Dari yang dilihat Alby, ini bukan berantakan karena maling. Ini berantakan karena disengaja. Beberapa barang sengaja dilempar. “Sandra!” Alby berteriak memangil Sandra. Sayangnya, wanita itu tidak datang saat dipanggil. Justru asisten rumah tangga yang datang. “Bu Sandra di kamar, Pak.” Asisten rumah tangga mencoba menjelaskan pada Alby. “Ada apa ini? Kenapa semua berantakan?” tanya Alby. “Bu Sandra marah karena Pak Alby tidak pulang.” Asisten rumah tangga menjelaskan pada Alby apa yang terjadi. Kemarin, Sandra marah ketika mengetahui jika Alby tidak pulang. Terlebih lagi ketika dihubungi Alby tidak menjawab panggilan darinya. Mendengar jika Sandra mengamuk, Alby segera mengayunkan langkahnya ke kamar. Melihat keadaan Sandra. Saat masuk ke kamar, Alby melihat kamar juga berantakan. Sama persis dengan yang di luar. Tentu saja itu membuat Alby kesal. Bagaimana bisa rumah seberantakan itu hanya karena dirinya tidak pulang. “Apa yang kamu lakukan?” Alby menatap Sandra ya
Dr. Derran melakukan pekerjaan seperti biasa. Hari ini dia praktik jam sepuluh sampai jam dua. “Pasien terakhir, Dok.” Perawat memberikan data rekam medis dari pasien pada dr. Derran. Dr. Derran segera membaca data rekam medis. Melihat namanya, dr. Derran merasa familiar. “Ibu Sandra Kamania.” Perawat memanggil nama pasien. Pasien segera masuk. Saat masuk, dr. Derran melihat Sandra di sana. Seperti dugaannya, benar jika yang datang adalah Sandra. “Silakan duduk.” Dr. Derran memperlakukan Sandra dengan sopan. Sandra segera menarik kursi di depannya dan segera duduk. “Saya ke sini tidak untuk memeriksakan kandungan.” Sandra tanpa basa-basi langsung mengatakan hal itu. Dr. Derran yang ingin menulis keluhan Sandra pun mengurungkan niatnya. Kemudian menatap Sandra yang berada di depannya. Dia segera memberikan kode pada perawat untuk keluar dari ruangannya.“Lalu, ada apa Anda ke sini?” tanya dr. Derran. “Saya ingin meminta tolong pada Anda dan Kalea untuk tidak mempertemu
“Iya, kami tahu, tapi kami benar-benar sedang acara keluarga. Jadi tidak bisa mengizinkan Kyna bersamamu.” Dr. Derran memberikan pengertian pada Alby. “Jika kamu mau acara keluarga, harusnya kamu berikan saja Kyna padaku. Kenapa juga Kyna harus ikut bersamamu.” Alby meluapkan kekesalannya. Kalea yang mendengar pembicaraan sang suami dan Alby merasa kesal. Dia segera meraih ponsel suaminya. “Mas, Kyna sedang bermain dengan teman-temannya. Jadi kami tidak bisa memberikan Kyna. Lagi pula kamu bisa pergi dengan istrimu dan menghabiskan waktu dengannya. Tidak melulu dengan Kyna.” Kalea berusaha urnuk memberitahu Alby. “Jangan berusaha mengaturku! Berikan saja Kyna padaku. Kamu sudah enam hari bersama, apa tidak bisa memberikan sehari saja untukku!” Suara Alby setengah membentak. Kalea merasa jika Alby benar-benar marah sekali. Namun, saat ini dia tidak bisa memberikan Kyna, karena mertuanya pasti bertanya.“Kamu bisa menjemput Kyna besok pagi. Jadi berhenti membentak!” Dr. Derra
Alby mendorong kursi roda ibunya. Dia menemui Kyna yang sudah menunggu di ruang keluarga. “Kita jalan-jalan.” Alby begitu senang ketika hendak jalan-jalan bersama ibu dan anaknya. Dua orang yang begitu dicintainya. Namun, langkah Alby terhenti ketika melihat Kyna tidak ada di ruang keluarga. “Kyna.” Alby memanggil anaknya itu. Sayangnya, tidak ada jawaban dari Kyna. “Bu, Alby cari Kyna dulu.” Alby menepuk bahu sang ibu. Bu Salma mengangguk. Alby mencari Kyna di dapur. Berpikir mungkin Kyna di sana. Sayangnya, Kyna tidak ada. Alby segera pergi ke kamar Kyna. Sayangnya, anaknya itu juga tidak ada. Karena kamar Kyna tidak terlalu jauh ke kamarnya, langkah Alby langsung diayunkan ke kamarnya. Tampak Sandra sedang tiduran di tempat tidur. “Di mana Kyna?” Pertanyaan itu langsung dilemparkan Alby.“Mana aku tahu.” Dengan entengnya dia menjawab. Mendapati jawaban itu, Alby segera keluar. Dia mencari ke ruang tamu, ke taman depan, ke tempat parkir, dan di dalam mobil. Saya
Kalea yang sedang sibuk mengerjakan pekerjaannya, tiba-tiba mendengar suara ponselnya berdering. Dilihatnya jika itu adalah tetangganya di kompleks rumah Alby yang menghubungi. “Halo, selamat siang Bu Damar.” “Bu Kalea, saya ingin memberitahukan jika Kyna bersama saya.” Kalea membulatkan matanya ketika mendengar jika Kyna bersama tetangganya itu. Padahal tadi Alby jelas membawa anaknya. “Kyna menangis. Meminta bertemu mamanya, karena itu saya menghubungi Bu Kalea.” Apa dan bagaimana penyebab Kyna bisa bersama tetangganya, harus Kalea singkirkan lebih dulu, karena ada hal yang lebih penting. Yaitu menjemput Kyna. “Baiklah, saya akan segera ke sana.” Kalea segera mematikan sambungan teleponnya. Kalea segera izin saat mendengar kabar anaknya. Dengan segera Kalea naik taksi ke rumah tetangganya. Di perjalanan, Kalea juga menghubungi sang suami. Meminta sang suami langsung ke sana. Hati meradang mengetahui jika Kyna di rumah tetangga. Dia memikirkan kenapa bisa Alby membawa
“Aku tidak melakukan apa-apa.” Alby merasa jika dirinya tidak bersalah sama sekali. “Tidak melakukan apa-apa, tapi Kyna bisa menangis?” Dr. Derran yang hilang kesabaran memukul Alby. Sampai-sampai tubuh Alby tersungkur ke lantai. “Sayang.” Kalea yang melihat suaminya memukul mantan suaminya. Dia segera menarik tubuh dr. Derran mundur agar menjauh dari Alby. Alby yang masih terduduk di lantai hanya bisa memegangi sudut bibirnya yang sudah mengeluarkan darah. “Bagaimana bisa kamu membiarkan Kyna pergi tanpa pengawasan. Jika sampai terjadi apa-apa bagaimana?” Walaupun bukan ayah kandung dari Kyna, tapi dr. Derran tidak rela anak tirinya itu diperlakukan seperti itu. Masih beruntung Kyna bertemu dengan tetangga. Jika tidak, pastinya akan sangat bahaya sekali. Alby hanya diam. Tak menjawab sama sekali. “Lagi pula, bagaimana bisa kamu membawanya ke rumahmu? Bukankah kamu sudah sepakat untuk tidak membawa Kyna ke rumah?” “Aku hanya ingin menjemput ibuku sebentar, karena aku i
Kyna masih trauma dan takut Sandra akan menemuinya. Alhasil membuat Kalea memutuskan untuk berhenti bekerja. Hari ini adalah hari terakhir Kalea bekerja. Sementara Kalea masih bekerja, Kyna tinggal si rumah keluarga dr. Derran. “Aku senang kamu memutuskan untuk berhenti, karena memang aku ingin kamu fokus dengan Kyna dan persiapan anak kita.” Kalea tersenyum. Segala hal memang tidak selalu berakhir buruk. Kyna yang ketakutan akhirnya membuatnya harus mengalah untuk merelakan pekerjaannya. Belum lagi dia dan sang suami berencana untuk memiliki anak.“Mungkin memang ini jalannya.” Dr. Derran mengangguk-anggukkan kepalanya. Merasa jika yang dikatakan sang anak ada benarnya juga. “Apa kamu tetap tidak akan mengizinkan Alby untuk menemui Kyna?” Saat Kalea sedang baik-baik saja, dr. Derran berusaha untuk menanyakan hal itu. Kalea mengembuskan napasnya, berusaha untuk menenangkan dirinya. “Aku belum bisa untuk waktu ini. Lagi pula Kyna sudah bilang jika dia tidak mau menemui Mas A
Jawaban dari Alby itu membuat Sandra termangu. Bagaimana sang suami bisa seperti itu di saat keadaan darurat. “Mas, perutku sakit, jika terjadi apa-apa pada anak kita bagaimana?” Sandra masih berusaha untuk membujuk Alby. “Bukankah dulu kamu juga melakukan itu pada Kalea. Membiarkan Kalea sakit perut dan akhirnya keguguran?” Alby seolah sedang balas dendam atas apa yang dilakukan oleh Sandra pada Kalea. Sandra tersadar jika Alby sedang melakukan hal yang sama dengannya waktu Kalea sakit perut dan berakhir keguguran. “Mas, jangan seperti itu, aku tidak mau sampai kehilangan anakku.” Tangis Sandra pecah. Tak sanggup jika harus kehilangan anaknya. “Kalau tidak mau kehilangan, pergi saja sana sendiri.” Alby segera berbalik dan masuk ke kamar. Sandra benar-benar tidak menyangka jika sikap Alby akan seperti itu. Sakit rasanya diperlakukan seperti ini. Sejenak dia berpikir mungkin itu yang dirasakan Kalea waktu dirinya menyuruh untuk pergi ke rumah sakit. Jika kala itu ada dr. De
Mendengar hal itu, dr. Derran segera berlari ke UGD. Pikirannya melayang memikirkan apa yang terjadi pada sang istri.Saat sampai di sana, tak hanya sang istri yang ditemuinya. Ada Mayra juga di sana. Dia yakin jika sang istri dan Mayra sudah bertemu sebelum dirinya datang. Ingin rasanya bertanya, apa yang sudah dilakukan Mayra bersama istrinya. Namun, untuk saat ini tidak seharunya dia bertanya seperti itu. Ada hal yang jauh lebih penting dari itu. Yaitu sang istri. “Sayang, kamu kenapa?” “Kontraksi yang aku rasakan sudah intens. Jadi aku ke sini.” Dr. Derran tentu kaget, karena sang istri tidak ada omongan sama sekali jika kontraksi. “Sayang, kenapa tidak mengatakan padaku?” Rasanya sebagai suami, dr. Derran merasa jahat. “Aku sudah konsultasi dengan dr. Nana. Jadi kamu tidak perlu khawatir.” Kalea mencoba menenangkan. Mungkin karena ini bukan kehamilan pertama, jadi Kalea tampak tenang. Dr. Derran hanya bisa pasrah ketika sang istri sudah mengambil tindakan itu. Artinya mema
“Tidak perlu.” Kalea langsung menarik dr. Derran. Merasa jika sang suami tidak perlu melakukan itu. “Kenapa?” tanya dr. Derran penasaran. “Tidak perlu melakukan hal itu. Jangan mengganggu waktu kerjamu. Fokus saja dengan pekerjaanmu.” Kalea tidak mau dr. Derran bersikap berlebihan dengan Mayra karena suaminya sedang di rumah sakit. “Jika mau diselesaikan, kita ajak dia bicara di luar.”Apa yang dikatakan sang istri ada benarnya. Tidak mungkin terus-terusan bicara di rumah sakit. Karena memang beberapa kali dilakukan Mayra masih melakukan hal yang sama. “Baiklah, kita akan bicara pada Mayra di luar. Aku akan menghubunginya dan membicarakan ini semua.” Dr. Derran mau Kalea ikut untuk bicara dengan Mayra, karena tidak mau ada kebohongan di antara mereka. Kalea setuju dengan apa yang dikatakan sang suami. Mereka akan bicara nanti dengan Mayra. Namun, untuk saat ini, dia harus fokus pada kandungannya dulu. Karena ini adalah pemeriksaan terakhir. Dr. Derran mengunjungi pasien-pasienny
Kalea benar-benar merasa tidak enak hati sejak melihat beberapa kali suaminya pulang dengan keadaan kesal dan kelelahan. Sebagai istri dia merasa jika ada yang tidak beres dengan suaminya. “Apa tidak terjadi apa-apa di rumah sakit?” tanya Kalea menatap dr. Derran. Sepertinya memang tidak ada yang bisa disembunyikan oleh dr. Derran. Dia merasa jika istrinya pasti curiga dengan semua yang dilakukannya. “Kita bicara sambil duduk.” Dr. Derran mengajak sang istri duduk di sofa yang berada di kamar. Kalea semakin dibuat penasaran karena sang suami tampak begitu serius saat bicara. Dr. Derran yang ingin bicara, meraih tangan Kalea lebih dulu. Menggenggamnya erat. “Ada yang mau aku katakan terkait Mayra.” Karena kemarin dia melihat keadaan Kalea baik-baik saja, maka itu dia memberanikan diri untuk mengatakannya sekarang. Tak nyaman bagi dr. Derran menyembunyikan semua dari Kalea.Mendengar nama mantan kekasih suaminya itu, Kalea merasa jika pasti ada masalah yang terjadi. “Ada apa deng
Dr. Derran yang masuk ke ruangannya dikejutkan dengan bunga yang berada di atas mejanya. Tentu saja itu membuat dr. Derran kesal. Dia sangat yakin jika Mayra yang mengirim bunga itu. Rasanya dr. Derran benar-benar kesal sekali. Buru-buru dr. Derran memanggil perawat. “Ada apa, Dok?” “Siapa yang menaruh bunga ini di sini?” Olda melihat dr. Derran yang tampak begitu kesal, Olda jadi takut. Dia mengalihkan pandangan pada bunga di atas meja. “Saya tidak tahu, Dok.” “Bawa keluar bunganya!” Dr. Derran tidak mau melihat bunga itu. Olda langsung mengambil bunga tersebut, kemudian membawanya keluar dari ruangan dr. Derran. Dr. Derran benar-benar kesal. Tentu saja dia akan memperingatkan Mayra setelah ini. Pagi ini, dr. Derran mengunjungi pasien yang melakukan operasi kemarin dan juga pasien yang sudah operasi sebelumnya. Beberapa diizinkan untuk pulang. Kegiatan berlanjut untuk melakukan praktik. Namun, saat berpapasan dengan Mayra, dr. Derran memanfaatkan hal itu.“Kalian ke ruanga
Dua operasi berjalan dengan lancar. Untungnya Mayra tidak bertingkah di saat operasi. Jadi semua berjalan lancar. “Apa akan langsung pulang setelah ini? Apa kita tidak makan-makan dulu untuk merayakan operasi kita yang berhasil ini?” Mayra menatap dr. Derran. Dr. Derran malas dengan sikap basa-basi mantan pacarnya itu. Tak mau berurusan, dr. Derran segera berlalu meninggalkan Mayra. Langkah dr. Derran diayunkan keluar dari ruang operasi. Kembali ruangannya untuk segera pulang. “Kak.” Saat hendak masuk ke mobil, dr. Derran mendengar suara. Saat menoleh dia melihat Rivans di sana. “Ada apa?” tanya dr. Derran. “Aku tidak bawa mobil, apa aku bisa menumpang?” “Ayo.” Dr. Derran mengizinkan sepupunya itu. Rivans segera masuk ke mobil dr. Derran. Duduk tepat di samping kursi kemudi. Dr. Derran melajukan mobilnya. Rumah orang tua Rivans tak jauh dari rumah orang tuanya, jadi tak masalah jika dia mengantarkannya. “Bagaimana perasaan Kak Derran bertemu dengan mantan? Apa berdebar?” t
Melihat sepupunya itu menunjuk ke pintu lobi, dr. Derran langsung mengalihkan pandangannya. Dilihatnya seseorang yang dikenalnya. “Aku mau memberitahu kamu jika dia sekarang bekerja di sini lagi.” Rivans menjelaskan alasannya menghubungi sepupunya itu kemarin. “Kenapa tidak menghubungi balik jika kamu ingin memberitahu itu?” Dr. Derran menatap tajam pada sepupunya itu. “Kamu tidak mau diganggu, jadi aku tidak menghubungi lagi.” Dengan polosnya Rivans menjawab.Dr. Derran hanya bisa mengembuskan napasnya. Benar-benar kesal pada sepupunya itu. Padahal ini adalah hal penting. “Hai.” Mayra menyapa dr. Derran dengan senyum. “Kita bertemu di sini.” Dengan polosnya dia menjelaskan. “Waktu itu aku mau bilang jika aku kembali bekerja di sini. Hanya saja, waktu itu tidak tepat.” Sejenak dr. Derran teringat dengan kedatangan Mayra ke rumah. Waktu itu dia membahas rumah yang membuat Kalea terluka. Mungkin jika waktu itu tidak ada kejadian kemarin, dr. Derran sudah tahu keberadaan Mayra di r
Kalea yang melihat seorang wanita memanggil suaminya. Dia memerhatikan wanita yang sedang berjalan ke arah suaminya itu. “Sayang, aku bisa jelaskan.” Dr. Derran meraih tangan sang istri. Kalea merasa sedikit kesal. Kemarin mantan pacar suaminya yang datang, dan ini siapa lagi? Kalea tidak tahu siapa lagi wanita yang kini ada di hadapan sang suami. “Siapa dia?” tanya Kalea memastikan.“Dia arsitek yang akan merenovasi rumah kita. Aku sengaja mengundangnya agar kamu bisa bicara dengannya.” Dr. Derran tak mau berlama-lama menyelesaikan masalahnya. Rumah harus segera diubah, jadi dia sengaja menghubungi arsitek dari Adion Company, karena itu pihak Adin Company mengirim arsitek untuk mewujudkan keinginan dr. Derran.Kalea cukup terkejut mendengar jika suaminya akan merenovasi rumah. Tidak menyangka akan secepat itu. “Aku mau kamu senang. Jadi aku mau mengubah semuanya untuk kamu. Sampaikan apa yang kamu inginkan.” Dr. Derran menatap Kalea dengan teduh.Kalea merasa beruntung suaminya
Kalea yang nyaris terlelap, terbangun ketika mendengar suara ponsel suaminya. Dr. Derran segera mengambil ponselnya untuk melihat siapa yang menghubungi. “Rivans.” “Kenapa dia menghubungi malam-malam?”“Entah.” Dr. Derran menaikkan bahunya. Tak tahu “Angkat saja dulu. Siapa tahu penting.” “Baiklah.” Dr. Derran mengangguk. Dr. Derran segera mengangkat sambungan telepon tersebut. Ingin tahu apa yang ingin dibicarakan Rivans. “Kak.” Suara Rivans terdengar di seberang sana. “Kamu mau bahas pekerjaan atau hal pribadi?” tanya dr. Derran tanpa basa-basi. “Hal pribadi.” Rivans di seberang sana memberitahu. “Jika hal pribadi, besok saja kamu bicara.” Dr. Derran langsung mematikan sambungan telepon dan meletakan telepon di atas nakas. Apa yang dilakukan sang suami itu jelas membuat Kalea terkejut. “Kenapa dimatikan?” tanyanya. “Dia hanya ingin membahas hal pribadi. Jadi aku pikir, bisa dibicarakan besok.” Dengan entengnya dr. Derran menjawab. “Tapi, kalau sampai urusan pribadi
Mayra tentu saja tidak ada muka saat diusir. Padahal dia belum bicara dengan dr. Derran. Tak mau semakin malu, akhirnya Mayra pulang. Kini tinggal Kalea dan dr. Derran yang ada di rumah itu. Kalea segera berbalik untuk masuk. Meninggalkan dr. Derran yang masih di depan pintu. Tempat yang dituju adalah kamar. Dr. Derran yang melihat sang istri pergi, segera mengejar. Dia harus menjelaskan semuanya. “Sayang.” Dr. Derran masuk ke kamar. “Jadi kamar ini desain wanita itu juga?” tanya Kalea memastikan. “Sayang, maaf aku tidak mengatakannya, tapi aku tidak berniat berbohong.” Dr. Derran berusaha untuk meyakinkan sang istri. “Aku sudah dengar jika rumah ini disiapkan untuk dia. Hanya saja, aku teralu naif hingga tidak berpikir jika rumah ini didesain olehnya.” Kalea merasa sangat bodoh sekali. “Sayang, sejujurnya waktu itu aku mau merenovasi, hanya saja belum ada waktu. Aku benar-benar sibuk. Ditambah pernikahan kita dan aku pikir tidak masalah jika memakai semuanya dulu.” Dr. Derran