu menatap nanar ke arah Putra. yang masih terbaring. Matanya terpejam sempurna dengan kondisi wajah babak belur. Istirahatnya kali ini tampak nyenyak setelah diberi obat.Tiga jam kkemudian ...Pak Derry dan Pak Jay datang bersama. Mereka terlihat panik."Bagaimana kondisi Tuan, Nyonya?" "Sudah ditangani oleh dokterz tapi masih belum sadar, Pak.
Part 101"Kau harus ...." Ucapan Wijaya mengambang di udara. Ia masih menatap lekat gadis itu."Harus apa?" Yolanda merasa gugup dan salah tingkah."Ehemm! Yolaa!!" teriak suara dari dalam menyadarkan mereka.Yola menoleh sejenak. "Maaf Tuan, sepertinya Tuan Bama membutuhkan saya.""Oh iya, aku akan mengirimu pesan," ucap Wijaya setengah berbisik.Lelaki itu menghela napas kasar usai melihat gadis itu kembali masuk dalam kamar ayah mertuanya.'Aku harus bisa memanfaatkannya.'Teringat lagi beberapa waktu yang lalu mengenai keuarganya yang kini kondisinya makin memprihatinkan. Ibundanya terjerat pinjaman online dan pinjaman bank keliling demi memenuhi kebutuhan hidupnya juga menebus obat sang suami. Sudah dijelaskan sebelumnya di sini, bila Mariana menguasai uang Wijaya. Itulah yang membuat wijaya pusing harus putar otak tiap hari demi keinginan dan tuntutan ibunya. Hingga lelaki itu tak mampu berpikir jernih dan mau saja apa yang diperintahkan oleh Heri. karena Heri menjaminkan ha
Part 102"Tentu saja tidak. Pegang saja kata-kataku!" tandas Wijaya mantap.Mau tak mau Yolanda mengangguk. "kau tinggal melakukannya sesuai rencana saja. kita akan berkomunikasi via handphone. Sekarang kembalilah ke kamarmu. Jangan sampai ada yang tahu tentang rencana ini. Atau kau tahu sendiri akibatnya.""Ya, baiklah."Gadis itupun segera pergi meninggalkan gudang belakang dan kembali ke kamarnya, untunglah hari itu, tak ada yang melihatnya. Begitu juga dengan Wijaya, setelah menyelesaikan misinya ia kembali beristirahat. sesuai perintah dari Heri."Kau dari mana saja, Mas?" tanya mariana saat ia membuka pintu kamar dan mendapati Mariana berdiri di dekat jendela."Aku habis cari angin, di sini gerah," sahut Wijaya sekenanya.Mariana menatapnya penuh selidik. "Gerah? kau tak merasakan AC ini menyala dan udaranya dingin?""Emmh, ya, maksudku aku ingin udara segar di luar ruangan," jawab Wijaya kikuk. "Benarkah? Kau sungguh mencurigakan!" pungkas Mariana."Bener dong, sayang, buat
Part 103Bama terjatuh dari kursi rodanya dan kepalanya terantuk aspal. Darah segar mulai berceceran. Dan seketika itu pandangannya berubah gelap.Sementara itu mobil yang menabraknya langsung tancap gas dan lari meninggalkan Bama yang tergeletak sendirian tanpa pertolongan.Menyadari sang majikan yang belum kembali, Pak Agus segera mengecek keberadaannya. Pria itu sangat terkejut saat melihat sang majiakn tergeletak sendirian dengan kondisi tak berdaya. Sedangkan Yolanda menghilang, entah tak terlihat jejaknya.Gegas ia membawanya ke rumah sakit terdekat dan langsung memberi tahu Mariana.***Dering ponsel Mariana berbunyi, wanita yang tengah duduk bersantai di ruang tamu itu segera menatap layar ponselnya.Melihat nama sang sopir tertera di sana, ia pun segera menerima panggilan itu."Hallo, ada apa, Pak Agus?" tanya Mariana to the points.""Hallo Non, Tuan ..." jawab Pak Agus sedikit ragu."Kenapa dengan ayah?""Tuan mengalami kecelakaan tabrak lari, Non. Sekarang Tuan Bama sudah
Part 104"Iya, Mas Bama meninggal karena kecelakaan. Tabrak lari."Untuk beberapa saat Putra tak bisa berpikir dengan jernih. Ia benar-benar shock dengan apa yang terjadi pada keluarganya. Kejadian ini begitu cepat, padahal ia belum pulih betul.Tampak embun tebal menggenang di pelupuk mata.Hana ikut merasakan kesedihan yang sama. Putra terduduk di lantai. 'Ayah, Mas Bama ...' lirihnya dalam hati.Hana mengisik bahu suaminya, memberikannya ketenangan. Wanita itupun mengangguk dan berusaha memberikan semangat untuk sang suami."A, harus kuat ya! Aku yakin A Putra pasti kuat menghadapi ini semua. Allah tidak akan memberikan cobaan di luar batas kemampuan kita. Kita bisa bersabar dan jalani ini semua dengan pasrah dan tetap berdoa. Ayo A, bangun! Mulai sekarang Aa harus sehat dan semangat lagi, kami semua membutuhkanmu."Mendengar ucapan Hana membuat setitik cahaya kesejukan menelusup ke dalam hatinya. "Baiklah, Hana. Terima kasih sudah menyadarkanku dan menguatkanku kembali."Putra b
Part 105Yolanda merasa kesal dengan ucapan salah satu preman yang mengejeknya.'Ck! Apa benar yang mereka katakan? Kalau begitu lebih baik aku kabur saja dari sini. Aku punya uang, aku bisa pergi. Ya, pergi.' Yolanda menunggu para preman itu pergi dan tak mengawasinya lagi. Ia pun berjalan ke arah belakang. Menoleh ke kanan dan kiri berharap tak ada yang tahu. Namun sayang, sampai di pintu belakang, ia tak bisa membuka handlenya."Kenapa susah sekali sih!" gerutunya sendiri.Saat ia berbalik, rupanya salah seorang pria sudah berdiri tak jauh darinya."Hahaha, ternyata kelinci kecil mau coba kabur ya? Tak semudah itu kau bisa keluar dari sini!" tandasnya seraya menatap tajam ke arah Yolanda. "Bos sudah menugaskan kami untuk menjagamu di sini Seketika Yolanda tertunduk. "Aku hanya laper, Om, pengin makan dan jajan. Masak aku gak boleh keluar?" elak Yola lagi."Kau lapar?""Iya.""Kau tunggu di sini dan jangan kemana-mana."Yolanda mengangguk. Dan secara terpaksa, gadis itu kembali k
Part 106 Wijaya tertawa mendengar perkataan Yolanda. "Kenapa Tuan tertawa? Saya serius Tuan, saya tidak mau tinggal di sini. Tolong berikan saya tempat tinggal yang lebih layak.""Hmmm ... Iya baiklah kalau itu yang kau inginkan tapi dengan satu syarat. Kau harus menurut padaku, Cantik!""Pasti Tuan, saya akan menurutinya. Saya akan lakukan apapun perintah, Tuan." "Oke aku pegang kata-katamu."Wijaya memberitahu anak buahnya yang lain untuk segera mengantar Yolanda ke suatu tempat.Mendengar hal itu, Yolanda tersenyum karena ia akan terbebas dari tempat kumuh itu."Ah, yang penting aku keluar dulu dari sini, hal selanjutnya akan kupikirkan nanti," batinnya.Gadis itu masuk ke dalam mobil Wijaya. Begitu pula dengan Wijaya. Ia menatap gadis itu sejenak. "Kau sudah siap?""Yolanda mengangguk.""Kalau kau sudah memilih untuk ikut denganku, maka tidak ada jalan untuk kembali."Mobil Wijaya melaju dengan kecepatan kencang. Kendaraan roda empat itu tengah menyusuri jalanan malam. Wijaya
Part 107"Keadaan rumah tidak baik-baik saja, Tuan!" ujar sebuah suara di seberang telepon. Setelah mengatakan hal itu, panggilan terputus begitu saja.'Siapa tadi yang meneleponku? Kenapa suaranya begitu asing? Apakah ada penjaga baru di rumah? Bukankah seharusnya mereka pakai telepon rumah?'' Putra berpikir keras karena ia tak mengenali suaranya."A, ada apa? Apa ada sesuatu yang terjadi?" tanya Hana.Putra terhenyak dan menoleh menatap istrinya, ia mengusap pelan punggung tangan sang istri. "Tidak apa-apa," sahut Putra seraya tersenyum tipis. Putra menghela nafas dalam-dalam. "Kau tunggu di sini saja ya, aku akan pulang dulu untuk cek keadaan di rumah."Kali kali ini Hana mengerutkan keningnya, mencoba menangkap maksud ucapan sang suami."Katanya ada masalah di rumah, kau tunggu di sini saja ya, tungguin ayah dan juga Alvaro."Hana mengangguk ragu. "Apa aku tidak perlu ikut?""Tidak perlu, Sayang. Di Rumah Sakit ini lebih aman untuk kalian.""Kamu berkata seperti ini membuatku ja