Happy day🌻 Mohon maaf kadang gak bisa baca Komen soalnya harus buka aplikasi dulu baru bisa baca komen. Kalau di web kadang gak masuk komennya.
Sulis berkacak pinggang melihat ruang kerja putranya yang berantakan. Tak biasanya Beryl membawa pekerjaan dari kantor ke rumah. Sebelumnya, karena Beryl orang yang tidak sabaran, ia selalu menyelesaikan pekerjaannya di kantor. Namun hari itu ia membawanya ke rumah. Ia bahkan tidak berniat menyuruh asistennya untuk membantunya.Kertas-kertas berhamburan di atas lantai. Begitupula peralatan menulis lainnya. Jangan sampai laptopnya ikut hancur. Dulu, saking tidak bisa mengendalikan dirinya, laptop pun hancur dibanting olehnya.Berusaha tenang, Sulis menguak daun pintu ruangan bernuansa serba putih itu dengan perlahan.“Beryl, apa di kantor ada masalah?”Sulis memungut helai demi helai kertas yang tercecer di lantai dengan lenguhan pelan.Beryl melirik ke arah sang ibu. Ia tahu ibunya masih sakit. Sekalipun ia sedang emosi, ia pun buru-buru menghampiri ibunya.“Gak usah diberesin, Mom.”Beryl meraih lengan ibunya lalu memapahnya untuk duduk.Sulis menatap putranya yang terlihat kusut masa
Laila tersenyum saat melihat ponsel barunya yang tergolek di atas meja. Ia baru menyadari jika ponselnya itu berharga mahal. Awalnya, ia merasa tak enak hati saat menerima ponsel itu. Namun karena Alby sudah mengatakan bahwa ponsel itu dari perusahaan, maka ia bersedia menerimanya. Namun ia menjadi penasaran. Apakah posisinya kini di perusahaan? Gadis bercadar itu berandai-andai jika kini ia bisa mendapatkan posisi jabatan seperti sebelumnya. Jika demikian, ia bisa mendapatkan gaji yang lumayan besar sehingga bisa membantu melunasi hutang ayahnya.Kendati hubungan dirinya dan ayahnya menjadi renggang, Laila akan tetap berbakti padanya bahkan ingin membalas budi pada kebaikan Yuda—yang sudah menganggapnya sebagai putri kandungnya sendiri.“Kamu masih kerja di kantor?”Yuda melontarkan pertanyaan dengan ambigu. Dania mengatakan pada Yuda bahwa Laila tidak betah bekerja di perusahaan Basalamah. Padahal nyatanya, sejak semalam Laila dan Dania bahkan tidak mengobrol.“Masih, A-Ayah,” jawa
Jeena terbangun di sebuah kamar yang kosong. Kepalanya terasa berat hingga ia kesulitan dalam membelalakan matanya. Saat matanya benar-benar terbuka, ia seketika terkesiap melihat sekelilingnya.Dinding kamar itu didominasi oleh warna abu-abu dan hitam. Ada banyak lukisan abstrak di kamar tersebut. Ia menduga jika itu adalah kamar seorang pria!Nafas Jeena langsung memburu saat ia menyadari berada di sebuah tempat asing dan sialnya kamar seorang pria. Ia pun mencoba mengingat-ingat apa yang terjadi. Seingatnya, tadi ia keluar apartemen karena berniat ingin berjalan-jalan dan pergi ke minimarket.“Wanita itu …” gumam Jeena merasa pusing luar biasa. Mendadak ia menjadi orang yang linglung.Jeena sàdar, telah terjadi sesuatu pada dirinya. Seseorang telah menghipnotisnya hingga membuatnya tidak sadar. Gadis bermanik almond buru-buru mengecek kondisi tubuhnya. Ia takut seseorang telah melecehkannya saat ia tak sadarkan.Menurunkan kakinya, Jeena akan berusaha melarikan diri dari kamar itu.
Manggala marah besar saat mendapat kabar dari Rosa bahwa Jeena menghilang. Seseorang telah membawanya pergi. Rosa menyesal kenapa ia tidak bisa berdusta pada pria itu. Masalahnya, pria itu menelponnya karena mungkin nomor Jeena tidak bisa dihubungi. Alhasil, ia pun bicara dengan jujur soal Jeena yang tiba-tiba menghilang.[Pak Gala, aku sedang mencarinya. Jadi, jangan khawatir!]Rosa bersikap tenang setenang air yang tak bergelombang.Padahal dalam lubuk hati yang terdalam, rasanya ia begitu ketakutan. Sejak ia bekerja di keluarga Basalamah, tugas sebagai pengawal Jeena lah tugas yang paling berat ia lakukan. Ana sangat protektif pada putrinya. Wajar saja, mungkin karena Jeena pernah hilang dari bayi. Jika terjadi sesuatu pada Jeena, tamatlah riwayatnya![Dengar, jika kamu gak bisa temukan Jeena. Aku akan pergi ke sana sekarang.]Manggala merasa menyesal karena telah menarik para pengawalnya dari sana. Ia berpikir jika Rosa sudah cukup bisa menjaganya, mengingat latar belakang Rosa ya
Beryl merasa kecewa sekaligus kesal mengapa Alby tiba-tiba masuk kantor dan ingin bekerja dengannya. Padahal ia hanya datang sesekali untuk melihat kondisi perusahaan. Sudah asumsi pun muncul secara tiba-tiba. Pasti, Laila menjadi alasan Alby ingin bekerja di sana. Ia dilanda bingung sekali. Bukankah Alby hanya bisa bermain piano? Ia juga mengajar di sekolah musik milik Ana. Mengapa tak ada angin dan tak ada hujan, ia datang untuk mendapat posisi di perusahaan?Beryl mendengus kesal melihat gelagat Alby yang mengganggu Laila di matanya. Terlihat dari meja kebesarannya, Alby sedang menjelaskan banyak hal pada Laila. Mereka terlihat akrab sekali. Meskipun apa yang mereka bahas bukanlah soal pribadi namun seputar perusahaan. Laila yang lugu terlihat antusias mendengar penjelasan Alby. Pemandangan yang membuat Beryl merasa panas.Beryl menjadi penasaran tentang adiknya. Sejak kapan Alby menguasai seluk beluk perusahaan? Namun karena Beryl– memiliki pekerjaan yang menumpuk, ia tidak ing
Suasana di luar kantor sore itu panas, bukan hanya karena terik matahari yang belum sepenuhnya tenggelam, tetapi juga karena ketegangan yang memuncak antara Laila dan Serina. Mereka berdiri di dekat area parkir, cukup jauh dari pandangan karyawan lain, namun tak terhindar dari perhatian beberapa orang yang lewat. Serina masih bekerja di perusahaan Basalamah. Hanya saja, kini jabatan mereka sudah bertukar. Laila menjadi sekretaris Beryl sementara itu Serina menjabat sebagai staf admin. Roda kehidupan berputar begitu cepat. Para karyawan di sana sudah mafhum dengan situasi tersebut. Atasan mereka akan mudah mengatur jabatan para karyawannya sesuai kinerja mereka. Namun untuk gosip yang menyebar di antara Laila dan Serina ialah mereka bersaing untuk mendapatkan simpati atasan mereka. Saat Laila selesai dengan pekerjaannya, ia pun memutuskan untuk pulang setelah Beryl lebih dulu keluar ruangan. Rasanya memang ia tidak merasa nyaman saat berada di ruangan itu. Namun ia tidak punya pi
Meskipun di luar mobil hiruk pikuk kendaraan dan lautan manusia masih terlihat namun malam itu Manggala merasa hatinya kosong dan sepi. Ia merasa kecewa karena tidak berada di sisi Jeena saat ia membutuhkan pertolongan. Sial, bayangan Jeena yang ditolong oleh Dion terus menghantui pikirannya, membuat dadanya terasa sesak sekali.“Apa aku terlalu berlebihan? Tapi … aku gak suka kedekatan mereka.”Manggala menghela nafas panjang kemudian melirik ke arah ponsel yang berada di tangannya. Ia menatap ponselnya lama. Kemudian ia pun membuka aplikasi pesan dan mengetik sesuatu untuk Jeena. [Assalamua’laikum! Jeena, apa kabar? Aku dengar tentang kejadian kemarin. Kamu baik-baik saja, ‘kan?]Namun sebelum mengirim pesan itu, Manggala ragu. “Apakah Jeena akan berpikir aku terlalu posesif? Atau malah aku gak peduli karena aku cuman diam saja? Sial, aku sangat mengkhawatirkannya!”“Pak, kita sudah sampai!”Sekretaris baru Manggala mengusik lamunannya. Ia menoleh ke arah jendela lalu mengangguk pel
Laila terdiam sejenak setelah mendengar tawaran Beryl. Wajahnya memerah karena canggung, dan ia pun buru-buru menjawab, “Ah, tidak usah, Pak Beryl. Saya bisa pulang sendiri. Terima kasih.”Laila tidak mungkin pulang berdua dengan atasannya. Bukankah Beryl tadi juga sudah memperingatkannya soal menjaga reputasi perusahaan? Haruskah ia mengingatkannya? Dasar tidak konsisten!Namun, Beryl tetap bersikeras, “Tidak apa-apa, Laila. Lagipula, Dito juga ikut menemani kita. Kita gak berduaan.”Seperti biasa, Beryl tetap mempertahankan gengsinya. Bahkan ia memaksa Dito untuk ikut menumpang di mobilnya. Padahal Dito bawa kendaraan sendiri. Sisi lain, Alby sudah pulang lebih dulu.Laila ragu sejenak, tapi akhirnya mengangguk dengan suara pelan. “Kalau begitu... baiklah, kalau ada Pak Dito juga.”Tak lama, Beryl memanggil Dito, yang langsung setuju untuk ikut. Mereka bertiga pun masuk ke dalam mobil Porsche berwarna hitam milik Beryl. Laila duduk di kursi belakang sendirian, sementara itu Dito meng
Hari demi hari berlalu, dan Laila semakin merasakan betapa beratnya perjuangan untuk kembali berjalan. Setiap pagi, ia memulai rutinitasnya dengan latihan fisik yang direkomendasikan oleh terapisnya. Namun, meskipun telah mengerahkan segala tenaga, kemajuannya terasa seperti langkah siput—lambat dan nyaris tak berarti. Rasa sakit menyengat di setiap sendi, kelelahan menggerogoti tubuhnya, tetapi yang lebih menyiksa adalah perasaan tidak berdaya yang mulai merayap ke dalam jiwanya.Setiap kali ia mencoba menggerakan kakinya dan gagal, rasa frustrasi semakin menguasai dirinya. Ia mulai meragukan kemampuannya sendiri, bertanya-tanya apakah semua ini sia-sia. Suatu sore yang dingin dan suram, setelah sesi terapi yang melelahkan, Laila duduk diam di kursi rodanya, menatap ke luar jendela. Hujan turun deras, menciptakan simfoni kesedihan yang seakan menggema dalam hatinya. Air mata menggenang di pelupuk matanya, lalu jatuh perlahan, bercampur dengan keputusasaan yang semakin dalam. Ia mer
Malam itu, Rahes duduk di ruang kerjanya, menatap kosong laporan yang baru saja ia terima dari detektif pribadinya. Akhir-akhir ini ia seringkali berurusan dengan detektif setelah menemukan putrinya. Apalagi, ia sedang mencari tahu putrinya yang lain—yang masih belum ditemukan.Tangannya mencengkeram kertas itu erat, hampir meremasnya. Matanya menelusuri setiap detail yang tertulis, tetapi pikirannya masih berusaha mencerna kenyataan yang baru saja terungkap. Serina, putrinya yang baru saja ia temukan setelah bertahun-tahun mencari, ternyata terlibat masalah dengan keluarga Basalamah. Dan bukan sekadar masalah biasa—ia berpura-pura menjadi penyelamat dalam insiden kebakaran yang menimpa Hanum, salah satu anggota keluarga itu. Pantas pria bernama Beryl terlihat marah saat bertemu dengannya.Sisi lain, dalam laporan itu ternyata meskipun putrinya telah ketahuan berdusta, namun keluarga itu masih mempekerjakan Serina di sana.Rahes menghela napas berat. Ia tidak habis pikir. Apa yang t
Keesokan harinya, meski Raihan tidak memberinya informasi langsung, Beryl tidak akan menyerah untuk bisa menemukan Laila. Dia akan mencari cara lain untuk mengungkapkan rahasia yang terselubung, bahkan jika itu berarti harus berhadapan dengan Yuda secara langsung.Beryl memang dikenal dengan tekad baja yang tak mudah goyah. Dan, kali ini ia benar-benar nekat melebihi baja, mungkin logam mulia lain bisa mewakili tekadnya itu. Ya, grafena! Setelah bertemu dengan Raihan yang hanya memberinya sedikit petunjuk dengan banyak sekali misteri, Beryl merasa sudah waktunya menghadapi Yuda secara langsung. Tak peduli apa risikonya, Beryl harus tahu kondisi Laila. Jika menyerahkan itu pada detektif akan butuh waktu lama. Atau, jika ia meminta bantuan ibunya, ayahnya masih akan menertawakannya. Seperti tidak ada gadis lain saja.Suatu pagi yang cerah, dengan niat yang sudah bulat, Beryl mendatangi sekolah tempat Yuda mengajar. Sekolah yang seharusnya menjadi tempat penuh kedamaian dan pembelajaran
Raihan sedang duduk di ruang kerjanya di kampus ketika Beryl datang, mengetuk pintu dengan ekspresi serius. “Pak Raihan, saya ingin bicara empat mata,” kata Beryl dengan nada tegas. Beberapa orang dosen menoleh ke arahnya dengan tatapan ingin tahu.Tentu saja, wajah Beryl yang kearab-araban seringkali mencuri atensi warga lokal. Mereka berpikir jika ada turis asing datang.Raihan yang merasa sedikit terkejut, mempersilakan Beryl masuk dan duduk. “Ada apa, Pak Beryl? Ada yang bisa saya bantu?”Raihan sempat terkesiap saat melihat siapa tamu yang datang. Rupanya, tamu itu adalah bos di mana Laila bekerja. Namun ia berusaha tenang setenang air danau.Beryl duduk di depan Raihan, matanya tajam menatapnya. “Saya sengaja datang kemari karena ada satu hal yang penting! Saya tidak suka basa-basi. Saya hanya ingin tahu tentang Laila. Apa yang sebenarnya terjadi padanya? Kenapa dia bisa menghilang begitu saja? Mengapa keluarganya mengatakan bahwa Laila sudah menikah padahal belum? Saya tahu, ka
Manggala dan Jeena tiba di pantai yang indah, menikmati momen kebahagiaan mereka saat honeymoon. Angin laut yang sejuk dan suara ombak yang menghantam pantai memberikan suasana yang sempurna untuk beristirahat dan merayakan cinta mereka. Namun, suasana tenang itu tiba-tiba pecah saat mereka melihat seseorang yang tak asing di kejauhan.Luna, wanita yang dulu pernah terlibat dalam skandal yang membuat Manggala terjebak, sedang berdiri bersama seorang pria yang tampak sangat berkuasa. Pria itu mengenakan jas mahal, dengan penampilan yang menunjukkan statusnya sebagai orang kaya dan berpengaruh. Manggala merasa cemas dan bingung melihat Luna di tempat ini, lebih-lebih bersama pria tersebut. Luna yang semula seharusnya menjalani hukuman penjara karena perbuatannya terhadap Manggala, kini tampak bebas, seolah tidak ada yang salah.Jeena yang melihat ekspresi Manggala yang berubah, bertanya dengan khawatir, “Mas, ada apa?”Manggala menghela napas, matanya terfokus pada Luna dan pria itu.
“Ada masalah?”Ali bertanya pada putranya saat mereka sudah selesai menyantap hidangan sarapan pagi. Pria berhidung bangir itu menaruh sendok dan garpu, menatap putranya dengan tenang. Tidak mudah menjadi seorang CEO, Beryl masih harus banyak belajar. Ali mendengar jika Beryl saat ini tengah mengalami masalah di kantor. Beberapa kliennya telah berpindah haluan dan membatalkan kerjasama dengan perusahaan Basalamah Group tanpa alasan yang jelas.Ali berpikir karena patah hati membuat Beryl menjadi tidak fokus dalam menyelesaikan pekerjaannya. Namun ternyata setelah mendengar dari orang kantor, ada pengusaha yang terang-terangan mengambil klien mereka. Ia adalah Rahes Pramudya.Beryl meneguk air minum sebelum menjawab sang ayah. “Aku masih bisa menghandlenya,” katanya dengan singkat.Beryl pun berdiri dan berpamitan meninggalkan ke dua orang tuanya dan Alby yang masih menyantap nasi goreng.“Aku duluan,”Ali dan Sulis saling pandang penuh arti. “Sayang, Beryl sudah mulai move on, bagus
Setelah pesta pernikahan yang megah dan meninggalkan Beryl yang sudah mulai membaik, Manggala dan Jeena akhirnya bisa bernapas lega. Mereka memutuskan melakukan honeymoon yang tertunda.Setelah menempuh perjalanan udara, akhirnya mereka tiba di pulau Dewata menjelang senja, saat langit berwarna jingga keemasan. Jeena tersenyum kagum saat melihat villa mewah yang berdiri congak di tepi pantai yang telah disiapkan Manggala untuk bulan madu mereka. Villa itu memiliki kolam renang pribadi dan pemandangan langsung ke arah laut dan tentunya bersifat private karena hanya ada mereka berdua yang akan menghuni villa tersebut selain seorang pegawai villa, wanita renta yang mengurus villa tersebut.Begitu masuk ke dalam vila, Jeena langsung melepas sepatunya dan berjalan dengan kaki telanjang ke balkon, membiarkan angin pantai menyapu wajahnya. “Indah sekali,” bisiknya tak bisa menyembunyikan perasaan kekagumannya pada landskap yang begitu indah di hadapannya. Manggala mendekat dan memeluknya
Putri Melati berdiri di depan ruang rawat inap dengan perasaan campur aduk. Matanya menangkap sosok Yuda yang sedang berbicara dengan dokter, wajahnya penuh ketegangan. Ia juga mengikuti Yuda hingga pria itu berada di bagian administrasi pembayaran, menyerahkan sejumlah uang. Namun dari raut wajahnya, jelas terlihat bahwa uang itu tidak cukup. Tak lama kemudian, ia mendengar bagian keuangan itu menjelaskan rincian biaya rumah sakit yang harus dibayar olehnya. “Maaf, Pak, biaya perawatan di sini memang segini. Tidak bisa kurang. Ini termasuk yang paling murah. Coba, Bapak bandingkan dengan rumah sakit lain! Biaya rawat inap lebih mahal.”Bagian administrasi itu mencoba memberi pengertian pada Yuda. Yuda bermaksud meminta keringanan rumah sakit namun bagian administrasi tidak memiliki wewenang dalam menentukan kisaran biaya rumah sakit.Yuda terlihat menarik nafas dalam. Uang sepuluh juta yang diserahkan padanya itu adalah uang terakhir di dalam dompetnya untuk biaya rawat inap.“Pak Y
Melati menatap suaminya dengan tajam. Baru saja ia menyimak curhatan suaminya di mana Yuda ingin meminjam uang padanya namun Aldino tidak memberikannya pinjaman hanya karena Yuda tidak mengatakan apa masalah yang dihadapinya.“Mas, kenapa kamu gak kasih pinjamannya? Pak Yuda sahabatmu. Kalau dia sampai meminjam uang, berarti dia benar-benar butuh! Dia tidak perlu menyebutkan alasannya. Mungkin dia memang sangat terdesak.”Putri Melati memperingati suaminya. Ia tak habis pikir dengan pemikiran suaminya yang tak bisa membaca situasi. Mungkin ada alasan tertentu Yuda merahasiakannya. Mentang-mentang Aldino tidak pernah merasakan kesulitan finansial dalam hidupnya karena ia terbiasa hidup enak.Aldino meletakkan cangkir tehnya dengan kasar di meja. “Sayang, bukannya nggak mau bantu. Tapi Yuda bukan tipe orang yang mudah meminta bantuan, apalagi soal uang. Ada sesuatu yang dia sembunyikan. Mas hanya ingin tahu dulu untuk apa uang itu. Tentu saja, Mas akan membantunya! Mas sedang menunggu d